II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.

I. PENDAHULUAN. kecerdasan, (2) pengetahuan, (3) kepribadian, (4) akhlak mulia, (5)

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan objek yang biasanya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan perkembangan yang dialami oleh seseorang menuju kearah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

II. TINJAUAN PUSTAKA. menjalankan pembelajaran di kelas. Ngalimun (2013: 28) mengatakan bahwa

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Arti make a match adalah mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban

BAB I PENDAHULUAN. tidak sama, oleh karena itu peserta didik harus berpartisipasi aktif secara fisik dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. Pemahaman berasal dari kata paham yang menurut Kamus Besar Bahasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diamati. Kegiatan fisik yang dapat diamati diantaranya dalam bentuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. hidup manusia sebagai makhluk sosial. Pembelajaran kooperatif merupakan. semua mencapai hasil belajar yang tinggi.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran adalah teori belajar konstruktivisme. Piaget (dalam Dahar, 1989:

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH DALAM PEMBELAJARAN IPA

METODE PEMBELAJARAN MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang tinggi dalam proses belajar, tidak sekedar aktivitas fisik semata. Siswa

JURNAL APLIKASI FISIKA VOLUME 10 NOMOR 2 OKTOBER 2014

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui

BAB II KAJIAN PUSTAKA

THE INFLUENCE OF THE INPLEMENTATION OF COOPERATIVE LEARNING MODEL TYPE MAKE A MATCH TOWARD STUDENTS MATHEMATICAL COCEPTUAL UNDERSTANDING

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. melakukan observasi awal terhadap hasil belajar siswa di kelas IV SDN 3 Tabongo

TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran matematika. Dengan pemahaman, siswa dapat lebih mengerti akan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan melalui kegiatan matematika. Matematika juga merupakan

Fembriani Universitas Widya Dharma Klaten ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. satu upaya yang dilakukan guru dalam peningkatan kualitas pembelajaran yaitu

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan kebutuhan. Akan tetapi, pendidikan di Indonesia masih

TINJAUAN PUSTAKA. kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi. Pengembangan

PENGGUNAAN METODE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS II SD 1) Oleh: Siti Qodriyatun 1), Suhartono 2), Ngatman 3)

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS Tinjauan Tentang Belajar dan Hasil Belajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan pelajaran yang terdiri dari berbagai konsep yang tersusun

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. yang di pahami dan di mengerti dengan benar. Ernawati (2003;8) mengemukakan

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya sendiri.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir

TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan

BAB II KERANGKA TEORITIS. mempunyai efek, dapat membawa hasil, berhasil guna. Efektivitas menunjukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN Hakikat Kemampuan Siswa Menyelesaikan Masalah Yang Berkaitan Dengan Bangun Datar Dan Bangun Ruang

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat membawa hasil atau berdaya guna. Efektif juga dapat diartikan dengan

TINJAUAN PUSTAKA. mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang belajar, diantaranya adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas berasal dari kata efektif yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut. Sehubungan dengan pengertian

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada prinsipnya proses belajar yang dialami manusia berlangsung sepanjang

SOSIALISASI MODEL-MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF PADA SMA NEGERI 4 KOTA TERNATE

PENINGKATAN PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL MAKE A MATCH

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

KAJIAN PUSTAKA. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa melakukan aktivitas. Pengajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. satunya model pembelajaran kooperatif. Secara bahasa kooperatif berasal dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk berpikir

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. KAJIAN PUSTAKA. Manusia dalam hidupnya tidak pernah lepas dari belajar, karena dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya

HASIL DAN PEMBAHASAN. pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sebesar

III. METODE PENELITIAN. Subyek penelitian ini terfokus pada peserta didik SD Negeri 1 Gedong Tataan

BAB I PENDAHULUAN. proses terjadinya perubahan prilaku sebagai dari pengalaman. kreatif, sehingga mampu memacu semangat belajar para siswa.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan. Pada era globalisasi, dituntut suatu mutu lulusan yang disiapkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Joice & Weil dalam Rusman (2012: 133), model pembelajaran adalah

BAB I PENDAHULUAN. guru yang melaksanakan kegiatan pendidikan untuk orang-orang muda

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Pengertian Kemampuan Pemahaman Konsep. konsep. Menurut Sudjiono (2013) pemahaman atau comprehension dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori. 1. Aktivitas Belajar. Anak senantiasa berinteraksi dengan sekitarnya dan selalu berusaha

BAB I PENDAHULUAN. mengajar berjalan dengan baik dan efektif, diperlukan usaha yang sungguhsungguh

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA TENTANG PERKALIAN BILANGAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS II SD NEGERI 2 KALITENGAH

TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi merupakan hal yang sangat penting bagi manusia. Komunikasi dapat

Esthi Santi Ningtyas, Emy Wuryani Program Studi PGSD-FKIP, Universitas Kristen Satya Wacana

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KERANGKA TEORITIS. 1. Belajar dan Pembelajaran Matematika. memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Slameto (2003:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. pemahaman konsep, konsep luas persegi panjang, model pembelajaran kooperatif

PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI BILANGAN BULAT UNTUK SISWA KELAS IV SD MELALUI KOOPERATIF TIPE STAD

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam

2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TULISAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI SISWA KELAS XI

BAB II LANDASAN TEORI

II. KAJIAN TEORI. 2.1 Belajar dan Pembelajaran Pengertian Belajar dan Pembelajaran. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan belajar tidak akan tercapai begitu saja jika pembelajaran tidak

I. PENDAHULUAN. manusia. Banyak kegiatan manusia dalam kehidupan sehari-hari yang tidak

TINJAUAN PUSTAKA. siswanya dan dalam perencanaannya berupa suatu metode pembelajaran, agar tercapailah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap bangsa merupakan kebutuhan mutlak yang harus

TINJAUAN PUSTAKA. yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan. untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.

Perbandingan Hasil Belajar Matematika Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Langsung dengan Pembelajaran Kooperatif

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu kata efektif juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut. Upaya peningkatan kualitas manusia harus

Universitas Lampung, Jl. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung

BAB I PENDAHULUAN. teknologi. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PEMBELAJARAN KOOPERATIF

BAB III METODEI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. lemah menjadi kuat, dari tidak bisa menjadi bisa. Seperti diakatakan oleh Slameto

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan pendidikan. Hal ini sesuai dengan UU No. 19 Tahun 2005 tentang

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Belajar dan Pembelajaran Matematika Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam proses pembelajaran adalah teori belajar konstruktivisme. Piaget (dalam Dahar, 1989: 159) berpendapat bahwa pengetahuan yang dibangun dalam pikiran anak, selama anak tersebut terlibat dalam proses pembelajaran merupakan akibat dari interaksi secara aktif dengan lingkungannya. Selain Piaget, dikenal pula Vygotzky sebagai ahli konstruktivisme sosial. Dinyatakan oleh Vygotzky (dalam Slavin, 2000: 17) bahwa perkembangan intelektual seorang anak yang sedang mengalami proses pembelajaran juga dipengaruhi oleh faktor sosial. Dalam proses pembelajaran, secara lebih khusus konstruktivisme mempunyai pandangan bahwa seseorang pada umumnya melalui empat tahap dalam belajar sesuai yang dikemukakan Horsley (1990: 59) yaitu: (1) tahap apersepsi, tahap ini berguna untuk mengungkapkan konsepsi awal siswa dan digunakan untuk membangkitkan motivasi belajar; (2) tahap eksplorasi, tahap ini berfungsi sebagai mediasi pengungkapan ide-ide atau pengetahuan dalam diri siswa; (3) tahap diskusi dan penjelasan konsep, pada tahap ini siswa diupayakan untuk bekerjasama dengan temannya, berusaha menjelaskan pemahamannya kepada orang lain dan mendengar, bahkan menghargai temuan temannya; (4) tahap pengembangan dan aplikasi konsep, tahap ini merupakan tahap untuk mengukur sejauh mana siswa telah memahami suatu konsep dengan menyelesaikan permasalahan.

9 Dalam Kurikulum 2004 Sekolah Menengah Pertama, dinyatakan bahwa salah satu komponen dalam pembelajaran adalah pemanfaatan berbagai macam strategi dan metode pembelajaran secara dinamis dan fleksibel sesuai dengan materi, siswa dan konteks pembelajaran. Sementara itu, dikemukakan juga oleh Suhito (2000: 12) bahwa agar tujuan pengajaran dapat tercapai, guru harus mampu mengorganisir semua komponen sedemikian rupa sehingga komponen yang satu dengan lainnya dapat berinteraksi secara harmonis. Menurut Suherman (2001: 60), dua hal penting yang merupakan bagian dari tujuan pembelajaran matematika adalah pembentukan sifat dengan berpikir kritis dan kreatif. Dengan berlandaskan kepada prinsip pembelajaran matematika yang tidak sekedar learning to know (belajar untuk mengetahui), tetapi harus ditingkatkan menjadi learning to do (belajar untuk melakukan), learning to be (belajar untuk menjiwai), hingga learning to live together (belajar untuk hidup bersama). 2. Model Pembelajaran Kooperatif a. Model Pembelajaran Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas. Model pembelajaran dimaksudkan sebagai pola interaksi siswa dengan guru di dalam kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas (Tim MPKBM, 2001: 6).

10 Menurut Suprijono (2011: 46) model pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. b. Pembelajaran Kooperatif Menuurut Suprijono (2009: 54) Pembelajaran kooperatif merupakan konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih diarahkan oleh guru. Menurut Lie (2002: 12) sistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut sistem pembelajaran gotong royong atau pembelajaran kooperatif. Tanpa interaksi sosial tidak akan ada pengetahuan (Suprijono, 2009: 56). Sedangkan menurut Nurhadi (2004: 112) pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang terfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Selanjutnya, menurut Sudjana (2001: 10) pembelajaran kooperatif adalah prosedural yang sistematik dan terencana untuk menyelenggarakan kegiatan pembelajaran di dalam dan memulai kelompok dalam rangka mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Selain itu, pembelajaran kooperatif mendorong terbentuknya pribadi siswa yang utuh, karena selain mengembangkan kemampuan siswa secara kognitif, melalui pembelajaran kooperatif siswa juga dibekali kemampuan untuk dapat bersosialisasi dengan baik. Pembelajaran kooperatif juga merupakan salah satu

pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan interaksi antar siswa serta hubungan yang saling menguntungkan diantara mereka. Adapun konsep utama dari pembelajaran kooperatif menurut Salvin (dalam Trianto, 2010: 61),adalah sebagai berikut : 1. Penghargaan kelompok, yang akan diberikan jika kelompok mencapai kriteria yang ditentukan. 2. Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok tergantung pada belajar individual semua anggota kelompok. Tanggung jawab ini terfokus dalam usaha untuk membantu yang lain dan memastikan setiap anggota kelompok telah siap menghadapi evaluasi tanpa bantuan yang lain. 3. Kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa siswa telah membantu kelompok dengan cara meningkatkan belajar mereka sendiri. Hal ini memastikan bahwa siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah sama-sama tertantang untuk melakukan yang terbaik dan bahwa kontribusi semua anggota kelompok sangat bernilai. 11 Selanjutnya, menurut Nurhadi (2004: 116) pembelajaran kooperatif mempunyai kelebihan, diantaranya adalah: 1. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial. 2. Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan pandangan. 3. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial. Dengan pembelajaran kooperatif, siswa dapat belajar bersama, saling membantu, berani mengeluarkan ide, dapat memecahkan masalah melalui diskusi, dapat menjelaskan dan mengajukan pertanyaan dalam kelompoknya. Pembelajaran kooperatif mempunyai berbagai tipe, diantaranya ialah STAD, NHT, TGT, Jigsaw, TPS, Make A Match dan masih banyak yang lainnya. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan untuk pemahaman konsep matematis siswa ialah tipe Make A Match.

Menurut Ibrahim (2000: 10), langkah-langkah pembelajaran kooperatif disajikan dalam Tabel 2.1 berikut. 12 Tabel 2.1. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Fase Indikator Aktivitas Guru 1 Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa. 2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan. 3 Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok belajar 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi efisien. Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mengerjakan tugas. 5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. 6 Memberikan penghargaan Guru mencari cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar siswa baik individu maupun kelompok. c. Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Model pembelajaran Make A Match adalah model pembelajaran kooperatif yang membagi siswa dalam kelompok-kelompok kooperatif (cooperative group), selanjutnya setiap anggota kelompok membuat soal/pertanyaan dan jawaban pada kertas yang berbeda. Model pembelajaran mencari pasangan (Make A Match) dikembangkan oleh Lorna Curran pada tahun 1994. Model ini dapat membangkitkan semangat siswa dengan mengikutsertakan siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran (Irnawati, 2011: 33). Menurut Huda (2011: 135) Salah satu keunggulan model pembelajaran Make A Match adalah siswa mencari pasangan

sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. 13 Penerapan model pembelajaran koopertif tipe Make A Match ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan yang memiliki kartu yang merupakan jawaban/soal dari kartu yang dimilikinya sebelum batas waktu yang disepakati selesai, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin. Model Make A Match ini bertujuan untuk memperluas wawasan serta kecermatan siswa dalam menyelami suatu konsep. Sebelum permainan dimulai, guru menyampaikan tujuan pembelajaran, motivasi belajar, pokok bahasan mengorganisasikan siswa, menyampaikan langkah-langkah permainan, membimbing siswa dan mengevaluasi hasil serta memberikan penghargaan bagi siwa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu yang ditentukan diberi point. Ada beberapa macam langkah penggunaan model pembelajaran Make A Match, diantaranya sebagai berikut: 1) Menurut Lorna Curran, 1994 model pembelajaran kooperatif Make A Match memiliki langkah-langkah sebagai berikut. a) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban. b) Setiap siswa mendapat satu buah kartu c) Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang. d) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal/jawabannya).

14 e) Setiap siswa yang dapat mencocokan kartu sebelum batas waktu diberi poin. f) Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya. g) Demikian selanjutnya. h) Kesimpulan/penutup. 2) Menurut Irnawati (2001: 34) langkah-langkah model pembelajaran Make A Match seperti berikut. a) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang mungkin cocok untuk sesi review (persiapan menjelang tes). Kartu yang disiapkan sebagian berisi pertanyaan tentang materi yang ajarkan dan sebagian lagi berisi jawaban dari pertanyaan tersebut. b) Guru mengocok semua kartu hingga tercampur antara soal dan jawaban dan setiap siswa mendapat satu buah kartu. c) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya. Setiap kelompok menganalisis atau memikirkan pasangan dari kartu yang didapatkan. Setelah selesai, setiap kelompok mencari pasangan kartunya dalam waktu yang telah disepakati. Bagi kelompok yang dapat mencocokkan kartunya dengan memberikan alasan cocoknya soal dan jawaban yang mereka pegang sebelum batas waktu berakhir akan mendapatkan poin. d) Siswa bergabung dengan dua atau tiga siswa lain yang memegang kartu yang cocok. Setelah menemukan pasangannya setiap kelompok bergabung dalam kelompok pasangannya setelah batas waku selesai, guru mengecek setiap pasangan dalam mencocokkan kartu.

15 3) Langkah-langkah model pembelajaran Make A Match menurut Suprijono (2009: 94-95) sebagai berikut. a) Guru menyiapkan kartu-kartu yang berisi pertanyaan yang berisi soal dan jawaban. b) Guru membagi menjadi komunitas kelas menjadi tiga kelompok, yang terdiri dari kelompok pemegang kartu soal, kelompok pemegang kartu jawaban, dan kelompok penilai. Posisi kelompok-kelompok tersebut diatur berbentuk U, dengan kelompok pemegang kartu jawaban dan kelompok pemegang soal berhadapan. c) Guru membunyikan peluit sebagai tanda dimulainya pencocokan kartu. d) Pasangan kelompok pemegang kartu soal dan jawaban yang sudah terbentuk wajib menunjukkan soal dan jawaban kepada kelompok penilai. e) Langkah ini dilakukan ulang pada tahap berikutnya. Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat dibuat langkah model pembelajaran Make A Match yang sesuai dengan kondisi kelas dan lebih efisien, langkahnya adalah sebagai berikut. 1) Membagi siswa menjadi dua kelompok besar, yaitu kelompok pemegang kartu soal dan pemegang kartu jawaban, kemudian dua kelompok tersebut dibagi lagi masing-masing menjadi delapan kelompok, yang beranggotakan dua orang. 2) Masing-masing kelompok dibagikan soal untuk kelompok pemegang kartu soal dan dibagikan jawaban untuk kelompok pemegang kartu jawaban. Siswa mendiskusikan mengenai soal atau jawaban yang mereka dapatkan. Untuk kelompok pemegang kartu soal, mereka mendiskusikan jawabannya.

16 Sedangkan untuk kelompok pemegang kartu jawaban, mereka mendiskuusikan soaln dari jawaban tersebut. 3) Setelah waktu berdiskusi habis, masing-masing kelompok mencocokan soal atau jawaban dengan kelompok lain. 4) Siswa bersama kelompoknya mendiskusikan dan mencari solusi dari soal dan jawaban yang telah mereka cocokkan, kemudian menuliskannya di lembar yang telah disediakan(lembar Pencocokan Kartu). Setelah waktu diskusi habis siswa mengumpulkan hasil diskusi pada Lembar Pencocokan Kartu. Menurut Irnawati (2011: 35) model pembelajaran Make A Match mempunyai kelebihan. Kelebihan model Make A Match yaitu : 1) Dapat melatih ketelitian, kecermatan, serta kecepatan. Pada pembelajaran Make A Match, siswa mencari pasangan dari kartu yang diperolehnya dalam waktu yang ditetapkan sehingga siswa harus cermat, tepat dan tepat dalam mencari pasangannya. 2) Lebih banyak ide muncul Model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match disertai dengan metode kerja kelompok maka dalam melaksanakan tugasnya siswa bersama siswa lain bekerja sama dan mengeluarkan ide-ide yang dimilikinya masing-masing. 3) Lebih banyak tugas yang bisa dilakukan Siswa bekerja sama dengan siswa lain sehingga tugas yang diperoleh dari guru dapat dibagi-bagi sehingga tugas yang banyak pun dapat diselesaikan.

17 4) Guru mudah memonitor Ketika siswa melakukan tugasnya memikirkan dan mencari pasangan soal atau jawaban yang diperolehnya, guru dapat memonitor dengan mendatangi kelom-pok siswa yang membutuhkan bimbingan dari guru satu per satu. Dengan menggunakan model Make A Match guru dapat melatih ketelitian, kecermatan, dan kecepatan siswa. Selain itu, siswa dapat mengerjakan lebih banyak soal. Guru mudah mengontrol kelas karena siswa dibagi dalam kelompokkelompok. Namun guru juga harus pandai mengatur waktu agar siswa tidak banyak bermain. 3. Pemahaman Konsep Matematis Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, paham berarti mengerti dengan tepat, sedangkan konsep berarti suatu rancangan. Melalui konsep, diharapkan akan dapat menyederhanakan pemikiran dengan menggunakan satu istilah. Seperti yang diungkapkan Nasution (2008: 161) yang mengungkapkan bahwa Bila seseorang dapat menghadapi benda atau peristiwa sebagai suatu kelompok, golongan, kelas, atau kategori, maka ia telah belajar konsep. Sedangkan dalam matematika, konsep adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk menggolongkan suatu objek atau kejadian. Jadi pemahaman konsep adalah pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak. Kemampuan Pemahaman matematis merupakan salah satu tujuan penting dalam pembelajaran, memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan

18 kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan. Pemahaman matematis juga merupakan salah satu tujuan dari setiap materi yang dismpaikan oleh guru, sebab guuru merupakan pembimbing siswa untuk mencapai konsep yang diterapkan. Hal ini sesuai dengan Carpenter (dalam Bennu, 2010) yang menyatakan salah satu ide yang diterima secara luas dalam pendidikan matematika adalah bahwa siswa harus memahami matematika. Ada beberapa indikator khusus yang membedakan antara soal pemahaman konsep dengan soal untuk pemahaman aspek yang lain. Menurut Yustisia (2011:21) Penskoran pemahaman konsep matematis disajikan pada tabel 2.2 berikut ini. Tabel 2.2 Penskoran Pemahaman Konsep No Indikator Ketentuan Skor 1 Menyatakan ulang suatu konsep Tidak menjawab Menyatakan ulang suatu konsep, tetapi salah Menyatakan ulang suatu konsep dengan benar 2 Mengklasifikasikan obyek-obyek Tidak menjawab menurut sifat-sifat tertentu Mengklasifikasikan obyek-obyek menurut sifat-sifat tertentu, tetapi salah Mengklasifikasikan obyek-obyek menurut sifat-sifat tertentu dengan 3 Memberi contoh dan noncontoh dari konsep 4 Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika benar Tidak menjawab Memberi contoh dan non contoh dari konsep, tetapi salah. Memberi contoh dan non contoh dari konsep dengan benar Tidak menjawab Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika, tetapi salah. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika 0 1 2 0 1 2 0 1 2 0 1 2

19 dengan benar 5 Mengembangkan syarat perlu dan Tidak menjawab syarat cukup suatu konsep Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep, tetapi salah Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep dengan benar 6 Menggunakan, memanfaatkan, dan Tidak menjawab memilih prosedur atau operasi tertentu Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu, tetapi salah Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu dengan benar 7 Mengaplikasikan konsep Tidak menjawab Mengaplikasikan konsep, tetapi salah Mengaplikasikan konsep dengan benar 0 1 2 0 1 2 0 1 2 Menurut Yustisia (2007: 20), indikator dari pemahaman konsep tersebut adalah sebagai berikut: a. Menyatakan ulang sebuah konsep. b. Mengklasifikasian objek-objek menurut sifat-sifat tertentu. c. Memberi contoh dan non contoh dari konsep. d. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis. e. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep. f. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu. g. Mengaplikasikan konsep dan algoritma pemecahan masalah. Pemahaman konsep yang dimaksud alam penelitian ini adalah siswa dapat memahami, mengerti teori-teori tentang materi Garis dan Sudut dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match.

20 B. Kerangka Pikir Model pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja dalam sebuah kelompok sehingga siswa berperan aktif dalam pembelajaran. Dengan berperan aktif dalam pembelajaran siswa akan lebih memahami konsep daripada siswa hanya mendengarkan ceramah dari guru. Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match. Model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match merupakan model pembelajaran pencocokkan jawaban dan soal, sehingga menarik dan hampir menyerupai permainan dengan menggunakan kecepatan dan ketepatan waktu. Pada model pembelajaran Make A Match siswa saling mencari pasangan soal atau jawaban yang mereka dapatkan. Dengan model pembelajaran Make A Match siswa diharapakan dapat lebih tertarik dengan pelajaran matematika. Apabila siswa tertarik terhadap pelajaran matematika, maka secara otomatis siswa akan sungguh-sungguh dan aktif dalam pembelajaran sehingga siswa dapat memahami konsep dengan baik. Pembelajaran dengan model Make A Match dimulai dengan guru membagi siswa menjadi dua kelompok besar, yaitu kelompok pemegang kartu soal dan kartu jawaban, kemudian dari kedua kelompok besar tersebut dibagi menjadi kelompokkelompok kecil yang heterogen dan tediri dari 2 siswa, setiap kelompok kecil. Kegiatan selanjutnya ialah guru memberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) pada siswa, dengan LKS siswa dapat menggali pengetahuan secara mandiri dan untuk memperdalam pemahaman konsep matematisnya akan digunakan model pembelajaran Make A Match.

21 Setelah kelompok-kelompok kecil tersebut selesai mengerjakan LKS, salah satu kelompok mempersentasikan hasil diskusi. Kelompok tersebut kemudian dibagikan kartu soal untuk kelompok pemegang kartu soal dan dibagikan jawaban untuk kelompok pemegang kartu jawaban. Kelompok-kelompok tersebut mendiskusikan soal dan jawaban yang mereka dapatkan, untuk kelompok pemegang kartu jawaban diberikan soal rangsangan yang merupakan soal dari jawaban yang mereka dapatkan tanpa memberi tahu bahwa soal tersebut sama dengan soal yang diberikan pada kelompok pemegang kartu soal. Setelah diskusi selesai, mereka mencari pasangan-pasangan jawaban atau soal yang mereka pegang kemudian mendiskusikan dan mengemukakan alasannya. Pada tahap pencocokan kartu inilah, siswa mematangkan pemahaman konsep matematisnya. Dengan kegiatan yang menyerupai permaianan ini siswa dituntut agar cepat dalam berpikir, mengingat konsep-konsep yang telah didapatkan dari LKS, sehingga siswa dapat mencocokkan kartu soal dan jawaban yang mereka pegang. Kegiatan ini juga menghilangkan kejenuhan mereka setelah mengerjakan LKS. C. Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah Rata-rata nilai pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran tipe Make A Match lebih tinggi daripada rata-rata nilai pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.