BAB V FORMULASI MODEL KOMPUTER

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV Persamaan Matematika IV.1 Model Perkiraan Limpasan Permukaan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 1. Peta DAS penelitian

PREDIKSI KANDUNGAN NITRAT PADA WADUK CISANTI DENGAN MENYERTAKAN LIMPASAN PERMUKAAN SEBAGAI SUMBER

Bab V Hasil dan Pembahasan

BAB III Metodologi Penelitian

Surface Runoff Flow Kuliah -3

Karakteristik Fisika dan Kimia Tanah. Coklat kehitaman. Specific gravity Bobot isi 0.91

Pengelolaan Kualitas Air

Modul 3 ANALISA HIDROLOGI UNTUK PERENCANAAN SALURAN DRAINASE

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

VIII MODEL KONSEPTUAL HUBUNGAN ANTARA PROSES LIMPASAN DENGAN KETERSEDIAAN AIR DAN PENCUCIAN UNSUR HARA

V DINAMIKA ALIRAN BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KERAGAMAN SPASIAL DAN TEMPORAL HIDROKIMIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB VI ANALISIS DEBIT BANJIR RENCANA DAN DIMENSI SALURAN DRAINASE

Manfaat Penelitian. Ruang Lingkup Penelitian

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Universitas Gadjah Mada

TEKNOLOGI KONSERVASI AIR TANAH DENGAN SUMUR RESAPAN

PERTEMUAN 10 LIMPASAN

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Materi Uji

DAFTAR ISI. BAB III TEORI DASAR Lereng repository.unisba.ac.id. Halaman

PENYEBARAN LINDI DARI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR PASIRIMPUN PADA LAPISAN TANAH TIDAK TERTEKAN. Disusun oleh :

BIOFISIK DAS. LIMPASAN PERMUKAAN dan SUNGAI

JURNAL TUGAS AKHIR STUDI EKSPERIMENTAL DEBIT ALIRAN AIR TANAH PADA KONDISI AKUIFER BEBAS DAN AKUIFER TERTEKAN

1 BAB VI ANALISIS HIDROLIKA

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. batuan, bahan rombakan, tanah, atau campuran material tersebut yang bergerak ke

PEMODELAN PEREMBESAN AIR DALAM TANAH

Bab 4. AIR TANAH. Foto : Kurniatun Hairiah

BAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada

Misal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det

BAB I PENDAHULUAN. dengan aliran sungai mempunyai masalah dengan adanya air tanah. Air tanah

Kuliah : Rekayasa Hidrologi II TA : Genap 2015/2016 Dosen : 1. Novrianti.,MT. Novrianti.,MT_Rekayasa Hidrologi II 1

BAB II LANDASAN TEORI

Bab V Analisa dan Diskusi

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Umum

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

UJI LABORATORIUM RESAPAN BERPORI SEBAGAI PENANGGULANGAN BANJIR DAERAH GENANGAN KOTA MAKASSAR

Lampiran 1 Parameterisasi untuk siklus nutrien umum yang disimulasikan dalam simulasi CAEDYM di Teluk Lampung

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*)

Hasil dan Analisis. Simulasi Banjir Akibat Dam Break

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

Persamaan Chezy. Pada aliran turbulen gaya gesek sebanding dengan kuadrat kecepatan. Persamaan Chezy, dengan C dikenal sebagai C Chezy

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

DAERAH ALIRAN SUNGAI

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7)

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Penentuan Titik Sampling 3.3 Teknik Pengumpulan Data Pengambilan Contoh Air

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lampiran 1. Peta Jenis Tanah Lokasi Penelitian

Simulasi Model Transpor Fosfor pada Aliran Sungai Menggunakan Persamaan Diferensial Orde Satu

INFILTRASI. Infiltrasi adalah.

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB VII PENELUSURAN BANJIR (FLOOD ROUTING)

BAB I PENDAHULUAN. memonitor kualitas perairan (Leitão, 2012), melalui pemahaman terhadap siklus

PERENCANAAN EMBUNG MEMANJANG DESA NGAWU KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA. Oleh : USFI ULA KALWA NPM :

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

PENGARUH AERASI DAN PENCAHAYAAN ALAMI TERHADAP KEMAMPUAN HIGH RATE ALGAE REACTOR (HRAR) DALAM PENURUNAN NITROGEN DAN FOSFAT PADA LIMBAH PERKOTAAN

STUDI KINERJA BOEZEM MOROKREMBANGAN PADA PENURUNAN KANDUNGAN NITROGEN ORGANIK DAN PHOSPAT TOTAL PADA MUSIM KEMARAU.

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lingkungan Masjid Al-Wasi i Universitas Lampung

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR

BAB V ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu :

BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI

Bab III Metodologi Analisis Kajian

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN

BAB III LANDASAN TEORI

METODE SAMPLING & PENGAWETAN SAMPEL

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN

BAB III ANALISA TRANSIEN TEKANAN UJI SUMUR INJEKSI

PARAMETER KUALITAS AIR

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air. Salah satu faktor terpenting

PENDAHULUAN. rumah tangga dapat mempengaruhi kualitas air karena dapat menghasilkan. Rawa adalah sebutan untuk semua daerah yang tergenang air, yang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMBAHASAN UMUM. Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

ASSALAMU'ALAIKUM WR. WB.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

AZAS TEKNIK KIMIA (NERACA ENERGI) PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI Rumusan Masalah

BAB IV METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

Transkripsi:

BAB V FORMULASI MODEL KOMPUTER 5. Model Limpasan Permukaan Konsep runoff secara ideal telah ditransformasikan untuk segmen yang kecil berdasarkan prinsip kesetimbangan air (water balance). Model ini mengkombinasikan karakteristik fisik daerah tangkapan hujan dan data curah hujan untuk menghasilkan debit aliran air. Karakteristik fisik dari daerah tangkapan hujan meliputi konduktivitas hidrolik, porositas tanah, gradien permukaan, dan data curah hujan yang utamanya terdiri dari data curah hujan tercatat pada interval waktu tertentu. Formula matematik yang telah dikembangkan ini didasarkan pada asumsi bahwa kecepatan limpasan permukaan adalah konstan selama terjadi hujan, dan untuk menyederhanakan persamaannya, gradien hidrolik dari muka air sementara pada lapisan permeabel diasumsikan sama dengan kemiringan permukaan. Sebagai tambahan, waktu perlambatan atau lag time antara pusat curah hujan dan limpasan yang terjadi, merupakan konsekuensi dari waktu mengalirnya aliran ke suatu titik hidrograf hasil perhitungan dan waktu dimulainya aliran permukaan. Keakuratan suatu prediksi aliran, karakteristik fisik daerah tangkapan hujan seperti k, s, A, i dan t harus dipertimbangkan. Sehingga: Q = f(k, s, A, i, t) (5.) k = konduktivitas hidrolik mendekati jenuh, [L]/[T]. s = kemiringan permukaan, [L]/[L]. A = luas permukaan segmen, [L ]. i = intesitas curah hujan, [L]/[T]. t = waktu, [T]. V -

evaporasi yang tertahan di daun dan pohon sisa di lapisan permukaan infiltrasi Vb curah hujan Vi Vr aliran sungai aliran permukaan Vo Gambar 5. Skema transformasi hujan. Sumber: Sudjono (995) 5.. Kesetimbangan Air dalam Segmen Segmen adalah suatu bagian dari tanah dengan lebar, b, dan panjang, l. Pada segmen, sebagian air hujan akan terinfiltrasi dan mengisi pori-pori tanah, kemudian setelah segmen tersebut jenuh, sisa air hujan dengan segera akan mengalir di atas permukaan. Dalam segmen, prinsip kesetimbangan air diimplementasikan seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut. a Vrw permukaan as Voi Vo dd a Vri Vr dw a a Vbi Vbo a a l Gambar 5. Properti segmen dari model. Sumber: Sudjono (995) b potongan V rw + V bi + V oi + V ri = V v + V bo + V r + V o (5.) V rw = volume curah hujan pada segmen, [L 3 ]. V -

V bi = volume aliran bawah permukaan yang masuk ke segmen, [L 3 ]. V bo = volume aliran bawah permukaan yang keluar dari segmen, [L 3 ]. V v = volume curah hujan yang tertahan dalam segmen, [L 3 ]. V oi = volume aliran limpasan yang datang, [L 3 ]. V o = volume aliran limpasan yang dihasilkan segmen, [L 3 ]. V ri = volume aliran balik yang datang, [L 3 ]. V r = volume aliran balik yang keluar dari segmen, [L 3 ]. 5... Volume Curah Hujan Pada Segmen, V rw. Apabila daerah tangkapan tidak jenuh sebelum hujan terjadi, pada permulaan hujan, sebagian air hujan akan mengisi pori-pori tanah pada daerah tangkapan dan sisa air hujan tertinggal pada dedaunan dan pepohonan. Jadi banyaknya air hujan yang mencapai permukaan tanah akan dikurangi dengan koefisien Cd. V rw = i(t) A t C d (5.3) A = luas permukaan segmen, [L ]. i = intensitas curah hujan, [L]/[T]. t = beda waktu untuk perhitungan, [T]. C d = koefisien kehilangan hujan. 5... Volume Aliran Bawah Permukaan, V b. Berdasar hukum Darcy, dan asumsikan bahwa gradien hidrolik dari muka air sementara pada lapisan permeabel adalah sama dengan kemiringan permukaan, maka aliran bawah permukaan: V b = q b t = k a s t (5.4) q b = debit aliran bawah permukaan, [L 3 ]/[T]. k = konduktivitas hidrolik lapisan tanah, [L]/[T]. a = luas potongan melintang dari segmen, [L ]. V - 3

s = kemiringna permukaan, [L]/[T]. Luas potongan melintang segmen, a: a = b d w (5.5) d w = kedalaman lapisan jenuh, [L]. b = lebar segmen, [L]. Lebar dari segmen, b: b = v f t (5.6) v f = kecepatan air dalam aliran, [L]/[T]. Subtitusikan (5.5) dan (5.6) ke dalam (5.4), V b = k s( v f d w ) t. (5.7) 5...3 Volume Aliran Limpasan, V o. Volume aliran limpasan, V o : V o = q o t. (5.8) q o = overland flow, [L 3 ]/[T]. 5...4 Kapasitas Pori-pori Segmen, V v. Volume curah hujan yang tertahan dalam segmen tergantung pada kedalaman lapisan tanah kering. V - 4

V v = A d d p (5.9) p = porositas tanah dalam segmen. d d = kedalaman lapisan tanh kering, [L]. A = luas permukaan semen, [L ]. Luas permukaan segmen, A: A = b l (5.0) Panjang segmen, l: l = v l t. (5.) Kemudian dengan mensubtitusikan persamaan (5.6) dan (5.) ke dalam (5.0), luas segmen menjadi: A = v f v l t (5.) v l = kecepatan limpasan permukaan, [L]/[T]. Dengan mengatur sedemikian rupa, persamaan (5.) menjadi: V v = V rw + V bi + V oi + V ri - V bo - V r - V o (5.3) Dalam perhitungan, tinggi curah hujan yang dibutuhkan untuk memenuhi pori-pori tanah dalam segmen akan tercapai ketika segmen dalam kondisi tidak jenuh, sehingga: V o = 0, V - 5

V r = 0, V bo = 0, V ri = 0. Karena itu persamaan (5.3) di atas menjadi: V v = V rw + { V ri - V bo }. (5.4) Persamaan (5.3) dan (5.4) disubtitusikan ke dalam persamaan (5.4) V v = {i(t) A t C d } + {(k j - k j-i ) a s t } (5.5) 5...5 Volume Aliran Balik, V r. Aliran balik didefinisikan sebagai naiknya atau munculnya aliran dari bawah permukaan lahan. Mekanisme dari timbulnya aliran balik adalah londuktivitas hidrolik tanah pada segmen di hilir lebih rendah daripada segmen atasnya, dan segmen hilir tersebut jenuh. Maka: V r = a s t {k j - k j-i }. (5.6) Dimana V r = volume aliran balik ditambah atau dikurangi aliran limpasan karena adanya perbedaan konduktivitas tiap segmen. Jika, a. k j- < k j, bagian dari aliran bawah permukaan dari segmen hulu akan merembes, dan menjadi aliran limpasan di segmen hilir, V r > 0. b. k j- > k j, bagian dari aliran limpasan pada segmen hulu menginfiltrasi ke segmen hilir, dan menjadi aliran bawah permukaan, V r < 0. c. k j = k j-i, tidak akan ada transformasi dari aliran bawah permukaan ke aliran limpasan begitu juga sebaliknya, V r = 0. 5.. Implementasi Model pada Daerah Tangkapan Air 5... Karakteristik Daerah Tangkapan Air V - 6

Daerah tangkapan air tersusun dari beberapa segmen. Untuk membuat ukuran yang akurat untuk tiap segmen maka batasan area tangkapan, kemiringan permukaan, tipe lapisan permukaan, dan kecepatan aliran sungai harus diteliti dengan tepat. Implementasi dari model matematika untuk seluruh area tangkapan akan dijelaskan selanjutnya. 5... Aliran Bawah Permukaan Konduktivitas hidraulik, k, diteliti dari lapangan atau pengukuran laboratorium, dan tidak seragam nilainya baik secara vertikal maupun horizontal untuk seluruh area tangkapan. Pada lapisan yang lebih dalam, konduktivitas hidraulik biasanya lebih kecil dari lapisan di atasnya. Konduktivitas hidraulik biasanya diukur setiap 0 cm sampai pada suatu kedalaman dimana konduktivitas hidrauliknya sangat kecil, yang menunjukkan bahwa lapisan impermeabel telah tercapai. Untuk mengatur variasi konduktivitas hidraulik dengan kedalaman, hubungan nilai konduktivitas hidraulik dengan kedalaman bisa dikembangkan dengan membandingkan konduktivitas hidraulik lapisan paling atas dengan lapisan-lapisan di bawahnya. Proporsi nilai-nilai yang dihasilkan dari perhitungan menggambarkan proporsi nilai rata-rata bagi seluruh area (suatu area tangkapan hanya memiliki satu set proporsi nilai). Misalnya pada suatu area tangkapan, konduktivitas hidraulik diukur setiap 0 cm. Kedalaman total lapisan yang mengakomodasi aliran bawah permukaan adalah 30 cm (di bawah 30 cm, k sangat kecil). Konduktivitas hidraulik 0 cm pertama adalah p - k, p =, Konduktivitas hidraulik 0 cm kedua adalah p - k, dan Konduktivitas hidraulik 0 cm ketiga adalah p 3 - k Catatan : k adalah konduktivitas hidraulik dari lapisan paling atas p i adalah rasio konduktivitas hidraulik dari lapisan i terhadap lapisan paling atas. Berdasar hukum Darcy, dengan coba-coba, kedalaman segmen basah bisa dihitung. Karena konduktivitas hidraulik tidak uniform dengan beda kedalaman tiap lapisan, aliran bawah permukaan harus dihitung untuk tiap lapisan. Persamaan (5.7) menjadi: V bi k pi s dwi vfk t (5.7) V - 7

Perhitungan aliran bawah permukaan akan dimulai dari lapisan paling bawah, kemudian perhitungan selanjutnya dilakukan untuk? d w ke atas. Aliran bawah permukaan pada sungai adalah total aliran yang dihasilkan dari semua lapisan dari tiap segmen yang menghadap sungai. Aliran bawah permukaan dari suatu segmen adalah: V bk V bk k s v fk t pi d wi (5.8) Di mana : V bk = volume aliran bawah permukaan dari baris k [L 3 ] Volume aliran bawah permukaan dari setiap baris diperlihatkan pada persamaan (5.8) memberi kontribusi pada aliran sungai sebagai Vs. Karena lebar dari baris adalah? t. v fk, kontribusi dari aliran bawah permukaan dari satu baris tertunda selama waktu? t setelah bawah permukaan dari baris di hilir. Untuk mengkalkulasi area yang jenuh dalam suatu periode tanpa curah hujan atau untuk memutuskan batasan dari zona jenuh dari suatu aliran sungai sebelum terjadi badai, perlu dipertimbangkan beberapa langkah :. Kalkulasi total aliran bawah permukaan. Distribusikan total aliran balik ke segmen Jika? V stream >? V b, maka? V stream =? V r +? V b 5. Model itrat 5.. Persamaan untuk itrogen dan Algae Model kualitas air ini disusun dengan nitrat nitrogen sebagai nutrien pembatas. Pada fenomena siklus nitrogen, gradien konsentrasi lokal (dc/dt) untuk masing-masing senyawa nitrogen diwakili oleh persamaan-persamaan di bawah ini (Brown & Barnwell dalam Chapra, 997). Untuk senyawa nitrogen organik, berlaku persamaan : t 4 A 3 4 4 4 (5.9) Akumulasi Respirasi Hidrolisis Penyerapan V - 8

Di mana : 4 = konsentrasi nitrogen organik, mg/l 3 = konstanta hidrolis nitrogen organik menjadi ammonia, hari - = fraksi nitrogen dalam biomassa algae. mg /mg A = tingkat respirasi algae, hari - A = konsentrasi biomassa algae, mg A/l 4 = koefisien pengendapan nitrogen organik, hari - Untuk nitrogen ammonia ( H 3 ), berlaku persamaan : t 3 4 H 3 F A (5.0) Akumulasi Hidrolisis itrifikasi Sedimen Pertumbuhan F P ( P ( P) 3) (5.) Di mana : 3 = konsentrasi ammonia, mg/l = konsentrasi nitrat, mg/l = konstanta oksidasi biologi ammonia, hari - 3 = koefisien pengaruh bentos terhadap ammonia, mg / ft - hari d F = kedalaman aliran rata-rata, ft = fraksi algae dalam kumpulan ammonia = tingkat pertumbuhan algae, hari - P = fakta preferensi untuk ammonia (0,0) Untuk nitrogen nitrit ( O ), berlaku persamaan : t (5.) Akumulasi itrifikasi itrifikasi Di mana : = konsentrasi nitrit, mg/l = konstanta oksidasi biologi nitrit, hari - V - 9

Untuk nitrogen nitrat ( O 3 ), berlaku persamaan : t 3 Akumulasi itrifikasi ( F) A (5.3) Pertumbuhan Dari keempat persamaan untuk senyawa nitrogen di atas, terlihat bahwa untuk mengetahui konsentrasi senyawa-senyawa nitrogen harus juga diketahui konsentrasi algae dalam lapisan tanah tersebut, dengan melakukan suatu simulasi algae. Pada simulasi algae ini, gradien konsentrasi lokal (dc/dt) untuk algae diwakili oleh persamaan di bawah ini (Brown dan Barnwell, 987 dalam Chapra, 997). A t A A H A (5.4) Di mana : t = waktu, hari = konsentrasi pengendapan algae, ft/hari Sedangkan harga ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut (De Groot, 983) : maks ( FL)( F)( FP) (5.5) Di mana : maks = konstanta pertumbuhan algae maksimum (hari - ) F L F F L = faktor pembatas pertumbuhan algae oleh cahaya = faktor pembatas pertumbuhan algae oleh nitrogen = faktor pembatas pertumbuhan algae oleh fosfor V - 0

Sedangkan untuk menentukan harga F L digunakan persamaan berikut (Smith, 936) : I al, i I tot I K al, i L e I K d al, i L I K al, i I K L al, i L e d / (5.6) Untuk menghitung nilai-nilai I ag,i dan digunakan persamaan berikut : I al, i I tot cos i (5.7) Dengan i = 0 0A 0A / 3 (5.8) Di mana : K L = intensitas cahaya pada saat = 70% dari maks, Btu/ft jam = jumlah jam terang dalam hari, jam d = kedalaman sungai, ft I ag,i = intensitas cahaya yang dibutuhkan untuk mengaktifkan proses fotosintesis, Btu/ft jam = koefisien pemadaman cahaya total 0 = koefisien pemadaman cahaya yang tidak berhubungan dengan algae, ft - = koefisien pemadaman cahaya secara linier yang tidak diakibatkan oleh algae, ft - ( g Chla/L) - = koefisien pemadaman cahaya secara non linier yang diakibatkan oleh algae, ft - ( g Chla/L) - = 0,065 ft - ( g Chla/L) - (Bowie dll, 985) = 0,054 ft - ( g Chla/L) - 0 = perbandingan klorofil A dengan algae, g Chla/mg A V -

= 50 g Chla/mg A (Brown & Barnwell, 987) A = konsentrasi biomassa algae, mg/l Sedangkan untuk menentukan harga F dan F P digunakan persamaan : F e e K (5.9) e 3 (5.30) F p P P K p (5.3) Di mana : K P K P = konstanta ½ jenuh untuk nitrogen, mg/l = konsentrasi fosfor terlarut, mg/l = konstanta ½ jenuh untuk fosfor, mg/l Dari persamaan-persamaan untuk senyawa-senyawa nitrogen dan algae di atas dapat dilihat bahwa untuk simulasi siklus nitrogen dibutuhkan nilai-nilai konstanta kimia dan biologi tertentu. Dari literatur didapatkan bahwa nilai konstanta-konstanta tersebut bervariasi tiap segmen, namun nilainya berbeda dalam interval sebagaimana dapat dilihat pada Tabel V-. Tabel V-. ilai konstanta kimia dan biologi untuk simulasi siklus nitrogen. Variabel Simbol Interval Satuan Konstanta oksidasi biologi ammonia 0, -,0 hari - Konstanta oksidasi biologi nitrit 0,,0 hari - Konstanta hidrolisis nitrogen organik menjadi ammonia 3 0,0 0,4 hari - Fraksi nitrogen dalam biomassa algae 0,07 0,09 mg / mg A Konstanta pengaruh bentos terhadap ammonia 3 Bervariasi mg /ft - hari Konstanta pengendapan nitrogen organik 4 0,00,0 hari - V -

Variabel Simbol Interval Satuan Konstanta respirasi algae 0,05 0,5 hari - Konstanta pertumbuhan algae maksimum maks,0 3,0 hari - Konstanta ½ jenuh untuk nitrogen K 0,0 0,3 mg/l Konstanta ½ jenuh untuk fosfor K P 0,00 0,05 mg/l Perbandingan klorofil A dengan algae 0 0 00 g Chla/ mg A Konstanta pengendapan algae 0,5 0,6 ft/hari Simulasi algae yang dilakukan ialah berupa simulasi Chlorofil A, yang kemudian dikalikan dengan faktor konversi 0. Konsentrasi klorofil ini ditentukan dengan menggunakan persamaan Rast & Lee (Thomann dan Mueller, 987). log0 Chla 0,76 log0 P 0,59 (5.3) Di mana : Chla = jumlah klorofil, g chl P = jumlah fosfor, mg P/l 5..3 Konstanta Reaksi itrogen, Fosfat, dan Algae Senyawa-senyawa nitrogen dan fosfat digolongkan secara khusus karena bersifat sebagai nutrien bagi tumbuh-tumbuhan. Konstanta reaksi senyawa-senyawa ini nilainya bervariasi, namun pada studi tugas akhir ini nilai konstanta tersebut diasumsikan seragam pada setiap segmen. Pada penerapan model kualitas air, konstanta-konstanta reaksi tersebut akan diubah-ubah nilainya dengan batasan interval pada Tabel V-, sehingga model dapat memberikan hasil simulasi yang paling mendekati kondisi nyata di lapangan, dengan penekanan kalibrasi pada konstanta,, 4, dan 4 yang merupakan koefisien-koefisien yang paling berpengaruh dalam simulasi siklus nitrogen. ilai-nilai koefisien reaksi untuk nitrogen dan fosfat yang digunakan pada penelitian ini didapatkan secara trial and error, sebagai berikut : Konstanta oksidasi biologi ammonia ( ) = 0,5 hari - Konstanta oksidasi biologi nitrit ( ) = 0,35 hari - Konstanta hidrolisis nitrogen organik menjadi H 3 ( 3 ) = 0, hari - Fraksi nitrogen dalam biomassa algae ( ) = 0,08 mg-/ mg-a V - 3

Konstanta pengaruh bentos terhadap ammonia ( 3 ) = 0 mg-/ ft - hari Konstanta pengendapan nitrogen organik ( 4 ) = 0,00 hari - Konstanta respirasi algae ( ) = 0, hari - Konstanta pertumbuhan algae maksimum ( maks ) =,5 hari - Konstanta ½ jenuh untuk nitrogen (K ) = 0,5 mg/l Konstanta ½ jenuh untuk fosfor (K P ) = 0,0 mg/l ilai koefisien reaksi untuk algae tidak bervariasi untuk tiap segmen. Pada penelitian ini ditetapkan : Perbandingan klorofil-a terhadap biomassa algae ( 0 ) = 0 g Chla/mg A Koefisien pengendapan algae = 0,5 /hari Interaksi antara algae, nitrogen, fosfor, dan cahaya diwakili oleh nilai-nilai berikut: Fraksi nitrogen dalam biomassa algae ( ) = 0,085 mg / mg A Koefisien respirasi algae ( ) = 0,0/hari Koefisien pertumbuhan algae maksimum ( maks ) =,8/hari Koefisien nitrogen ½ jenuh (K ) = 0, mg/l Koefisien fosfor ½ jenuh (K P ) = 0,035 mg/l Jumlah jam terang dalam hari () = jam Intensitas total sinar matahari dalam hari (I ag,i ) = 400 Btu/ft jam Faktor preferensi algae untuk H 3 (P ) = 5..3 Persamaan itrat pada Waduk Untuk menghitung konsentrasi nitrat pada waduk Cisanti digunakan persamaan model kotak tunggal. Model kotak tunggal merupakan model sederhana berorde satu untuk memprediksikan konsentrasi konstituen dalam waduk yang diasumsikan tercampur sempurna. Dalam penerapan model kotak tunggal untuk Waduk Cisanti, digunakan asumsi-asumsi, diantaranya: Waduk Cisanti adalah completely mixing Debit masuk sama dengan debit keluar sehingga volume air waduk konstan Aliran dalam waduk adalah steady state Harga K konstan V - 4

Model kotak tunggal dinyatakan dalam persamaan kesetimbangan massa sebagai: dvc dt Q in C in Q out C KVC (5.33) K adalah koefisien penguraian orde satu. Pada persamaan di atas ditetapkan parameter konstan yaitu debit Q dan koefisien K. Apabila volume waduk juga dianggap konstan (dv/dt=0) maka: dvc dt dc V dt dv C dt dc V dt (5.34) sehingga persamaan (5.33) menjadi: dc dt ( Q C V in in) ) ( QoutC V KC (5.35) Pada volume konstan maka Qin = Qout = Q, bila: Q V kw (5.36) maka: dc dt kwc in kwc KC (5.37) Pada kondisi steady state dimana dc/dt = 0, maka persamaan (5.37) menjadi: C kwcin kw K (5.38) V - 5

C = konsentrasi konstituen dalam waduk (mg/l), Cin = konsentrasi konstituen di titik inlet (mg/l), Kw = perbandingan debit dengan volume (s - ), K = koefisien penguraian orde satu (s - ). V - 6