BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan yang semakin meningkat di dunia (Renjith dan Jayakumari, perkembangan ekonomi (Renjith dan Jayakumari, 2011).

PEMBAHASAN SINDROM KORONER AKUT

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penatalaksanaan Astigmatism No. Dokumen : No. Revisi : Tgl. Terbit : Halaman :

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. angka morbiditas penderitanya. Deteksi dini masih merupakan masalah yang susah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit

Ns. Furaida Khasanah, M.Kep Medical surgical department

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

sebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler memiliki banyak macam, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan pasien yang datang dengan Unstable Angina Pectoris. (UAP) atau dengan Acute Myocard Infark (AMI) baik dengan elevasi

BAB 1 PENDAHULUAN. tersering kematian di negara industri (Kumar et al., 2007; Alwi, 2009). Infark

BAB 1 PENDAHULUAN. terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit negara-negara industri (Antman

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. maupun organ) karena suatu organisme harus menukarkan materi dan energi

BAB 1 PENDAHULUAN. atau gabungan keduanya (Majid, 2007). Penyakit jantung dan pembuluh darah

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi

SKRIPSI. Diajukan oleh : Enny Suryanti J

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia maupun di negara-negara barat. Kematian akibat penyakit jantung

BAB IV METODE PENELITIAN. khususnya nefrologi dan endokrinologi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. larut dalam air dan larut dalam pelarut nonpolar. Lipid, yang mudah disimpan

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

Topik : Infark Miokard Akut Penyuluh : Rizki Taufikur R Kelompok Sasaran : Lansia Tanggal/Bln/Th : 25/04/2016 W a k t u : A.

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS)

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab. kematian terbesar diseluruh dunia terutama yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menimpa populasi usia di bawah 60 tahun, usia produktif. Kondisi ini berdampak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

Penyakit Jantung Koroner

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT

RS PERTAMINA BALIKPAPAN

BAB I PENDAHULUAN. Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia termasuk salah satu abnormalitas fraksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

BAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit jantung koroner merupakan penyebab. kematian terbanyak di dunia, dengan 7,4 juta kematian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat

Tatalaksana Sindroma Koroner Akut pada Fase Pre-Hospital

BAB 1 PENDAHULUAN. arrhythmias, hypertension, stroke, hyperlipidemia, acute myocardial infarction.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

UPT Balai Informasi Teknologi LIPI Pangan & Kesehatan Copyright 2009

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) adalah keadaaan dimana terjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANGINA PECTORIS. Penyakit kronis CVS Nyeri dada menjalar ke bahu, punggung, tangan

HUBUNGAN RASIO LINGKAR PINGGANG PINGGUL DENGAN PROFIL LIPID PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)

GAMBARAN PROFIL LIPID PADA PENDERITA SINDROM KORONER AKUT DI RSUP. PROF. DR. R. D. KANDOU PERIODE JANUARI SEPTEMBER 2015

Non ST Elevation Miocardial Infarction. Afifah ikhwan Fauzan muhammad Sari yunita Tiara ledita

BAB I. Pendahuluan. I.1 Latar Belakang. Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh. berkurangnya aliran darah ke otot jantung.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. darah merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit dan menempati

BAB 1 PENDAHULUAN. darah termasuk penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, infark

PEDOMAN TATALAKSANA SINDROM KORONER AKUT. Disusun oleh: PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS KARDIOVASKULAR INDONESIA 2015 EDISI KETIGA

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian di bidang ilmu Kardiovaskuler.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

ABSTRAK... 1 ABSTRACT

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Stroke adalah serangan otak yang timbulnya secara mendadak karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu dari. 10 penyebab kematian terbesar pada tahun 2011.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

1.1 Pengertian 1.2 Etiologi dan Faktor Resiko 1.3 Patofisiologi Jalur transport lipid dan tempat kerja obat

BAHAN AJAR PENYAKIT JANTUNG HIPERTENSIF DAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian

Transkripsi:

5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sindrom Koroner Akut (SKA) 2.1.1. Definisi Sindrom Koroner Akut Sindrom koroner akut (SKA) merupakan kegawatan jantung yang terjadi karena adanya ruptur atau erosi dari plak aterosklerosis yang memiliki gambaran berupa angina pektoris tidak stabil (unstable angina pectoris/uap), infark miokardium akut (IMA) baik dengan peningkatan segmen ST (ST segmen elevation myocardial infarction/ STEMI) maupun tanpa peningkatan segmen ST (non ST segmen elevation myocardial infarction/nstemi). 7 2.1.2. Etiologi Sindrom Koroner Akut Penyebab dari Sindrom Koroner Akut ini adalah trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada, obstruksi dinamik (spasme koroner atau vasokonstriksi), obstruksi mekanik yang progresif, inflamasi dan/atau infeksi, faktor atau keadaan pencetus. 4 2.1.3. Faktor Risiko Sindrom Koroner Akut Faktor resiko SKA terbagi dua, faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan dan faktor risiko yang dapat dikendalikan. Faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan adalah usia, jenis kelamin dan riwayat keluarga. Sedangkan faktor yang dapat dikendalikan adalah dislipidemia, obesitas, hipertensi, merokok, diabetes melitus dan kurang olahraga. 6 2.1.4. Klasifikasi Sindrom Koroner Akut Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi: 1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation myocardial infarction)

6 2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment elevation myocardial infarction) 3. Angina Pektoris Tidak Stabil (UAP: unstable angina pectoris). 5 2.1.5. Patofisiologi Sindrom Koroner Akut Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white thrombus). Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti sekitar 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark miokard). Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard). Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas miokardium karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang), distritmia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel). Sebagian pasien SKA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas. Mereka mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri koronaria epikardial (Angina Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis. 5

7 Gambar 2.1 Perjalanan Proses Aterosklerosis pada Plak Aterosklerosis Sumber : Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner 4 2.1.6. Gambaran Klinis Sindrom Koroner Akut 2.1.6.1. Gambaran Klinis Angina Tak Stabil 1. Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang bertambah dari biasa. 2. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal. 3. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin. 4. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas. 9 2.1.6.2. Gambaran Klinis Infark Miokard Dengan Non Elevasi Segmen ST (NSTEMI) 1. Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di epigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar. 2. Nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI.

8 3. Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahawa mereka yang memiliki gejala dengan onset baru angina berat/terakselerasi memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki nyeri pada waktu istirahat. 4. Gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik. 5. Gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun. 10 2.1.6.3. Gambaran Klinis Infark Miokard Dengan Elevasi Segmen ST (STEMI) 1. Nyeri dada dengan lokasi substernal, retrosternal, dan prekordial. 2. Sifat nyeri seperti rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir. 3. Penjalaran biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan. 4. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat, atau obat nitrat. 5. Gejala yang menyertai seperti mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas dan lemas. 11 2.1.7. Diagnosis Sindrom Koroner Akut 2.1.7.1. Anamnesis Diagnosa adanya suatu SKA harus ditegakkan secara cepat dan tepat dan didasarkan pada tiga kriteria, yaitu gejala klinis nyeri dada spesifik, gambaran EKG (elektrokardiogram) dan evaluasi biokimia dari enzim jantung. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien SKA. Nyeri dada atau rasa tidak nyaman di dada merupakan keluhan dari sebagian besar pasien dengan SKA. 4

9 2.1.7.2. Pemeriksaan Fisik Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor pencetus dan kondisi lain sebagai konsekuensi dari APTS/NSTEMI. Hipertensi tak terkontrol, anemia, tirotoksikosis, stenosis aorta berat, kardiomiopati hipertropik dan kondisi lain, seperti penyakit paru. Keadaan disfungsi ventrikel kiri (hipotensi, ronki dan gallop S3) menunjukkan prognosis yang buruk. Adanya bruit di karotis atau penyakit vaskuler perifer menunjukkan bahwa pasien memiliki kemungkinan juga penderita penyakit jantung koroner (PJK). 4 2.1.7.3. Elektrokardiografi Perekaman EKG harus dilakukan dalam 10 menit sejak kontak medis pertama. Bila bisa didapatkan, perbandingan dengan hasil EKG sebelumnya dapat sangat membantu diagnosis. Setelah perekaman EKG awal dan penatalaksanaan, perlu dilakukan perekaman EKG serial atau pemantauan terus-menerus. EKG yang mungkin dijumpai pada pasien NSTEMI dan UAP antara lain: 1. Depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T; dapat disertai dengan elevasi segmen ST yang tidak persisten (<20 menit) 2. Gelombang Q yang menetap 3. Nondiagnostik 4. Normal Hasil EKG 12 sadapan yang normal tidak menyingkirkan kemungkinan diagnosis SKA tanpa elevasi segmen ST, misalnya akibat iskemia tersembunyi di daerah sirkumfleks atau keterlibatan ventrikel kanan, oleh karena itu pada hasil EKG normal perlu dipertimbangkan pemasangan sadapan tambahan. Depresi segmen ST 0,5 mm di dua atau lebih sadapan berdekatan sugestif untuk diagnosis UAP atau NSTEMI, tetapi mengingat kesulitan mengukur depresi segmen ST yang kecil, diagnosis lebih relevan dihubungkan dengan depresi segmen ST 1 mm. Depresi segmen ST 1 mm dan/atau inversi gelombang T 2 mm di beberapa sadapan prekordial sangat sugestif untuk mendiagnosis UAP atau NSTEMI (tingkat peluang tinggi). Gelombang Q 0,04 detik tanpa disertai depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T menunjukkan tingkat

10 persangkaan terhadap SKA tidak tinggi sehingga diagnosis yang seharusnya dibuat adalah Kemungkinan SKA atau Definitif SKA. Jika pemeriksaan EKG awal menunjukkan kelainan nondiagnostik, sementara angina masih berlangsung, pemeriksaan diulang 10-20 menit kemudian. Pada keadaan di mana EKG ulang tetap menunjukkan kelainan yang nondiagnostik dan marka jantung negatif sementara keluhan angina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam untuk dilakukan EKG ulang tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang. Bila dalam masa pemantauan terjadi perubahan EKG, misalnya depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T yang signifikan, maka diagnosis UAP atau NSTEMI dapat dipastikan. Walaupun demikian, depresi segmen ST yang kecil (0,5 mm) yang terdeteksi saat nyeri dada dan mengalami normalisasi saat nyeri dada hilang sangat sugestif diagnosis UAP atau NSTEMI. Stress test dapat dilakukan untuk provokasi iskemia jika dalam masa pemantauan nyeri dada tidak berulang, EKG tetap nondiagnostik, marka jantung negatif, dan tidak terdapat tanda gagal jantung. Hasil stress test yang positif meyakinkan diagnosis atau menunjukkan persangkaan tinggi UAP atau NSTEMI. Hasil stress test negatif menunjukkan diagnosis SKA diragukan dan dilanjutkan dengan rawat jalan. 5 2.1.7.4. Petanda Biokimia Jantung Pemeriksaan troponin I/T adalah standard baku emas dalam diagnosis NSTEMI, di mana peningkatan kadar marka jantung tersebut akan terjadi dalam waktu 2 hingga 4 jam. Penggunaan troponin I/T untuk diagnosis NSTEMI harus digabungkan dengan kriteria lain yaitu keluhan angina dan perubahan EKG. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika marka jantung meningkat sedikit melampaui nilai normal atas (upper limit of normal, ULN). Dalam menentukan kapan marka jantung hendak diulang sebaiknya mempertimbangkan ketidakpastian dalam menentukan awitan angina. Tes yang negatif pada satu kali pemeriksaan awal tidak dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis infark miokard akut. Kadar troponin pada pasien infark miokard akut meningkat di dalam darah perifer 3-4 jam setelah awitan infark dan menetap sampai 2 minggu. Peningkatan ringan kadar troponin biasanya menghilang dalam 2 hingga 3 hari, namun bila terjadi

11 nekrosis luas, peningkatan ini dapat menetap hingga 2 minggu. Mengingat troponin I/T tidak terdeteksi dalam darah orang sehat, nilai ambang peningkatan marka jantung ini ditetapkan sedikit di atas nilai normal yang ditetapkan oleh laboratorium setempat. Apabila pemeriksaan troponin tidak tersedia, pemeriksaan CKMB dapat digunakan. CKMB akan meningkat dalam waktu 4 hingga 6 jam, mencapai puncaknya saat 12 jam, dan menetap sampai 2 hari. 5 2.1.8. Tatalaksana Sindrom koroner akut 2.1.8.1. Evaluasi Awal Berdasarkan kualitas nyeri dada, anamnesa dan pemeriksaan fisik terarah serta gambaran EKG, pasien dikelompokan menjadi salah satu dari: STEMI, NSTEMI dan kemungkinan bukan SKA. 12 2.1.8.2. Penanganan Awal Penanganan awal dimulai dengan pemberian beberapa terapi medikamentosa yang telah terbukti dapat memperbaiki prognosis jangka panjang seperti pemberian antiplatelet jangka panjang untuk menurunkan risiko thrombosis arteri koroner berulang, penyekat beta dan statin. 12 2.1.8.3. Terapi Anti-Iskemia dan Analgesik 1. Oksigen dianjurkan bila saturasi O₂ perifer < 90%. 2. Nitrogliserin, isosorbid dinitrat diberikan secara sublingual dan dilanjutkan dengan pemberian kontinu melalui intravena. 3. Morphine diberikan untuk mengatasi nyeri dada dan ansietas. 4. Penyekat beta secara kompetitif mengambat efek katekolamin terhadap miokard dengan cara menurunkan laju jantung, kontraktilitas dan tekanan darah, sehingga konsumsi oksigen oleh miokard menurun. 12

12 2.1.8.4. Agen Antiplatelet Peran aktivasi dan agregasi platelet merupakan target utama pada penanganan pasien SKA. Pemberian antiplatelet dilakukan untuk mengurangi risiko komplikasi iskemia akut dan kejadian aterotrombosis berulang. 12 1. Penyekat Glycoprotein IIb/IIIa Pengunaan GIIb/IIIa akan meningkatkan kejadian perdarahan mayor, sehingga potensi keuntungannya harus dinilai bersama dengan risiko perdarahannya. 12 2. Antikoagulan Antikoagulan diberikan untuk mencegah generasi thrombin dan aktivitasnya. Banyak studi telah membuktikan bahwa kombinasi antikoagulan dan antiplatelet sangat efektif dalam mengurangi serangan jantung akibat thrombosis. 12 2.1.8.5. Revaskularisasi Koroner Pada pasien dengan risiko tinggi menjalani kematian dan kejadian kardivaskular, pemeriksaan angiografi koroner dengan tujuan untuk revaskularisasi (strategi invasif) telah terbukti mengatasi simptom, memperpendek hari perawatan dan memperbaiki prognosis. 12 2.1.8.6. Intervensi Koroner Perkutan (PCI) Intervensi koroner perkutan (PCI) umumnya menggunakan stent/cincin untuk mengurangi kejadian oklusi tiba-tiba (abrupt closure) dan penyempitan kembali. 12 2.1.8.7. Intervensi Bedah: Coronary Artery Bypass Graft (CABG) Proses trombosis merupakan target terapi antiplatelet dan antikoagulan, sehingga bila pasien menjalani CABG risiko perdarahan dan komplikasi perioperatif lebih tinggi. Secara umum bila memungkinkan, CABG dilakukan setelah minimal 48-72 jam. 12

13 2.1.8.8. Tatalaksana Jangka Panjang Pasien dengan SKA non ST elevasi memiliki risiko tinggi untuk berulangnya iskemia setelah fase awal. Oleh sebab itu, prevensi sekunder secara aktif sangat penting sebagai tatalaksana jangka panjang, yang mencakup : 1. Perbaikan gaya hidup seperti berhenti merokok, aktivitas fisik teratur, dan diet. 2. Penurunan berat badan pada pasien obesitas dan kelebihan berat badan overweight. 3. Intervensi terhadap profil lipid yaitu : a. Statin direkomendasikan pada semua pasien dengan SKA tanpa ST elevasi, diberikan hari ke 1-4, dengan tujuan menstabilisasi dinding plak aterosklerosis, efek pleitropik. b. Disarankan terapi penurunan level lipid secara intensif dengan target LDL<100 4. Meneruskan pemakaian anti-platelet. 5. Pemakaian penyekat beta harus diberikan pada semua pasien, termasuk pasien dengan fungsi ventrikel kiri yang menurunkan, dengan atau tanpa gejala gagal jantung. 12 Setelah suatu SKA tanpa elevasi ST, direkomendasi penilaiaan kapasitas fungsional. Berdasarkan status kardiovaskular dan penilaian kapasitas fisik fungsional tersebut, pasien diberi informasi mengenai waktu dan level aktivitas fisik yang direkomendasikan, termasuk rekreasi, kerja, dan aktivitas seksual. Pasien pasca SKA tanpa elevasi ST dapat disarankan menjalani uji latih jantung dengan EKG atau suatu pemeriksaan stress non invasif untuk iskemia yang setara, dalam 4-7 minggu setelah perawatan. 12 2.2. Profil Lipid 2.2.1. Definisi Profil Lipid Profil lipid meliputi pengukuran kolesterol total, HDL (high density lipoprotein), LDL (low density lipoprotein) dan trigliserida. Profil lipid diperiksa untuk mengetahui ada atau tidaknya resiko penyakit jantung koroner. 13

14 2.2.2. Metabolisme Lipid Metabolisme lipoprotein terjadi melalui dua jalur, yaitu jalur eksogen dan jalur endogen. Jalur eksogen terjadi di mukosa usus halus melalui pembentukan kilomikron, sedangkan jalur endogen terjadi di hati. Kolesterol ester yang berasal dari makanan diabsorpsi oleh mukosa usus dalam bentuk kolesterol bebas. Di dalam sel mukosa usus, kolesterol bebas diubah menjadi kolesterol ester. Kolesterol ester ini kemudian bergabung dengan trigliserida yang berasal dari makanan membentuk kilomikron. Kilomikron meninggalkan usus ke dalam sistem sirkulasi, kemudian diuraikan oleh enzim lipoprotein lipase (LPL) di sel endotelial pembuluh darah menjadi kilomikron remnant, trigliserida, fosfolipid, Apo C, Apo A dan kolesterol ester. Trigliserida dibawa ke jaringan adiposa dan otot sebagai cadangan makanan. Kilomikron remnant berikatan dengan reseptor LDL di hati, sedangkan fosfolipid, Apo C, Apo A dan kolesterol ester ditransfer ke HDL. Kolesterol ester bergabung dengan trigliserida membentuk very low density lipoprotein (VLDL). VLDL kemudian meninggalkan hati dan masuk ke sistem sirkulasi. Di dalam sistem sirkulasi VLDL diubah menjadi intermediate-density lipoprotein (IDL) oleh LPL dan kemudian menjadi LDL. IDL dan LDL yang terbentuk di dalam pembuluh darah dapat masuk ke bagian endotel pembuluh darah atau langsung kembali ke hati. LDL yang teroksidasi difagositosis oleh selsel makrofag. Di dalam makrofag, kolesterol ester dihidrolisis mejadi kolesterol bebas. Kolesterol bebas dibawa ke permukaan membran sel makrofag dan kemudian ditangkap oleh HDL. Kolesterol bebas di dalam HDL diubah dengan bantuan enzim lecithin cholesterol acyltransferase (LCAT) menjadi kolesterol ester yang dibawa ke hati. 14

15 2.2.3. Jenis-Jenis Lipid 1. Kolesterol Total Kolesterol total adalah hasil dari penjumlahan total dari semua jenis kolesterol di dalam darah. Kolesterol total yang sehat kadarnya tidak melebihi 190. 15 2. Trigliserida Trigliserida merupakan cadangan energi yang penting dari lipid yang utama pada manusia, yaitu sekitar 95% jaringan lemak tubuh. Penambahan trigliserida meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung, stroke, dan kencing manis. Karena trigliserida tidak baik kalau tinggi, maka yang terbaik adalah di bawah 150 mg/ dl. 15 3. HDL Kolesterol HDL atau kolesterol baik berfungsi mengambil kolesterol yang tersimpan di makrofag kembali ke hati dan melalui VLDL dan LDL. HDL menghalangi aterosklerosis secara langsung, dengan menghilangkan kolesterol dari sel busa, menghambat oksidasi LDL, serta dengan membatasi proses peradangan yang mendasari aterosklerosis. Apabila terjadi penurunan kadar kolesterol HDL, peran HDL sebagai penangkap kolesterol pada pengangkutan balik kolesterol dari jaringan ke hati akan berkurang sehingga kolesterol yang menupuk disepanjang dinding pembuluh darah tidak diangkut kembali ke hati. Hal ini akan menyebabkan pembentukan plak karena penumpukan kolesterol disepanjang dinding pembuluh darah. 16 4. LDL Kolesterol LDL dikenal sebagai kolesterol jahat dan kadarnya di dalam darah harus rendah karena boleh meningkatkan risiko terjadinya PJK. LDL yang ada di dalam darah akan mengalami oksidasi lalu ditangkap oleh makrofag dan akan menjadi sel busa yang mendasari proses aterosklerotik pada penyakit jantung koroner. Semakin banyak LDL dalam plasma semakin banyak yang mengalami oksidasi dan ditangkap oleh sel makrofag. Jika kadar LDL tinggi, LDL akan menumpuk di dinding arteri

16 di mana tempat LDL teroksidasi dan diambil oleh sel busa dalam suatu proses yang mengarah pada aterosklerosis. 16 2.2.4. Kadar Lipid Plasma Normal National Cholesterol Education Program Adult Panel III (NCEP-ATP III) telah membuat satu batasan yang dapat dipakai secara umum tanpa faktor risiko koroner seseorang. 17 Tabel 2.1. Kadar lipid plasma normal menurut NCEP (National Cholesterol Educational Program) ATP III (Adult Treatment Panel III) <100 Kolesterol LDL 100 129 130 159 160 189 190 Kolesterol Total <200 200 239 240 Kolesterol HDL <40 60 Trigliserida <150 150 199 200 499 500 Optimal Mendekati optimal Diinginkan Tinggi Sangat tinggi Optimal Diinginkan Tinggi Rendah Tinggi Optimal Diinginkan Tinggi Sangat tinggi 2.2.5. Dislipidemia 2.2.5.1. Definisi Dislipidemia Dislipidemia adalah gangguan atau abnormal yang terjadi pada darah yang mengalami kelebihan lipid (lemak). Gangguan yang terjadi pada darah disebabkan akibat rendahnya tingkat kolesterol plasma atau High-density lipoprotein (HDL) pada darah, yang dimana dapat menyebabkan terjadinya perkembangan peradangan pada darah dan gangguan pada jantung. 14

17 2.2.5.2. Klasifikasi Dislipidemia Dislipidemia dibedakan menjadi dua kategori, kategori primer dan sekunder. Pada kategori primer, penyakit ini disebabkan oleh faktor genetik atau turunan. Jadi, jika orang tua menderita penyakit ini, maka anaknya juga berisiko untuk menderita penyakit yang sama. Pada kategori sekunder, penyakit ini disebabkan karena pola hidup tidak sehat, kurang olahraga dan masih banyak lagi. 14 2.2.5.3. Gejala Klinis Dislipidemia Gejala penyakit dislipidemia nyeri perut, pusing, stroke, nyeri dada, sakit kepala, sesak napas, penyakit jantung, penurunan berat badan, nafsu makan berkurang dan nyeri betis saat berjalan. 15 2.3. Dislipidemia pada Sindrom Koroner Akut Dislipidemia disebabkan oleh terganggunya metabolisme lipid akibat interaksi faktor genetik dan faktor lingkungan. Terdapat bukti kuat hubungan antara kolesterol LDL dengan kejadian kardiovaskular berdasarkan studi luaran klinis sehingga kolesterol LDL merupakan target utama dalam tatalaksana dislipidemia. 18 Kolesterol HDL pula menghalangi aterosklerosis secara langsung, dengan menghilangkan kolesterol dari sel busa, menghambat oksidasi LDL, serta dengan membatasi proses peradangan yang mendasari aterosklerosis. Apabila terjadi penurunan kadar kolesterol HDL, peran HDL sebagai penangkap kolesterol pada pengangkutan balik kolesterol dari jaringan ke hati akan berkurang sehingga kolesterol yang menupuk disepanjang dinding pembuluh darah tidak diangkut kembali ke hati. Hal ini akan menyebabkan pembentukan plak karena penumpukan kolesterol disepanjang dinding pembuluh darah. 16 LDL yang ada di dalam darah akan mengalami oksidasi lalu ditangkap oleh makrofag dan akan menjadi sel busa yang mendasari proses aterosklerotik pada penyakit jantung koroner. Semakin banyak LDL dalam plasma semakin banyak yang mengalami oksidasi dan ditangkap oleh sel makrofag. Jika kadar LDL tinggi, LDL akan menumpuk di dinding arteri di mana tempat LDL teroksidasi dan diambil oleh sel

18 busa dalam suatu proses yang mengarah pada aterosklerosis. 16 Bila target kolesterol LDL sudah tercapai, peningkatan kolesterol HDL tidak menurunkan risiko kardiovaskular. Beberapa jenis dislipidemia berhubungan dengan terbentuknya lipid aterogenik dapat menimbulkan penyakit kardiovaskular prematur. Termasuk di sini adalah meningkatnya kolesterol Very Low-Density Lipoprotein (VLDL) yang dimanifestasikan dengan peningkatan TG, meningkatnya small, dense LDL, dan berkurangnya kolesterol HDL. Berbagai rasio parameter lipid telah diteliti hubungannya dengan risiko kardiovaskular. Partikel small, dense LDL mempunyai kerentanan tinggi terhadap oksidasi. Peningkatan partikel kolesterol LDL yang aterogenik terbukti meningkatkan risiko kardiovaskular. 18