SENIN, 11 FEBRUAR12010 I MEDIA INDONESIA calak edu CIA versus CAI History is a race between education and catastro phe. (HG Wells) PENTING "taluk menjelaskan kembali kepada setiap orang tentang peran sentral pendidikan terhadap masa de pa n suatu bangsa. Sejarah kemajuan suatu bangsa sebenarnya sering dipertaruhkan oleh siapa saja yang merasa bahwa investasi dalam bidang pendidikan tidak penting. Tetapi, tidak jarang efek dari pendidikan juga bisa mem buat sebuah negara merasa paling benar dan paling beradab sehingga semua jenis ilmu dan pengetahuan dikerahkan untuk menguasai orang lain demi mempertahankan reputasinya 1 / 5
sebagai Negara maju. Sebagian peran itulah yang sedang dilakukan oleh Amerika di Afghanistan dan Pakistan melalui CIA. CIA atau Central Intelligence Agency adalah lembaga intelijen ternama Amerika yang sering m elakukan telik sandi untuk mengenali ragam ancaman, baik langsung maupun tidak langsung, terhadap Amerika. Sebelum sebuah keputusan diambil, baik menyangkut persoalan perorang an, lembaga atau negara lain, CIA biasanya memberikan semacam resume tentang langkah apa yang harus diambil pemerintahannya, ter masuk untuk menyerang sebuah negara. Hal itulah yang terjadi ketika Amerika membuat keputusan untuk menyerang Irak dan Afghanis tan. Dari kebijakan itu? Menyerang yang menelan korban ribuan hingga jutaan orang, baik langsung maupun tak langsung. Bahkan yang hidup pun terus menderita, terutama anak-anak yang seharusnya masih duduk di bangku seko lah. Kita percaya bahwa tak semua perilaku orang Amerika identik dengan kebijakan CIA. Paling tid ak gambaran itu diberikan oleh seorang Greg Mortenson, pendaki gunung yang gagal menak lukkan Himalaya, yang sangat pendiam karena tak memiliki keterampilan komunikasi yang baik, serta pada mulanya juga tak memiliki visi hidup yang jelas. Dalam ketersesatan dari kega galannya mendaki Himalaya, Greg menemukan guru spiritualnya di Desa Korphe, perbatasan Afghanistan dan Pakistan, yaitu Haji All. Dalam interaksinya dengan Haji All, dia menemukan tujuan hidupnya yang digambarkan secara dramatis dalam buku 2 / 5
Three Cups of Tea. Filosofi three cups of tea sendiri bermula dari statement Haji Ali ketika menjamu dan menerima Greg dalam ketersesatannya: "The first cup of tea you share with us, you are a stranger," kata Haji Ali. "The second cup, you are friend. But with the third cup, you became family - and for our families we are willing to do anythingfieven die." (Greg Mortenson, Stones Into Schools, 2009, him 17). Kehangatan meneguk teh itulah yang membawa Greg yakin bahwa dia harus kembali lagi sepu langnya dari Korphe dengan satu tujuan, yaitu membangun sekolah. Setelah 17 tahun bekerja di separuh provinsi yang ada di Afghanistan dan beberapa di Pakistan, saat ini Greg dengan lembaganya yang bernama Central Asia Institute (CAI) berhasil membangun sebanyak 131 sekolah yang mendidik lebih kurang 58 ribu siswa tingkat dasar dan menengah, kebanyakan perempuan. Seorang Greg dengan CAI-nya seakan sedang berlomba dengan CIA, untuk membuktikan mana yang lebih efektif dan cepat dalam menangani konflik dengan Taliban. Tidak seperti CIA yang menggunakan pendekatan kekerasan melalui perang, CAI menangani ke kerasan dengan memberi anak-anak sebanyak mungkin buku, guru, dan sekolah. Keyakinan Greg didasarkan pada riset panjangnya mengapa pendidikan, terutama untuk anak perempuan, sangat dibutuhkan masyarakat Afghanistan yang selalu dianggap fundamental dan karena itu wajib diperangi. Greg menemukan bukti bahwa seorang perem puan yang terdidik mampu menahan anak pa lin 3 / 5
g menderita akibat perang karena konsekuen si sosial dan psikologis akibat konflik lebih banyak datang dan menghampiri mereka. Pe ngalaman masa kecilnya di Tanzania juga menambah keyakinan Greg bahwa pendidikan untuk anak-anak perempuan jauh lebih penting karena mendidik anak perempuan sama dengan mendidik sebuah komunitas. Sebuah African proverb yang sering dia gunakan adalah "If you teach a boy, you educate an individual; but if you teach a girl, you educate a community." Konsentrasi CAI saat ini adalah membangun kesempatan sebanyak mungkin bagi anak perempuan untuk memperoleh akses ke pendidikan. Kompetisi antara CIA dan CAI sedang ber-langsung sengit di Afghanistan dan Pakistan. Efek th ree cups of tea yang pada awalnya hanya dipahami oleh Greg seorang kini wajib dipa hami dan dimengerti oleh setiap pegawai Pentagon dan CIA yang hendak bertugas ke Afghanistan. Kesadaran untuk membantu anakanak yang kurang beruntung dan tidak berseko lah juga tumbuh pesat di Amerika karena buku Three Cups of Tea, terbukti dari pesatnya jumlah donor yang masuk ke CAI milik Greg Mortenson. Pendidikan, dalam diasfora yang sangat luas, memang member! banyakkesempatan dan peluang bagi masa depan suatu bangsa. Greg sedang ingin membuktikan bahwa ada cara lain untuk membangun hubungan ke arah yang lebih baik daripada perang. Jika mengaca pada apa yang dilakukan Greg, kunci utama dalam membangun sebuah kesadar an baru bagi dunia pendidikan adalah rasa saling percaya dan ikhlas. Banyak lembaga pendidikan di Indonesia yang masih bisa ber- 4 / 5
tahan hingga saat ini adalah karena unsur keikhlasan para pendirinya. Imam Zarkasi de-ngan tradisi Gontornya adalah contoh sebuah determinasi keikhlasan dalam mengelola pendidikan. Edu berharap dan yakin akan ada banyak sekali orang seperti Greg Mortenson di Indonesia yang paham bahwa pendidikan bagi anak-anak yang kurang beruntung sangat pen ting demi membangun masa depan mereka. 5 / 5