RANGKUMAN HASIL PENGKAJIAN AYAM BURAS DI KABUPATEN BENGKULU UTARA

dokumen-dokumen yang mirip
Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

POTENSI PENGEMBANGAN AYAM BURAS DI KALIMANTAN SELATAN

A. Kesesuaian inovasi/karakteristik lokasi

PEMANFAATAN LIMBAH RESTORAN UNTUK RANSUM AYAM BURAS

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

MENGENAL SECARA SEDERHANA TERNAK AYAM BURAS

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak cukup tinggi, nutrisi yang terkandung dalam lim

PERKEMBANGAN AYAM KUB pada Visitor Plot Aneka Ternak BPTP NTB. Totok B Julianto dan Sasongko W R

Budidaya dan Pakan Ayam Buras. Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

ANALISIS EKONOMI PENGGEMUKAN KAMBING KACANG BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL. Oleh : M. Jakfar dan Irwan* ABSTRAK

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 26 Oktober sampai dengan 26

PROFIL USAHATANI UNGGAS DI KABUPATEN BREBES (STUDI KASUS)

INTENSIFIKASI TERNAK AYAM BURAS

OPTIMALISASI TEKNOLOGI BUDIDAYA TERNAK AYAM LOKAL PENGHASIL DAGING DAN TELUR

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos

PENGKAJIAN PEMANFAATAN TEPUNG DAUN PISANG TERHADAP PERFORMAN AYAM BURAS DI JAYAPURA

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan

BAB III MATERI DAN METODE. periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu.

PRODUKTIVITAS AYAM LOKAL YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF

PENERAPAN TEKNOLOGI PEMISAHAN ANAK AYAM LOKAL SISTEM KOTAK INDUKAN DI LAHAN PASANG SURUT SUGIHAN KIRI SUMATERA SELATAN

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

PENGEMBANGAN AYAM NUNUKAN DAN PERMASALAHANNYA DI KALIMANTAN TIMUR

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela

KIAT PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM BURAS

Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Bambu dan Litter

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul

BAB III METODE PENELITIAN. konversi pakan ayam arab (Gallus turcicus) ini bersifat eksperimental dengan

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

BAB III MATERI DAN METODE. Februari 2017 di kandang, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas

ANALISIS NILAI TAMBAH LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI SULAWESI SELATAN ABSTRAK

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari-Maret 2015 di Kandang

PENGEMBANGAN AYAM LOKAL DAN PERMASALAHANNYA DI LAPANGAN


TINGKAT KEPADATAN GIZI RANSUM TERHADAP KERAGAAN ITIK PETELUR LOKAL

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

EVALUASI MODEL PENGEMBANGAN AYAM BURAS DI INDONESIA: KASUS DI JAWA TIMUR

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan 20 ekor Itik Rambon Betina, 4 ekor Itik

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2015 di

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu

PELUANG DAN POTENSI USAHA TERNAK ITIK DI LAHAN LEBAK ABSTRAK

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan

PEMANFAATAN LIMBAH PERKEBUNAN DALAM SISTEM INTEGRASI TERNAK UNTUK MEMACU KETAHANAN PAKAN DI PROVINSI ACEH PENDAHULUAN

BAB III METODE PENELITIAN. yang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh pemberian kombinasi tepung keong mas (Pomacea

Kombinasi Pemberian Starbio dan EM-4 Melalui Pakan dan Air Minum terhadap Performan Itik Lokal Umur 1-6 Minggu

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai

MATERI DAN METODE. Materi

BAB III MATERI DAN METODE. 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 Januari 2017 di kandang

MATERI DAN METODE. Materi

POTENSI AYAM GALUR BARU KUB LITBANG PERTANIAN DALAM MENDUKUNG RUMAH PANGAN LESTARI DI PROVINSI JAMBI.

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

AYAM HASIL PERSILANGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENGEMBANGAN USAHA TERNAK UNGGAS

POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENGEMBANGAN AYAM BURAS PADA AGROEKOSISTEM LAHAN KERING DI PROPINSI PAPUA. Balai Pengkajian teknologi Pertanian Papua 2

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. ISI 2.1. Pra Produksi Penyiapan Sarana (Kandang) Persiapan peralatan dan ayam

KAJIAN TEKNOLOGI BUDIDAYA DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENAMPILAN TERNAK BABI. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua 2

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

ADAPTASI TEKNOLOGI BUDIDAYA AYAM BURAS DI LAMPUNG

BAB III MATERI DAN METODE

Pemberian Pakan Ayam KUB Berbasis Bahan Pakan Lokal

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

MATERI DAN METODE. Materi

KERAGAAN PRODUKSI TELUR ITIK TEGAL DITINGKAT PETERNAK DAN UPAYA PENINGKATANNYA DALAM MENDUKUNG KECUKUPAN PANGAN HEWANI

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari April 2014, di peternakan

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal

BAB III MATERI DAN METODE. Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix

POTENSI LIMBAH KULIT KOPI SEBAGAI PAKAN AYAM

Lokakarya Fungsional Non Peneiti 1997 Sistem Perkandangan 1. Dari umur sehari sampai dengan umur 2 mingggu digunakan kandang triplek + kawat ukuran 1

MATERI DAN METODE. Materi

PROSPEK PENGEMBANGAN AYAM BURAS BERWAWASAN AGRIBISNIS DI KALIMANTAN TENGAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik

PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

Transkripsi:

RANGKUMAN HASIL PENGKAJIAN AYAM BURAS DI KABUPATEN BENGKULU UTARA DALIANI, SD 1, WULANDARI, W.A 1, D. ZAINUDDIN 2 dan GUNAWAN 1 1 BPTP Bengkulu Jl. Irian Km 6,5 Bengkulu 38119 2 Balai Penelitian Ternak Bogor PO. Box 221, Bogor 16002 ABSTRAK Pengkajian ayam buras dilaksanakan di Desa Kedu Baru Kecamatan Kerkap Kabupaten Bengkulu Utara sebagai daerah sentra pengembangan ayam buras di Propinsi Bengkulu tahun 1999-2001, berupa pengkajian Sistem Usaha Tani (SUT) dan pengkajian pembesaran ternak ayam buras. Pengkajian SUT ayam buras menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang melibatkan 9 (sembilan) orang petani kooperator yang masing-masing melaksanakan 3 (tiga) perlakuan dengan 3 (tiga) ulangan. Masing-masing perlakuan menggunakan 20 ekor ayam buras betina induk dan 2 ekor pejantan, sehingga seluruhnya berjumlah 180 ekor ayam betina dan 18 ekor pejantan. Perlakuan A adalah perbaikan teknologi menggunakan pakan starbio, perlakuan B adalah perbaikan teknologi tanpa menggunakan starbio dan perlakuan C adalah teknologi petani. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa rataan produksi telur dari 10 ekor ayam induk untuk perlakuan A = 52 butir/ bulan, perlakuan B = 30 butir/bulan dan perlakuan C = 29 butir/bulan. Rataan daya tetas telur ayam untuk perlakuan A = 78,32%, perlakuan B = 62,48% dan perlakuan C = 50,31%. Rataan perkembangan populasi dari 10 ekor ayam buras induk per tahun adalah 51 ekor (perlakuan A), 27 ekor (perlakuan B), dan 14 ekor (perlakuan C). Analisis ekonomi menunjukkan bahwa tambahan pendapatan per tahun dari usaha ayam buras untuk perlakuan A Rp 1.229.000, perlakuan B Rp 384.800, dan perlakuan C Rp 130.800. Nilai Revenue/Cost (R/C) dari usaha 10 ekor ayam buras induk untuk perlakuan A = 1,6, perlakuan B = 1,2, dan perlakuan C = 1,1. Perbaikan teknologi budidaya menggunakan probiotik starbio dalam ransum sangat efektif untuk meningkatkan produksi telur dan nilai ekonomis ayam buras peternak. Pengkajian pembesaran ayam buras menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), terhadap 225 ekor ternak ayam usia 2 bulan. Perlakuan (1) Teknologi Introduksi (TI): jagung giling 41%, dedak halus 53%, konsentrat KLK 3,7%, top mix 2,3%. (2) Teknologi perbaikan (TP): jagung giling 20%, dedak halus 60%, BR 1 20%. (3) Teknologi petani (TPt): dedak halus 50%, jagung giling 50%. Rata-rata hasil akhir pemeliharaan 120 hari, dari bobot awal 404,99 g menjadi bobot akhir untuk TI 1177 g, TP 1292 g, dan TPt 732,16 g. Kata kunci: Ayam buras, teknologi budidaya, produksi telur, nilai ekonomis PENDAHULUAN Populasi ayam buras di Propinsi Bengkulu pada tahun 2002 yaitu sebanyak 3 juta ekor (DISNAK, 2002). Populasi ayam buras tersebut tidak jauh berbeda, jika dibandingkan dengan populasi pada tahun-tahun sebelumnya, bahkan ada kecenderungan terjadi penurunan. Sejalan dengan visi dan misi BPTP untuk menyediakan teknologi yang lebih ekonomis dan menguntungkan bagi para pengguna, maka BPTP melakukan pengkajian sebagai upaya memperbaiki teknologi yang diterapkan oleh para peternak. Teknologi pemeliharaan ayam buras di lingkungan peternak sangat beragam dan tergantung kondisi sosial ekonominya. Desa Kedu Baru merupakan salah satu desa di Kecamatan Kerkap Kabupaten Bengkulu Utara yang mempunyai potensi cukup baik untuk pengembangan ternak ayam buras. Hal ini didasarkan kepada animo masyarakat yang cukup besar terhadap ayam buras. Kondisi biofisik yang memungkinkan serta tersedianya faktor-faktor pendukung seperti bambu untuk kandang umbaran, dedak dan jagung sebagai bahan pakan. Ayam buras sebagai salah satu komoditas unggulan peternakan di Propinsi Bengkulu diharapkan dapat dikembangkan ke arah agribisnis. Pemeliharaan paket teknologi yang tepat, disesuaikan kondisi masyarakat, diharapkan dapat memberikan dampak yang positif dibandingkan dengan paket teknologi yang telah biasa diterapkan oleh masyarakat peternak pada umumnya. Untuk mendukung hal tersebut perlu dilakukan perbaikan sistem pemeliharaan ayam buras. Program pengembangan sistem usahatani (SUT) ayam buras diarahkan kepada sistem agribisnis ayam buras sebagai penghasil telur, bibit atau telur tetas, sekaligus sebagai penghasil daging untuk 272

dipasarkan pada umur 3 4 bulan. Namun demikian masih terdapat beberapa permasalahan dalam sistem usahaternak ayam buras, seperti rendahnya produktivitas dan sulitnya mendapatkan bibit serta belum adanya jaminan rantai pemasaran dan pengendalian penyakit. Berdasarkan permasalahan tersebut untuk menjamin usaha ternak ayam buras yang baik diperlukan suatu pengkajian yang dapat menghasilkan suatu teknologi yang spesifik lokasi, baik mengenai sistem/ruang tata laksana, pemeliharaan, perkandangan, pakan, penyakit maupun pemasarannya. METODE PENELITIAN Pengkajian pertama dilaksanakan di Desa Kedu Baru, Kecamatan Kerkap, Kabupaten Bengkulu Utara pada tahun 1999/2000. Materi yang digunakan adalah 200 ekor ayam buras induk, 20 ekor ayam buras pejantan lokal. Pakan ayam buras berupa konsentrat, dedak, jagung, tepung ikan, starbio, vitamineral, vaksin, dan obat-obatan. Pengkajian sistem usahatani ayam buras ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap, melibatkan 9 orang peternak yang masing-masing menerapkan 3 perlakuan yaitu perlakuan A (Teknologi Introduksi), perlakuan B (Teknologi Perbaikan) dan perlakuan C (Teknologi Petani), dengan 3 ulangan. Perlakuan selengkapnya disajikan pada Tabel 1. Hasil analisis proksimat terhadap kandungan gizi pakan teknologi introduksi disajikan pada Tabel 2. Data yang dikumpulkan berdasarkan Farm Record Keeping (FRK) meliputi produksi telur, persentase penetasan, jumlah populasi ayam, serangan penyakit dan penanganannya. Data dianalisis dengan Anova, jika ada perbedaan antar perlakuan dilakukan analisis lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) taraf 5%. Tabel 1. Paket teknologi sistem usahatani ayam buras di Desa Kedu Baru, Kecamatan Kerkap, Kabupaten Bengkulu Utara Tahun 1999 Komponen Paket teknologi TI (Introduksi) TP (Perbaikan) TPt (Petani) 1. Perkandangan 2 x 2 m dengan umbaran 2 x 2 m disempurnakan Tradisional 2. Pakan Dalam 100 kg pakan, terdiri dari konsentrat 20 kg, dedak 54 kg, jagung 20 kg, kepala ikan teri 5 kg, vitamineral 1 1 kg, starbio 0, 2 kg Disempurnakan tetapi tidak menggunakan Starbio Tradisional dedak dan jagung ditambah sisa dapur 3. Pemberian vitamineral dan obat-obatan Vaksinasi ND, vitamin B komplek, egg stimulan Vaksinasi ND, vitamin B komplek, egg stimulan Vaksinasi ND Tabel 2. Kandungan gizi pakan teknologi introduksi pada pengkajian ayam buras di Desa Kedu Baru, Kecamatan Kerkap, Kabupaten Bengkulu Utara tahun 1999 Kandungan gizi Persentase (%) Kadar air Protein kasor Serat kasor Lemak Abu Ca P Energi metabolis 10,28 18,16 18,80 4,56 17,80 3,23 0,61 2.290 kkal/kg Sumber: Hasil analisis proksimat di Balitnak Bogor Disamping pengkajian SUT ayam buras, juga dilakukan pengkajian teknologi pakan untuk pembesaran ayam buras dan untuk melihat keuntungan usaha ayam buras pada tahun 2001. Pengkajian teknologi pakan untuk pembesaran ayam buras dilakukan di Desa Kedu Baru sebagai lanjutan pengkajian SUT Ternak Ayam Buras. Rancangan yang digunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan melibatkan 9 orang peternak, jumlah ternak yang digunakan 225 ekor dengan ratarata berat badan awal 404,99 gram (umur 2 bulan). Paket teknologi pakan untuk pembesaran ternak ayam buras disajikan pada Tabel 3. 273

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan produksi telur, daya tetas telur dan perkembangan populasi ayam selama penelitian, disajikan pada Tabel 5. Rata rata produksi telur selama masa produksi pada paket teknologi introduksi berbeda nyata (P 0,05) dibandingkan dengan paket teknologi perbaikan maupun paket teknologi petani. Produksi telur untuk teknologi introduksi sekitar 52 butir/bulan untuk 10 ekor induk yang diamati, ternyata masih dibawah standar produksi telur ayam buras yang berkisar antara 30 40%. Walaupun demikian dari analisis ekonomi yang dilakukan masih memberikan keuntungan yang baik yaitu Rp. 102.415,- untuk pemeliharaan 20 ekor induk dan 2 pejantan. (Lampiran I). Tabel 3. Paket teknologi pembesaran ayam buras di Desa Kedu Baru tahun 2001 Kecamatan Kerkap Kabupaten Bengkulu Utara Teknologi Uraian kegiatan Introduksi Perbaikan Petani Desain kandang Kandang litter 1,5 x 2,5 m Sama dengan intoduksi Sama dengan introduksi Bibit ayam buras Ayam buras jantan dan betina umur 2 bulan, lokal Sama dengan introduksi Sama dengan introduksi Komposisi pakan (ransum) Vitamin dan obatobatan Jagung giling 41%, dedak halus 53%, konsentrat 3,7%, Top Mix 2,3%, diberikan pagi dan sore, air minum ad lib, Vitachick, Neubro atau theraphy Vaksin ND, Neubro, Neo antisep, theraphy Jagung giling 20%, dedak halus 60%, pakan komersial BR1 20%, ditambah gabah, hijauan, air minum ad libitum Sama dengan teknologi introduksi Jagung giling 50%, dedak halus 50%, ditambah sisa dapur, ampas kelapa dll. Sama dengan teknologi introduksi. Tabel 4. Kandungan gizi pakan ransum pembesaran ayam buras setiap perlakuan di Desa Kedu Baru, Kecamatan Kerkap, Kabupaten Bengkulu Utara tahun 2001 Kandungan gizi Perlakuan Introduksi (%) Perbaikan (%) Petani (%) Protein kasar 15,180 15,84 10,6 Lemak kasar 6,13 4,76 4,50 Serat kasar 11,22 15,3 7,1 Kadar air 12,21 10,11 13,28 Kadar abu 7,07 5,51 4,88 Energi metabolis (kkal) 2719,9 2658 2745 Sumber: LABORATORIUM MAKANAN TERNAK UNIB, 2001 Tabel 5. Produksi telur, daya tetas telur dan perkembangan populasi ayam per bulan dengan beberapa paket teknologi di Desa Kedu Baru, Kecamatan Kerkap, Kabupaten Bengkulu Utara Parameter Paket teknologi TI (Introduksi) TP (Perbaikan) TPt (Petani) Produksi telur (10 ekor induk/bulan) 52,0b 30,0a 29,0a Daya tetas telur (%) 78,3b 62,5ab 50,3a Perkembangan populasi (10 ekor induk) 51,0a 27,0 14,0a Keterangan: Huruf yang berbeda pada baris yang sama, menunjukkan berbeda nyata (P < 0.05) 274

Masih rendahnya produksi telur ini disebabkan oleh rendahnya kadar protein ransum yang diberikan oleh peternak. Namun secara umum teknologi introduksi memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan teknologi perbaikan dan teknologi petani, karena faktor pakan dan pola pemeliharaan sangat berpengaruh terhadap performan ayam buras. SINURAT et al. (1992) mengatakan bahwa pemeliharaan ternak ayam buras dengan cara semi intensif akan lebih baik daripada cara yang dilepas (ekstensif) dengan frekuensi bertelur 3 kali/tahun meningkat menjadi 6 kali/tahun pada pola pemeliharaan semi intensif. SARENGAT dan KISMIATI (1991) juga mengatakan cara pemeliharaan semi intensif pada pemeliharaan ayam buras di lingkungan habitat aslinya lebih mendukung usaha konservasi ayam buras dibandingkan secara ektensif. Rata-rata produksi telur untuk teknologi perbaikan dan teknologi petani secara statistik tidak memberikan perbedaan yang nyata. Rendahnya produksi telur ayam pada teknologi perbaikan disebabkan karena para peternak masih memberikan pakan berupa limbah rumah tangga yang kadang-kadang belum atau pun masih sedang mengalami proses fermentasi seperti tape ketela pohon dan ampas kelapa yang masih baru, sehingga secara biologis akan berpengaruh terhadap sistem reproduksi ternak ayam tersebut. Walaupun demikian dari hasil analisis ekonomi, masih memberikan keuntungan sebagai usaha sambilan disamping usahatani lainnya. Keuntungan yang diperoleh dari pemeliharaan teknologi perbaikan Rp. 32.065/bulan, untuk pemeliharaan 20 ekor induk dan 2 pejantan (Lampiran 2). Pada teknologi petani, keuntungan yang diperoleh adalah Rp. 10.900/ bulan (Lampiran 3). Rata-rata daya tetas telur ayam buras pada paket teknologi introduksi sebesar 78,32% berbeda nyata (P 0,05) dengan paket teknologi perbaikan sebesar 42,48% dan paket teknologi petani sebesar 50,31%. Sedangkan daya tetas telur ayam buras pada teknologi perbaikan tidak berbeda dengan teknologi petani. Hasil pengamatan di lapangan selama penelitian berlangsung dapat diketahui bahwa daya tetas pada teknologi introduksi sudah cukup baik, hal ini didukung oleh pakan yang sudah baik dan juga sangkar yang digunakan untuk pengeraman telur adalah sangkar yang berbentuk kerucut dari anyaman bambu. SUBIHARTA et al. (1995) menyatakan bahwa daya tetas telur yang dieramkan dengan menggunakan sangkar bentuk kerucut lebih tinggi (77%) dibandingkan dengan sangkar berbentuk kotak (66,4%). Daya tetas telur untuk teknologi perbaikan 62,5% dan teknologi petani 50,3% ternyata lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian TOGATOROP dan JUARINI (1993) sebesar 70% pada induk ayam buras yang dipelihara secara ektensif di lahan pasang surut Kalimantan Barat. Rendahnya daya tetas untuk kedua teknologi ini diduga disebabkan oleh kurang higienisnya telur yang ditetaskan, sehingga berakibat pada kelangsungan embrio anak ayam tersebut, kurang seleksi pada telur yang akan ditetaskan dan juga mungkin karena perbedaan penggunaan pejantan pada masingmasing paket teknologi. Tabel 5 memperlihatkan perkembangan populasi pada teknologi introduksi sudah cukup baik yaitu 51 ekor/10 ekor induk selama penelitian, sedangkan untuk teknologi perbaikan hanya 27 ekor dan teknologi petani hanya 14 ekor. Hal ini disebabkan oleh daya tetas telur untuk teknologi introduksi yang sudah baik dibandingkan dua teknologi yang lainnya, juga disebabkan oleh faktor makanan dan angka mortalitas anak ayam yang lebih baik pada teknologi introduksi bila dibandingkan kedua teknologi lainnya. Jumlah populasi ayam sampai akhir penelitian yaitu 374 ekor untuk teknologi introduksi, 166 ekor teknologi perbaikan dan 90 ekor untuk teknologi petani. Jumlah populasi ayam pada bulan Oktober terjadi penurunan disebabkan terserang oleh penyakit New Castle Desease (ND) dan Chronic Respiration Desease (CRD). Pada teknologi perbaikan, perkembangan populasinya masih jauh dibawah teknologi introduksi akan tetapi masih jauh lebih baik bila dibandingkan dengan teknologi petani. Rendahnya tingkat perkembangan populasi ayam pada teknologi perbaikan ini disebabkan oleh tingginya angka mortalitas anak ayam, sehingga mempengaruhi perkembangan ayam. Pada teknologi petani, perkembangan populasi ternak ayamnya rendah bila dibandingkan dengan teknologi perbaikan. Hal ini disebabkan karena pemberian pakan yang 275

belum memenuhi tingkat kebutuhan protein bagi ayam untuk berproduksi dan berkembang. Selain itu, tingkat mortalitas ayam sangat tinggi yang berakibat pada lambatnya perkembangan ayam. Selama penelitian berlangsung terjadi serangan penyakit ND pada awal penelitian yang berakibat turunnya jumlah populasi ternak ayam pada bulan Oktober. Penurunan populasi ternak ayam yang paling besar terjadi pada teknologi petani, hal ini dimungkinkan karena sistem pemeliharaan yang masih tradisional dan jenis pakan yang kurang memenuhi standar kebutuhan protein. Mortalitas ayam buras baik untuk teknologi introduksi dan teknologi perbaikan sebesar 5%, sedangkan pada teknnologi petani sebesar 20%. Usaha pencegahan ND pada ayam buras melalui vaksinasi pada umumnya dilakukan dengan mengikuti Sistem Empat yakni ayam divaksinasi pada umur 4 hari, selanjutnya umur 4 minggu dan setelah itu diulangi setiap 4 bulan dengan cara tetes mata atau suntikan (injeksi). Sistem ini hanya dapat dilakukan pada peternakan ayam buras intensif atau semi intensif, sedangkan untuk peternakan ayam buras ekstensif sulit dilaksanakan karena kesulitan untuk menangkap ayam untuk divaksin, karena pemeliharaannya tradisional. Bobot ayam buras umur 6 bulan adalah 1177 gram untuk teknologi introduksi, 1292 gram untuk teknologi perbaikan dan 732 gram untuk teknologi petani (Tabel 6). Tabel 6. Rata-rata bobot badan, konsumsi pakan dan mortalitas ayam buras umur 6 bulan Teknologi Bobot badan (g/ekor ) Konsumsi pakan (g/ekor/hr) Mortalitas (ekor) Introduksi 1177 75 1 Perbaikan 1292 75 1 Petani 732,16 75 6 Hasil pengkajian teknologi pakan pembesaran ayam buras pada Tabel 6 menunjukkan bahwa bobot badan ayam buras yang diberi ransum teknologi introduksi dan teknologi perbaikan cukup baik. Hal ini diduga karena kadar protein yang terkandung dalam ransum teknologi introduksi dan teknologi perbaikan relatif lebih tinggi dibanding teknologi petani. Teknologi introduksi 15,18% dan teknologi perbaikan 15,84% sedang teknologi petani hanya 10,6 % (Tabel 4). Konsumsi pakan jumlah yang sama,tetapi tingkat kandungan protein berbeda akan berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan ayam. Mortalitas atau tingkat kematian pada teknologi introduksi dan teknologi perbaikan cukup rendah. Keuntungan yang diperoleh selama 4 bulan dengan skala pemeliharaan 25 ekor, untuk teknologi introduksi adalah Revenue/cost (R/C) 1,13, teknologi perbaikan R/C 1,17 dan teknologi petani R/C 0,76. Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Teknologi introduksi menghasilkan performans ayam buras (produksi telur, daya tetas dan perkembangan populasi) yang lebih baik dibandingkan teknologi petani maupun teknologi perbaikan. Disamping itu, teknologi introduksi mampu menekan angka mortalitas ayam dibandingkan teknologi lainnya. Bobot ayam buras yang diberi ransum introduksi (protein 15,18%) dan ransum perbaikan (protein 15,84%) menunjukkan pertambahan bobot badan lebih baik dibandingkan dengan ayam yang diberi ransum teknologi petani (protein 10,6 %). Pendapatan dari usaha ayam buras untuk teknologi introduksi sebesar Rp. 102.415/ bulan dengan R/C 1,61; teknologi perbaikan sebesar Rp. 30.065/bulan dengan R/C 1,22 dan teknologi petani sebesar Rp. 10.900/ bulan dengan R/C 1,09. 276

Pendapatan untuk teknologi introduksi Rp 59.837 dan R/C 1,13, teknologi perbaikan Rp 73.00 dan R/C 1,17 dan teknologi petani 0,76 pada pembesaran ayam buras. Saran Untuk lebih meningkatkan produktivitas ayam buras diperlukan pembinaan yang lebih kontinyu terhadap petani peternak, dalam hal pola pemeliharaan, penanganan penyakit maupun pemasaran hasil ternak. Para peternak disarankan untuk membentuk kelompok tani, sehingga akan lebih memudahkan pembinaan dan mendapatkan informasi dari petugas kesehatan hewan maupun PPL serta kemudahan untuk memperoleh modal dari bank. DAFTAR PUSTAKA BASUNO, E. 1994. Teknologi peternakan untuk peternak skala kecil di perdesaan dan kasus pemeliharaan ayam buras. Prosiding Seminar Peran Peternak Dalam Pembangunan Desa Tertinggal tanggal 6 Juni, Bidang Managemen dan Produksi Peternakan Universitas Semarang. DESMAYATI, Z dan S. ISKANDAR. 1989. Ransum ayam pedaging komersial dicampur dengan dedak padi yang diberikan pada anak ayam kampung (buras). Prosiding Pengembangan Peternakan di Sumatera dalam Menyongsong Era Tinggal Landas. Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang. DINAS PETERNAKAN PROPINSI BENGKULU. 2002. Laporan Tahunan Dinas Peternakan Propinsi Bengkulu. SARENGAT, W dan S. KISMIATI, 1991. Kondisi Habitat Ayam Kedu di Daerah Asal Perkembangannya. Prosiding Seminar Pengembangan Peternakan Dalam menunjang Pengembangan Ekonomi Nasional, Tanggal 4 Mei 1991. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Sudirman, Purwokerto. SINURAT, A. P., SANTOSO. E. JUARINI, SUMANTO, T. MURSARI dan B. WIBOWO, 1992. Peningkatan produktivitas ayam buras melalui pendekatan sistem usahatani pada ternak. Ilmu dan Peternakan. Vol 5 No. 2. Balai Penelitian Ternak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. SUBIHARTA, T. PRASETYO, D. WILOTO dan M. SABRANI, 1985. Pengaruh konstruksi sangkar terhadap penetasan telur ayam sayur di perdesaan. Prosiding Seminar Peternakan dan Forum Peternakan Unggas. Aneka Ternak, Puslitbang Peternakan, Bogor. SOEKARTAWI, 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia Press. Jakarta. TOGATOROP, M. H dan JUARINI, E. 1993 Respon petani peternak ayam buras terhadap inovasi teknologi di daerah pasang surut Kabupaten Pontianak Kalimantan Barat. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Ternak Ayam Buras Melalui Wadah Koperasi Menyongsong PJPT II. Juli 1993. UNPAD, Bandung. 277

Lampiran 1. Analisis usaha ternak ayam buras di Desa Kedu Baru Kecamatan Kerkap Kabupaten Bengkulu Utara menggunakan teknologi introduksi Uraian Nilai (Rp.) Gross out put Penjualan telur 2.628 x 1000 1.220.000 Penjualan induk afkir 18 x 20.000 540.000 Penjualan jantan afkir 2 x 35.000 70.000 1.512.000 Gross input 1. Biaya tetap Penyusutan kandang dan alat (0,2 x 200.000) + 50.000) 90.000 2. Biaya tidak tetap Pembelian bibit induk (20 x 35.000) 700.000 Pembelian bibit jantan (2 x 40.000) 80.000 Pakan induk (22 x 0,1 x 365 x 1500) 1.204.500 Vaksin dan obat (22 x 4 x 500) 44.000 Total gross input 2.009.000 Penerimaan atas biaya tidak tetap 1.229.000 Penerimaan per bulan 102.415 R/C Ratio 1,61 Keterangan: Koefisien teknis yang digunakan dalam perhitungan ekonomi Rataan produksi telur harian 40% Mortalitas induk 10% Produksi telur 0,4 x 18 x 365 = 2.628 butir/tahun Lampiran 2. Analisis usaha ternak ayam buras di Desa Kedu Baru, Kecamatan Kerkap, Kabupaten Bengkulu Utara menggunakan teknologi perbaikan Uraian Nilai (Rp.) Gross out put Penjualan telur 1.551 x 1000 1.551.000 Penjualan induk afkir 17 x 20.000 510.000 Penjualan jantan afkir 2 x 35.000 70.000 2.225.000 Gross input 1. Biaya tetap Penyusutan kandang dan alat (0,2 x 200.000) + 50.000) 90.000 2. Biaya tidak tetap Pembelian bibit induk (20 x 35.000) 700.000 Pembelian bibit jantan (2 x 40.000) 80.000 Pakan induk (19 x 0,1 x 365 x 1200) 832.200 Vaksin dan obat (22 x 4 x 500) 44.000 Total gross input 1.746.200 Penerimaan atas biaya tidak tetap 384.800 Penerimaan per bulan 32.065 R/C Ratio 1,22 Keterangan: Koefisien teknis yang digunakan dalam perhitungan ekonomi Rataan produksi telur harian 25% Mortalitas induk 15% Produksi telur 0,25 x 17 x 365 = 1.551 butir/tahun 278

Lampiran 3. Analisis usaha ternak ayam buras di Desa Kedu Baru Kecamatan Kerkap Kabupaten Bengkulu Utara menggunakan teknologi petani Uraian Nilai (Rp.) Gross out put Penjualan telur 1.022 x 1000 1.220.000 Penjualan induk afkir 14 x 20.000 420.000 Penjualan jantan afkir 2 x 35.000 70.000 1.512.000 Gross input 1. Biaya tetap Penyusutan kandang dan alat (0,2 x 200.000) x 50.000) 90.000 2. Biaya tidak tetap Pembelian bibit induk (20 x 35.000) 700.000 Pembelian bibit jantan (2 x 40.000) 80.000 Pakan induk (16 x 0,1 x 365 x 800) 467.200 Vaksin dan obat (22 x 4 x 500) 44.000 Total gross input 1.381.200 Penerimaan atas biaya tidak tetap 130.800 Penerimaan per bulan 10.900 R/C Ratio 1,09 Keterangan: Koefisien teknis yang digunakan dalam perhitungan ekonomi Rataan produksi telur harian 20% Mortalitas induk 30% Produksi telur 0,2 x 14 x 365 = 1.022 butir/tahun Lampiran 4. Analisis usahatani pembesaran ayam buras (selama 120 hari/umur ± 6 bulan) dengan skala usaha 25 ekor Uraian Tenologi introduksi Teknologi perbaikan Teknologi petani A. Biaya Tetap - Penyusutan kandang B. Biaya Variabel - Bibit - Pakan (225 kg) - Vaksin ND - Neubro, Vitachick - Obat cacing - Theramycin Rp 20.000 Rp 75.000 Rp 328.163 Rp 6000 Rp 4500 Rp 3500 Rp 3000 Rp 20.000 Rp 75.000 Rp 315.000 Rp 6000 Rp 4500 Rp 3500 Rp 3000 Rp 20.000 Rp 75.000 Rp 281.250 Rp 6000 Rp 4500 Rp 3500 Rp 3000 Total Rp 440.162,50 Rp 427.000 Rp 393.250 C. Pendapatan hasil penjualan ayam D. Keuntungan E. R/C Rp 500.000 Rp 59.837,50 1,13 Rp 500.000 Rp 73.000 1,17 Rp 300.000 Rp 93.250 0.76 Sumber: Data olahan hasil pengkajian tahun 2001 279