BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Retinoblastoma (RB) adalah suatu penyakit keganasan pada lapisan retina mata, yaitu bagian mata yang paling peka terhadap cahaya. Penyakit RB dapat menyerang segala usia, tetapi umumnya menyerang anak dengan usia di bawah 3 tahun (Radhakrishnan, V., dkk., AAO 2012). Penyakit RB umumnya merupakan penyakit kanker anak dan menempati urutan ketiga terbanyak di dunia setelah kanker darah (leukemia) dan kanker otak (Kaiser, dkk., 2014). Masalah kesehatan mata secara global lebih banyak terpusat pada pencegahan dan penatalaksanaan yang tepat. World Health Organization (WHO) sejak tahun 18 Februari 1999 sudah mulai untuk menggalakkan program The Right to Sight untuk memberantas kebutaan pada anak dengan harapan pada tahun 2020 angka kebutaan anak menurun. Penyakit RB merupakan salah satu masalah kesehatan mata anak yang dapat jatuh pada kebutaan jika tidak didiagnosis secara dini. Di negara berkembang, terdapat tingkat pendidikan dan kondisi sosioekonomi yang rendah, serta kurang memadainya sarana kesehatan. Hal ini mengakibatkan tertundanya diagnosis dan penatalaksanaan RB yang optimal. Di negara maju, perawatan RB agar tidak jatuh ke dalam kondisi yang lebih buruk, merupakan prioritas utama (Rodriguez-Galindo, dkk., 2010). Insidensi RB di dunia sebanyak 1 dalam 15.000-20.000 per angka kelahiran. Kanker ini menyerang secara unilateral dengan rata-rata umur saat didiagnosis adalah dua tahun, dalam 60% kasus. Dari jumlah tersebut, sebanyak 15% terkait
masalah keturunan. Sedangkan pada 40% kasus, RB menyerang secara bilateral dengan rata-rata umur saat didiagnosis adalah satu tahun (Aerts, dkk., 2006). Sekitar 250-350 kasus baru RB di Amerika terdiagonosis setiap tahunnya, dimana sekitar 90% kasus muncul pada usia dibawah 5 tahun. Anak laki-laki dan perempuan dapat terkena tanpa dipengaruhi jenis kelamin (Kaiser, dkk., 2014). Di negara-negara maju seperti Eropa, Amerika, dan Australia, RB dijumpai sebanyak 2-4%, sementara di negara berkembang RB dijumpai sebanyak 3%. Frekuensi di negara maju dan berkembang tersebut tidak jauh berbeda dengan frekuensi di Asia (Ajiki, dkk., 1994 dalam Yeole, dkk., 2001). Frekuensi di Asia, diwakili oleh Mumbai, India, pada periode 1986-1998, dari 10.000 kasus kanker yang terdeteksi, terdapat 211(0,2%) kasus keganasan mata. Dari 211 kasus tersebut, 147 diantaranya adalah kasus RB, dimana 145(98%) terjadi pada anak-anak (Yeole & Advani, 2002). Di Indonesia, diprediksi tiap tahun ada seratus penderita kanker baru dari 100.000 penduduk, sebanyak 2% di antaranya atau 4.100 kasus merupakan kanker anak. Angka ini terus meningkat karena kurangnya pemahaman orang tua mengenai penyakit kanker dan bahayanya (Edi, 2006 dalam Chandrayani, 2009). Penelitian di RSCM melaporkan bahwa leukemia merupakan jenis kanker yang terbanyak pada anak (30-40%), kemudian disusul tumor otak (10-15%), dan kanker mata/retinoblastoma (10-12%); sisanya kanker jenis lain seperti kanker getah bening, kanker saraf, dan kanker ginjal pada anak (Siswono, 2001 dalam Chandrayani, S., 2009). Sampai saat ini, belum ada data yang pasti mengenai insidensi RB di Indonesia. Data dari Hematologionkologi Anak RS Cipto Mangunkusumo memperlihatkan bahwa insidensi RB sebanyak 163 kasus selama periode 2000-2006 (Asih D., dkk., 2009). Gejala-gejala dini pada RB sering tidak disadari hingga muncul manifestasi klinis awal berupa pupil memutih (leukokoria), strabismus, atau inflamasi (Vaughan & Asbury s general ophthalmology, 2007). Manifestasi klinis lainnya dapat berupa rubeosis iris, hipopion, hifema, buftalmia, selulitis orbital, dan eksoftalmia.
Manifestasi klinis tersebut masih terlalu umum sehingga diperlukan pemeriksaan funduskopi untuk mengetahui lebih jauh. Manifestasi klinis lebih lanjut dapat berupa tumor solid intraokuler atau ekstraokuler (Aerts, dkk., 2006). Di negara-negara maju, dimana tingkat pendidikan yang tinggi, sarana kesehatan yang memadai, dan keadaan sosioekonomi yang baik, kasus RB dapat didiagnosis lebih awal dengan manifestasi klinis yang masih dalam tahap dini. Penelitian di beberapa negara, yaitu Amerika, Inggris, Swiss, dan Finlandia menemukan bahwa leukokoria terjadi pada 50-60%, strabismus baik esotropia maupun eksotropia 20-25%, dan tanda radang (mata merah atau pseudo orbital cellulities) 6-10% (Dharmawidiarini, dkk., 2010). Sedangkan di Afrika dan Asia Tenggara, seperti Indonesia, laporan kasus RB umumnya sudah mencapai manifestasi klinis tahap lanjut ekstrokuler sehingga memberikan prognosis yang buruk (Radhakrishnan, V., dkk., dalam AAO 2012). Penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan, dari 40 kasus RB, keluhan terbanyak mata menonjol (proptosis) sebanyak 33 (54,1%) kasus pada unilateral dan 7 (11,4%) kasus pada bilateral. Sedangkan keluhan bintik putih (leukokoria) 13 (21,3%) kasus pada kelompok unilateral. Lama munculnya gejala 3,5 bulan untuk RB unilateral dan 2,1 bulan pada RB bilateral. Anak dengan RB bilateral akan berkembang cepat pada awal usia dibandingkan dengan RB unilateral (Rosdiana, 2011). Faktor lain yang menjadi karakteristik penderita RB adalah status gizi. Di negara maju dengan keadaan sosioekonomi yang tinggi, anak-anak penderita RB datang dengan status gizi baik. Sedangkan di negara berkembang dengan status sosioekonomi rendah, anak-anak penderita RB datang dengan status gizi yang kurang baik. Hal ini akan mempengaruhi keberhasilan terapi dan prognosis dari RB. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti karakteristik pada pasien retinoblastoma di Indonesia, khususnya di provinsi Sumatera Utara, sebagai salah satu bentuk upaya dalam memperbaiki penanganan RB agar lebih optimal sehingga dapat menekan morbiditas serta mortalitas RB.
1.2. Rumusan Masalah Bagaimana karakteristik pada penderita retinoblastoma di RSUP Haji Adam Malik periode Januari 2011-Desember 2013? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui karakteristik pada penderita retinoblastoma di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari 2011-Desember 2013. 1.3.2. Tujuan Khusus a. Mengetahui angka kejadian pasien retinoblastoma di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari 2011-Desember 2013. b. Mengetahui karakteristik klinis pasien retinoblastoma di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari 2011-Desember 2013. c. Mengetahui faktor-faktor sosiodemografi pasien retinoblastoma di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari 2011-Desember 2013. d. Mengetahui outcome pasien retinoblastoma di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari 2011-Desember 2013. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, diantaranya: a. Bagi RSUP Haji Adam Malik Medan Memberi informasi kepada praktisi medis tentang karakteristik pasien retinoblastoma sehingga praktisi medis akan lebih cermat dan waspada dalam menangani pasien retinoblastoma untuk mendapatkan outcome yang optimal.
b. Bagi Orang Tua dan Pasien Retinoblastoma Memberi pengetahuan kepada orang tua dan pasien retinoblastoma tentang karakteristik penyakitnya sehingga orang tua dan pasien lebih waspada untuk mencari pengobatan segera. c. Bagi Masyarakat dan Peneliti Lain Menjadi sumber informasi data epidemiologi untuk penelitian di masa mendatang. d. Bagi Peneliti Menjadi sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah diterima selama pembelajaran di perkuliahan dan pengalaman dalam bidang menulis dan meneliti.