BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pondok pesantren pertama kali di Jawa tepatnya di desa Gapura, Gresik

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. melestarikan dan mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. lembaga sekolah, non formal yakni keluarga dan informal seperti halnya pondok

BAB I PENDAHULUAN. tempat untuk belajar dan mengajarkan ilmu agama Islam. Pesantren dalam

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas Islam, khususnya di Indonesia sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan agama khususnya Pendidikan agama Islam sangat dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Lia Nurul Azizah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan masyarakat muslim di Indonesia. 1. pesantren; dalam hal ini kyai dibantu para ustadz yang mengajar kitab-kitab

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi dalam suatu dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai satu atau. lebih, sehingga terjadi interaksi antar individu.

2014 PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL-ISLAMIYYAH DESA MANDALAMUKTI KECAMATAN CIKALONGWETAN KABUPATEN BANDUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan Kyai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap

BAB I PENDAHULUAN. terbentuk pulalah masyarakat muslim. Dengan terbentuknya masyarakat muslim

BAB I PENDAHULUAN. harus berhadapan langsung dengan zaman modern. dilepas dari kehidupan manusia. Islam juga mewajibkan kepada manusia

BAB IV PENUTUP. (tradisional) adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah keterbatasan dari teori awal adalah ambiguitas tentang proses pengaruh. Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam dunia pesantren ada beberapa hal yang menjadi kendala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan antara satu

BAB I PENDAHULUAN. dituangkan dalam bentuk pendidikan sekolah dan luar sekolah.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada Bab III ini dijelaskan pendekatan dan metode penelitian, subjek dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

Tabel 13 : Rekapitulasi angket indikator variabel y pengalaman religiusitas santri BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang lain. Mereka terikat oleh norma-norma yang berlaku di dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. tradisional tertua di Indonesia. Pesantren adalah lembaga yang bisa dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan sebuah hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 34, disebutkan pada ayat 1 bahwa Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan jangka panjang Indonesia mempunyai sasaran utama. terciptanya landasan yang kuat dari bangsa Indonesia untuk tumbuh dan

BAB V PEMBAHASAN. A. Upaya Pimpinan Madrasah dalam Penerapan Disiplin. Melihat data yang disajikan, tampak bahwa kepemimpinan kepala MTsN

2015 PERKEMBANGAN PENDIDIKAN PESANTREN CIPARI DESA SUKARASA KECAMATAN PANGATIKAN KABUPATEN GARUT TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini di masyarakat Indonesia terdapat kelompok-kelompok

BAB I PENDAHULUAN. untuk melaksanakan proses belajar mengajar yang diarahkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap dunia pendidikan dan pembentukan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI SEKOLAH BERBASIS PESANTREN DI SMP DARUL MA ARIF BANYUPUTIH KABUPATEN BATANG

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Quran menjelaskan bahwa manusia itu makhluk yang mempunyai dua fungsi yang

BAB I PENDAHULUAN. akhlak, pendidikan dan sebagainya. Lembaga pondok pesantren memiliki

BAB I PENDAHULUAN. didik ke arah kedewasaan, kemandirian dan bertanggung jawab. Untuk. hal itu terjadi walaupun memakan waktu lama.

I PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep

BAB I PENDAHULUAN. tertua sekaligus merupakan ciri khas yang mewakili Islam tradisional

BAB IV USAHA-USAHA KH. MASRUR QUSYAIRI DALAM MENGEMBANGKAN PONDOK PESANTREN HIDAYATUL UMMAH PRINGGOBOYO MADURAN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. Pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam untuk memahami,

A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kepemimpinan Perempuan Pembawa Perubahan di Desa Boto Tahun ,

BAB I PENDAHULUAN. penggerak pendidikan Islam berlomba lomba memberikan kualitas dan kuantitas

MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. Pondok pesantren adalah suatu wadah pendidikan keagamaan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas secara rinci mengenai metode penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pusat pengajian untuk menghafal dan mengkaji Al-Qur an atau pusat

BAB IV ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Guru merupakan pihak yang bersinggungan langsung dengan

lah sebagaimana ditinjau dengan berbagai konsep di atas dan juga agar mempe

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. satu-satunya lembaga pendidikan keagamaan Islam yang paling tua. 1 Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Abd A la dalam bukunya pembaruan pesantren menyebutkan. bahwa:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari kondisi sosial kultural masyarakat. Pendidikan memiliki tugas

BAB I PENDAHULUAN. Kenyataan menujukan bahwa kebudayan Indonesia telah tumbuh dan. generasi sebelumnya bahkan generasi yang akan datang.

BAB V PEMBASAHAN. paparkan di bab I,IV, dan VI, di Tehap selanjutnya adalah pembahasan. Pembahasan

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

POLA KEPEMIMPINAN K. H. M. THOHIR ABDULLAH, A.H DALAM UPAYA PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN RAUDLOTUL QUR AN DI MANGKANG SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. atau tidaknya suatu negara di pengaruhi oleh faktor pendidikan. Begitu. sulit dibayangkan bagaimana dapat mencapai kemajuan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses Islamisasi kehidupan masyarakat. Pada proses perjalanan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini penulis akan memaparkan tentang metodologi penelitian yang dilakukan

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Gambaran Umum Pondok Pesantren TPI Al Hidayah Plumbon Limpung

BAB I PENDAHULUAN. Metode pembelajaran ialah setiap upaya sistematik yang dipergunakan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring bertambahnya manusia dan tuntutan hidup dalam bermasyarakat,

2. BAB II TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi tahun 1980an telah berdampak pada tumbuhnya

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV PENUTUP. kurikulum Pendidikan Agama Islam berbasis Pesantren di Sekolah Dasar Al- Ahmadi Surabaya peneliti dapat menyimpulkan :

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas, bertanggung jawab, dan bermanfaat bagi kehidupannya. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi yang sangat berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu sarana penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. akronim yang menggabungkan dua nama nabi dan satu sifat Allah Subhanahu

BAB V PENUTUP. di lapangan mengenai rekonstruksi kurikulum Ponpes Salafiyah di Ponpes

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

PENDAHULUAN. Sejak zaman penjajahan Belanda dan Jepang, pondok pesantren merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dikenal di Indonesia. Keberadaan pesantren sebagai wadah untuk. diperkirakan masuk sejalan dengan gelombang pertama dari proses

BAB III METODE PENELITIAN. Oleh karena itu sesuai dengan judul diatas, penulis menggunakan metode

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam kemajuan bangsa, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamika perubahan sosial budaya masyarakat. mengembangkan dan menitikberatkan kepada kemampuan pengetahuan,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indra Jaya, 2014 Kesenian Janeng Pada Acara Khitanan Di Wonoharjo Kabupaten Pangandaran

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih optimal, berdaya guna,

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak orang tua.

PESANTREN DAN PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : M. Shodiq *)

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. sempurna yang bertaqwa pada Allah SWT. Serta untuk mencapai kehidupan

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

III. METODE PENELITIAN. masalah penelitian. Menurut Hadari Nawawi metode pada dasarnya berarti cara

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pondok pesantren pertama kali di Jawa tepatnya di desa Gapura, Gresik didirikan oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim pada abad XV Masehi, yang berasal dari Gujarat, India. Pesantren mempunyai fungsi penting sebagai pusat pendidikan dan penyiaran agama Islam. Maulana Malik Ibrahim mendidik sejumlah santri yang ditampung dan tinggal bersama dalam rumahnya di Gresik (M. Saridjo, 1980:25). Pada masa permulaan pertumbuhan pondok pesantren hanyalah berfungsi sebagai alat islamisasi, yang sekaligus berfungsi memadukan tiga unsur pendidikan yaitu (1) ibadah untuk menanamkan iman, (2) tabligh untuk menyebarkan ilmu dan amal, dan (3) untuk mewujudkan kegiatan kemasyarakatan dalam kehidupan sehari-hari (M. Shodiq, 2011). Tokoh yang dianggap berhasil mendidik ulama dan mengembangkan pondok pesntren adalah Sunan Ampel yang mendirikan pesantren di Kembang Kuning, Surabaya dan pada waktu pertama kali didirikan hanya memiliki 3 santri yaitu Wiryo Suroyo, Abu Hurairah, dan Kyai Bangkuning. Selanjutnya Sunan Ampel mendirikan pondok pesantren di Ampel Denta, Surabaya yang kemudian dikenal sebagai Sunan Ampel, misinya menyiarkan Agama Islam mencapai sukses, dan pesantrennya semakin lama semakin berpengaruh dan menjadi terkenal di seluruh Jawa Timur pada waktu itu (A. Sunyoto 1990: 53). Pesantren mengembangkan beberapa peran, utamanya sebagai suatu lembaga pendidikan. Jika ada lembaga pendidikan Islam sekaligus juga 1

2 memainkan peran sebagai lembaga bimbingan keagamaan, keilmuan, penelitian, pengembangan masyarakat, dan sekaligus sebagai simpul budaya,maka itulah pondok pesantren. Biasanya peran- peran itu tidak langsung terbentuk, melainkan melewati tahap demi tahap. Setelah sukses sebagai lembaga pendidikan pesantren bisa pula menjadi lembaga keilmuan, kepelatihan, dan pemberdayaan masyarakat. Keberhasilan membangun Integrasi dengan masyrakat barulah member mandate sebagai lembaga bimbingan keagamaan dan simpul budaya (M.Dian Nafi,dkk, 2007:11). Ada 3 alasan kenapa pesantren harus menyediakan asrama bagi para santri : (1) kemashuran seorang kyai dan kedalaman pengetahuan tentang islam menarik santri-santri dari jauh. Untuk dapat menggali ilmu dari Kyai tersebut secara teratur dan dalam waktu yang lama, para santri itu harus meningalkan kampung halamannya dan menetap di dekat kediaman Kyai. (2) Hampir semua pesantren di desa-desa dimana tidak tersedia perumahan (akomodasi) yang cukup untuk dapat menampung santri, dengan demikian perlulah adanya suatu asrama khusu bagi para santri. (3) Ada sikap timbal balik antara Kyai dan murid, dimana para santri mengnggap Kyai sebagai bapaknya sendiri, sedangkan kyai menganggap para santri sebagai titipan Tuhan yang harus senantiasa dilindungi (Dhofier, 1994: 46-47). Dalam perkembangnnya Pondok Pesantren Al-Huda memberikan kontribusi kepada masyarakat sekitar dengan mengadakan dakwah atau pengajian dilakukan setiap satu minggu sekali. Dakwah tersebut menjelaskan tentang materi-materi tentang hukum-hukum islam dan menjelaskan tentang

3 penafsiran Al-Qur an. Hal itu bertujuan untuk mensiarkan agama Islam di lingkungan sekitar Pondok Pesantren Al-Huda. Selain itu dalam bidang pendidikan Pondok Pesantren Al-Huda juga melakukan pembelajaran Al-Qur an untuk masyarakat sekitar setiap sore hari kecuali hari jum at. Hal itu bertujuan untuk memberikan pelajaran Al-Qur an sejak dini. Sehingga anak-anak di sekitar Pondok Pesantren Al-Huda bisa membaca Al-Qur an sesuai dengan hukum yang benar dan tepat. Pondok Pesantren Al-Huda juga mempunyai banyak prestasi salah satunya yaitu lomba MTQ tingkat kedu dan lain-lain. Pondok pesantren juga harus mengembangkan sistem pendidikan untuk mencetak generari bangsa yang berakhlak mulia tidak terkecuali dengan Pondok Pesantren Al-Huda yang terletak di Jetis Kutosari Kebumen. Pondok pesantren Al-Huda Jetis yang merupakan pondok pesantren yang terletak di Kota kebumen. Sebelum diberi nama Pondok Pesantren Al-Huda pondok pesantren ini lebih dikenal dengan Pondok Pesantren Jetis. Berdasarkan permasalahan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Perkembangan Pondok Pesantren Al-Huda Jetis Kutosari Kebumen 2006-2016. Hal tersebut dikarenakan pada awal tahun 2006 di Pondok Pesantren Al-Huda mengalami perkembangan yang cukup banyak dalam bidang sarana prasarana dan santri. Selain itu diawal tahun 2006 juga awal didirikannya pendidikan formal di Pondok pesantren Al-Huda.

4 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka dapat kita rumuskan pernyataan penelitian sebgai berikut : 1. Bagaimana sejarah berdirinya Pondok Pesantren Al-Huda Jetis Kutosari Kebumen? 2. Bagaimana sistem pendidikan yang dikembangkan di Pondok Pesantren Al-Huda Jetis Kutosari Kebumen dari tahun 2006-2016? 3. Bagaimana sistem management yang dikembangkan di Pondok Pesantren Al-Huda Jetis Kutosari Kebumen dari tahun 2006-2016? C. Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian dalam proposal skripsi ini adalah untuk mendapatkan pengetahuan baru mengenai perkembangan pondok pesantren Al- Huda Jetis Kebumen sehingga masih dapat eksis sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam pada umumnya. Adapun tujuan penelitian ini secara khusus untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam rumusan masalah 1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya pondok pesantren Al-Huda Jetis Kebumen. 2. Untuk mengetahui perkembangan pesantren khususnya dalam pendidikan dari tahun 2006-2016. 3. Untuk mengetahui sistem management yang dikembangkan di Pondok Pesantren Al-Huda Jetis Kebumen dari tahun 2006-2016.

5 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis a. Penelitian ini dapat menambah khazanah penelitian dinamika sejarah Islam, terutama berkaitan dengan pondok pesantren dan dinamika masyarakat Islam. b. Penelitian ini dapat menambah referensi dalam penelitian sistem pendidikan Pondok Pesantren 2. Manfaat Praktis a. Bagi Pengasuh Pondok Pesantren Memberikan sumbangan pemikiran yang membangun terhadap pengasuh pondok pesantren Al-Huda Jetis Kebumen b. Bagi Santri Penelitian ini diharapkan dapat memberikan semangat untuk santri dalam proses pembelajaran di pondok pesantren Al-Huda Jetis Kebumen c. Bagi Masyarakat Dapat memperbesar kepercayaan masyarakat terhadap kualitas pendidikan di Pondok Pesantren Al-Huda Jetis Kebumen E. Tinjauan Pustaka 1. Arti Pesantren Menurut asal katanya pesantren berasal dari kata santri yang mendapat imbuhan awalan pe dan akhiran an yang menunjukan tempat, maka artinya adalah tempat para santri. Terkadang pula pesantren dianggap sebagai gabungan dari kata santri (manusia baik) dengan suku

6 kata tra (suka menolong) sehungga kata pesantren dapat diartikan tempat pendidikan manusia baik-baik (Zarkasy, 1998: 106). Pesantren sendiri menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri. Sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana yang terbuat dari bambu. Disamping itu kata pondok mungkin juga berasal dari bahasa arab Funduq yang berarti hotel atau asrama (Dhofier, 1983: 18). Sisten pendidikan di pesantren ada 2 yaitu sorogan dan bandongan atau disebut juga wetonan: (1) sistem pengajaran sorogan, sistem ini diberikan dalam pengajian kepada murid-murid yang telsh menguasai pembacaan Al-Qur an. Sistem sorogan dalam pengajian ini merupakan bagian yang paling sulit dari keseluruhan sistem pendidikan islam tradisional, sebab sistem ini menuntut kesabaran, kerajinan, kataatan, dan disiplin pribadi dari murid. Kebanyakan murid-murid pengajian di perdesaan gagal dalam pendidikan dasar ini. Disamping itu banyak banyak antara mereka yang tidak menyadari bahwa mereka seharusnya mematangkan diri pada tingkat sorogan ini sebelum dapat mengikuti pendidikan selanjutnya di pesantren, sebab pada dasarnya hanya murid-murid yang menguasai sistem sorogan sajalah yang dapat memetik keuntungan dari sistem badongan pesantren; (2) Sistem pengajaran bandongan atau wetonan, dalam sistem ini sekelompok murid (antara 5 sampai 500) mendengarkan seorang guru yang membaca, menerjemahkan, menerangkan dan sering kali mengulas buku-buku Islam dalam bahasa Arab. Setiap murid memperhatikan bukunya sendiri dan

7 membuat catatan-catatan (baik arti maupun keterangan) tentang kata-kata atau buah pikiran yang sulit. Kelompok kelas dari sistem badongan ini disebut halaqah yang artinya bahasanya lingkaran murid, atau sekelompok siswa yang belajar dibawah bimbingan seorang guru (Zamakhsyari Dhofier, 1994: 28-29). 2. Penelitian yang relevan Siti Halimah (skripsi, 2016) dengan judul Perkembangan Pondok pesantren Al-Fatah Banjarnegara tahun 1990-2015 menjelaskan tentang latar belakang pendirian pondok pesantren yang terdiri dari latar belakang historis, latar belakang motivasi, latar belakang sosial ekonomi, perkembangan pondok pesantren Al-Fatah mulai menonjol pada tahun 1990 sampai dengan sekarang yaitu mulai dari kepemimpinan KH. Hasyim Hasan- KH. Muhamad Najib. Perkembangan itu dimulai ditandai dengan pengembangan gedung aula, pembangunan asrama putri, dan pertambahan jumlah santri. Sedangkan pada masa KH. Najib perkembangan dari segi fisik tidak terlalu berbeda dengan periode sebelumnnya tetapi periode ini pendidikan pesantren mulai ditambah untuk lebih mengembangkan kemampuan santri. Iyan Harbu Wianda (2013) dengan judul Pesantren dan pembangunan Pendidikan Studi Pembentukan karakter santri di Pondok Pesantren Al-Fattah Banjarnegara menyimpulkan bahwa dakwah dalam Pondok Pesantren Al-Fatah dilakukan dengan cara mengajarkan para santri

8 tentang kitab kuning, belajar mengaji serta bermain, sehingga para santri akan bertambah wawasan agama serta mampu membaca Al-Qur an. Winda Mustafani (Skripsi) dengan judul Perkembangan Pondok Pesantren Darul Mujahadah Desa Prupuk Utara Kecamatan Margasari Kabupaten Tegal Tahun 2000-2015 menjelaskan tentang perkembangan pondok pesantren yang tergolong tipe pondok pesantren yang melaksanakan pendidikan formal dan non formal. Pendidikan formal dikelola langsung oleh madrasah tujuannya memperdalam ilmu agama dan ilmu umum. Sedangkan non formal dikelola dilingkungan pondok pesantren bersama dengan pengurus yayasan termasuk uztad/uztadzah staf TU untuk membentuk watak dan menciptakan geberasi muslim yang konsweken terhadap ilmu yang telah diperoleh dalam pendidikan. Dari penelitian relevan di atas dari masing-masing penelitian membahas tentang perkembangan Pondok Pesantren Al-Falah Banjarnegara dan Pondok Pesantren Darul Mujahadah yang ada di Desa Prupuk Tegal. Dalam penelitian sebelumnya selain membahas perkembangan Pondok Pesantren, penelitian juga membahas tentang pelaksanaan pembelajaran yang ada di Pondok Pesantren tersebut. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnnya yaitu tempat penelitian yang berbeda dan dalam penelitian Pondok Pesantren Al-Huda tidak hanya membahas tentang perkembangan dan pelaksaan pembelajaran di Pondok Pesantren, akan tetapi pada penelitian ini penulis juga membahas

9 tentang sistem management yang ada di Pondok Pesantren Al-Huda Kebumen. Sehingga penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. F. Landasan Teori dan Pendekatan 1. Landasan Teori a) Teori organisasi Teori yang membahas tentang masalah perkembangan Pondok Pesantren yaitu teori organisasi. Teori organisasi menyatakan bahwa organisasi adalah suatu kelompok orang yang bekerja sama untuk tujuan bersama. Tujuan Organisasai, setiap manusia memiliki kepentingan dan tujuan berbeda-beda, hal tersebut menjadi sebab adanya tujuan organisasi, dengan menyatukan kepentingan dan tujuan yang sama. Tujuan organisasi berpengaruh dalam mengembangkan organisasi baik dalam perekrutan anggota, dan pencapaian apa yang ingin dilakukan dalan berjalannya organisasi tersebut. Tujuan-Tujuan organisasi antara lain: (1) Mengatasi terbatasnya kemampuan, kemandirian dan sumberdaya yang dimilikinya dalam mencapai tujuan, (2) Sebagai tempat mencapai tujuan dengan selektif dan efesien karena melakukan bersama-sama, (3) Tempat mencari keuntungan bersama-sama, dan (4) Sebagai tempat pengeloaan dalam lingkungan bersama-sama. Secara garis besar organisasi dapat di bedakan menjadi dua bentuk yaitu organisasi formal dan informal. Organisasi formal secara khusus

10 menggambarkan hubungan formal ini dengan struktur organisasi dan gambaran posisinya. Rencana atau struktur organisasi menghubungkan posisi bersama melalui jaringan kewenangan bertindak dan hubungan pertanggungjawaban. Struktur itu juga menggambarkan arus-arus komunikasi yang formal. Ruang lingkup dan tema-tema yang lazim pada struktur ini menggambarkan pola organisasi yang formal. Sedangkan organisasi informal dapat dipandang sebagai organisasi bayangan. Dalam pengentiannya, hal itu dapat dilihat sebagai suatu bayangan dari organisasi formal. Organisasi informal terdiri dari hubungan yang tidak resmi atau tidak sah yang dapat dielakkan diantara para individu dan berbagai kelompok dalam organisasi formal. Setiap organisasi formal akan mempunyai organisasi yang informal dalam keanggotannya (Herbert, 1975: 94). b) Tipologi pesantren Menurut Mas ud dkk, ada beberapa tipologi atau model pesantren yaitu : (1) Pesantren mempetahankan kemurnian identitas aslinya sebagai tempat menalami ilmu-ilmu agama bagi para santrinya. Semua materi yang diajarkan di pesantren ini sepenuhnya bersifat keagamaan yang bersumber dari kitab-kitab berbahasa arab (Kitab kuning) yang tertulis oleh para ulama abad pertengahan. Pesantren model ini masih banyak kita jumpai hingga sekarang, seperti pesantren Lirboyo di Kediri Jawa timur, beberapa pesantren

11 di daerah Sarang Kabupaten Rembang, Jawa tengah, dan lain-lain, (2) Pesantren yang memasuki materi-materi umum dalam pengajarannya, namun dengan kurikulum yang disusun sendiri menurut kebutuhan dan tidak mengikuti kurikulum yang diterapkan pemerintah secara nasional sehingga ijazah yang dikeluarkan tidak mendapatkan pengakuan dari pemerintah sebagai ijazah formal, (3) Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan umum didalamnya, baik bentuk madrasah (sekolah umum yang berciri khas Islam dalam naungan Departemen Agama) maupun sekolah umum (sekolah umum dibawah Departemen Pendidikan Nasional) dalam berbagai jenjangnya, bahkan ada yang sampai perguruan tinggi yang tidak hanya meliputi fakultas-fakultas keagamaan melainkan juga fakultas-fakultas umum. Pesantren Tebu Ireng di Jombang Jawa Timur contohnya, (4) Pesantren yang merupakan asrama pelajar dimana para satrinya belajar di sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi diluarnya. Pendidikan agama dipesantren model ini diberikan diluar jam-jam sekolah sehingga bisa diikuti oleh semua santrinya. Diperkirakan pesantren model inilah yang banyak jumlanya. Santri adalah pengertian yang dipakai dalam lingkungan orang-orang pesantren, menurut tradisi pesantren terdapat 2 kelompok santri : (1) Santri mukimin yaitu murid-murid yang bersal dari daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok pesantren. Santri mukim

12 yang paling lama tinggal di pesantren tersebut biasanya merupakan satu kelompok tersendiri yang memegang tanggung jawab mengurusi kepentingan pesantren sehari-hari, mereka juga memikul tanggung jawab mengajar santri-santri muda tentang kitab-kitab dasar dan menengah, (2) santri kalong yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa disekelilingi pesantren, yang biasanya tidak menetap dalam pesantren. Untuk mengikuti pelajaran pesantren, mereka bolak bail dari rumahnya sendiri (Zamakhsyari Dhofier, 1994: 51-52). Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan pesantren yang begitu pesat maka pesantren diklafikasikan menjadi 3 macam yaitu: (1) pesantren Tradisional (Salafiyah) yaitu pesantren yang masih tetap mempertahankan bentuk aslinya dengan semata-mata mengajarkan kitab-kitab yang ditulis oleh ulama abad ke 15 M dengan menggunakan bahasa Arab. Pola pengajarannya dengan menggunakan sistem halaqah, artinya diskusi untuk memahami isi kitab bukan untuk mempertanyakan kemungkinan benar salahnya yang diajarkan oleh kitab, tetapi untuk memahami apa maksud yang diajarkan oleh kitab. Santri yakin bahwa kyai tidak akan mengajarkan hal-hal yang salah, dan mereka yakin bahwa isi kitab yang dipelajari benar (Mastuhu, 1994;61); (2) Pesantren modern (Khalafiyah) yaitu pondok pesantren yang berusaha mengintegrasikan secara penuh sistem klasikal dan sekolah kedalam pondok pesantren. Pengajian kitab-kitab klasikal tidak lagi menonjol, bahkan ada yang hanya sekedar perlengkapan, tetapi berubah menjadi

13 mata pelajaran atau bidang studi. Perkembangan ini sangat menarik untuk diamati sebab hal ini akan mempengaruhi keseluruhan sistem tradisi pesantren., baik sistem kemasyarakatan, agama, dan pandangan hidup. Homogenetif kultural dan keagamaan akan semakin menurun dengan keanekaragaman dan kompleksitas perkembangan Indonesia modern. Namun demikian hal yang lebih menarik lagi ialah keliatannya para kyai telah siap menghadapi perkembangan zaman (Zamakhsari Dhofier, 1994: 42); (3) Pondok pesantren komprehensif yaitu pondok pesantren yang menggabungkan sistem pendidikan dan pengajaran antara yang tradisional dan yang modern. Artinya didalmnya diterapkan pendidikan dan pengajaran kitab kuning dengan metode sorogan, badongan, dan wetonan, namun secara reguler sistem persekolahan terus dikembangkan. Lebih jauh daripada itu pendidikan masyarakatpun menjadi garapannya, kebesaran pesantren dengan akal terwujud bersamaan dengan meningkatnya kapasitas pengelolaan pesantren dan jangkauan program dimasyarakat. Karakter pesantren yang demikian inilah yang dapat dipakai untuk memenuhi watak pesantren sebagai lembaga pemberdayaan masyarakat (M. Dian Nafi, dkk, 2007:17). Pondok Pesantren Al-Huda Jetis Kutosari Kebumen termasuk Pondok Pesantren Khalafiah, karena di Pondok Pesantren Al-Huda sisitem pembelajrannya selain kitab kuning di Pondok Pesantren Al- Huda juga terdapat sekolah formalnya. Hal tersebut yang menarik perhatian masyarakat, karena tidak hanya ilmu agama yang diperoleh,

14 akan tetapi ilmu umumnya juga diperoleh di Pondok Pesantren Al- Huda Jetis Kutosari Kebumen. c) Teori Kepemimpinan Kemudian ditinjau dari segi kepemimpinannya menurut Max Weber (dalam Wiryoputro, 2008: 96), ada tiga tipe organisasi : 1) Organisasi Birokratik, yaitu organisasi yang didasarkan pada hubungan kedinasan atau birokrasi dengan pejabat-pejabat yang ditunjuk bukan dari hasil pemilihan. 2) Organisasi Karismatik, adalah organisasi yang didalamnya terdapat satu pemimpin saja dan setiap orang yang ada didalam orgabisasi itu setia serta taat pada pemimpinnya itu. 3) Organisasi tradisional, adalah organisasi yang pemimpinnya diwariskan dari saru generasi yang lain menurut garis keturunan dari pemimpin organisasi itu. Dari kesimpulan diatas penulis menyimpulkan teori yang digunakan untuk melandasi penelitian Pondok Pesantren ini dengan teori organisasi. Dimana teori organisasi merupakan suatu kerjasama yang terjalin antara dua orang atau lebih. Dan dalam organisasi tersebut terdapat unsur-unsur yang mendukung tentang organisasi seperti organisasi merupakan sistem adanya pola dan aktivitas, adanya sekelompok orang. Ditinjau dari segi kepemimpinanya tipe organiasi yang ada di Pondok Al-Huda yaitu gabungan dari organisasi karismatik dan tradisional, hal tersebut bisa dilihat dari segi

15 kepemimpinannya yang pertama dari segi karismatik yaitu seseorang yang berpengaruh dalam perkembangan Pondok Pesantren Al-Huda dan mempunyai nilai yang positif dalam perkembangan Pondok Pesantrem tersebut. Kedua yaitu dari segi tradisional yaitu mewariskan kepemimpinannya kepada anak cucunya, seperti K. H Abdurahman mewariskan kepemimpinan Pondok Pesantren Al-Huda kepada anaknya yaitu Husain. Hal tersebut juga berlaku sampai sekarang, sehingga penlis menyimpulkan bahwa dilihat dari segi kepemimpinanya Pondok Pesantren Al-Huda menggunakan gabungan dari organisasi karismatik dan organisasi tradisional. Dari segi kepemimpinan yang ada di Pondok Pesantren Al- Huda Jetis Kutosari Kebumen yaitu menggunakan gabungan dari organisasi karismatik dan tradisional. Penulis menyimpulkan kepemimpinan di Pondok Pesatren seperti diatas karena di Pondok Pesantren Al-Huda memiliki pengasuh yang sangat berkarismatik atau dapat diartikan sebagai kemampuan menggunakan keistimewaan atau kelebihan sifat kepribadian dalam mempengaruhi pemikiran, perasaan dan tingkat laku orang lain, sehingga dalam suasana batin mengagumi dan mengagungkan pemimpin yang bersedia berbuat sesuatu yang dikehendaki oleh pemimpin. Pemimpin Pondok Pesantren Al-Huda dipandang istimewa karena sifat-sifat kepribadiaanya yang mengagumkan dan berwibawa. Sehingga bisa menimbulkan karakterkarakter yang positif.

16 Dampak dari sebuah kepemimpinan yang karismatik adalah akan menimbulkan meyakini pemimpin tersebut adalah benar, menerima pemimpin tersebut tanpa mempertanyakan lagi, tunduk terhadap pemimpin tersebut dengan senang hati, dan merasa sayang terhadap pemimpin tersebut. Selain organisasi karismatik di Pondok Pesantren Al-Huda juga di memiliki segi kepemimpinan yang tradisional, dapat kita lihat di Pondok Pesantren Al-Huda masih melekat gaya kepemimpinan yang tradisional. Dimana kepemimpinan kyai adalah posisi yang sangat menentukan kebijaksanaan di semua segi kehidupan pesantren, sehingga kyai merupakan sesuatu yang harus ada dalam Pondok Pesantren. Dalam proses pergantian pemimpin atau pengasuh pondok, di Pondok Pesantren Al-Huda masih erat dengan segi kepemimpinan tradisonal. Dapat kita lihat kepemimpinan yang ada di Pondok Pesantren yaitu masih turun temurun atau diwariskan, hanya saja tidak semua keturunan bisa menjadi pemimpin, hanya keturunan yang meiliki karismatik dan melmiliki pengalaman dalam hal kepemimpinan di Pondok Pesantren Al-Huda. Dalam kepemimpinan di Pondok Pesantren Al-Huda pengasuh pertama yaitu K.H Abdurahman selanjutnya diwariskan oleh anak pertamanya yaitu Husain, setelah itu diwariskan ke anak kedua Abdurahmah yaitu Hasbullah, dan selanjutnya digantikan oleh K.H Machfud sampai sekarang. Itulah yang dinamakan segi kepemimpinan tradisioal.

17 2. Pendekatan Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan : a. Sosiologi Sosiologi adalah ilmu kemasyarakat atau ilmu kemasyarakatan yang mempelajari manusia sebagai anggota golongan atau masyarakat (tidak lepas sebagai individu yang terlepas dari golongan atau masyarakat), dengan ikatan-ikatan adat, kebiasaan, kepercayaan, atau agama tingkah laku serta keseniannya atau yang disebut kebudayaan yang meliputi segala segi kehidupan (Hassan Shadily, 1993: 02). Pendekatan tersebut akan memberikan gambaran tentang kegiatan di Pondok Pesantren Al- Huda Jetis Kutosari Kebumen. b. Antropologi Antropologi merupakan ilmu yang membahas dan mempelajari makhluk hidup manusia. Antropologi merupakan suatu Intergrasi dari beberapa ilmu yang masing-masing mempelajari masalah-masalah khusus mengenai manusia, termasuk didalamnya menyangkut agama (Koentjaraningrat, 1987: 1). Pendekatan tersebut akan memberikan gambaran yang kronologis dari dinamika perkembangan Pondok Pesantren Al-Huda Kebumen. G. Metode Penelitian Metode yang digunakan adalah metode historis atau sejarah. Metode merupakan prosedur, teknik atau cara yang sistematis dalam melakukan suatu penyidikan. Metode historis dibagi menjadi 4 (empat) yakni :

18 1. Heuristik (pengumpulan sumber) merupakan penelitian sejarah untuk mencari jejak sejarah, sumber sejarah dan data. Ketiga istilah tersebut harus sama atau data sejarah harus terdapat pada sumber atau jejak sejarah (Sugeng Priyadi, 2011: 28). Dalam pengumpulan sumber data peneliti melakukan penelitian di Pondok pesantren Al-Huda Kebumen, selain itu peneliti juga mencari data-data yang berhubungan dengan Pondok Pesantren tersebut dengan melakukan wawancara, observasi, dan mencari sumber-sumber data seperti arsip dan dokumen Pondok Pesantren Al-Huda Kebumen. a) Wawancara Wawancara atau interview adalah suatu bentuk komunikasi verbal jadi semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi (Nasution. A, 2009: 113). Wawancara digunakan untuk teknik pengumpulan data, peneliti mengadakan wawancara langsung dengan ketua Pondok Pesantren Al-Huda yaitu Zaenal Arifin untuk memperoleh data mengenai perkembangan Pondok Pesantren Al-Huda Kebumen. Data tersebut berupa data tertulis dan data lisan yang akan menjadi acuan penulis untuk mengelola data. b). Observasi Observasi adalah alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki (Narbuko, dkk, 2010: 70). Pada kegiatan yang dilakukan di Pondok Pesantren Al-Huda Jetis Kebumen. Pondok pesantren dipilih

19 sebagai bahan penelitian karena unik dalam hal pendidikan yang ada di Pondok Pesantren tersebut. Dalam kegiatan observasi tersebut penulis melakukan observasi dilingkungan Pondok Pesantren, sekolah VIP Al- Huda, dari mulai ruangan kelas, sarana dan prasarana yang ada di sekolah VIP Al-Huda. Hal tersebut menjadi tujuan observasi penulis yaitu keadaan Pondok Pesantren, prasarana yang ada di Pondok Pesantren dan yang ada di sekolah VIP Al-Huda, ruang pembelajaran. Dalam penelitian ini peneliti melakukan empat kali penelitian. c). Dokumentasi Dokumen merupakan teknik pengumpulan data melalui peninggalan tertulis, terutama arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat teori, dalil/hukum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penyidikan (Nawawi, H. Hadari, 2005: 133). Dalam dokumentasi ini penelitian dapat memperolah informasi dan arsip-arsip suatu dokumen yang ada di Pondok Pesantren Al-Huda Jetis Kutosari Kebumen. Dokumen- dokumen yang dimaksud adalah dokumen resmi dan foto-foto yang dijadikan sebagai sumber pendukung untuk mengkaji sejarah berdirinya Pondok Pesantren Al-Huda, perkembangan pendidikan di Pondok Pesantren Al-Huda. Penulis melakukan dokumentasi yaitu untuk memperjelas data yang diperoleh dengan sumber-sumber yang ada di Pondok Pesantren tersebut dan melalui foto-foto untuk menjadi sumber pendukung dalam pengeloaan data. 2. Kritik atau verifikasi

20 Kritik dalam penelitian sejarah identik dengan kritik sumber, yaitu kritik ekstren yang mencari otentisitas atau keotentikan (keaslian sumber dan kritik intern yang menilai apakah sumber itu memiliki kredibilitas (kepercayaan untuk dipercaya) (Priyadi, 2013: 75). Tujuan dari kegiatan ini ialah bahwa setelah peneliti berhasil mengumpulkan sumber-sumber, ia tidak akan menerimanya begitu saja apa yang tercantum dan tertulis pada sumber-sumber itu. Langkah seharusnya sumber itu harus disaring secara kritis, terutama terhadap data dari sumber lain, agar terjaring fakta. Langkah-langkah inilah yang dimaksud kritik sumber, baik terhadap bahan materi (ekstren) sumber maupun terhadap substansi (isi) sumber (Sjamsuddin, 2007:131). Kritik atau verifikasi dalam penelitian yang dilakukan ini ialah mengkritik sumber lisan melalui melalui wawancara simultan. wawancara simultan ini bisa dimanfaatkan sekaligus selain untuk memperoleh sumber sejarah lisan, juga untuk melakukan kritik sumber, baik kritik ektern maupun kritik intern. Kritik ekstren yang menuntut terhadap sumber lisan dalam hal keautentikan sumber, maka sejarawan dapat meminta kasaksian pelaku lain apakah benar oarang itu pelaku atau terlibat dalam peristiwa. Wawancara simultan juga dimanfaatkan untuk melakukan kritik intern. kritik intern ditempuh dengan membandingkan antar sumber, atau antar sumber sejarah lisan. Sumber sejarah lisan yang berversi-versi itu dibandingkan satu sama lain sehingga akan diketahui versi yang kuat dan versi yang lemah. Versi

21 yang kuat biasanya didukung oleh banyak pelaku, versi lemah yang tidak mendapat dukungan. Perbandingan versi akan menyimpulkan bahwa versi tertentu itu mengada-ada atau dibuat-buat oleh pelaku tertentu. Namun, koreksi dari pelaku-pelaku lain dapat mendeteksi versi tertentu sesuai dengan apa adanya. Sesuatu yang apa adanya adalah fakta sejarah yang lolos dari kritik ektern dan kritik intern. Kritik eksteren bermain pada tataran keautentikan atau keaslian sumber, sedangkan kritik intern bekerja pada kawasan kredibilitas atau tingkatan kepercayaan (Priyadi, 2014: 96-98). Dalam penelitian ini peneliti mewancarai Ketua Pondok Pesantren Al- Huda Jetis Kutosari Kebumen yaitu Zaenal Arifin. Informasi yang diperoleh dari beliau diperkuat dengan adanya dokumen yang dimiliki oleh Pondok Pesantren Al-Huda Kebumen. Selain dokumen yang menjadi penguat, juga mewawancarai sekertaris Pondok Pesantren tersebut. Dan beliau membenarkan bahwa Zaenal Arifin sudah banyak mengetahui tentang perkembangan Pondok Pesantren Al-Huda kebumen. Informasi yang diperoleh peneliti kuat karena tidak hanya berasal dari satu narasumber. Dokumen yang ada di Pondok Pesantren Al-Huda juga lengkap dan dapat memperkuat data. 3. Interpretasi Dalam penulisan sejarah diperlukan dua komponen, yaitu fakta sejarah dan interpretasi. Fakta sejarah cenderung akan diam dan yang membunyikan adalah sejarawan melalui interpretasi. Dalam

22 menginterpretasikan secara detail fakta-fakta yang disebut analisis. Deskripsi ini dilakukan agar fakta-fakta yang sudah diperoleh akan menampilkan jaringan antar fakta sehingga fakta-fakta saling bersinergi (Sugeng Priyadi, 2013: 121). Dalam tahap interpretasi penulis mulai menganalisis data yang diperoleh dari Pondok Pesantren Al-Huda Kebumen yaitu data tentang sejarah Pondok pesantren, struktur organisasi di Pondok Pesantren, pembelajaran yang ada di Pondok pesantren dan lainlain. 4. Historiografi Historiografi adalah penulisan sejarah, artinya dipandang sebagai kisah, yaitu kisah yang ditulis oleh sejarawan, peneliti maupun penulis. Tanpa tulisan sejarah tidak dapat menceritakan dengan akurasi yang tinggi karena kelisanan lebih cenderung liar dan tidak terkendali (Sugeng priyadi, 2013: 122-123). Dalam penulisan karya ilmiah ini, peneliti lebih memperhatikan aspek kronologis peristiwa. Tahap ini sangat penting karena pada tahap ini peneliti menjabarkan proses peristiwa secara detail. Data yang sudah diperoleh ditulis dan disajikan dalam beberapa bab yang saling berhubungan antar bab berikutnya agar pembaca mudah memahami hasil penulisan data tersebut. H. Sistematika Penulisan Dalam penyusunan laporan, peneliti membaginya ke dalam lima bab, setiap bab memiliki hubungan dengan bab-bab berikutnya.

23 Bab 1 merupakan pendahuluan Ruang lingkup pembahasannya adalah latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori dan pendekatan, metode penelitian, sistematika penulisan. Bab II membahas tentang sejarah berdirinya Pondok Pesantren Al-Huda Jetis Kebumen yang berisi tentang sejarah pemerintahan Desa Kutosari Kebumen, sejarah pondok pesantren Al-Huda Jetis Kebumen, visi, misi dan setrategi Pondok Pesantren Al-Huda Kebumen, struktur organisasi Pondok Pesantren Al-Huda Kebumen Bab III membahas tentang perkembangan sistem pendidikan di Pondok Pesantren Al-Huda Jetis Kebumen berisi tentang perkembangan sarana dan prasarana Pondok Pesantren Al-Huda Kebumen, pelaksanaan pendidikan di Pondok Pesantren Al-Huda Kebumen, perkembangan jumlah santri dan staf di Pondok Pesantren Al-Huda Kebumen Bab IV membahas tentang sistem managemen yang dikembangkan di Pondok Pesantren Al-Huda Jetis Kutosari Kebumen berisi tentang alumi, jama'ah, dan brosur/ web site Bab V sebagai bab terakhir, berisikan simpulan dan saran dari peneliti yang akan dilakukan.