BAB V PENUTUP. Bab IV, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Proses pengadaan

dokumen-dokumen yang mirip
ABSTRAK. Christine Tanuwijaya

LARANGAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER SESUAI DENGAN PASAL 22 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 DAN PERATURAN KPPU NOMOR 2 TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam mewujudkan pembangunan di Indonesia. pembangunan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pengadaan barang dan jasa.

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

FORMAT SURAT LAMARAN

TRANSKRIP HASIL WAWANCARA

BAB III PENUTUP. 1. KPPU dalam melakukan penanganan perkara-perkara persekongkolan tender,

TINJAUAN PUSTAKA. Persaingan dalam dunia bisnis merupakan salah satu bentuk perbuatan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang diperbaharui dengan Undangundang

BPK DAN KPPU MENYEPAKATI KERJASAMA DALAM PENANGANAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Prosedur Pengadaan, Kontak Bisnis dan Pakta Integritas

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Pengadaan Barang/Jasa harus sesuai dengan kebutuhan dan sasaran yang telah ditetapkan serta memberikan manfaat yang sebesarbesarnya.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Pada kenyataannya saat sekarang ini ekonomi pasar

TINJAUAN ATAS SANKSI DAFTAR HITAM TERHADAP PENYEDIA BARANG/JASA PEMERINTAH

PERAN BPKP DALAM PENANGANAN KASUS BERINDIKASI KORUPSI INSTANSI PEMERINTAH

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

PENGANTAR PENGADAAN BARANG/JASA

TIM PENGELOLA KEGIATAN KECAMATAN

Kebijakan Seleksi Pemasok atau Vendor

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi tersebut adalah Penyedia Jasa atau sering juga disebut dengan istilah

terhadap pengelolaan pelayanan terpadu satu pintu. Oleh karena itu Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu menyadari pentingnya sikap yang

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

Kementerian Sosial RI

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Tentang Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. 1. Pengertian dan arti penting hukum persaingan usaha

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

Lex et Societatis, Vol. II/No. 9/Desember/2014

ADDENDUM DOKUMEN KUALIFIKASI

BAB IV PENUTUP. diajukan dalam tesis dapat disimpulkan sebagai berikut :

HUKUM MONOPOLI & PERSAINGAN USAHA

JURNAL SKRIPSI KAJIAN TERHADAP PUTUSAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) MENGENAI PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Risalah Penjelasan dan Addendum Dokumen Pengadaan

POKOK KEBIJAKAN DAN IMPLIKASI HUKUM PENGADAAN jasa konsultansi PEMERINTAH

2017, No Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembar

6. SELEKSI GAGAL DAN TINDAK LANJUT SELEKSI GAGAL

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA YANG DIRUGIKAN AKIBAT PRAKTIK PERSEKONGKOLAN DALAM PENGADAAN TENDER

I. PENDAHULUAN. suatu ancaman bagi para pengusaha nasional dan para pengusaha asing yang lebih

JURNAL. Diajukan oleh : Daniel Jusuf Said Sembiring. N P M : Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Hukum Ekonomi dan Bisnis

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

14. PELELANGAN GAGAL DAN TINDAK LANJUT PELELANGAN GAGAL

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

9. PELELANGAN GAGAL DAN TINDAK LANJUT PELELANGAN GAGAL. 1) Kelompok Kerja ULP menyatakan Pelelangan gagal, apabila :

I. PENDAHULUAN. pengadaan barang seperti pengadaan fasilitas gedung pada suatu instansi

Pedoman Larangan Persekongkolan Dalam Tender. Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LARANGAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

538 KOMPILASI KETENTUAN PIDANA DI LUAR KUHP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Dalam menjamin terciptanya persaingan usaha yang sehat di

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN GRATIFIKASI DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

SURAT LAMARAN. Sebagai kelengkapan pendaftaran, terlampir saya sampaikan seluruh dokumen persyaratan yang ditentukan.

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 19 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 19 TAHUN 2011

persengkongkolan yang tidak sehat di dalam pengadaan barang dan/ atau jasa yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. UNODC dan KPK memandang bahwa korupsi tidak dapat digolongkan

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

KOLUSI MERUSAK MORAL BANGSA

ADENDUM-1 DOKUMEN KUALIFIKASI SELEKSI BADAN USAHA PELAKSANA PEMBANGUNAN KILANG MINYAK SKALA KECIL KLUSTER 8. Direktorat Pembinaan Usaha Hilir Migas

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menjadi langkah baru bagi

LAMPIRAN RISALAH AANWIZING

TUJUAN PELATIHAN. Setelah Materi Ini Disampaikan, Diharapkan Peserta Mampu Mengetahui dan Memahami :

Pedoman Pasal 47 Tentang. Tindakan. Administratif

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA ERINA MELANI TENDER OFFER DALAM PROSES DIVESTASI SAHAM

PEMERINTAH PROVINSI BANTEN BLACKLIST 5 PERUSAHAAN

A D D E N D U M D O K U M E N P E N G A D A A N

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 58 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGADAAN BARANG/JASA DI DESA

OLEH BARESKRIM POLRI

KEGIATAN YANG DILARANG

BERITA ACARA PENJELASAN PEKERJAAN Nomor : PL


BAB I PENDAHULUAN. Proses tender merupakan persaingan antara para penyedia barang

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM TERJADINYA KEGAGALAN PEKERJAAN KONSTRUKSI DAN KEGAGALAN BANGUNAN

KEWIRAUSAHAAN, ETIKA PROFESI dan HUKUM BISNIS

I. PENDAHULUAN. tinggi (Katz, dalam Moeljarto 1995). Pembangunan nasional merupakan

POTENSI KORUPSI DANA DESA DAN SANKSI HUKUMNYA pada

FORMULIR I..., Kepada: Perihal : Lamaran Mengikuti Yth. Panitia Seleksi Pengisian Jabatan Seleksi Terbuka Pengisian Pimpinan Tinggi Pratama di

LAMPIRAN RISALAH AANWIZING

PEDOMAN KODE ETIK BPJS KETENAGAKERJAAN

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. tindakan mengambil uang Negara agar memperoleh keuntungan untuk diri sendiri.

PEMERIKSAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH (PBJP)

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI DI INDONESIA

8. SELEKSI GAGAL DAN TINDAK LANJUT SELEKSI GAGAL

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

LEMBAGA SANDI NEGARA PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG

I. PENDAHULUAN. dimana manusia cenderung untuk saling mengungguli dalam banyak hal. Dari banyaknya

Adendum Dokumen Pengadaan

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Penggunaan Klausula Baku pada Perjanjian Kredit

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG

LAMPIRAN RISALAH AANWIZING

Nama : ALEXANDER MARWATA

PERSAINGAN USAHA dan JASA KONSTRUKSI

PENGATURAN LARANGAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999

Transkripsi:

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pada hal-hal yang sudah penulis paparkan dari Bab I hingga Bab IV, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah sangat rawan untuk terjadinya persekongkolan dalam tender oleh oknum pegawai negeri selaku panitia pengadaan dan pelaku usaha sebagai peserta tender, yang pada akhirnya akan berujung pada tindakan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang sangat merugikan keuangan negara. Berdasarkan permasalahan yang penulis teliti ini, dapat ditarik beberapa kesimpulan, seperti: 1. Kualifikasi tindakan persekongkolan tender dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah yang dikategorikan sebagai pelanggaran adalah yang sudah memenuhi unsur-unsur dan bertentangan dengan Pasal 22 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang berbunyi: pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender pengadaan barang dan jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat. 181

182 Persekongkolan dalam tender adalah praktik anti persaingan yang bisa terjadi di antara para pelaku usaha yang seharusnya saling merupakan pesaing dalam suatu tender atau lelang, dalam praktiknya terdapat 4 metode bid rigging, yaitu bid suppression, complementary bidding, bid rotation, dan market division. Bentuk-bentuk praktik persekongkolan tender dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah salah satunya adalah sebagai berikut: a. melakukan pendekatan dan kesepakatan-kesepakatan dengan panitia tender sebelum pelaksanaan tender; b. pemberian kesempatan secara eksklusif oleh panitia tender secara langsung maupun tidak langsung kepada peserta tender; c. menciptakan persaingan semu antar peserta tender; d. menciptakan pergiliran waktu pemenang tender; e. melakukan manipulasi persyaratan teknis dan administratif. f. dan lain-lain. 2. Kualifikasi pertanggungjawaban hukum oknum pegawai negeri dan pelaku usaha ditinjau dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, sebagai berikut: a. Pertanggungjawaban hukum oknum pegawai negeri tidak diatur Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dalam hal ini lembaga KPPU tidak bisa menjatuhkan sanksi bagi oknum

183 pegawai negeri dan KPPU hanya dapat memberikan rekomendasi kepada atasan dari ketua panitia dan/atau penyelenggara tender, untuk melakukan pemeriksaan, serta menjatuhkan sanksi kepada mereka. b. Pertanggungjawaban hukum pelaku usaha diatur Undang- Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yaitu pada Pasal 22 dan sanksinya diberikan oleh KPPU berdasarkan Pasal 47 dan Pasal 48. Namun dalam undang-undang ini hanya diatur sanksi administratif dan pidana denda saja, sanksi berupa perampasan kemerdekaan, seperti pidana penjara yang dikenakan kepada pelaku usaha tidak ada. Oleh karena itu, menurut penulis hal inilah yang menjadi salah satu kelemahan dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam memberantas persekongkolan tender yang terjadi dalam pengadaan barang dan jasa. 3. Pengadaan barang dan jasa pemerintah merupakan salah satu bidang yang sering menjadi sasaran untuk melakukan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Inti dari korupsi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah adalah penyuapan atau gratifikasi. Penyuapan atau gratifikasi bisa terjadi jika sudah ada persekongkolan dalam tender

184 yang dilakukan oleh peserta tender dan panitia pengadaan, hal ini ditujukan untuk memenangkan peserta tender tertentu. Perbuatan persekongkolan tender yang dilakukan oleh oknum pegawai negeri dan pelaku usaha, menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi negara. Oleh sebab itu, menurut penulis kedua belah pihak yang melakukan persekongkolan patut untuk mendapatkan sanksi yang tegas, yaitu para pelaku dapat dikenai sanksi berdasarkan 2 undangundang sekaligus, yaitu Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat serta Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dari Undang-Undang Tipikor, para pelaku dapat sanksi pidana berupa perampasan kemerdekaan, berupa pidana penjara yang tidak hanya dapat dikenakan pada oknum pegawai negeri, tetapi untuk pelaku usaha juga. Dalam hal ini, 2 lembaga negara yakni KPPU dan KPK dapat bekerja sama dalam menangani masalah ini. Hal ini terbukti dengan adanya penandatanganan Memorandum of Understanding (nota kesepakatan) antara KPPU dan KPK. Menurut penulis, keputusan yang sudah dikeluarkan oleh KPPU dapat dijadikan dasar bagi KPK untuk menindak lebih lanjut.

185 B. Saran Dalam Bab IV di atas, penulis sudah menjelaskan 3 (tiga) tindakan preventif yang dapat diterapkan dalam hal terjadinya persekongkolan dalam tender, yaitu: diberlakukannya electronic procurement, penandatanganan Pakta Integritas dan adanya estimasi oleh estimator independen yang berperan sebagai konsultan. Menurut penulis ada beberapa hal yang masih dapat dicegah dengan ketiga cara tersebut. Oleh karena itu, diberlakukannya electronic procurement dan penandatanganan Pakta Integritas sebelum proses pengadaan barang dan jasa penting untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Selain itu, dengan adanya estimasi oleh estimator independen yang berperan sebagai konsultan juga penting untuk meminimalisir terjadinya kecurangan pada tahap penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Kemudian, sanksi yang diberikan untuk oknum pegawai negeri dan pelaku usaha pun harus setegas mungkin. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli sudah mengatur sanksi yang dapat diberikan oleh KPPU terhadap pelaku usaha yang bersekongkol berdasarkan Pasal 22. Namun undang-undang tersebut memiliki kelemahan, yaitu undang-undang ini tidak mengatur sanksi yang dapat diberikan untuk oknum pegawai negeri dan sanksi yang diberikan hanya berupa sanksi administratif dan sanksi pidana, berupa pidana denda. Karena persekongkolan dalam tender dalam menyebabkan kerugian negara yang tidak sedikit, menurut penulis, oknum pegawai negeri dan pelaku usaha juga harus diberikan sanksi berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun

186 1999 sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sanksi yang tegas harus diberikan bagi pihak-pihak yang melakukan penyimpangan untuk memberikan efek jera bagi oknum pegawai negeri maupun pelaku usaha. Dengan pemberian sanksi yang tegas tersebut diharapkan membuat para pegawai negeri sipil dan pelaku usaha pengadaan barang dan jasa pemerintah lainnya menjadi takut untuk melakukan kecurangan-kecurangan dalam pengadaan barang dan jasa.