Subjective Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Tuna Rungu

dokumen-dokumen yang mirip
Subjective Well-Being Pada Guru Sekolah Menengah. Dinda Arum Natasya Fakultas Psikologi Universitas Surabaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DAN SUBJECTIVE WELL- BEING PADA GURU SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

HUBUNGAN ANTARA RASA BERSYUKUR DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA PENDUDUK MISKIN DI DAERAH JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PENARI STUDIO SENI AMERTA LAKSITA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. menjadi orang tua dari anak-anak mereka. Orang tua merupakan individu yang

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA MASYARAKAT MISKIN DI BANTARAN SUNGAI BENGAWAN SOLO JEBRES SURAKARTA.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah combined

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. hendak diteliti dalam penelitian ini, yaitu mengenai gambaran psychological wellbeling

KONTRIBUSI KONTROL DIRI TERHADAP SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Anak yang Bekerja sebagai Buruh Nelayan di Desa Karangsong Indramayu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Desain Penelitian. penelitian antara dua kelompok penelitian.adapun yang dibandingkan adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. Kristen. Setiap gereja Kristen memiliki persyaratan tersendiri untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang dapat dicapai oleh individu. Psychological well-being adalah konsep keberfungsian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mendapatkan kesempurnaan yang diinginkan karena adanya keterbatasan fisik

SUBJECTIVE WELL-BEING (KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF) DAN KEPUASAN KERJA PADA STAF PENGAJAR (DOSEN) DI LINGKUNGAN FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO

INDEKS KEBAHAGIAAN SULAWESI SELATAN TAHUN 2017

SUBJECTIVE WELL BEING MAHASISWA YANG MENGGUNAKAN INTERNET SECARA BERLEBIHAN. Novrita Ade Putri

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan berbagi tugas seperti mencari nafkah, mengerjakan urusan rumah tangga,

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

INDEKS KEBAHAGIAAN PROVINSI PAPUA TAHUN 2017

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

KONTRIBUSI RELIGIUSITAS TERHADAP PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA MAHASISWA

LAPORAN PENELITIAN PERILAKU BERHUTANG DENGAN PERASAAN SENANG PADA MAHASISWA

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN SUBJECTIVE WELL- BEING SISWA SMA NEGERI 1 BELITANG NASKAH PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. Sekitar lima tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 30 Desember 2005,

Subjective Well-Being Pada Peserta Akselerasi. Aini Nadiva Fakultas Psikologi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

INDEKS KEBAHAGIAAN JAWA TENGAH TAHUN 2017

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini termasuk dalam penelitian komparatif. Menurut Sudjud

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Bebas : Terapi Kebermaknaan Hidup

INDEKS KEBAHAGIAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2017

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

Mewujudkan Kebahagiaan di Masa Lansia dengan Citra Diri Positif *

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keras untuk meraih kebahagiaaan (Elfida, 2008).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A Latar Belakang Mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan, salah

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. mereka kelak. Salah satu bentuk hubungan yang paling kuat tingkat. cinta, kasih sayang, dan saling menghormati (Kertamuda, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan

BAB III METODE PENELITIAN. dan validitas dan reliabilitas dan analisis data. 2. Variabel Bebas : Dukungan Sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well being (SWB) dan

BAB I PENDAHULUAN. dididik, dan dibesarkan sehingga seringkali anak memiliki arti penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pernikahan, kehadiran seorang anak pada umumnya sangat didambadambakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. dan kepuasan dalam hidup dikaitkan dengan subjective well being.

BERITA RESMI STATISTIK

NASKAH PUBLIKASI Gambaran Forgiveness Pada Orang Bercerai Di Kecamantan Kunir Kabupaten Lumajang

Prosiding Psikologi ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN. dan harga diri, peneliti melakukan pengujian hipotesis. Hipotesis diuji dengan menggunakan teknik analisis korelasi Regresi

2016 HUBUNGAN ANTARA WORK-FAMILY CONFLICT DENGAN KEPUASAN HIDUP PADA PERAWAT PEREMPUAN BAGIAN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM (RSU) A KOTA CIMAHI

INDEKS KEBAHAGIAAN MALUKU UTARA TAHUN 2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being.

METODE PENELITIAN. Sekolah di Kota Bogor SMAN 1. Kelas Bertaraf Internasional. 12 Laki-laki 24 Perempuan 12 Laki-laki 25 Perempuan

8. Sebutkan permasalahan apa saja yang biasa muncul dalam kehidupan perkawinan Anda?...

Prosiding SNaPP2015 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN

DAFTAR ISI Latar Belakang Masalah Identifikasi Masalah Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud Penelitian...

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Desain Penelitian. menekankan analisis pada data-data numerikal (angka) yang diolah

INDEKS KEBAHAGIAAN LAMPUNG TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

Lampiran 1. Data Penunjang dan Kuesioner Self Esteem dan Jealousy. Frekuensi bertemu dengan pasangan : Sering ( setiap hari )

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

INDEKS KEBAHAGIAAN SULAWESI UTARA TAHUN 2017

BAB V HASIL PENELITIAN

Transkripsi:

Subjective Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Tuna Rungu Citra Bunga Negeri Fakultas Psikologi Universitas Surabaya e-mail:citraascamon@yahoo.com INTISARI Abstrak: Penelitian ini dilakukan kepada ibu yang memiliki anak tuna rungu. Subjek penelitian berjumlah 80 orang. Pengambilan data dilakukan di SLB- B Karya Mulia Surabaya. Penelitian ini bersifat deskriptif dan menggunakan teknik pengambilan data quota sampling dan purposive sampling. Bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik subjective well being, memetakan karakteristik subjective well being, dan mengklasifikasikan subjective well being pada ibu yang memiliki anaktuna rungu. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis cluster. Hasil penelitian menunjukan terdapat tiga kelompok subjek yang disesuaikan dengan komponen dalam subjective well being. Ketiga kelompok tersebut adalah kelompok well being, kelompok affect, dan kelompok fluktuatif. Perbedaan subjective well being pada masing-masing kelompok dapat dilihat berdasarkan tiga komponen subjective well being, yaitu positive affect, negative affect, dan life satisfaction pada masing-masing kelompok. Perbedaan kelompok cluster didasarkan pada komponen subjective well being yang dominan pada kelompok tersebut. Kata Kunci: Subjective well being, Tuna Rungu, dan Ibu PENDAHULUAN Kebahagiaan adalah salah satu hal yang ingin dicapai dan menjadi tujuan hidup manusia (Bradburn, 1969). Kebahagiaan akan dirasakan oleh individu ketika apa yang dicita-citakan tercapai, sebaliknya akan merasakan kesedihan jika tidak tercapai. Individu mendapatkan kabahagiaan dari kejadian-kejadian yang dianggap menyenangkan (Gunaratama, 2002). Kebahagiaan yang sering dimaknai oleh individu, dalam psikologi dimaknai dengan istilah well being. Well being merupakan pertanda dari kebahagiaan yang tinggi dan level stress yang rendah secara keseluruhan (Vandenbos, 2007). Pandangan individu terhadap well being yang ada didalam dirinya disebut dengan subjective well being. Menurut Vandenbos (2007) Subjective well being adalah hasil evaluasi mengenai kualitas hidup 1

dengan mengakumulasikan dinamika emosi yang ada di dirinya. Hal ini bertujuan untuk menyadari seberapa baik sirkulasi kehidupan. Subjective well being memiliki tiga komponen utama yaitu pleasant affect, unpleasant affect, dan life satisfaction. life satisfaction adalah hasil dari evaluasi kognitif, sedangkan pleasant affect dan unpleasant affect adalah hasil dari evaluasi afektif (Diener et al., 1999). Subjective well being dapat dialami oleh siapa saja, tanpa terkecuali seorang ibu. Subjective well being pada ibu sangat dipengaruhi oleh keadaan keluarga (Kahneman, 2010). Semakin baik kondisi keluarga maka semakin baik pula well being yang dirasakan ibu. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan (Herbst, 2012) bahwa ibu yang telah menikah, memiliki tingkat subjective well being lebih tinggi daripada yang tidak menikah. Sebuah keluarga terasa tidak lengkap tanpa kehadiran anak. Anak adalah salah satu faktor penentu kebahagiaan keluarga (Herbst, 2012). Semua pasangan suami istri ingin anaknya lahir secara normal dan sempurna, namun terdapat beberapa keluarga yang memiliki anak berkebutuhan khusus, seperti tuna rungu. Tuna rungu merupakan istilah yang menggambarkan kekurangan dalam pendengaran dan menyebabkan ketidakmampuan dalam berbicara secara normal, sehingga butuh alat bantu pendengaran (Dudung & Sugiarto, 1999). Sedangkan menurut Andreas Dwijosumarto (dalam Somantri, 2006) tuna rungu merupakan keadaan dimana seseorang kurang mampu mendengarkan suara atau sama sekali tidak dapat mendengar suara, oleh karena itu tuna rungu dibagi menjadi dua yaitu tuli (deaf) dan kurang dalam pendengaran (hard of hearing). Ketidakmampuan anak dalam mendengar inilah yang menjadi permasalahan dan menimbulkan stres serta perasaan marah, kecewa, terkejut, dan khawatir pada orang tua terutama Ibu. Ketidakmampuan anak tuna rungu dalam mendengar menurut Dudung & Sugiarto (1999) dapat menyebabkan anak kurang berkembang dalam aspek perasaan, 2

jalan pikiran yang terlalu konkrit, dan sukar berfikir secara abstrak. Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian studi deskriptif mengenai subjective well being pada ibu yang memiliki tuna rungu. Keunikan dari penelitian ini adalah lebih menjelaskan mengenai gambaran subjective well being pada orang ibu yang memiliki anak tuna rungu METODE PENELITIAN Fokus dari penelitian ini adalah subjective well-being pada ibu yang memiliki anak tuna rungu. Subjective well-being sebuah evaluasi yang dilakukan individu terkait dengan kepuasan hidup yang dijalaninya serta pengelolaan emosi positif dan negatif di dalam dirinya. Subjective well-being terdiri dari tiga komponen yaitu life satisfaction, positive affect, dan negative affect. Subjek penelitian adalah ibu yang memiliki anak tuna rungu, tinggal bersama anak, dan bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian. Teknik pengambilan sample menggunakan teknik quota sampling dan purposive sampling. Teknik quota sampling adalah teknik yang menekankan pada terpenuhinya quota subjek. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sample berdasarkan kategori yang telah ditentukan. Peneliti akan mengambil data di sekolah tuna rungu yang terdapat di Surabaya. Agar dapat menggambarkan subjective well being pada Ibu maka peneliti akan mengambil minimal 70 sample. Angket yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu angket terbuka dan angket tertutup. Angket terbuka berguna untuk mengetahui identitas dan pandangan subjek mengenai keadaan diri saat ini. Angket ini berisi pertanyaan yang tersusun secara sistematis dan memberikan kebebasan bagi subjek untuk menjawab karena tidak terdapat penilaian didalamnya. Angket tertutup dalam penelitian ini terdiri dari pertanyaan dan pernyataan yang terkait dengan subjective well being. 3

Pernyataan yang diberikan disertai dengan pilihan jawaban agar memudahkan subjek untuk menjawab. Angket tertutup terdiri dari tiga bagian yang diadaptasi dari subjective well being (Diener, 2009). Hasil penelitian akan dianalisis menggunakan teknik analisis cluster menggunakan SPSS for windows 16th version. Sebelum dianalisis menggunakan teknik analisis cluster, peneliti menggunakan visual binning. Visual binning dilakukan untuk membuat kategori data dari angket tertutup. Kategori yang digunakan yaitu 1 (rendah), 2 (sedang), 3 (tinggi), yang selanjutnya akan dikelompokan menggunakan teknik analisis cluster. Angket penelitian yang sudah baku menyebabkan peneliti tidak perlu melakukan uji instrumentasi (validitas dan reliabilitas) dan uji asumsi (uji outlier, normalitas, homogenitas, atau linearitas) yang merupakan tahap dari statistik inferensial. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisis Cluster. Analisis Cluster (Santoso, 2002) merupakan teknik analisis yang mengelompokkan objek ke dalam kelompok sehingga objek dalam satu kelompok menjadi mirip dengan kelompoknya, namun berbeda dengan objek dalam kelompok yang lain. Prinsip dalam analisis cluster adalah memaksimalkan homogenitas dalam satu kelompok dan meminimalkan heterogenitas antar kelompok. Tujuan dari analisis cluster untuk mengelompokkan subjek sesuai dengan kesamaan karakteristiknya, sehingga dapat dilihat karakteristik dari kelompok-kelompok subjek penelitian. Jadi pada analisis cluster, objek yang memiliki banyak kesamaan akan dikelompokkan pada suatu kelompok berdasarkan suatu kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada penelitian ini, subjek penelitian dibagi menjadi 3 kelompok cluster yang dikelompokkan berdasarkan well being pada masing-masing kelompok, yaitu kelompok well being, kelompok affect, dan kelompokfluktuatif. Analisis data tidak dilakukan dari satu per satu subjek, melainkan analisis dilakukan dalam kelompok. 4

Profilling cluster dilakukan dengan menggunakan metode tabulasi silang atau crosstab. Tabulasi silang akan dilakukan dengan menggunakan data-data yang tidak termasuk dalam prosedur cluster untuk memprofilkan karakteristik masing-masing kelompok yaitu data-data yang diperoleh dari angket terbuka. Selain dilakukan pada angket terbuka, tabulasi silang juga dilakukan pada angket tertutup. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1 hasil final cluster Norma Kelompok Cluster Well being (N = 34) Affect (N=30) Fluktuatif (N=16) Positive affect 2.88 2.97 2.94 Negative affect 1.91 2.77 3.00 Life satisfaction 3.00 1.97 3.00 Terdapat tiga kelompok cluster yang dikelompokkan berdasarkan well being pada masingmasing kelompok, yaitu kelompok well being, affect, dan fluktuatif. Kelompok well being berjumlah 34 subjek. Subjek pada kelompok ini menunjukan positive affect yang tergolong tinggi, negative affect yang rendah, dan life satisfaction yang sangat tinggi. Kelompok Affect berjumlah 30 subjek. Subjek pada kelompok ini menunjukan positive affectyang tinggi, negative affcet yang tinggi, dan life satisfaction yang rendah. Kelompok Fluktuatif berjumlah 16 subjek. Subjek pada kelompok ini memiliki positive affect yang tinggi, negative affect yang sangat tinggi, dan life satisfaction yang sangat tinggi. 5

Tabel 2 Hasil Tabulasi Silang Identitas Setiap Kelompok Identitas Kelompok Cluster Well Being Affect Fluktuatif Persamaan: Usia 31-40 (47.1%) 31-40 (40.0%) 31-40 (56.2%) Pekerjaan IRT (67.6%) IRT (73.3%) IRT (62.5%) Jenis Kelamin Anak Laki-laki (61.8%) Laki-laki (70.2%) Laki-laki (62.5%) Saudara Anak 2-3 (67.6%) 2-3 (66.7%) 2-3 (87.6%) Status Menikah Menikah Menikah (85.3%) (83.3%) (75.0%) Perbedaan: Urutan Anak Anak pertama Anak pertama (47.1%) (50.0%) Jenjang Pendidikan Anak Usia Anak TK (29.4%) 5-7 & 14-16 tahun (29.4%) SMA (33.3%) 14-16 tahun (33.30%) Anak Pertama dan Kedua (43.8%) SMP (37.5%) 14-16 tahun (31.2%) Terdapat banyak persamaan identitas pada seluruh kelompok subjek penelitian. Sebagian besar subjek pada penelitian ini baik yang berada di kelompok well being, affect dan fluktuatif adalah ibu berusia 31-40 tahun yang merupakan ibu rumah tangga dan memiliki pasangan hidup. Selain itu subjek di penelitian ini kebanyakan memiliki anak laki-laki dengan jumlah saudara kandung 2-3 orang. Perbedaan pada masingmasing kelompok terlihat pada usia anak dan urutan anak subjek. Pada kelompok well being usia anak subjek adalah 5-7 tahun dan 14-16 tahun, pada affect usia anak subjek adalah 14-16 tahun, dan juga pada fluktuatif usia anak subjek adalah 14-16 tahun. Untuk urutan anak sebagian besar kelompok well being dan affect memiliki anak pertama yang mengalami tuna rungu, dan pada kelompok fluktuatif anak yang mengalami tuna rungu adalah anak pertama dan anak ke dua. 6

Tabel 3 Tabulasi Silang Orang yang Ikut Membantu Merawat Anak Tuna Rungu Orang yang Menolong Tidak ada 2 Suami 23 Orang Tua 15 Mertua 6 Om dan Tante 17 Guru 4 (4.9%) Anak 14 (17.3%) Kelompok Cluster Well Being Affect Fluktuatif 3 1 (2.5%) (5.2%) (3.0%) 19 10 (28.4%) (32.8%) (30.3%) 16 8 (18.5%) (27.6%) (24.2%) 3 2 (7.4%) (5.2%) (6.1%) 6 8 (21.5%) (10.3%) (24.2%) 2 0 (3.45) 9 (15.5%) (0%) 4 (12.1%) Suami adalah orang yang paling membantu subjek untuk merawat anak yang tuna rungu, hal ini disetujui oleh subjek pada kelompok well being (28.4%), affect (32.8%) dan fluktuatif (30.3%). Selain suami yang juga memberikan kontribusi merawat anak yang tuna rungu adalah orang tua, well being (18.5%), affect (27.6%), dan fluktuatif (24.2%). Berdasarkan tabel diatas juga dapat dilihat hanya sedikit subjek yang merasa tidak mendapatkan bantuan sama sekali dalam merawat anak, well being (2.5%), affect (5.2%), dan fluktuatif (3.0%). 7

Tabel 4 Tabulasi Silang Kesulitan Mengasuh Anak Tuna Rungu Kesulitan Kelompok Cluster Well Being Affect Fluktuatif Komunikasi 29 (72.5%) 24 (72.2%) 12 (70.6%) Ejekan Lingkungan 1 (2.5%) 1 (3%) 0 (0%) Sulit Memahami 10 8 4 Anak (25%) Tidak Ada 0 (0%) (24.2%) 0 (0%) (23.5%) 1 (5.9%) Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat bahwa hampir seluruh subjek dalam penelitian ini, pada kelompok well being (72.5%), affect (72.2%), dan fluktuatif (70.6%) mengaku mendapatkan kesulitan berkomunikasi dengan anak tuna rungu. Kesulitan dalam berkomunikasi menyebabkan perbedaan pemahaman antara orang tua dan anak, ini juga merupakan kesulitan yang dialami oleh subjek yang memiliki anak tuna rungu, kesulitan untuk memahami keinginan anak dialami oleh seluruh kelompok yaitu well being (25%), positive afffect (24.2%), dan fluktuatif (23.5%) 8

Tabel 5 Hasil Tabulasi Silang Domain Satisfaction dengan Setiap Kelompok Domain Satisfaction Kehidupan Anda Saat ini Pendidikan Anak Anda Pekerjaan yang Anda Miliki Penerimaan Lingkungan Masyarakat pada Anak Anda Relasi dengan Keluarga Kehidupan Sosial Anak Anda Kemandirian Anak Anda Kesehatan Anak Anda Kelompok Cluster Well Being Affect Fluktuatif Netral (55.9%) (36.7%) (56.2%) (55.9%) (63.3%) (50%) Netral (32.4%) (33.3%) (43.8%) Netral (44.1%) (33.3%) (50%) (61.8%) (33.3%) (50%) (50%) (26.7%) (56.2%) (47.1%) (40%) (56.2%) (50%) (56.7%) (62.5%) Berdasarkan tabel 5 menunjukan 8 domain satisfaction, sebagian besar subjek pada kelompok well being merasa puas terhadap kedelapan aspek kehidupan di dalam domain satisfaction. Kehidupan anda saat ini (55.9%), pendidikan anak (55.9%), pekerjaan yang dimiliki (32.4%), penerimaan lingkungan pada anak (44.1%), relasi dengan keluarga (61.8%), kehidupan sosial anak (50%), kemandirian anak (47.1%), dan kesehatan anak (50%). 9

Subjek pada kelompok affect merasa puas dengan 5 aspek domain satisfaction dan merasa netral dengan 3 aspek lainnya. Kelompok affect puas pada aspek pendidikan anak (63.3%), relasi dengan keluarga (33.3%), kehidupan sosial anak (26.7%), kemandirian anak (40%), dan kehidupan anak (56.7%). Kelompok affect merasa netral dengan aspek kehidupan saat ini (36.7%), pekerjaan yang dimiliki (33.3%), dan penerimaan lingkungan(33.3%). Sedangkan kelompok fluktuatif merasa puas pada kedelapan aspek domain satisfaction, terutama pada aspek kesehatan anak (62.5%). KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan teknik analisis cluster pada seluruh subjek penelitian, didapatkan tiga kelompok yang memiliki karakteristik yang sama disetiap kelompoknya. Ketiga kelompok tersebut telah diberi nama untuk membedakan satu kelompok dengan kelompok lainnya. Pemberian nama kelompok didasarkan pada komponen well being yang dominan pada masingmasing kelompok. Tiga komponen dalam subjective well being antara lain positive affect, negative affect, dan life satisfaction. Nama dari ketiga kelompok tersebut adalah kelompok well being, affect, dan fluktuatif. Kelompok well being. Subjek dalam kelompok ini tergolong pada kelompok life satisfaction karena komponen life satisfaction pada kelompok ini lebih tinggi dibandingkan komponen positive affect atau negative affect. Kelompok ini juga memiliki negative affect yang paling rendah jika dibandingkan dengan kelompok lainnya. Subjek pada kelompok life satisfaction berjumlah 34 dari keseluruhan 80 subjek. Kelompok affect. Subjek dalam kelompok ini tergolong kelompok positive affect karena lebih menggunakan prasaan atau emosi dalam memandang hidupnya. Hal ini terlihat dari nilai positif affect dan 10

negative affect yang tinggi. Sedangkan pada life satisfaction yang merupakan kepuasan hidup nilai kelompok ini rendah. Subjek pada kelompok positive affect berjumlah 30 dari keseluruhan 80 subjek. Kelompok fluktuatif. Kelompok ini termasuk dalam kelompok fluktuatif karena memiliki negative affect, positif affect dan life satisfaction yang tinggi dan tingginya hampir sama. Subjek pada kelompok ini berjumlah 16 dari total keseluruhan 80 subjek. Berdasarkan hasil tabulasi silang lebih banyak ditemukan kesamaan antara subjek pada kelompok life satisfaction, positive affect, dan negative affect daripada perbedaan. Kesamaan tersebut terletak pada usia subjek, pekerjaan, status pernikahan, jenis kelamin anak, dan saudara anak. Perbedaan terletak pada urutan anak, jenjang pendidikan anak, dan usia anak. Subjek pada penelitian ini merupakan ibu yang berada pada masa dewasa awal. Masa dewasa awal adalah fase penyesuaian dari dari masa remaja menuju dewasa (Hurlock, 1990). Karakteristik individu pada masa ini adalah mulai ingin mengatur hidupnya sendiri, produktif, merasa terasing, ingin komitmen, dan merasakan perubahan nilai (Hurlock, 1990). Pada masa ini individu merasa lebih mandiri dan bisa memilih apa yang diinginkannya serta bertanggung jawab pada pilihannya. Hal ini terkait dengan tugas perkembangan yang harus dijalankan individu dewasa awal. Menurut Hurlock (1990) salah satu tugas perkembangan dewasa awal adalah membina rumah tangga dan merawat anak. Mayoritas subjek sudah menikah dan membina rumah tangga. Selain itu merawat anak yang termasuk didalamnya mengurus anak, memberikan perhatian, mendidik, dan memenuhi kebutuhan emosi serta fisik. Kebutuhan anak tuna rungu yang khusus membuat ibu harus memberikan perhatian lebih pada anak. Hal ini yang menyebabkan mayoritas subjek penelitian memilih untuk berkonsentrasi penuh sebagai 11

ibu rumah tangga, sehingga bisa memberikan perhatian lebih pada anak. Hal ini sejalan dengan Gunadi (1991) yang mengatakan bahwa tugas seorang ibu yang utama adalah mengasuh dan memerhatikan semua anggota keluarga. Mengurus anak dengan kebutuhan khusus tentu berbeda dengan anak normal, stresor pada ibu yang memiliki anak tuna rungu lebih tinggi (Quittner et al., 2010). Hal ini disebabkan masalah komunikasi, kesulitan ibu memahami anak, dan adanya ejekan dari lingkungan. Faktor tersebut membuat subjective well being pada ibu yang memiliki anak tuna rungu lebih rendah dari pada ibu yang memiliki anak nornal (Qiuitter, 2010). Kelompok well being merasa puas dengan hidupnya, kelompok affect memiliki emosi positive yang tinggi, dan kelompok fluktuatif merasa tinggi pada ketiga aspek subjective well being. Menurut Kahneman (2010) subjective well being pada ibu sangat dipengaruhi oleh keluarga. Individu yang sudah menikah memiliki well being yang lebih tinggi dibanding yang belum menikah. Hal ini disebabkan keluarga dan suami merupakan sumber dukungan sosial terbesar yang dapat memberikan efek positif (Rodin & Solovey., sitat dalam Smet, 1994). Subjek pada seluruh kelompok, mayoritas berada pada status menikah dan tidak mengurus anaknya sendirian. Mayoritas subjek mendapatkan bantuan dan dukungan sosial dari keluarga, yaitu suami dan orang tua. Menurut Rodin & Salovey (sitat dalam Smet, 1994) keluarga dan perkawinan merupakan sumber dukungan sosial terbesar bagi individu. Perhatian dan dukungan oleh orang lain dapat meningkatkan subjective well being (Diener et al., 1999). Selain itu menurut Compton (2005) salah satu faktor pembentuk subjective well being adalah relasi positif. Hal ini terkait dua aspek yaitu dukungan sosial yang terkait self esteem, coping stress, dan kesehatan, serta keintiman sosial yang terkait kedekatan dengan keluarga dan teman. 12

Dukungan sosial lain yang didapatkan oleh subjek berasal dari sekolah anak khusus tuna rungu dan guru yang mengajar anak, walaupun hal ini tidak dirasakan oleh subjek penelitian. Subjek mendapatkan dukungan sosial dari ibu lain yang juga memiliki anak tuna rungu. Dukungan sosial berupa informasi, nasihat, dan masukan untuk menjaga dan merawat anak tuna rungu dapat meningkatkan emosi positif orang yang menerimanya. Meningkatnya emosi positive dapat juga meningkatkan subjective well being individu (Diener, 1991). Komunikasi merupakan masalah primer yang dihadapi oleh ibu yang memiliki anak tuna rungu. Hal ini sejalan dengan Sastrawinata (1996) yang mengatakan ketidakmampuan anak mendengar menyebabkan kesulitan berkomunikasi. Hal ini menimbulkan masalah lain yaitu ketidakmampuan anak untuk memahami maksud orang lain. Menurut Diener et al (1999) komunikasi dan hubungan yang baik dengan orang yang dicintai dapat meningkatkan well being pada individu. Subjek menggunakan bahasa isyarat untuk berkomunikasi dengan anak, namun subjek pada kelompok well being, affect, dan fluktuatif tidak bisa berbahasa isyarat. Sehingga dapat dikatakan komunikasi bukanlah faktor pembeda utama pada subjective well being ketiga kelompok. Perbedaan rentan usia dan jenjang pendidikan antara subjek pada kelompok well being, affect, dan fluktuatif. Pada kelompok well being anak masih pada jenjang pendidikan TK sehingga masih mudah dalam pengaturan (Hurlock, 1990). Kemudahan pengaturan anak membuat relasi antara ibu dan anak pada kelompok well being dapat berjalan baik. Relasi yang berjalan baik antara ibu dan anak membuat subjective well being pada kelompok ini meningkat. Pada kelompok affect dan fluktuatif, mayoritas anak tuna rungu pada kelompok ini berada pada masa remaja. Hurlock (1990) mengatakan pada masa remaja individu mulai 13

ingin mencoba hal baru, emosi yang meledak-ledak, dan munculnya sikap memberontak. Sikap dan perilaku anak yang mulai ingin mandiri dan memberontak ini menjadi stresor dan tantangan tersendiri pada ibu yang memiliki anak remaja. Pada masa ini ibu harus menjalin relasi yang baik dengan anak. Subjek kelompok affect dan fluktuatif kurang dapat menggunakan bahasa isyarat, sehingga relasi antara ibu dan anak tidak terlalu baik. Kesimpulan Dalam penelitian ini terdapat 3 kelompok yang dikelompokkan berdasarkan subjective well being, yaitu well being, affect, dan fluktuatif. Pemberian nama pada masing-masing kelompok berdasarkan aspek yang paling dominan pada kelompok tersebut. Berdasarkan hasil angket terbuka tidak ada perbedaan yang menonjol antara kelompok well being, affect, dan fluktuatif. Perbedaan hanya terlihat pada usia anak, jenjang pendidikan anak, dan urutan anak. Berdasarkan hasil domain satisfaction subjek pada kelompok well being dan fluktuatif merasa puas dengan seluruh domain kehidupan saat ini, sedangkan kelompok affect merasa puas pada lima domain dan netral pada tiga domain aspek kehidupan saat ini. Hal yang membuat subjek merasa puas karena adanya social support dari keluarga, ahli terkait tuna rungu, dan dukungan dari lingkungan tempat tinggal. Subjective well being pada subjek sangat dipengaruhi oleh usia perkembangan anak dan dukungan sosial yang didapat. Saran bagi orang tua: 1. Orang tua diharapkan lebih meluangkan waktu dan secara aktif belajar menggunakan bahasa isyarat, sehingga 14

kesenjangan komunikasi antara ibu dan anak tidak terlalu luas. 2. Ibu, suami, dan saudara diharapkan lebih berperan aktif dalam mencari informasi mengenai anak tuna rungu kepada ahli agar dapat berelasi lebih baik dengan anak. 3. Ibu membiasakan anak menggunakan alat bantu dengar, sehingga anak dapat mendengar walau dengan frekuensi yang kecil. Saran bagi penelitian selanjutnya 1. Peneliti berharap agar penelitian selanjutnya, bisa lebih mengembangkan pertanyaan mengenai ibu yang memiliki anak tuna rungu berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhi subjective well being. seperti pendapatan, kaparahan dari ketidak mampuan anak mendengar, dan kemampuan berbahasa. 2. Melakukan penelitian mengenai perbedaan subjective well being pada ibu yang diberi pelatihan komunikasi secara periodik dan ibu yang tidak mendapatkan pelatihan. 3. Penelitian selanjutnya melakukan penelitian terkait ibu yang memiliki anak tuna rungu berdasarkan tahap jenjang pendidikan. PUSTAKA ACUAN Bradburn, N. M. (1969). The Structure of Psychological well being. Chicago: Aldine. Compton, W. C. (2005). An introduction to positive psychology. USA: Thomson Wadsworth. Diener, E., Lucas, R., & Smith. H. (1999). Subejective well-being: Three decades of progress. Psychological Bulletin, Vol. 125, No. 2 Gunaratama, B. (2002). Delapan langkah meditasi menuju kedewasaan. Batam: Lucky Publiser. Herbst, C. (2012). Welfare reform and the subjective well being 15

of single mother. Journal Popular Econ. Hurlock, E. B. (1990). Psikologi Perkembangan. Ahli bahasa: Istiwidayanti dan Soejarwo, Jakarta: Penerbit Erlangga. Kahneman D, Krueger A. (2006) Developments in the measurement of subjective wellbeing. J Econ Perspect 20(1):3 24 Quittner, A. L., Barker, D. H., et al. (2010). Parenting Stress Among Parents of Deaf Children and Hearing Children: Association with Language Delay and Behavior Problems. Sastrawinata, E. (1996). Pendidikan anak-anak tuna rungu. Jakarta: Mendikbud. Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Grasindo. Somantri, Sutjihati. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta: Refika aditama. VandenBos, G (2007). American Psychology association dictionary of psychology. USA: APA Sastrawinata, E. (1996). Pendidikan anak-anak tuna rungu. Jakarta: Mendikbud. 16