BAB I PENDAHULUAN. menerus berupaya untuk mensejahterakan rakyatnya. Salah satu hal yang dapat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Negara dengan jumlah penduduk ± jiwa dengan laju

ANALISIS KELAYAKAN INFRASTRUKTUR DI PROVINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN PENILAIAN PRAKTISI DAN AKADEMISI TEKNIK SIPIL

PERSEPSI INSINYUR TEKNIK SIPIL MENGENAI KELAYAKAN INFRASTRUKTUR PROPINSI JAWA BARAT. Oleh: ERVANDES BENY SANJAYA NPM.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Tengah didapat nilai D, dengan persentase rating sebesar 69,79%. Analisa data ini

ANALISIS KELAYAKAN INFRASTRUKTUR DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BERDASARKAN PENILAIAN PRAKTISI DAN AKADEMISI TEKNIK SIPIL

ANALISIS KELAYAKAN INFRASTRUKTUR DI PROVINSI MALUKU BERDASARKAN PENILAIAN PRAKTISI DAN AKADEMISI TEKNIK SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan didaerah-daerah tertentu,. Untuk itu sektor yang kini menjadi pusat

ANALISIS KELAYAKAN INFRASTRUKTUR DI PROVINSI JAWA TIMUR BERDASARKAN PENILAIAN PRAKTISI DAN AKADEMISI TEKNIK SIPIL

ANALISIS KELAYAKAN INFRASTRUKTUR DI PROVINSI BALI BERDASARKAN PENILAIAN PRAKTISI DAN AKADEMISI TEKNIK SIPIL

ANALISIS KELAYAKAN INFRASTRUKTUR DI PROVINSI BENGKULU BERDASARKAN PENILAIAN PRAKTISI DAN AKADEMISI TEKNIK SIPIL

KATA PENGANTAR. Terima kasih. Tim Penyusun. Penyusunan Outlook Pembangunan dan Indeks Daya Saing Infrastruktur

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kontraktor), maka diperoleh rating keseluruhan infrastruktur yang diteliti di Provinsi

ANALISIS KONDISI INFRASTRUKTUR DENGAN MENGGUNAKAN SKALA PENILAIAN ASCE DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, kependudukan, sarana dan prasarana serta transportasi. Adanya

Implementasi Perpres 67/2005 di Daerah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

BAB 1 PENDAHULUAN. masa yang akan datang. Laporan infrastruktur tersebut telah disitasi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Serikat untuk membuat penilai infrastruktur di Australia. sekalipun pemerintah SBY sudah membentuk MP3EI untuk pengembangan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pengembang, Kontraktor), maka diperoleh rating keseluruhan infrastruktur yang

BAB I PENDAHULUAN. mampu mpu memberikan erikan kesejahteraan penduduk dengan pembangunan ekonomi

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

ANALISIS KONDISI INFRASTRUKTUR DENGAN MENGGUNAKAN SKALA PENILAIAN ASCE DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di Amerika Serikat, sejak tahun 1998, ASCE telah mempublikasikan tiga

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164/PMK.06/2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2012 SERI E.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164 /PMK.06/2014 TENTANG

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dengan perolehan rating sebesar 59,31%. Dari hasil analisis pada setiap

Kajian Pustaka Keterkaitan Infrastruktur Publik dan Ekonomi Oleh : Ir. Putu Rudi Setiawan Msc

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infrastruktur menurut Grigg (Nurmadimah, 2012:19) adalah semua fasilititas

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di Amerika Serikat (1998), ASCE telah mempublikasikan beberapa

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. infrastruktur di Propinsi Kalimantan Barat adalah E dengan perolehan rating

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagai kontraktor, konsultan,pemerintahan DPU, Non PU serta Perguruan Tinggi

CANN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR :_3 TAHUN 2010 TAHUN TENTANG PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN TAHUN JAMAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan dan penambahan yang sangat pesat terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dasa warsa terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stabil

Undang-Undang No. 2 tahun 2012

GORR Dipastikan Tuntas 2019, Khusus Segmen I,II, Segmen III Tersendat Pembebasan Lahan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh keterbatasan dari daya saing produksi (supply side), serta

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

BAB I PENDAHULUAN. Dari alokasi belanja modal sebesar 216,1 triliun rupiah, sebesar 203,7 triliun

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR :_3 TAHUN 2010 TAHUN TENTANG PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN TAHUN JAMAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Daya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jalan tol dengan asumsi biaya sekitar Rp miliar per km. Sedangkan lapangan kerja yang tercipta sekitar

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan dan tingkat pendidikan) maupun dalam modal fisik, seperti

INDIKASI PROGRAM UTAMA LIMA TAHUNAN

PEMASARAN PRODUK INDUSTRI KONSTRUKSI PRACETAK PRATEGANG

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

F A C T S H E E T S B Kebijakan Realokasi Anggaran

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembangunan manusia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada tahun 1990 UNDP (United Nations Development Programme) dalam

BAB I PENDAHULUAN. saing global, dan memperbaiki iklim investasi secara keseluruhan.

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.118, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Infrastruktur. Perusahaan. Pembiayaan.

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2009 NOMOR : 24 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 24 TAHUN 2009 TENTANG MEKANISME KERJASAMA ASET DAERAH

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PERTEMUAN KE 10 OLEH : TRIYONO, SS. MM. STTNAS YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa pemerintahan Presiden ke-7 Indonesia, Ir.

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. ini telah menjadi pendorong pada integrasi kota-kota besar di Indonesia, dan juga di

DAMPAK MASIF KORUPSI. Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi. unless we destroy corruption, corruption will destroy us 3/8/2013.

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang berlaku walaupun terjadi secara berlanjut dalam

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 15 TAHUN 2009

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANALISIS KELAYAKAN INFRASTRUKTUR DI PROVINSI JAMBI BERDASARKAN PENILAIAN PRAKTISI DAN AKADEMISI TEKNIK SIPIL

PENYUSUNAN MATRIKS PERSANDINGAN PROGRAM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS PELUANG INTERNASIONAL

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 142/PMK.07/2007 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA ALOKASI KHUSUS TAHUN ANGGARAN 2008 MENTERI KEUANGAN,

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala BAPPENAS

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

Dr.Eng. MUHAMMAD ZUDHY IRAWAN

BAB IV ANALISA DAN HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. saat menghadiri Rapimnas dan Rakernas (Rapat Pimpinan dan Rapat Kerja Nasional),

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

DIKLAT MANAJEMEN PROYEK. Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

BAB I PENDAHULUAN. penentuan harga pokok harus diusahakan untuk mendapatkan harga pokok yang

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

ANALISIS KELAYAKAN INFRASTRUKTUR DI PROVINSI KALIMANTAN UTARA BERDASARKAN PENILAIAN PRAKTISI DAN AKADEMISI TEKNIK SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. upaya terus ditempuh pemerintah guna mendorong pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tidak bisa berjalan sendiri karena dibutuhkan biaya yang sangat besar.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang berkembang, sehingga terus menerus berupaya untuk mensejahterakan rakyatnya. Salah satu hal yang dapat dilakukan negara guna meningkatkan kesejahteraan rakyat, yakni melalui penyediaan dan perbaikan infrastruktur. Contoh, tersedianya jalan-jalan (baik jalan biasa maupun jalan tol) akan sangat membantu berkembangnya masyarakat di suatu wilayah, kegiatan bisnis atau usaha di suatu wilayah akan semakin berkembang seiring dengan semakin baiknya ketersediaan infrastruktur jalan yang merupakan akses ke wilayah tersebut. Begitu pula jenis-jenis infrastruktur lain seperti pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, infrastruktur tenaga listrik, penyediaan air minum, infrastruktur persampahan, dan juga infrastruktur telekomunikasi. Saat infrastruktur dalam sebuah wilayah tersebut tercukupi dan memenuhi syarat, maka wilayah tersebut mampu mencapai stabilitas ekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, peningkatkan Produk Domestik Bruto serta menurunkan tingkat penganguran. Pentingnya ketersediaan infrastruktur tersebut membuat Pemerintah sebagai pihak yang berwenang untuk menyediakan infrastruktur tersebut membutuhkan suatu dana yang sangat besar untuk mendanai pembangunan infrastruktur yang menyeluruh dan berkesinambungan. Ironisnya, bahwa 1

2 kemampuan pemerintah untuk menyediakan dana untuk menyediakan infrastruktur jauh dari kata cukup. Sebagai gambaran Pemerintah memiliki target pembiayaan infrastruktur selama tahun 2009-2014 (untuk memenuhi Millenium Development Goal pada tahun 2015) adalah sebesar kurang lebih 1400 triliun rupiah, sementara kemampuan pendanaan Pemerintah sendiri melalui APBN selama 5 tahun diprediksikan hanya mencapai sekitar 400 triliun rupiah. Dalam hal indikator infrastruktur, Indonesia mengalami penurunan dan posisi Indonesia tertinggal dari negara tetangga. Beban listrik yang besar terpusat di Pulau Jawa dan Bali, sementara di pulau-pulau besar lainnya mengalami kekurangan listrik yang sangat besar. Jalan raya perkotaan sudah terlalu padat dan jalan bebas hambatan yang baru yang diharapkan akan membantu mendorong pertumbuhan ekonomi masih dalam tahap perencanaan. Rasio penduduk yang memiliki akses terhadap air pipa sebenarnya sudah mengalami penurunan akibat penutupan sejumlah fasilitas dan karena pertumbuhan penduduk. Bagaimanapun, pada masa lalu Indonesia pernah mengungguli Thailand, Taiwan, China, dan Sri Lanka dalam Global Competitiveness Report s 1996 tentang Indeks Mutu Infrastruktur secara keseluruhan. Pada 2002, negara-negara ini telah mampu melampaui Indonesia (Bank Dunia, 2007:80). Sektor air bersih dan listrik yang sangat vital mengalami krisis. Kurangnya kapasitas dan daya listrik serta memburuknya layanan air pipa adalah akibat dari tingkat investasi yang rendah selama satu dekade. Penyediaan sambungan kepada konsumen di wilayah Indonesia bagian timur yang memerlukan biaya lebih tinggi

3 terkendala oleh tarif listrik yang seragam bersifat regresif dan tidak memberikan insentif (Bank Dunia, 2007:81). Salah satu provinsi di Indonesia yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah Provinsi Jawa Tengah. Terpilihnya Provinsi Jawa Tengah ini karena pada tahun 2014 pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan infrastruktur untuk merehabilitasi dan pembangunan baru infrastruktur mencapai nilai sekitar Rp 1.000 triliun dalam lima tahun atau rata-rata sebesar Rp 200 triliun per tahun. Selain itu, pihak pemerintah pusat telah bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk membangun jalan Jalur Lintas Selatan (JLS). Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, selain telah merencanakan pembangunan JLS tersebut juga telah memulai persiapan pembangunan jalan tol Semarang-Solo dan perluasan Bandara A Yani untuk menjadi bandara internasional. Berdasarkan hal tersebut, di tingkat daerah alokasi anggaran untuk infrastruktur terus meningkat, namun temuan studi KPPOD memperlihatkan bahwa peningkatan anggaran tersebut tidak diikuti dengan peningkatan kualitas infrastruktur. Korupsi dipandang sebagai biang keladi dari ketidaksinkronan antara peningkatan anggaran dengan kualitas infrastrukur. Kenyataan lain bahwa selama ini ketersediaan infrastruktur justru masih menjadi kendala utama bagi aktivitas usaha di Indonesia. Di sisi lain, peran swasta dalam pembiayaan infrastruktur dituntut melalui berbagai skema. Sayangnya ada sejumlah daerah yang mengalihkan tanggung jawab penyediaan infrastruktur tersebut kepada pihak swasta (melalui Peraturan Daerah) dengan alasan dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan usaha. Namun sayang pengalihan tanggung jawab

4 tersebut tidak diikuti kompensasi terhadap swasta yang menyediakan kontribusi yang sudah diberikan, malahan justru sanksi bila pihak swasta tidak sanggup melaksanakannya. Berdasarkan uraian diatas maka masalah yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kelayakan infrastruktur yang dimiliki Provinsi Jawa Tengah berdasarkan penilaian para praktisi dan akademisi teknik sipil. 1.2. Perumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas maka muncul pertanyaan sebagai berikut: Bagaimanakah kelayakan infrastruktur yang dimiliki Provinsi Jawa Tengah berdasarkan penilaian para praktisi dan akademisi teknik sipil?. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kelayakan infrastruktur Provinsi Jawa Tengah berdasarkan penilaian para praktisi dan akademisi teknik sipil. 1.4. Ruang Lingkup Infrastruktur yang akan dimasukkan dalam laporan ini meliputi: pelabuhan udara, pelabuhan laut, terminal bus, stasiun KA, rel kereta api, jembatan dan jalan (antar provinsi), jembatan dan jalan (kota dan kabupaten), dam dan irigasi, air bersih, buangan air kotor, buangan sampah, listrik, obyek/fasilitas pariwisata,

5 buangan limbah industri, sekolah/universitas, telekomunikasi di Provinsi jawa Tengah. 1.5. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan pengetahuan pada kajian kelayakan infrastruktur berdasarkan penilaian para praktisi dan akademisi teknik sipil. 2. Manfaat praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk memperbaiki atau meningkatkan infrastruktur yang berguna bagi kesejahteraan masyarakat. 1.6. Keasilan Tugas Akhir Berdasarkan data tugas akhir di Universitas Atma Jaya Yogyakarta, tugas akhir dengan judul Analisis Kelayakan Infrastruktur di Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Penilaian Praktisi dan Akademisi Teknik Sipil belum pernah dilakukan sebelumnya.