NoviaDwiAstuti Prodi S1 Keperawatan STIKES NU Tuban

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa penyakit yang dapat menggangu sistem oksigenasi yaitu seperti TBC,

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh : NOLDI DANIAL NDUN NPM :

RINGKASAN EFEKTIFITAS FISIOTERAPI DADA (CLAPPING) UNTUK MENGATASI MASALAH BERSIHAN JALAN NAPAS PADA ANAK DENGAN BRONKOPNEUMONI DI RUANG ANAK RSUD.

PENATALAKSANAAN TUGAS KELUARGA DALAM PEMENUHAN NUTRISI DENGAN STATUS GIZI PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GAYAMAN MOJOANYAR MOJOKERTO

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan yang baik atau kesejahteraan sangat diinginkan oleh setiap orang.

PENYULUHAN BATUK EFEKTIF TERHADAP PENURUNAN TANDA DAN GEJALA PASIEN TUBERKULOSIS PARU

PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PENYAKIT GASTRITIS DI RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

Kata Kunci : Pendidikan kesehatan, kepatuhan, diet DM.

PENGARUH RANGE OF MOTION PASIF TERHADAP PENUMPUKAN SPUTUM PADA PASIEN CEDERA KEPALA RINGAN DI RUANG BOUGENVILE DAN TERATAI RSUD Dr.

BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. BAB ini penulis akan membahas tentang penerapan posisi semi fowler untuk

Pengaruh Pendidikan Kesehatan 1

BAB I PENDAHULUAN. penyakit saluran napas dan paru seperti infeksi saluran napas akut,

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global

PENATALAKSANAAN TINDAKAN BATUK EFEKTIF PADA PASIEN TB PARU DI RUMAH SAKIT KHUSUS PARU PALEMBANG TAHUN 2010

Jurnal Kesehatan Kartika 7

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Cronic Obstruktive

PENGARUH FISIOTERAPI DADA TERHADAP EKSPEKTORASI SPUTUM DAN PENINGKATAN SATURASI OKSIGEN PENDERITA PPOK DI RSP DUNGUS MADIUN

PERBEDAAN PERILAKU POST OPERASI PADA PASIEN FRAKTUR YANG MENDAPATKAN KONSELING DAN YANG TIDAK MENDAPATKAN KONSELING PRE OPERASI

ABSTRAK HUBUNGAN PEMASANGAN KATETER DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. maka masa balita disebut juga sebagai "masa keemasan" (golden period),

BAB I PENDAHULUAN. Perawatan intensif merupakan pelayanan keperawatan yang saat ini sangat perlu

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

Suhartono Prodi S1 Keperawatan STIKES NU Tuban ABSTRAK

1. Batuk Efektif. 1.1 Pengertian. 1.2 Tujuan

HUBUNGAN RELAKSASI PERNAPASAN DAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN ASMA BRONKHIALE DI RUANG BOUGENVILLE 2 RSUD KUDUS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTEK KOMPREHENSIF I DENGAN DIAGNOSA MEDIS PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

BAB I PENDAHULUAN. Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan

HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN TUBERCULOSIS PARU DENGAN KEPATUHAN PASIEN DALAM KONSUMSI OBAT. Nasrul Hadi Purwanto

HUBUNGAN PERAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KESEMBUHAN PADA PENDERITA TB PARU DI BALAI PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU UNIT MINGGIRAN YOGYAKARTA

TINGKAT KECEMASAN PASIEN PREOPERATIF PADA PEMBEDAHAN SEKSIO SESAREA DI RUANG SRIKANDI RSUD KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. pembunuh diam diam karena penderita hipertensi sering tidak. menampakan gejala ( Brunner dan Suddarth, 2002 ).

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. mengi, sesak nafas, batuk-batuk, terutama malam menjelang dini hari. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAPAS DI INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT

Budi Setyono, Lilis Murtutik, Anik Suwarni

PENGETAHUAN, MOTIVASI DAN KEPATUHAN KONTROL PADA PASIEN TUBERCULOSIS PARU DI INSTALASI RAWAT JALAN RS BAPTIS KEDIRI

Roihatul Zahroh*, Rivai Sigit Susanto**

Rakhma Nora Ika Susiana *) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman. Mycobacterium tuberculosis, kuman dengan ukuran 1-5 mikrometer

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah

BAB I PENDAHULUAN. berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk terutama pada malam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

NASKAH PUBLIKASI PENATALAKSANAAN CHEST PHYSIOTHERAPY PADA PENDERITA BRONKIEKTASIS DI RS PKU MUHAMADIYAH SURAKARTA

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI LAPARATOMI SAAT PERAWATAN LUKA DI RSUD MAJALENGKA TAHUN 2014

Fitri Arofiati, Erna Rumila, Hubungan antara Peranan Perawat...

PENGARUH PEMBERIAN FISIOTERAPI DADA TERHADAP KEBERSIHAN JALAN NAPAS PADA PASIEN ISPA DI DESA PUCUNG EROMOKO WONOGIRI

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

STUDI DESKRIPTIF PEMBERIAN OKSIGEN DENGAN HEAD BOX TERHADAP PENINGKATAN SATURASI OKSIGEN PADA NEONATUS DI RUANG PERINATALOGI RSI KENDAL ABSTRAK

INTISARI. Kata Kunci : Antibiotik, ISPA, Anak. Muchson, dkk., Dosen Prodi DIII Farmasi STIKES Muhammadiyah Klaten 42

BAB I LAPORAN PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. memulihkan fungsi fisik secara optimal(journal The American Physical

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

PENDAHULUAN... Dian Nurafifah ...ABSTRAK...

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar. manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga

1 GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP RS. BAPTIS KEDIRI

ANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP FUNGSI PERNAFASAN PADA PASIEN

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PENDAPATAN DENGAN KEPATUHAN DALAM PERAWATAN PASIEN DIABETES MELITUS DI RSUD dr. R. SOEDJATI PURWODADI

5. Pengkajian. a. Riwayat Kesehatan

STRATEGI KOPING DAN INTENSITAS NYERI PASIEN POST OPERASI DI RUANG RINDU B2A RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

BAB 4 METODE PENELITIAN

Kata Kunci : Intensitas nyeri, Transcutan Electric Neurogenic Stimulator (TENS), Terapi es

EFEKTIFITAS PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN WANITA USIA SUBUR TENTANG KANKER SERVIKS DI WILAYAH UPT PUSKESMAS GAYAMAN MOJOANYAR MOJOKERTO

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

SAMSUL BAHRI. :Tingkat Pengetahuan, Diabetes Millitus, Kepatuhan Diet rendah glukosa

PERBEDAAN TERAPI IMAJINASI TERPIMPIN DENGAN MENDENGARKAN MUSIK KERONCONG TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN POST

INFOKES, VOL. 3 NO. 1 Februari 2013 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK LANJUT USIA DENGAN PENGETAHUAN TENTANG HIPERTENSI DI KELURAHAN SRIWIDARI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPELANG KOTA SUKABUMI

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bronchitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronchitis

BAB I PENDAHULUAN. pada paru-paru terhadap partikel asing maupun gas (GOLD, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.

BAB I PENDAHULUAN. Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten yang ditandai dengan

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU BALITA TENTANG PENYAKIT ISPA DI PUSKESMAS PEMBANTU SIDOMULYO WILAYAH KERJA PUSKESMAS DEKET KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

Diah Eko Martini ...ABSTRAK...

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh: MEI FATMAWATI NIM:

PENGARUH NAFAS DALAM MENGGUNAKAN PERNAFASAN DIAFRAGMA TERHADAP NYERI SAAT PERAWATAN LUKA PASIEN POST OPERASI DI RUMAH SAKIT SARI ASIH SERANG

STUDI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN IBU HAMIL DALAM MENGKONSUMSI TABLET BESI DI POLINDES BENDUNG JETIS MOJOKERTO.

KINERJA PERAWAT DALAM PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT TK II PUTRI HIJAU MEDAN

INOVASI KEPERAWATAN BATUK EFEKTIF DAN EDUKASI PASIEN TB PARU DENGAN MENGGUNAKAN LEAFLET DI RSUD CENGKARENG

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT( ISPA ) PADA BALITA

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN IDENTIFIKASI DIAGNOSIS KEPERAWATAN PADA PASIEN DI RUANG PARU SEBUAH RUMAH SAKIT

GAMBARAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN DIRUANG RAWAT INAP RSUD SULTANSYARIF MOHAMAD ALKADRIE KOTA PONTIANAK

Transkripsi:

PENGARUH LATIHAN NAFAS DALAM DAN BATUK EFEKTIF TERHADAP KEEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS PADA PASIEN PPOM DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD DR. R. KOESMA TUBAN (Effect OfDeep BreathingAndCoughingExercisesEffectiveAgainstThe Effectiveness OfAirwayClearanceIn PatientsPPOMInInstallation InpatientHospital Dr.R.KoesmaTuban) NoviaDwiAstuti Prodi S1 Keperawatan STIKES NU Tuban ABSTRAK Penyakit paru obstruksi menahun sebagai masalah kesehatan yang menyebabkan angka kesakitan dan kecacatan pada paru. Yang ditandai batuk kronis disertai dahak dan sesak. Adapun faktor resiko diantaranya merokok dan pekerjaan yang berhubungan dengan faktor allergen. Angka kejadian penyakit paru di RSUD dr. R. Koesma Tuban 16,3% pasien PPOM. Karenanya penting tindakan pencegahan dengan. Dari survey awal 4 orang mampu mengeluarkan sekret dari jalan nafas dan 2 orang masih terdapat ronchi pada suara nafas. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terhadap keefektifan bersihan jalan nafas pada pasien PPOM di dr. R. Koesma Tuban. Desain penelitian ini adalah pra eksperimental dengan populasi 36 orang, sehingga didapatkan besar sampel 33 responden. Teknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling dan pengumpulan data menggunakan perlakuan dalam check list dan teknik observasi, sedangkan uji statistik yang digunakan adalah Mc nemar. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan responden yang mengalami ketidakefektifan bersihan jalan nafas sebelum perlakuan sebanyak 33 responden (100%), sedangkan responden yang bersihan jalan nafasnya efektif sesudah perlakuan sebanyak 25 responden (75,7%) dan yang tidak efektif sebanyak 8 responden (24,3%). Berdasarkan uji Mc nemar terdapat pengaruh terhadap keefektifan bersihan jalan nafas pada pasien PPOM didapatkan nilai signifikasi kurang dari 0,05 (0,000). Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah ada pengaruh keefektifan bersihan jalan nafas sebelum dan sesudah dilakukan latihan nafas dalam dan batuk efektif, sehingga diharapkan perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien PPOM agar dapat melakukan pencegahan untuk menurunkan tahanan saluran nafas dengan melakukan dan penting juga dukungan keluarga terutama pada pasien usia lanjut. Kata Kunci : Latihan Nafas Dalam, Batuk Efektif, Keefektifan Bersihan Jalan Nafas ABSTRACT Chronicobstructive pulmonary diseaseas ahealth problemthat causessubstantial morbidityanddisability inthe lung. Markedchroniccoughaccompanied byphlegmandshortness. Theriskfactorsincludesmokingand occupationalfactorsassociatedwithallergen. The incidence oflungdiseaseathospital dr.r.koesmatubanppom16.3%of patients. It is therefore importanttoexerciseprecautiondeep breathandcougheffectively. From theinitial survey4peopleable toremove secretionsfromthe airwayandthere are2peopleronchionbreath sounds. Therefore,this studyaimedtodetermine the effect ofdeep breathingandcoughingexerciseseffectiveagainstthe effectiveness ofairwayclearancein patientsppomininstallationinpatienthospital dr.r.koesmatuban. The designof this studyispre-experimental with a population of36people, so we geta largesample of33respondents. Sampling technique usingsimple random samplinganddata collectionusing thetreatmentin thecheck listandobservation techniques, while thestatistical testused ismcnemar. Based onthe results,respondentswhoexperienced apriorineffectiveairwayclearancetreatmentsas much as33respondents(100%), whilerespondentswereineffectiveairwayclearanceafter treatmentby 25respondents(75.7%) andwerenoteffectiveas much as8respondents(24.3 %). Based on themcnemartestcontainedbreathing exercisesinfluenceandeffective coughinthe effectivenessof airwayclearancein patientsppomobtainedsignificance valuelessthan0.05(0.000). The conclusion 288

ofthis studyisnoinfluence ofthe effectiveness ofairwayclearancebeforeand afterdeep breathingandcoughingexerciseseffectively, so expectnursesin providing nursing caretopatientsin order totake preventiveppomtodecreaseairwayresistanceby doingdeep breathingandcoughingexerciseseffectiveandimportantalsosupportfamilies, especially in elderly patients. Keywords: Deep BreathingExercises, EffectiveCough, The Effectiveness OfAirwayClearance PENDAHULUAN Penyakit saluran nafas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang tinggi di seluruh dunia. Di Indonesia sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran nafas (Soeparman, 2010). Penyakit paru obstruksi menahun bukan suatu diagnosa, melainkan suatu kumpulan gejala klinik, di mana terdapat unsur obstruksi jalan nafas yang sifatnya menahun (Alsagaff & Amin, 1989) Penyakit paru obstruksi menahun adalah penyakit paru kronik yang di sebabkan oleh hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat progresif. Yang ditandai dengan batuk-batuk kronis disertai dahak dan sesak, nafas berbunyi akibat meningkatnya tahanan jalan nafas. Adapun faktor resiko diantaranya merokok dan pekerjaan yang berhubungan dengan faktor allergen (Mukty & Alsagaff, 1995). Karenanya penting penentuan diagnosa dini agar dapat dilakukan tindakan pencegahan untuk memperbaiki diagnosa dengan cara menurunkan tahanan saluran nafas diantaranya mencegah kontak allergen, menghilangkan bronkospasme, mengurangi sekresi mukus, memberantas infeksi dan melakukan rehabilitasi atau fisioterapi dengan latihan nafas dalam dan batuk efektif (Alsagaff & Amin, 1989). Insiden penyakit paru obstruksi menahun pada penduduk negeri Belanda ialah 10-15% dewasa pria, 5% dewasa wanita,5% pada anak (Mukty & Alsagaff, 1995). Penyakit 289 paru obstruksi menahun (PPOM) kini mulai diperhitungkan sebagai salah satu masalah kesehatan yang menyebabkan tingginya angka kesakitan, kecacatan pada paru dan meningkatnya biaya pengobatan dari tahun ke tahun. Rerata angka kejadian PPOM di Jawa Timur 6,1%. Penderita PPOM kebanyakan berusia lanjut, terdapat gangguan mekanis dan pertukaran sistem pernafasan dan menurunnya aktivitas fisik pada kehidupan sehari-hari. SKRT Depkes RI 2011 menunjukan angka kematian PPOM menduduki peringkat ke 6 dari ke 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. Dari data Medical Record di laporkan angka kejadian penyakit paru di RSUD Dr. R. Koesma Tuban pada tahun 2012 sebanyak 2626 dengan 429 (16,3%) pasien PPOM. Dari survey pendahuluan yang peneliti lakukan di Ruang Paru dan ICU RSUD dr. R. Koesma Tuban pada tanggal 30 agustus 2012 di dapatkan pasien PPOM sebanyak 6 orang yang semuanya mengalami ketidakefektifan bersihan jalan nafas dan hanya dilakukan pemberian terapi farmakologi dengan pemberian obatobatan ekspektoransi dan mukolitik, setelah dilakukan latihan nafas dalam dan batuk efektif sebanyak 4 orang mampu mengeluarkan sekret dari jalan nafas, frekuensi dan suara nafas normal sedangkan sebanyak 2 orang mampu mengeluarkan sekret dari jalan nafas tetapi masih terdapat ronchi pada suara nafas. Berdasarkan latar belakang di atas maka akan diteliti tentang

Pengaruh latihan nafas dalam dan batuk efektif terhadap keefektifan bersihan jalan nafas pada pasien PPOM di dr. R. Koesma Tuban. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini menggunakan probability sampling yaitu teknik simple random sampling adalah pemilihan sampel dengan cara ini merupakan jenis probabilitas yang paling sederhana. Untuk mencapai sampling ini, setiap elemen diseleksi secara random atau acak. jika sampling frame kecil, nama bisa ditulis di secarik kertas, diletakkan di kotak, diaduk dan diambil secara acak setelah semuanya terkumpul. Pada penelitian ini pemilihan sampel dengan cara menulis inisial nama atau kode calon responden pada secarik kertas sebanyak 36 responden kemudian dilipat kecil-kecil dan di taruh di kotak, diaduk diambil secara acak sebanyak 33 nama. Nama yang keluar itulah yang menjadi responden. Penelitian ini melakukan observasi menggunakan checklist dengan cara memberi tanda check ( ) pada daftar pernyataan tersebut yang menunjukkan adanya tanda dan gejala keefektifan bersihan jalan nafas. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah keefektifan bersihan jalan nafas pasien PPOM. HASIL PENELITIAN Karakteristik Demografi Responden Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di No Jenis Kelamin f Prosentase 1 Laki-laki 12 36,4 % 2 Perempuan 21 63,6 % Berdasarkan tabel 1 diketahui sebagian besar berjenis kelamin perempuan yaitu 21 (63,6%) dan hampir setengahnya berjenis kelamin laki-laki yaitu 12 (36,4%). Tabel 2 DistribusiResponden Berdasarkan Umur di No Umur f Prosentase 1 <30 Tahun 5 15,1 % 2 31 40 Tahun 2 6,1 % 3 41 50 Tahun 4 12,1 % 4 >50 Tahun 22 66,7 % Berdasarkan tabel 2 diketahui sebagian besar berumur >50 tahun yaitu 22 (66,7%) dan rata rata umur 54 tahun. Umur termuda adalah 21 tahun dan umur tertua adalah 82 tahun. Tabel3 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di No Pendidikan f Prosentase 1 Tidak Sekolah 8 24,2 % 2 SD 8 24,2 % 3 SMP 7 21,3 % 4 SMA 8 24,2 % 290

5 PT 2 6,1 % Berdasarkan tabel 3 diketahui sebagian kecil berpendidikan PT yaitu 2 (6,1%). Tabel 4 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan di No Pekerjaan f Prosentase 1 Tidak Bekerja 11 33,3 % 2 Tani 14 42,4 % 3 Wiraswasta 6 18,2 % 4 PNS 2 6,1 % Berdasarkan tabel 4 diketahui hampir setengahnya pekerjaannya tani yaitu 14 (42,4%) dan sebagian kecil pekerjaannya PNS yaitu 2 (6,1%). Tabel 5 Distribusi Responden Berdasarkan Keefektifan Bersihan Jalan Nafas Sebelum Dilakukan Latihan Nafas Dalam dan Batuk Efektif Pada Pasien PPOM di No Keefektifan Bersihan f Prosentase Jalan Nafas 1 Efektif 0 0 % 2 Tidak efektif 33 100 % Berdasarkan tabel 5 diketahui seluruhnya mengalami ketidakefeketifan bersihan jalan nafas sebelum dilakukan latihan nafas dalam dan batuk efektif. Tabel 6 DistribusiResponden Berdasarkan Keefektifan Bersihan Jalan Nafas Sesudah Dilakukan Latihan Nafas Dalam dan Batuk Efektif Pada Pasien PPOM di No Keefektifan Bersihan f Prosentase Jalan Nafas 1 Efektif 25 75,7 % 2 Tidak efektif 8 24,3 % Berdasarkan tabel 6 diketahui hampir seluruhnya bersihan jalan nafasnya menjadi efektif sesudah batuk efektif yaitu 25 (75,7%) dan sebagian kecil tidak efektif yaitu 8 (24,3%). Tabel 7 KeefektifanBersihan Jalan Nafas Pada Pasien PPOM Berdasarkan Latihan Nafas Dalam dan Batuk Efektif Pada Pasien PPOM di Latihan Nafas Dalam dan batuk Efektif Sebelum perlakuan (pre test) Keefektifan Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Efekti f 33 0 (0%) (100% ) Jumla h 33 (100% ) 291

Sesudah perlakuan (post test) 25 (75,7% ) 8 (24,3 %) Mc nemar dengan nilai significant = 0,000 n = 33 33 (100% ) Tabel 7 menunjukkan bahwa dari 33 (100%) responden, seluruhnya mengalami ketidakefektifan bersihan jalan nafas sebelum dilakukan latihan nafas dalam dan batuk efektif. Hampir seluruh responden bersihan jalan nafas menjadi efektif sesudah dilakukan sebesar 25 (75,7%) dan sebagian kecil tidak efektif sebesar 8 (24,3%). Keefektifan bersihan jalan nafas sesudah diberi pelakuan lebih efektif daripada sebelum diberi perlakuan. ANALISIS DATA PENELITIAN Berdasarkan uji statistik diatas didapatkan nilai signifikan 0,000. Karena angka tersebut dibawah 0,05 maka Ho ditolak berarti ada pengaruh terhadap keefektifan bersihan jalan nafas pada pasien PPOM. PEMBAHASAN 1. Keefektifan Bersihan Jalan Nafas Sebelum Dilakukan Latihan Nafas Dalam dan Batuk Efektif Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa keefektifan bersihan jalan nafas pada pasien PPOM sebelum dilakukan latihan nafas dalam dan batuk efektif seluruhnya mengalami ketidakefektifan bersihan jalan nafas 100%. Menurut Perry & Potter (2005) ketidakefektifan besihan jalan nafas merupakan keaadaan individu tidak mampu mengeluarkan sekresi atau obstruksi dari saluran nafas untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas. Menurut Price (1992) orang dewasa normal membentuk mukus sekitar 100 ml dalam saluran nafas setiap hari, mukus ini di angkat menuju faring oleh gerakan pembersihan normal dari silia yang membatasi saluran pernafasan. Kalau terbentuk mukus yang berlebihan maka proses normal pembersihan tidak efektif lagi, akhirnya mukus tertimbun, sekret atau eksudat yang tertahan akan menimbulkan obstruksi bronkus instrisik, bila tidak mendapatkan tindakan dan penanganan akan menimbulkan atelektasis absorpsi. Seluruh responden di Instalasi Rawat Inap RSUD dr. R. Koesma Tuban mengalami ketidakefektifan bersihan jalan nafas sebelum batuk efektif, hal ini di karenakan selama ini penanganan pasien PPOM hanya dilakukan pengelolaan umum dengan pemberian terapi farmakologi dan belum pernah dilakukan terapi non farmakologi (rehabilitasi atau fisioterapi) untuk membantu pengeluaran sekret, karena obatobatan hanya berfungsi untuk mengurangi produksi lendir tidak untuk membantu pengeluaran sekret. Karena itu selain dilakukan pengelolaan umum penting juga dilakukan pengelolaan khusus untuk membantu mempercepat menangani ketidakefektifan bersihan jalan nafas. 2. Keefektifan Bersihan Jalan Nafas Sesudah Dilakukan Latihan Nafas Dalam dan Batuk Efektif Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa keefektifan bersihan jalan nafas pada pasien PPOM sesudah batuk efektif hampir seluruhnya menjadi efektif 75,7% sedangkan sebagian kecil tidak efektif 24,3%. 292

Menurut Kozier (2005) ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah ketidakmampuan membersihkan sekret atau sumbatan dari saluran pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas. Menurut Carpenito (1999) penatalaksanaan keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah menginstruksikan individu untuk melakukan metode batuk efektif, mengkaji adanya program analgesik, membebat insisi abdomen atau dada dengan tangan, bantal atau keduanya, mempertahanan hidrasi yang adekuat jika tidak ada kontraindikasi, mempertahanan kelembapan udara inspirasi adekuat, merencanakan periode istirahat, menghisap sekret dari jalan nafas sesuai kebutuhan, memberikan lingkungan yang lembab. Menurut Jenkins (2006) batuk efektif dan nafas dalam merupakan teknik batuk efektif yang menekankan inspirasi maksimal yang di mulai dari ekspirasi, yang bertujuan: merangsang terbukanya system kolateral, meningkatkan distribusi ventilasi, meningkatkan volume paru, memfasilitasi pembersihan saluran nafas. Menurut Perry & Potter (2005) instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik nafas dalam untuk memudahkan pengeluaran sekret. Klien yang mengalami penyakit pulmonal kronik, infeksi saluran nafas atas, dan infeksi saluran nafas bawah harus di dorong untuk nafas dalam dan batuk sekurang-kurangnya setiap dua jam terjaga. Klien yang memiliki sputum dalam jumlah besar harus didorong untuk batuk setiap jam saat terjaga dan setiap dua jam sampai tiga jam saat tidur sampai fase akut produksi lendir berakhir. 293 Hampir setengah responden di dr. R. Koesma Tuban bersihan jalan nafas menjadi efektif sesudah dilakukan hal ini dikarenakan batuk dan nafas dalam dengan cara yang benar pasien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak secara maksimal oleh karena itu selain terapi farmakologi penting sekali kita melakukan pengelolaan khusus dengan dalam melaksanakan asuhan keperawatan setiap hari untuk membantu pengeluaran sekret dari jalan nafas. Sebanyak 33 pasien masih didapatkan 8 pasien bersihan jalan nafas tidak efektif hal ini disebabkan faktor usia dimana semakin tua maka akan terjadi penurunan fisik yang menyebabkan fungsi paru juga menurun sehingga dalam pelaksanaan sputum tidak bisa keluar secara maksimal. Rata - rata usia responden yaitu 54 tahun dimana dengan proses aging akan terdapat kelemahan pada otot - otot pernafasan sehingga latihan nafas dalam dan batuk efektif kurang maksimal dilaksanakan. 3 Pengaruh Keefektifan Bersihan Jalan Nafas Sebelum dan Sesudah dilakukan Latihan Nafas Dalam dan Batuk Efektif Pada Pasien PPOM di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. R. Koesma Tuban Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa keefektifan bersihan jalan nafas pada pasien PPOM sebelum dilakukan latihan nafas dalam dan batuk efektif seluruhnya mengalami ketidakefektifan bersihan jalan nafas 100% Sedangkan sesudah batuk efektif hampir seluruhnya

menjadi efektif 75,7% dan sebagian kecil tidak efektif 24,3%. Dari hasil SPSS versi 11,5 for windows dengan menggunakan uji Mc Nemar dengan taraf signifikasi 0,05 didapatkan p = 0,000 menunjukan probabilitas dibawah 0,05 (0,000 < 0,05), dengan demikian Ho ditolak. Dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh latihan nafas dalam dan batuk efektif terhadap keefektifan bersihan jalan nafas pada pasien PPOM Menurut Judith & Nancy ( 2013) ketidakefektifan pembersihan jalan nafas adalah ketidakmampuan untuk membersihkan sekret atau obstruksi saluran nafas guna mempertahankan jalan nafas yang bersih. Menurut Price (1992) orang dewasa normal membentuk mukus sekitar 100 ml dalam saluran nafas setiap hari, mukus ini di angkat menuju faring oleh gerakan pembersihan normal dari silia yang membatasi saluran pernafasan. Kalau terbentuk mukus yang berlebihan maka proses normal pembersihan tidak efektif lagi, akhirnya mukus tertimbun, sekret atau eksudat yang tertahan akan menimbulkan obstruksi bronkus instrisik, bila tidak mendapatkan tindakan dan penanganan akan menimbulkan atelektasis absorpsi. Menurut Alsagaff & Amin (1989) dasar-dasar pengelolaan umum pasien PPOM diantaranya mengurangi sekresi mukus dengan cara menghindari faktor allergen, obat anti kolinergik, ekspektoran dan mukolitik. Ekspektoran oral kecuali glyceril guaicolat dalam dosis tinggi hanya mempunyai nilai sedikit saja. Obat ini mengandung histamin mukolitik malahan menyebabkan kekentalan dahak. Sedangkan obat yang paling sering dipakai adalah acetyl cystein dan bromheksin. 294 Acetylcystein yang diberikan oral memberikan efek mukolitik yang cukup banyak efek samping dibandingkan aerosol yang sering menimbulkan bronkospasme (Mukty & Alsagaff, 1989). Menurut Alsagaff & Amin (1989) adapundasar-dasar pengelolaan khususpadapasien PPOM diantaranya : drainage postural, perkusi dada,, Eexercise reconditioning danoxygen supportive excercise. Menurut Brunner & Suddarth (2002) tujuan nafas dalam adalah untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta untuk mengurangi kerja bernafas, meningkatkan inflasi alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi otot, menghilangkan ansietas, menyingkirkan pola aktifitas otot-otot pernafasan yang tidak berguna, tidak terkoordinasi, melambatkan frekuensi pernafasan, mengurangi udara yang terperangkap serta mengurangi bernafas. Menurut Perry & Potter (2005) batuk merupakan reflek untuk membersihkan, trakea, bronkus dan paru-paru untuk melindungi organorgan tersebut dari iritan dan sekresi. Karina, titik bifukasi pada batang utama bronkus kanan dan kiri, merupakan daerah yang paling peka untuk memproduksi batuk. Menurut Jenkins (2006) batuk efektif dan nafas dalam merupakan teknik batuk efektif yang menekankan inspirasi maksimal yang di mulai dari ekspirasi, yang bertujuan: merangsang terbukanya sistem kolateral, meningkatkan distribusi ventilasi, maningkatkan volume paru, memfasilitasi pembersihan saluran nafas. MenurutPerry & Potter (2005) instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik nafas dalam untuk

memudahkan pengeluaran sekret. Klien yang mengalami penyakit pulmonal kronik, infeksi saluran nafas atas, dan infeksi saluran nafas bawah harus di dorong untuk nafas dalam dan batuk sekurang-kurangnya setiap dua jam terjaga. Klien yang memiliki sputum dalam jumlah besar harus didorong untuk batuk setiap jam saat terjaga dan setiap dua jam sampai tiga jam saat tidur sampai fase akut produksi lendir berakhir. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa ada pengaruh latihan nafas dalam dan batuk efektif terhadap keefektifan bersihan jalan nafas pada pasien PPOM di Instalasi Rawat Inap RSUD dr. R. Koesma Tuban. Hal ini dikarenakan pada pasien PPOM sebelum dilakukan latihan nafas dalam dan batuk efektif mukus yang berlebihan akan tertimbun pada saluran pernafasan sehingga proses normal pembersihan tidak efektif lagi oleh karena itu selain pemberian terapi farmakologi, penting juga dilakukan dikarenakan dengan latihan nafas dalam dan batuk efektif dapat merangsang terbukanya sistem kolateral dan meningkatkan volume paru sehingga dapat memfasilitasi pengeluaran sekret. Maka dari itu kemauan dan kesadaran tenaga kesehatan sangat di perlukan dalam melakukan asuhan keperawatan. Akan tetapi faktor usia juga berpengaruh terutama pada usia lanjut, hal ini dikarenakan orang yang lebih tua kondisi fisiknya sudah mulai menurun sehingga dalam pelaksanaan latihan nafas dalam dan batuk efektif juga kurang maksimal yang berpengaruh pada pengeluaran sputum. SIMPULAN DAN SARAN 295 SIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan dalam penelitian di Instalasi Rawat Inap RSUD dr. R. Koesma Tuban, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Seluruhnya pasien PPOM mengalami ketidakefektifan bersihan jalan nafas sebelum batuk efektif di Instalasi Rawat Inap RSUD dr. R. Koesma Tuban. 2. Sebagian besar pasien PPOM bersihan jalan nafas menjadi efektif sesudah dilakukan latihan nafas dalam dan batuk efektif di Instalasi Rawat Inap RSUD dr. R. Koesma Tuban. 3. Ada pengaruh latihan nafas dalam dan batuk efektif terhadap keefektifan bersihan jalan nafas pada pasien PPOM di Instalasi Rawat Inap RSUD dr. R. Koesma Tuban dengan nilai signifikan 0,000. SARAN Saran bagi peneliti diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang pengaruh latihan nafas dalam dan batuk efektif terhadap keefektifan bersihan jalan nafas pada pasien PPOM dan peneliti mampu menerapkan ilmu yang didapat dalam rangka mengaplikasikan dalam bentuk penelitian nyata. Serta dapat dijadikan dasar untuk penelitian selanjutnya. Saran bagi tenaga kesehatan,diharapkandi ruangan senantiasa memberikan penyuluhan pada pasien PPOM cara melakukan dan hendaknya perawat pelaksana lebih menekankan pemberian asuhan keperawatan kepada pasien PPOM dengan mendemontrasikan latihan nafas dalam dan batuk efektif dari pada hanya dengan pemberian terapi farmakologi.

Saran bagi Institusi Akademik diharapkan dapat digunakan sebagai pengembangan kurikulum dan meningkatkan kualitas para peserta didik. Saran bagi masyarakat diharapkandapatdijadikanreferensipem ilihan alternatif dalammengatasikeefektifanbersihanjal annafaspadapasien PPOM. DAFTAR PUSTAKA 1. Amin & Alsagaff. 1989. Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press. 2. Arief, Mansur. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. 3. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. 4. Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian, Edisi Revisi IV. Jakarta: Rineka Cipta. 5. Brunner &Suddarth. 2001. Bedah Buku Ajar Medikal Vol 1 ( Edisi 8). Jakarta : EGC. 6. Carpenito, Lynda Juall. 1999. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC. 7. Jenkins. 2006. Panduan Latihan Nafas Dalam dan Batuk Efektif. (http://www.latihannafasdalamdan batukefektif.ac.id), diakses tanggal 25 November 2013. 8. Judith & Nancy. 2013. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 9. Kozier. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC. 10. Mukty & Alsagaff. 1995. Dasar- Dasar Ilmu Penyakit Paru.Surabaya: Airlangga University Press. 11. Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. 12. Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. 13. Nursalam. 2013. Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. 14. Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC. 15. Price, Wilson. 1992. Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 16. Soeparman. 2010. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 17. Sugiono. 2006. Statistika Untuk Penelitian. Jakarta: Albeta. 18. Sulaiman, Wahid. 2013. Statistik Non Parametrik. Jakarta: ANDI. 19. West, John B. 2010. Pulmonary Pathophysiology. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 296