FORMULASI KOSMETIK UNTUK MENDAPATKAN EFEK YANG MAKSIMAL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Munculnya kerutan halus pada wajah, timbul spot-spot hitam, merupakan ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. kecil daripada jaringan kulit lainnya. Dengan demikian, sifat barrier stratum korneum

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat banyak keuntungan dari penyampaian obat melalui kulit, seperti

Biofarmasetika sediaan perkutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

molekul yang kecil (< 500 Dalton), dan tidak menyebabkan iritasi kulit pada pemakaian topikal (Garala et al, 2009; Ansel, 1990).

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah.

sehingga mebutuhkan frekuensi pemberian dosis yang cukup tinggi. Penelitian sebelumnya oleh Chien (1989) mengenai perbandingan antara nilai

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

I. PENDAHULUAN. wajah yang dapat dibantu dengan bahan-bahan kosmetika. Peranan gizi dan

Studi Biofarmasetik Sediaan melalui Kulit

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh:

Pemberian obat secara bukal adalah pemberian obat dengan cara meletakkan obat diantara gusi dengan membran mukosa pipi. Pemberian sediaan melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, hipotesis dan manfaat penelitian.

BIOFARMASI Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

bioavailabilitasnya meningkat hingga mencapai F relsl = 63 ± 22 %

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

DRUG DELIVERY SYSTEM INTRANASAL FIFI ELVIRA JAMRI ( )

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

NASIB OBAT DALAM TUBUH (FARMAKOKINETIKA) REZQI HANDAYANI S.Farm, M.P.H., Apt

EFEK PENAMBAHAN BERBAGAI PENINGKAT PENETRASI TERHADAP PENETRASI PERKUTAN GEL NATRIUM DIKLOFENAK SECARA IN VITRO

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PROSES PELEPASAN, PELARUTAN, DAN ABSOPRSI

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat

MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR

PENGARUH HPMC DAN GLISEROL TERHADAP TRANSPOR TRANSDERMAL PROPRANOLOL HCl DALAM SEDIAAN MATRIKS PATCH DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL

OBAT-OBATAN DI MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji

TUGAS FARMAKOKINETIKA

PENGARUH HPMC DAN PROPILEN GLIKOL TERHADAP TRANSPOR TRANSDERMAL PROPRANOLOL HCl DALAM SEDIAAN MATRIKS PATCH DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

Penghantaran obat secara transdermal dibuat dalam bentuk patch. Dimana patch terdiri dari berbagai komponen, namun komponen yang paling penting dari

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

periode waktu yang terkendali, selain itu sediaan juga harus dapat diangkat dengan mudah setiap saat selama masa pengobatan (Patel et al., 2011).

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol

D. Jumlah sks PS (minimum untuk kelulusan) : 146 sks yang tersusun sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketoprofen [(3-benzophenyl)-propionic acid] adalah turunan asam

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HKSA DENGAN SIFAT MEMBRAN SEL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimana obat menembus ke dalam kulit menghasilkan efek lokal dan efek sistemik.

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehat, sakit atau terluka dimaksudkan untuk efek topikal. Salep digunakan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

baik berada di atas usus kecil (Kshirsagar et al., 2009). Dosis yang bisa digunakan sebagai obat antidiabetes 500 sampai 1000 mg tiga kali sehari.

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

PENETRASI PERKUTAN IN VITRO KOMPLEKS INKLUSI PENTAGAMAVUNON-0 (PGV-0) DENGAN β-siklodekstrin DALAM SEDIAAN GEL HIDROKSIPROPIL METILCELULOSE (HPMC)

BAB I PENGANTAR FARMAKOKINETIKA. meliputi ruang lingkup ilmu farmakokinetik dan dasar-dasar yang menunjang ilmu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

RONAL SIMANJUNTAK DIFUSI VITAMIN C DARI SEDIAAN GEL DAN KRIM PADA BERBAGAI ph PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

Interpolasi Polinom pada Farmakokinetik dengan Model Kompartemen Ganda

BAB I PENDAHULUAN. Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN... PENYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL. DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN. INTISARI.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KURIKULUM JURUSAN/PROGRAM STUDI FARMASI PENGEMBANGAN

PENETRASI PERKUTAN IN VITRO

EFEK PENAMBAHAN BERBAGAI PENINGKAT PENETRASI TERHADAP PENETRASI PERKUTAN GEL PIROKSIKAM SECARA IN VITRO SKRIPSI

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

STUDI EFEK MINYAK WIJEN, MINYAK ALMOND, DAN MINYAK ZAITUN TERHADAP PENETRASI INDOMETASIN MELALUI KULIT KELINCI SECARA IN VITRO DARI BASIS GEL ALGINAT

PENETRASI PERKUTAN IN VITRO

OPTIMASI KARBOKSIMETILSELULOSA NATRIUM SEBAGAI MATRIKS DAN TWEEN 60 SEBAGAI ENHANCER

merupakan masalah umum yang menimpa hampir 35% dari populasi umum, khususnya pediatri, geriatri, pasien stroke, penyakit parkinson, gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar

A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin

),parakor (P), tetapan sterik Es Taft, tetapan sterik U Charton dan tetapan sterimol Verloop (Siswandono & Susilowati, 2000). Dalam proses perubahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

BAB I PENDAHULUAN. Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STUDI EFEK ETANOL DAN GLISERIN TERHADAP PENETRASI INDOMETASIN MELALUI KULIT KELINCI DARI BASIS GEL ALGINAT SECARA IN VITRO SKRIPSI

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia

santalin, angolensin, pterocarpin, pterostilben homopterocarpin, prunetin (prunusetin), formonoetin, isoquiritigenin, p-hydroxyhydratropic acid,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB II

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EMULSI FARMASI. PHARM.DR. JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat

Transkripsi:

FORMULASI KOSMETIK UNTUK MENDAPATKAN EFEK YANG MAKSIMAL PHARM.DR.JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD Seminar Perkembangan Mutakhir di bidang Ilmu dan Teknologi Kosmetika PT Dwipar Loka Ayu dan PT Dwi Pardi Hotel Menara Peninsula, Jakarta 14-15 Maret 2005

LATAR BELAKANG SEDIAAN KOSMETIK AKHIR-AKHIR INI BANYAK YANG SUDAH MENGANDUNG BAHAN AKTIF, COSMECEUTICALS..? PENEMUAN BARU TERUS BERKEMBANG DAN DIPASARKAN, BAIK YANG SUDAH DILENGKAPI DENGAN DATA EFIKASI SECARA IN VITRO/IN VIVO ATAUPUN BELUM PERLU DILAKUKAN PEMASTIAN APAKAH FORMULASI KOSMETIK YANG MENGANDUNG BAHAN AKTIF TERSEBUT SUDAH OPTIMAL MENYAMPAIKAN BAHAN AKTIFNYA KE DALAM KULIT

PENYIAPAN FORMULASI SEDIAAN OBAT SECARA KONVENSIONAL(Cairan heterogen dan semisolid) Karakteristik fisik bahan aktif (struktur kristalisomorfisme-polimorfisme, ukuran dan distribusi ukuran partikel, densiti, warna-bau-rasa, viskositas) Karakteristik fisiko-kimia bahan aktif (kelarutan, titik leleh, wettability, pk) Data analitik bahan aktif(purity, data kualitatif dan kuantitatif) Uji compatibility Uji kestabilan dalam komposisi optimum (fisika, kimia, mikrobiologi, toksikologi, terapi)

LANJUTAN Petunjuk pengerjaan formula (komposisi, deskripsi-karakteristik kualitas dan eksipien, instruksi teknis:mixing,pemanasan,pendinginan dan parameter lain) Data biofarmasi (disolusi, absorpsi (permeasi), eliminasi, waktu paruh biologis, bioavailability, metabolisme) Petunjuk penyimpanan dan pengemasan Petunjuk kesehatan dan keselamatan kerja

PENYAMPAIAN BAHAN AKTIF KOSMETIK MELALUI KULIT Harus mempunyai sifat fisikokimia yang memudahkan penyerapan bahan aktif oleh stratum corneum, penetrasi bahan aktif melalui viable epidermis, pengambilan bahan aktif melalui mikrosirkulasi dalam dermal papillary layer Prosesnya secara praktis adalah: 1)bahan obat berdifusi dalam formula menuju kulit,2)kemudian berpartisi ke dalam kulit, berdifusi melalui stratum corneum,3)berpartisi ke dalam viable epidermis, berdifusi melalui viable epidermis,4)berpartisi ke dalam dermis dan berdifusi melalui dermis,5)berpartisi ke dalam lemak dan atau diredistribusi melalui kapiler darah pada batas epidermis/dermis Yang memegang peran dalam proses ini adalah:partisi dan difusi

ANATOMI & STRUKTUR KULIT Dua Lapisan Utama Penyusun Kulit : 1.Epidermis (Kulit Ari), Lapisan Paling Luar 2.Dermis (Kulit Jangat, Kutis) Dibawah Dermis terdapat subkutis atau jaringan lemak bawah kulit

MEKANISME PENYAMPAIAN dq/dt = P s (C d C r ) dq/dt = laju permeasi atau jumlah penetrasi per satuan luas dan waktu; Ps = koefisien permeabilitas keseluruhan dari jaringan kulit terhadap bahan aktif; C d = konsentrasi bahan aktif dalam stratum corneum; C r = konsentrasi bahan aktif dalam sirkulasi sistemik P s = K s/d.d ss / h s K s/d = koefisien partisi D ss = koefisien difusi h ss = tebal jaringan kulit untuk penetrasi molekul K s/d = C d /C form

KESIMPULAN Untuk meningkatkan dq/dt adalah: 1. Menaikkan P s 2. Menaikkan K s/d 3. Menaikkan D 4. Menaikkan C d, menurunkan C form 5. Menaikkan (C d C r )

PENGARUH FORMULASI PADA PENYAMPAIAN BAHAN AKTIF MELALUI KULIT Jumlah bahan aktif yang larut dalam formulasi untuk penetrasi kulit: Semakin banyak jumlahnya semakin banyak yang berpenetrasi hingga tercapai konsentrasi jenuh dalam kulit Polaritas formulasi relatif terhadap stratum corneum: jika bahan aktif lebih larut dalam stratum corneum dp dalam formulasi, maka bahan aktif akan lebih banyak berada dalam stratum corneum, ini yang diharapkan Mengharapkan keduanya dipenuhi sekaligus agak sulit.gunakan konsep RPI (Relative Polarity Index)

RELATIVE POLARITY INDEX Suatu konsep baru untuk membandingkan polaritas bahan aktif dengan stratum corneum dan komponen emolient suatu formulasi kosmetik RPI digambarkan sebagai suatu garis vertikal dengan polaritas tinggi di bagian atas dan lipofilitas tinggi di bagian bawah Polaritas ditunjukkan dengan K oktanol/air Dibutuhkan (dalam skala log 10 ): 1. Polaritas stratum corneum diset pada 0,8 2. Polaritas bahan aktif 3. Polaritas formulasi

3 SKENARIO DAPAT DIBEDAKAN Polaritas bahan aktif sama dengan stratum corneum Polaritas bahan aktif lebih kecil dari stratum corneum Polaritas bahan aktif lebih besar dari stratum corneum

POLARITAS BAHAN AKTIF SAMA DENGAN STRATUM CORNEUM Kelarutan bahan aktif dalam formulasi dan stratum corneum sama (log Koct/air=0,79) Tidak ada daya dorong dari bahan aktif untuk meninggalkan formulasi menuju kulit Ubah polaritas formulasi sehingga daya dorong untuk partisi bahan aktif ke dalam stratum corneum meningkat, tapi kelarutannya dalam formulasi turun

POLARITAS BAHAN AKTIF LEBIH BESAR (LEBIH POLAR) DARI STRATUM CORNEUM hydro Arbu 0,01 Strcorn 0,80 lipoph Arbutin sebagai contoh(logkoct/air=0,01) Penetrant polarity gap=polarity penetrant-polarity stratum corneum=0,8-0,01=0,79 Polaritas formulasi dimana bahan aktif larut harus 0,79> atau 0,79< bahan aktif yaitu bisa diperoleh >0,8(0,01+0,79) atau < 0,78(0,01-0,79) Untuk formulasi yang lebih lipofilik dp stratcorn maka arbutin akan lebih larut dalam stratcorneum menghasilkan daya dorong untuk berpartisi dalam stratum corneum Semakin besar perbedaan polaritas antara formulasi dan bahan aktif, semakin besar daya dorong untuk berpartisi ke dalam stratum corneum

hydro POLARITAS BAHAN AKTIF LEBIH KECIL(LEBIH LIPOFILIK) DARI STRATUM CORNEUM Stracorn =0,80 Dioic acid =5,80 lipoph Contoh dioic acid log Koct/air=5,80 Penetrant polarity gap=polarity stratum corneum-polarity active ingredients= 5,8-0,8=5 Polaritas formulasi dimana bahan aktif terlarut harus >5 dari bahan aktif yaitu diatas 10,8 (5,8+5)atau di bawah 0,8(5,8-5) Untuk formulasi yang kurang lipofilik dp stratum corneum, dioic acid harus lebih larut dalam stratum corneum dp dalam formulasi shg akan terletak dalam stratum corneum menghasilkan daya dorong untuk berpartisi dalam stratum corneum Semakin besar perbedaan polaritas antara formulasi dan bahan aktif, semakin besar daya dorong untuk berpartisi ke dalam stratum corneum

PENGGUNAAN RPI DALAM PRAKTEK Polaritas formulasi harus sejauh mungkin dari polaritas bahan aktif untuk meningkatkan daya dorong bahan aktif ke dalam kulit Polaritas formulasi harus sedekat mungkin dari polaritas polaritas bahan aktif untuk memastikan bahwa konsentrasi tinggi akan menjamin penetrasi kulit lebih banyak sehingga tercapai konsentrasi jaringan yang efektif dalam kulit

LANGKAH2 YANG DILAKUKAN Mengoptimasikan kelarutan dengan memilih emolient/pelarut primer (RPI±bahan aktif) Mengoptimasikan daya dorong dengan memilih emolient/pelarut sekunder dimana bahan aktif jauh kurang larut didalamnya tetapi masih dapat bercampur dengan pelarut/emolient asal) Membuat formulasi yang penghantarannya dioptimasi dan efikasinya diuji secara in vitro dengan menggunakan alat sel difusi Franz Membuat formulasi yang tidak dioptimasi penghantarannya dan efikasinya diuji secara in vitro dengan menggunakan alat sel difusi Franz Menentukan kadar bahan aktif secara spektrofotometri