SURYA AGRITAMA Volume I Nomor 2 September 2012

dokumen-dokumen yang mirip
SURYA AGRITAMA Volume I Nomor 2 September 2012

III METODE PENELITIAN. yang digunakan dalam penelitian ini. Faktor-faktor yang diteliti dalam

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN PERANAN WANITA TANI DALAM BUDIDAYA PADI SAWAH DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT)

ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI PETANI DALAM KEGIATAN SEKOLAH LAPANGAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SL-PHT) PADA USAHATANI MANGGIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA

Luas areal tanaman Luas areal serangan OPT (ha)

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. seperti industri, jasa, pemasaran termasuk pertanian. Menurut Rogers (1983),

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI USAHA TANI KARET KE USAHA TANI KELAPA SAWIT DI DESA BATIN KECAMATAN BAJUBANG KABUPATEN BATANG HARI

Herman Subagio dan Conny N. Manoppo Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah ABSTRAK

JIIA, VOLUME 2 No. 3, JUNI 2014

III. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. deskriptif bukan saja memberikan gambaran terhadap fenomena-fenomena, tetapi

DAMPAK SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) TERHADAP TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PADA USAHATANI PADI SAWAH

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Petani Karakteristik petani dalam penelitian ini meliputi Umur, Pendidikan

METODELOGI PENELITIAN. sistematis, faktual dan akuran mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan

V. KARAKTERISTIK PETANI. Tabel 5.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan

DAMPAK PENERAPAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SAWAH

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI

ANALISIS TINGKAT PENERAPAN DAN MANFAAT TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PADA USAHATANI LADA DI PROVINSI BANGKA BELITUNG

HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI IBU RUMAH TANGGA DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI KECAMATAN DANAU TELUK KOTA JAMBI

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KAJIAN USAHATANI TANAMAN TOMAT TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI,

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

III. METODE PENELITIAN. adalah metode deskriptif analisis. Metode deskripsi yaitu suatu penelitian yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

III. METODE PENELITIAN. Definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI KELOMPOK PADA SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SL-PHT) LADA DI UPT BUKIT KEMUNING LAMPUNG UTARA

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang agraris artinya pertanian memegang peranan

TINJAUAN PUSTAKA. budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke 20 di dunia serta

PEMBINAAN KELOMPOKTANI MELALUI PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN KOMPOS JERAMI PADA TANAMAN PADI SAWAH

TINJAUAN PUSTAKA. meramu bahan-bahan kimia (anorganik) berkadar hara tinggi. Misalnya, pupuk urea

KEMAMPUAN PETANI DALAM MELAKSANAKAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) PADI SAWAH DI KECAMATAN PAMARICAN KABUPATEN CIAMIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

METODOLOGI PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. secara turun temurun sebagai sumber kehidupan.

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. sistematik, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat dan hubungan

HUBUNGAN ANTARA PERAN PENYULUH DAN ADOPSI TEKNOLOGI OLEH PETANI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN TASIKMALAYA

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi. yang digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan data yang

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETANI DENGAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DESA RAMBAH TENGAH BARAT KECAMATAN RAMBAH KABUPATEN ROKAN HULU

SURYA AGRITAMA Volume 2 Nomor 2 September KELAYAKAN USAHATANI UBI JALAR (Ipomoea batatas L) DI LAHAN PASIR KECAMATAN MIRIT KABUPATEN KEBUMEN

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi Penelitian Rancangan Penelitian

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SKRIPSI. Oleh : Desvionita Nasrul BP

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA

III. METODE PENELITIAN A.

Oleh : DEDI DJULIANSAH DOSEN PRODI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SILIWANGI

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PETANI DALAM MEMILIH WAKTU PANEN JAGUNG (Kasus Pada Petani Jagung di Kabupaten Serang Provinsi Banten)

IV METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN MANFAAT TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) PERKEBUNAN RAKYAT PADA TANAMAN KOPI, TEH DAN LADA

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETANI DENGAN KOMPETENSI AGRIBISNIS PADA

Hubungan antara Karakteristik Petani dan Dinamika Kelompok Tani dengan Keberhasilan Program PUAP

BAB IV METODE PENELITIAN

Intisari. Kajian Analisis Usaha Ternak Kambing di Desa Lubangsampang Kec. Butuh Kabupaten Purworejo. Zulfanita

I. PENDAHULUAN. Perubahan strategik dalam tatanan pemerintahan Indonesia diawali. dengan pemberlakuan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang

SURYA AGRITAMA Volume 2 Nomor 1 Maret 2013

VIII ANALISIS HUBUNGAN EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN

TINJAUAN PUSTAKA. definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian

BAB II TINJUAN PUSTAKA

Persepsi Nelayan Tentang Profesi Nelayan Di Desa Sungai Selodang Kecamatan Sungai Mandau Kabupaten Siak Provinsi Riau. Oleh

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. tanggungan keluarga, luas lahan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Diarsi Eka Yani. ABSTRAK

Oleh: Teti Tresnaningsih 1, Dedi Herdiansah S 2, Tito Hardiyanto 3 1,2,3 Fakultas Pertanian Universitas Galuh ABSTRAK

METODE PENELITIAN. Desain Penelitian

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani

Artikel ini sudah dipublikasikan di Jurnal Idea Vol 5 No 20, Maret 2011 Hal 85-95

III. METODE PENELITIAN

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Umur responden petani mina padi yaitu berkaitan dengan kemampuan

I. PENDAHULUAN. dianggap sebagai sumber kehidupan dan lapangan kerja, maka pertanian

SURYA AGRITAMA Volume I Nomor 1 Maret 2012 KERAGAAN USAHATANI PADI SAWAH PETANI GUREM DI DESA MLARAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN PURWOREJO

Berburu Kwangwung Di Sarangnya

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dalam arti sempit dan dalam artisan luas. Pertanian organik dalam artisan sempit

TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI PADA USAHATANI PADI SAWAH SYSTEM

TINGKAT ADOPSI INOVASI SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO DI KELOMPOK TANI SEDYO MUKTI DESA PENDOWOHARJO KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL

RENTABILITAS USAHATANI CABAI RAWIT VARIETAS TARUNA DI KECAMATAN NARMADA KABUPATEN LOMBOK BARAT

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

IV. METODE PENELITIAN

MOTIVASI PETANI DALAM MENGGUNAKAN BENIH PADI HIBRIDA PADA KECAMATAN NATAR DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN. Oleh: Indah Listiana *) Abstrak

KARAKTERISTIK PETANI PENERIMA METODE SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SLPTT) PADI DI KECAMATAN CIAWI BOGOR.

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Ambang Ekonomi. Dr. Akhmad Rizali. Strategi pengendalian hama: keuntungan dan resiko Resiko aplikasi pestisida

Transkripsi:

PERSEPSI PETANI TEBU TERHADAP PROGRAM PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT) (Studi Kasus di Kelompok Tani Santoso Desa Kesidan Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo) Admin, Istiko Agus Wicaksono dan Zulfanita Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purworejo ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) gambaran karakteristik internal dan eksternal petani; (2) persepsi petani terhadap program PHT; (3) hubungan karakteristik internal dan eksternal petani dengan persepsi petani terhadap budidaya tebu dengan program PHT. Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan survey dengan teknik wawancara dan observasi. Lokasi penelitian ditentukan secara purposive, karena telah menerapkan program PHT sejak tahun 1985 dan merupakan salah satu sentra produksi tebu di kabupaten Purworejo. Sampel petani 29 orang diambil dari kelompok tani Santoso. Hasil penelitian menunjukkan (89,66%) petani responden mempunyai persepsi yang baik terhadap program PHT. Petani responden yang mempunyai persepsi yang sedang sebesar (10,34%). Seluruh responden (100,00%) telah melaksanakan program pengendalian dengan penggunaan pestisida sesuai anjuran. Ada hubungan antara karakteristik internal dan eksternal petani dengan persepsi petani terhadap program PHT. Kata Kunci: Persepsi, Petani Tebu, Program Pengendalian Hama Terpadu PENDAHULUAN Subsektor perkebunan memiliki karakteristik tanaman yang dapat dikelompok-kan menjadi dua, yaitu tanaman semusim dan tanaman tahunan. Tanaman semusim merupakan tanaman yang hanya bisa dipanen satu kali dengan siklus hidup satu tahun sekali, misalnya tebu, kapas, dan tembakau, sedangkan tanaman tahunan membutuhkan waktu yang panjang untuk berproduksi, bahkan dapat menghasilkan sampai puluhan tahun dan bisa dipanen lebih dari satu kali, misalnya kelapa sawit, karet, kakao, cengkeh, kopi dan lada (Tim Penulis PS, dalam Anita, 2009). Tebu (Saccharum officanarum L) merupakan tanaman Persepsi Petani Tebu... - Admin dkk 12

perkebunan semusim yang mempunyai sifat tersendiri sebab di da-lam batangnya terdapat zat gula. Tebu terma-suk keluarga rumput-rumputan (graminae) seperti halnya padi, jagung, bambu dan lain-lain (Tim Penulis PS, dalam Anita, 2009). Tanaman tebu merupakan tanaman perkebunan semusim yang dianggap lebih mudah dikembangkan (Amin, dalam Anita, 2009). Zat Gula yang terdapat pada tebu tersebut dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam industri gula. Kesehatan tanaman menentukan per-tumbuhan tanaman. Tanaman tebu yang terinfeksi organisme pengganggu dapat berupa hama, penyakit dan gulma dapat dipastikan tidak akan tumbuh normal. Salah satu hama yang menyebabkan kerugian cukup besar pada sentra pertanaman tebu adalah uret (Lepidiota stigma), hama ini menyerang akar dan pangkal tanaman tebu. L. stigma menimbulkan kerusakan pada saat stadia larva, sedangkan stadia kumbang tidak menimbulkan kerusakan pada tebu, karena kebutuhan makanannya hanya untuk memasuki masa perkawinan dan peletakan telur (Anonim, 1987). Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah suatu konsep atau cara berpikir cerdas dalam pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dengan memadukan berbagai teknik pengendalian secara kompatibel sehingga memberikan keuntungan secara ekologis, ekonomis, dan sosiologis (Rabb 1972, Smith 1978 dalam buku SLPHT). Pola pikir dari pelaku usaha/petani menentukan dalam mengambil keputusan guna menerapkan PHT yang diperkirakan adanya suatu hubungan dengan pemahaman/pengetahuan yang dikuasai oleh pelaku usaha mengenai PHT. Penolakan serta penerimaan mengenai adanya program PHT tersebut diperkirakan ada pengaruh dari barbagai faktor seperti; umur, pendidikan formal maupun non formal, pengalaman bertani, pendapatan, status lahan, luas lahan, media informasi dan interaksi dengan petani lain. Persepsi merupakan pengalaman belajar tentang obyek peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Serta bentuk komunikasi intrapersonal terjadi dalam diri seseorang, dan mempengaruhi seseorang dalam berfikir, bertindak, serta berkomunikasi dengan pihak lain (Rahmat, 2004). Persepsi Petani Tebu... - Admin dkk 13

Kelompok Tani Santoso di desa Kesidan kecamatan Ngombol kabupaten Purworejo telah menerapkan program PHT sejak tahun 1985 sampai sekarang. Namun sampai sekarang hama tanaman tebu masih menyerang lahan para petani, sehingga produksi tebu dari petani belum maksimal. METODE PENELITIAN Metode dasar penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analisis, yaitu mengumpulkan data, menyusun data dan menganalisis untuk menggambarkan keadaan populasi secara keseluruhan (Nazir, 1988). Selanjutnya Surachmad mengatakan (1994). Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan secara sengaja (purposive), yaitu suatu teknik pemilihan lokasi yang berdasarkan pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah sensus, sensus merupakan penelitian yang dilakukan terhadap seluruh anggota populasi (Nazir, 1988). Sampel petani yang dijadikan obyek penelitian adalah seluruh petani tebu di Kelompok Tani Santoso A. Analisis Deskriptif Analisis diskriptif dilakukan untuk mengetahui karakteristik petani yang meliputi: umur, pengalaman bertani, pendidikan, tingkat pendapatan, status lahan, luas lahan, media informasi dan interaksi dengan petani lain. B. Analisis Rataan Skor Untuk Melihat Persepsi Petani Terhadap Program PHT. Alat ukur penelitian ini adalah kuisioner, dengan tiap komponen pertanyaan atau peryataan diberi skala dengan skor 1 sampai 3 yaitu: setuju (S) dengan bobot 3; tidak tahu (TT) dengan bobot 2; tidak setuju (TS) dengan bobot 1. C. Analisis korelasi Data primer yang terkumpul diolah dengan memakai test statistik Rank Spearman dengan menggunakan program computer SPSS For windows. Rumus korelasi peringkat Rank Spearman (Seigel,1992), yang digunakan adalah sebagai berikut: Persepsi Petani Tebu... - Admin dkk 14

r s n 1 1 i 2 6 n n d 1 2 i Keterangan: d = selisih dua jenjang untuk indikator yang sama n = banyak jenjang r s = koefisien korelasi rank Spearman A. Identitas Petani Responden 1. Tingkat Pendidikan Responden HASIL DAN PEMBAHASAN Petani responden sebanyak 93.01% menempuh pendidikan Formal yaitu SD, SLTP dan SLTA. Dengan demikian petani responden akan lebih mudah dalam mengadopsi inovasi baru. Seperti yang diungkapkan oleh Hadi dalam Alisa (2007) menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan formal, akan semakin tinggi pula kemampuannya untuk menerima, menyaring, dan menerapkan inovasi yang dikenalkan kepadanya. Petani responden yang hanya mengikuti pelatihan budidaya tebu 2 orang, budidaya tebu dan SLPHT 18 orang, budidaya tebu dan bokasi 2 orang, pembuatan pupuk bokasi dan budidaya jagung seorang, SLPHT dan budidaya jagung 2 orang dan 4 orang yang hanya mengikiti pelatihan budidaya jagung. Petani responden mengikuti pelatihan-pelatihan tersebut seperti pelatihan budidaya tebu di Balai desa Kesidan, SLPHT di Balai desa kesidan, pembuatan Bokasi di Dinas Pertanian dan pelatihan budidaya jagung di Balai desa Kesidan. Pendidikan non formal yang dimaksud pada peneltian ini adalah pelatihan yang diikuti responden yang berhubungan dengan usahatani tebu. 2. Umur Petani Responden Umur responden diketahui bahwa 16 orang atau 55,2% responden berusia muda dan 13 orang atau 44,8% untuk usia tua. Soekartawi (1988), mengatakan semakin muda petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui. Dengan demikian mereka berusaha untuk lebih cepat Persepsi Petani Tebu... - Admin dkk 15

melakukan adopsi inovasi tersebut. Kriteria usia muda pada penelitian ini antara 32 thn s/d 51 thn, dan untuk usia tua antara 52 thn s/d 79 thn. 3. Pengalaman Bertani Responden yang pengalaman bertaninya rendah adalah antara 1 sampai dengan 9 tahun sebanyak 18 orang responden (62,07%) sedangkan sebanyak 11 orang (37,93%) termasuk kategori responden yang berpengalaman tinggi yaitu antara 10 sampai dengan 20 tahun. 4. Luas Lahan dan Status Kepemilikan Lahan Luas lahan dari 26 orang responden (82,76%) memiliki lahan usaha tebu 0,17 0,72 hektar dengan kategori sempit dan 3 responden (17,24%) memiliki lahan usaha tebu 0,73 8,03 hektar atau masuk kategori lahan luas. Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa petani yang menggarap lahan yang luas umumnya mempunyai status sosial ekonomi yang lebih baik dan lebih banyak dapat memanfaatkan lahannya untuk usaha tani sehingga produksi yang dihasilkan lebih tinggi. Bahwa status kepemilikan lahan petani responden sebanyak 24 atau 82,76% adalah pemilik dan 5 atau 17,24% status kepemilikan lahan petani responden adalah sewa. Faktor tersebut dapat menjadikan salah satu pendukung tambahan mereka karena yang mempunyai status pemilik lahan akan relatif lebih besar penghasilannya. 5. Jumlah Tanggungan Keluarga Mayoritas petani 86,20% atau 25 responden memiliki jumlah tanggungan keluarga yang masuk kategori kecil, sementara 13,80% atau 4 responden memiliki jumlah tanggungan keluarga yang besar. Besar kecilnya jumlah tanggungan kelurga akan mempengaruhi petani dalam mempertimbangkan keputusan dalam mempertimbangkan keputusan dalam menjalankan usahataninya. 6. Pendapatan Responden dari Hasil Tebu Bahwa sebagian besar petani responden berpendapatan rendah antara (Rp.2.062.000,- s/d Rp.5.709.000,-) yaitu sebanyak 22 atau 75,86% petani responden, sedangkan 7 orang atau 24,14% petani res-ponden berpendapatan tinggi berkisar antara (Rp.6.425.000,- s/d Rp. 21.235.000,-). Pendapatan Persepsi Petani Tebu... - Admin dkk 16

responden menunjukkan bahwa yang memiliki lahan yang lebih luas akan mendapatkan pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan pendapatan petani responden yang luasan lahannya sempit. 7. Interaksi dengan petani Lain Dari 29 orang petani responden ada 18 orang atau 62,07% tergolong kategori rendah, yaitu mereka berinteraksi antara 1 sampai dengan 3 kali dalam membahas tentang masalah pertanian selama satu bulan. Sedangkan petani responden dari 11 orang atau 37,93% tergolong kategori tinggi, karena mereka berinteraksi dalam satu bulan antara 4 sampai 6 kali. Penggolongan kategori tinggi dan rendahnya interaksi tersebut berdasarkan dari sebaran populasi petani responden. Penggolongan tersebut yaitu petani dikategori rendah jika petani responden berinteraksi dengan petani lain sama atau kurang dari rata-rata dan kategori tinggi jika petani responden berinteraksi dengan petani lain diatas rata-rata berdasarkan pada sebaran populasi. Interaksi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah responden membicarakan masalah bidang pertanian dengan petani lain, dan saling bertukar pikiran atau tukar (informasi). Masalah pertanian yang dibicarakan yaitu tentang; (a) tanaman yang terserang hama, (b) bibit, (c) pengolahan tanah, (d) pengadaan traktor dan (e) panen. Petani responden berbagi ilmu sesuai pengetahuan yang mereka kuasai. B. Persepsi Petani Terhadap Program Pengendalian Hama Terpadu Tabel 1. Persepsi Petani Terhadap Program PHT Kategori Sebaran Responden (Orang) Persentase % Baik (34 36) 26 89.66 Sedang (23 33) 3 10.34 Buruk (12 22) 0 0.00 Jumlah 29 100.00 Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2012 Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa persepsi petani responden terhadap program pengendalian hama terpadu di desa Kesidan menggambarkan hasil positif dan termasuk kategori baik. Responden sebanyak 26 orang mendukung Persepsi Petani Tebu... - Admin dkk 17

adanya program yang dianjurkan oleh pemerintah dalam kisaran nilai 34 sampai dengan 36 dengan persentase sebesar 89,66%. Mereka menerapkan program PHT yang telah diberikan oleh pemerintah. Responden yang termasuk kategori sedang, sebanyak 3 petani sampel memperoleh nilai kisaran 23 sampai dengan 33 dengan persentase sebesar 10,34%. C. Hubungan Karakteristik Petani dengan Persepsi Petani Terhadap Program Pengendalian Hama Terpadu Tabel 2 Hubungan Karakteristik Petani Responden dengan Persepsi Petani Terhadap PHT Koefisien Korelasi Rank Spearman (rs) Persepsi Terhadap Program PHT Pengendalian Hama dengan Karakteristik Internal dan Eksternal Musuh Fisik dan Budidaya Alami Mekanik Umur -0,028-0,444** -0,402* - Pendidikan Formal 0,463** 0,680** 0,539** - Pendidikan Non-Formal -0,109-0,160-0,046 - Pengalaman Bertani -0,068-0,306-0,314* - Pestisida (Kimiawi) Jumlah Tanggungan 0,109 0,160-0,152 - Keluarga Pendapatan 0,154-0,008-0,25 - Luas Lahan 0,124-0,082 0,042 - Status Lahan -0,124-0,183-0,278 - Interaksi dengan petani lain 0,213 0,107 0,011 - Keterangan : TK: Tingkat Kesesuaian *nyata pada 0, 05 **sangat nyata pada 0, 01 Keeratan hubungan antara karakteristik internal dan eksternal pada persepsi petani tebu terhadap program PHT, dibagi dalam empat area (Colton dalam Alisa,2007): a. Tidak ada hubungan atau hubungan lemah (r s = 0,00 0,25) b. Hubungan cukup erat (r s = 0,26 0,50) c. Hubungan erat (r s = 0,51 0,75) d. Hubungan sangat erat (r s = 0,76 1,00) Persepsi Petani Tebu... - Admin dkk 18

1. Pengendalian Hama dengan Pestisida (Kimiawi) Pengendalian hama dengan pestisida (kimiawi) pada Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil analisis rank Spearman tidak bisa dibaca karena adanya data yang menunjukkan hasil konstan atau 100% dari 29 responden melaksanakan pengendalian hama dengan menggunakan pestisida sesuai dengan anjuran atau sesuai prosedur. 2. Umur Umur berkorelasi sangat nyata pada angka -0,444 dengan aktivitas berbudidaya petani responden. Angka tersebut berdasar-kan (Colton dalam Alisa, 2007) menunjukkan bahwa umur berhubungan cukup erat dengan aktivitas berbudidaya petani responden. Angka -0,444 menunjukkan korelasi yang negatif artinya bahwa semakin tua usia dari petani responden kemampuan dari petani responden dalam melakukan aktivitas berbudidaya semakin menurun. 3. Pendidikan Formal Berdasarkan analisis korelasi pada Tabel 2, korelasi antara pendidikan formal dengan semua aktivitas program PHT me-nyatakan berkorelasi sangat nyata pada angka 0,463 yang juga menunjukkan hubungan yang cukup erat antara pendidikan formal dengan aktivitas pengendalian menggunakan musuh alami. Pendidikan formal mempunyai hubungan yang erat dengan aktivitas berbudidaya petani responden dan aktivitas petani dalam pengendalian fisik dan mekanik. Angka 0.463, 0.680 dan 0.539 menunjukkan korelasi pendidikan formal yang positif artinya bahwa petani responden yang berpendidikan tinggi kemampuan mereka dalam menerapkan aktivitas program PHT akan semakin baik. Sebaliknya jika petani responden berpendidikan rendah maka kemampuan dalam menerapkan program PHT tidak sesuai dengan aturan. Korelasi tersebut mendukung dengan pendapat dari Soekartawi (1988), yang menyebutkan bahwa mereka yang berpendidikan tinggi lebih cepat dalam melaksanakan adopsi inovasi. Begitu pula sebaliknya, mereka yang berpendidikan rendah, sedikit sulit dalam melaksanakan adopsi inovasi dengan cepat. Jadi hubungan umur dan aktivitas program PHT memiliki hubungan yang sangat nyata, cukup erat, erat dan berkorelasi positif. Persepsi Petani Tebu... - Admin dkk 19

4. Pendidikan Non Formal Pendidikan non formal memiliki hubungan lemah dengan persepsi terhadap program PHT. Hal tersebut sesuai dengan pengamatan dilapangan bahwa sebagian besar petani baik yang pernah mendapat pendidikan non formal atau tidak semua cenderung memberikan persepsi yang positif terhadap inovasi program PHT. Karena ada petani responden yang tidak mengikuti pendidikan non formal. Petani responden yang mengikuti pendidikan non formal terdiri atas; 25 orang petani responden mengikuti pelatihan SL-PHT, mengikuti pelatihan pembuatan pupuk Bokasi dan mengikuti teknik budidaya tebu sedangkan 4 orang petani respoden tidak mengikuti pelatihan. Diduga responden belum mengaplikasikan semua aturan dari pelatihan-pelatihan yang diikutinya. 5. Pengalaman Bertani Angka -0,314 menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara pengalaman bertani dengan aktivitas pengendalian menggunakan fisik dan mekanik. Hubungan antara aktivitas pengendalian menggunakan fisik dan mekanik serta aktivitas dalam berbudidaya dengan pengalaman bertani dari petani responden, menunjukkan ada hubungan yang cukup erat. Kategori pengelompokan pengalaman pada penelitian ini berdasarkan atas rendah dan tinggi. Dikategorikan rendah jika pe-ngalaman bertani responden sama atau kurang dari rata-rata dan tingi jika pengalaman bertani responden diatas rata-rata, didasarkan pada sebaran populasi. 6. Jumlah Tanggungan Keluarga Angka 0,109 menunjukkan korelasi yang positif artinya bahwa semakin banyak tanggungan keluarga maka motivasi dari petani responden dalam melakukan aktivitas berbudidaya dan pengendalian dengan musuh alami semakin besar. Hal tersebut dikarena-kan petani responden yang mempunyai tanggungan keluarga banyak mereka berupaya untuk memberi nafkah dengan berbudidaya tebu. Ketrampilan petani responden yang dikuasai dibidang pertanian antara lain; bercocok tanam tebu, tomat, terong, cabe, jagung, dan kacang panjang. Berdasarkan data tersebut bahwa hubungan tanggungan keluarga dengan aktivitas Persepsi Petani Tebu... - Admin dkk 20

berbudidaya dan pengendalian dengan musuh alami memiliki hubungan lemah, dan berkorelasi positif. 7. Pendapatan Berdasarkan analisis korelasi rank Spearman bahwa pendapatan mempunyai hubungan yang lemah dengan semua aktivitas persepsi program PHT. Angka-angka yang muncul pada hasil uji analisa menunjukkan korelasi positif yaitu pada (0,154) aktivitas pengendalian dengan musuh alami, sedangkan aktivitas berbudidaya dan aktivitas penggunaan dengan fisik dan mekanik menunjukkan korelasi yang negatif pada angka (-0,008 dan -0,025). Artinya besar kecilnya dari pendapatan petani responden tidak berpengaruh terhadap persepsi tentang aktivitas penggunaan program PHT. Sesuai dengan hasil analisis dari (Alisa, 2007) yang menyatakan besar kecilnya penghasilan tidak berpengaruh terhadap persepsi yang diberikan oleh petani responden. 8. Luas Lahan Berdasarkan (Colton dalam Alisa, 2007) yang menytakan bahwa (rs = 0,00-0,25) menunjukkan kategori hubungan lemah. Artinya hubungan luas lahan dengan persepsi aktivitas program PHT tidak nyata. Diduga karena adanya penguasaan lahan garapan yang tersebar merata dengan rata-rata 0,72 hektar dan terluas 8,03 hektar. Petani responden yang masuk kategori lahan sempit 24 orang (82,76%) dan petani responden yang ter-masuk kategori lahan luas 5 orang (17,24%) berdasarkan sebaran populasi. 9. Status Lahan Berdasarkan (Colton dalam Alisa, 2007) mengemukakan -0,278 termasuk kategori hubungan cukup erat karena tergolong dalam (rs = 0,26-0,50). Sesuai dengan penelitian (Alisa, 2007) bahwa, status lahan tidak mempunyai korelasi yang nyata dengan persepsi terhadap inovasi. Artinya bahwa tidak ada perbedaan antara persepsi petani terhadap program PHT yang berstatus lahannya penyewa atau pemilik. Persepsi Petani Tebu... - Admin dkk 21

10. Interaksi dengan Petani Lain Interaksi petani responden sebagian besar tergolong kategori rendah. Petani responden dari 29 orang yang termasuk kategori rendah 18 orang (62,07%) responden hanya berinteraksi dengan petani lain antara (1 s/d 3) kali dalam satu bulan. Petani responden yang tergolong kategori tinggi yaitu sebanyak 11 orang (37.93%) responden, mereka berinteraksi dengan petani lain antara (4 s/d 6) kali dalam satu bulan. Hubungan interaksi dengan aktivitas persepsi PHT lemah karena diduga kurang seringnya petani responden berinteraksi dengan petani lain. PENUTUP Simpulan 1. Sebanyak (89,66%) petani responden mempunyai persepsi yang baik terhadap program PHT. 2. Ada hubungan antara karakteristik internal dan eksternal pada persepsi petani tebu terhadap program PHT. 3. Faktor faktor yang berhubungan cukup erat, erat, nyata dan sangat nyata dengan persepsi petani terhadap program PHT yaitu; umur, pendidikan formal, pengalaman bertani dan status lahan sedangkan interaksi dengan petani lain korelasinya lemah diduga adanya kurang seringnya petani responden berinteraksi dengan petani lain. DAFTAR PUSTAKA Anonim. Pedoman Penguatan Jejaring Alumni SLPHT dan PPAH Holtikultura, 2011. Jakarta. Anita. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Petani dalam Berusahatani Tebu.(Studi Kasus : Petani Tebu di Wilayah Kerja PG Trangkil, Kabupaten Pati). Sekripsi. IPB. Bandung Alisa,Ifa. 2007. Persepsi Petani terhadap Inovasi untuk menggunakan Pupuk Kompos Kotoran Ternak Produk P4S Bumi Lestari Sragen (Kasus Petani di Desa Gondang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Sragen).Sekripsi. IPB. Bandung. Persepsi Petani Tebu... - Admin dkk 22

Dasmann. Raymond F.2003. The Dictionary Of the History Of Ideals. Electronic Texs Center. University Of Virginia Library. Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. PT Gahlia Indah. Jakarta. Sarwani. 2003. Persepsi Karyawan Terhadap Faktor-faktor Lingkungan Prusahaan yanga Mempengaruhi Motivasi kerja Karyawan Bagian Produksi. Skripsi. IPB. Bogor. Saleh, A. 1984. Persepsi Warga Masyarakat tentang Peternakan di Desa Kutayasa, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan Institut Bogor. Bogor. Siegel,S. 1992. Statistik Non Parametrik untuk Ilmu-ilmu Sosial. Gramedia, Jakarta. Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Universitas Indonesia. Jakarta. Sudarwati, 2011. Respon Petani Padi Sawah terhadap Program Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purworejo. Purworejo. Skripsi. Surachmad, W. 1994. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar. Bandung. Transito. Suratiyah, K. 2009. Ilmu Usahatani. Jakarta : Penebar Swadaya. Susanto, Eko. 1992. Pathogenisitas Cendawan Cordyceps sp. Terhadap Hama Perusak Akar tebu (Lepidiota stigma F.) di Lapang. Karya Ilmiah S1. Departemen Pertahanan Keamanan Universitas Pembangunan Nasional Veteran Cabang Jawa Timur. Walgito, B. 2011.Teori-teori Psikologi Sosial. Yogyakarta: Andioffset. Wirioatmodjo, Boedijono. 1979. Beberapa Masalah Yang dihadapi Dalam Pemberantasan Uret. Pada Tanaman Tebu. Buletin BP3G. Edisi 77. Hal: 1-13. Persepsi Petani Tebu... - Admin dkk 23