PENTINGNYA MENCERMATI SELF-INSTRUCTION DAN SELF- ESTEEM DALAM PEMBELAJARAN BAHASA ASING: STUDI KASUS PENGAJARAN MENYIMAK ABSTRAK Apriliya Dwi Prihatiningtyas Fakultas Sastra Jurusan Bahasa dan Sastra Cina liya_moudiva@ymail.com Penelitian berbasis kelas ini dilakukan untuk mencermati faktor personal, yakni self-instruction atau instruksi diri dan self-esteem atau harga diri yang secara langsung memengaruhi keberhasilan pembelajaran bahasa asing, dalam hal ini keterampilan menyimak. Dengan mengelompokkan mahasiswa berdasarkan status mahasiswa dan latar belakang kemampuan semester sebelumnya akan membantu pengajar menentukan strategi yang sesuai agar dapat mencermati faktor termaksud sehingga dapat membantu mahasiswa dalam meningkatkan keaktifannya yang berpengaruh pada kemampuan menyimaknya. Selain mencermati kedua aspek ini melalui kegiatan kelas yang meragamkan bentuk latihan, pengajar juga menggunakan daftar tanyaan. Perkembangan hasil belajar dapat dievaluasi melalui ujian tengah dan akhir semester. Isian daftar tanyaan digunakan untuk mengetahui lebih dalam aspek instruksi diri dan harga diri masing-masing mahasiswa. Daftar tanyaan ini dapat dikontraskan dengan hasil penelitian lapangan dan hasil evaluasi belajar berjangka sehingga membantu pengajar menajamkan penilaiannya terhadap mahasiswa asuhannya. Pada dasarnya mahasiswa yang diteliti memiliki kemampuan yang bisa didorong agar memicu tumbuhnya instruksi diri dan harga diri. Namun faktor lain seperti status mahasiswa dan latar belakang kemampuan ternyata dapat membuat rasa percaya diri mahasiswa melemah sehingga sulit baginya menumbuhkan kedua aspek tersebut. Kata kunci: self-instruction, self-esteem, menyimak, pembelajaran, keberhasilan. 1. PENDAHULUAN Menyimak dalam pengajaran bahasa asing biasanya menjadi keterampilan yang tidak disukai mahasiswa bahasa asing, terutama mahasiswa bahasa Cina. Perbedaan bunyi dan adanya unsur suprasegmental yang menjadi kekhasan bahasa ini menjadikan mahasiswa selalu merasa kesulitan menyimak dengan baik konteks yang diperdengarkan. Beberapa mahasiswa dapat menikmati kegiatan menyimak, namun sebagian yang lain bisa jadi merasa tertekan khususnya apabila pengajar tidak memberikan bantuan berupa diskusi gagasan, kosakata, gambar, dan beragam bentuk latihan menyimak. Akibatnya pengajar selalu bekerja ekstra untuk membantu para mahasiswa agar dapat memahami konteks yang diperdengarkan. Dampak lain yang muncul adalah mahasiswa menjadi tidak mandiri dan kemungkinan tidak terjadi interaksi di dalam kelas menjadi sangat besar. Mencermati self-instruction dan self-esteem yang dibutuhkan dalam belajar bahasa asing akan membantu pengajar dalam mempersiapkan kelas menyimak sekaligus dapat menjadikan mahasiswa sebagai penyimak mandiri. Dalam kelas menyimak, mahasiswa cenderung mengandalkan pengajar untuk dapat memahami tema yang diperdengarkan. Pada sebagian kasus, mahasiswa menganggap kesulitan ini berasal
dari bahan ajar yang disajikan akibatnya pengajar cenderung sepenuhnya mengendalikan kelas. Hal ini akan membuat mahasiswa menjadi pasif dan memiliki ketergantungan yang tinggi pada pengajar. Oleh karena itu, mencermati self-instruction (instruksi diri) dan self-esteem (harga diri) mahasiswa melalui pengamatan aktivitas mereka dalam kelas menyimak dan menilai proses dan hasil aktivitas ini, dapat membantu pengajar memberi masukan agar mahasiswa mandiri saat kegiatan menyimak berlangsung dan mampu mengatasi kesulitan yang dihadapinya saat berlatih di luar kelas. 2. TINJAUAN PUSTAKA Dickinson (1987:11) mendefinisikan self-instruction atau instruksi diri sebagai situasi ketika mahasiswa belajar dan berupaya melakukan kegiatan belajarnya tanpa kendali langsung dari pengajar. Self-instruction mengacu pada tanggung jawab pribadi dalam proses belajar, khususnya bahasa asing. Dorongan self-instruction yang kuat akan memberi dampak yang baik pada proses belajar bahasa asing, demikian berlaku sebaliknya, apabila dorongan tersebut lemah maka proses belajar bahasa asing tidak akan berjalan sesuai rencana. Sementara self-esteem atau harga diri yang merupakan aspek mendasar perilaku manusia dianggap oleh Brown (2000:144-145) sebagai faktor personal yang juga memengaruhi keberhasilan proses belajar bahasa asing. Oleh karena itu, mencermati kedua aspek ini agar proses pembelajaran berjalan baik dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan akan sangat membantu pengajar memandu jalannya kelas bahasa asing. Dalam pembelajaran bahasa asing kedua hal ini menjadi aspek yang sangat penting dalam mendukung proses pembelajaran yang akhirnya akan sangat memengaruhi hasil yang dicapai. Ada lima alasan yang membuat dua aspek ini direkomendasikan untuk dicermati dalam pembelajaran bahasa asing. Instruksi Diri Alasan Praktis Perbedaan Individu di antara Pembelajar Tujuan Pembelajaran Motivasi Mempelajari Cara Belajar Bahasa Asing Bakat Belajar Bahasa Strategi dan Gaya Kognitif Tujuan Pembelajaran yang Lebih Luas: otonomi&persyaratan studi lanjutan Meningkatkan Efisiensi Pembelajaran: Faktor afektif (selfesteem) Faktor yang Memengaruhi Motivasi Motivasi Ekstrinsik dan Intrinsik Strategi Belajar Bagan 1. Penjabaran Self-Instruction (Dickinson, 1987:19) Alasan praktis mengacu pada kondisi yang mengharuskan mahasiswa untuk belajar bahasa asing. Perbedaan yang khas pada tiap mahasiswa dianggap memiliki peran penting dalam pembelajaran bahasa. Tujuan pembelajaran terbagi atas peningkatan efisiensi belajar dan
tujuan yang lebih luas. Stern (1983:411) menyatakan bahwa mahasiswa yang baik akan menunjukkan empat strategi dasar dalam proses belajarnya. Mahasiswa yang baik memiliki strategi perencanaan yang aktif yang menunjukkan kemampuan memilih tujuan jangka panjang dan jangka pendek dari proses belajarnya serta memahami pemeringkatan dan tahapan perkembangannya. Mahasiswa yang baik memiliki strategi pembelajaran akademik yang mampu menunjukkan pemahamannya atas bahasa sebagai sistem formal dengan aturan dan hubungan yang reguler di antara bahasa dan makna. Mereka selalu memonitor penggunaan bahasanya dan segera memperbaiki kesalahan demi kemajuannya. Mahasiswa yang baik akan memiliki strategi pembelajaran sosial yang menunjukkan kesadaran sikapnya bahwa pada tahap awal pembelajaran mereka akan memiliki ketergantungan pada bahasa sasaran. Mahasiswa yang baik memiliki strategi yang efektif dalam mengatasi masalah emosi dan motivasi dalam pembelajaran bahasa. Self-instruction membantu mahasiswa mengembangkan dua strategi pertama sekaligus mendukung mahasiswa dalam pengembangan strategi pembelajaran sosial dan penanganan masalah motivasi dan emosi dari pembelajaran bahasa. Self-instruction membantu mahasiswa memeroleh dua strategi pertama dengan membangkitkan mereka untuk lebih bertanggungjawab terhadap proses belajar mereka. Hal ini sekaligus menyadarkan mereka untuk mempertimbangkan kebutuhan pembelajaran mereka dan pada beberapa kasus membuat mahasiswa menganalisis proses pembelajarannya secara substansial. Dengan demikian, mahasiswa menyadari tujuan pembelajaran yang ideal dan memahami pemeringkatan dan penahapan dalam proses belajar bahasa. Mereka juga mulai cermat menentukan tujuan jangka panjang dan pendek yang relevan, dan memonitor serta mengukur pencapaian usahanya melalui beragam teknik self-assessment. Faktor personal yang mendukung suksesnya pembelajaran bahasa adalah afektif. Faktor afektif mengacu pada sikap mahasiswa terhadap bahasa sasaran dan penggunanya serta tanggapan emosionalnya. Salah satu faktor afektif yang mendukung keberhasilan pembelajaran bahasa adalah self-esteem atau harga diri. Manusia mendapatkan rasa atau nilai atas harga diri dan kepercayaan dirinya dari akumulasi pengalaman pada dirinya maupun pengalaman dengan orang lain dan melalui penilaian masyarakat atau lingkungannya. Ada tiga tingkatan umum self-esteem yang disampaikan oleh Brown (2000:145), yakni: 1) Umum atau global; self-esteem relatif stabil pada orang dewasa dan cenderung sulit diubah kecuali melalui terapi khusus yang berkelanjutan. 2) Situasional/spesifik; pada tingkat ini seseorang sangat tergantung pada situasi atau kondisi yang ada, baik pada interaksi sosial, dalam dunia kerja, lingkup pendidikan, di dalam keluarga, atau karena faktor lain seperti intelegensi, kemampuan berkomunikasi, kemampuan atletik dan perilaku, seperti berempati, penuh perhatian, dan fleksibel. 3) Task self-esteem berhubungan dengan penugasan khusus dalam situasi tertentu. Misalnya dalam domain pendidikan, self-esteem mengacu pada wilayah permasalahan seseorang. Self-esteem spesifik secara umum termasuk dalam pemerolehan bahasa kedua, dan task self-esteem mengacu pada evaluasi diri seseorang dari proses aspek tertentu, yakni aspek berbicara, menulis, kelas tertentu dalam bahasa kedua, atau bahkan pada latihan kelas yang khusus. Tujuan pembelajaran yang lebih luas dapat berupa otonomi, yakni situasi mahasiswa bertanggungjawab atas segala keputusan yang berkaitan dengan pembelajarannya dan mulai
merealisasikan keputusan yang diambilnya. Mahasiswa dewasa seharusnya memiliki kesempatan belajar sebesar dan sebanyak tanggung jawab dalam proses tersebut sepanjang mampu mengatasinya. Hal ini akan memaksa mahasiswa menganalisis kebutuhannya sendiri, menentukan tujuan yang lebih khusus lagi, memilih proses yang akan dilaluinya untuk mencapai tujuan tersebut dan mengukur tingkat keberhasilan yang dicapainya. Persyaratan studi lanjutan juga merupakan tujuan pembelajaran yang lebih luas yang akhirnya ditempuh mahasiswa akibat perkembangan sosial, ekonomi, dan teknologi. Kemajuan zaman akan menuntut setiap individu memiliki keterampilan yang dibutuhkan oleh bidang pekerjaannya. Perkembangan budaya dan masyarakat menjadi implikasi bagi pembelajaran bahasa. Tuntutan adanya studi lanjutan dapat diatasi dengan mengadopsi beberapa bentuk model self-instruction. Hubungan motivasi dengan self-instruction sangatlah kompleks. Ada empat komponen utama dari motivasi yang diusung oleh Stern s dalam Dickinson (1987:29-30), yaitu sikap khusus kelompok yang mengacu pada sikap mahasiswa terhadap komunitas pengguna bahasa sasaran; motif mahasiswa mempelajari bahasa sasaran dibedakan atas motivasi integratif yang merupakan keinginan untuk bisa diterima oleh komunitas pengguna bahasa sasaran, dan motivasi instrumental yang mengacu kepada kebutuhan mempelajari bahasa sasaran untuk tujuan yang berkaitan dengan pekerjaan atau pendidikannya; faktor afektif mengacu kepada ketertarikan pada bahasa asing dan pengakuan atas kemampuan yang telah dicapainya; motivasi intrinsik dan ekstrinsik sangat penting di dalam proses belajar bahasa asing. Dalam kasus tertentu, motivasi ekstrinsik yang berupa penilaian kemampuan yang dihargai (seperti insentif, kenaikan pangkat, kesempatan mendapatkan beasiswa dan lain-lain) dapat berubah menjadi motivasi intrinsik yang akhirnya menjadi penentu keberhasilannya dalam mempelajari bahasa asing. Dorongan selfinstruction dan self-esteem mahasiswa akan semakin besar tentunya. Memahami cara belajar bahasa asing akan membuat proses belajar menjadi lebih mudah dan tidak menimbulkan tekanan. Memberi mahasiswa kesempatan seluas-luasnya untuk mengeksplorasi kemampuannya, menggunakan bahasa yang dipelajarinya, mengembangkan metode belajar yang sesuai dengan dirinya akan sangat membantu kedua belah pihak mencapai keberhasilan proses belajar bahasa asing. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan terhadap mahasiswa kelas menyimak bahasa Mandarin semester empat, universitas ini sebanyak 25 orang dengan rincian lima orang adalah mahasiswa mengulang, lima orang mahasiswa pindahan dan sisanya tidak. Pengajar memberi perhatian khusus pada kelima orang ini karena berkeyakinan biasanya secara psikologis mahasiswa mengulang memiliki rasa percaya diri yang rendah. Dari 20 mahasiswa ini, separuhnya memiliki kemampuan menyimak yang kurang (berdasarkan pengalaman semester-semester sebelumnya). Oleh karena itu, pengajar juga memberi perhatian khusus pada mahasiswa ini agar dapat dinilai kemajuannya. Pada pengajaran kelas menyimak, pengajar selalu memberi petunjuk untuk menyimak teks yang akan diperdengarkan pada pertemuan berikutnya. Pada saat kelas menyimak berlangsung, pengajar memberi kesempatan kepada setiap mahasiswa untuk menuliskan kosakata yang mereka dengar, lalu didiskusikan. Setiap mahasiswa dapat memberikan pendapatnya berkaitan dengan teks. Dari diskusi ini, setelah enam kali pertemuan, akan terlihat derajat keaktifan
mahasiswa saat kelas menyimak berlangsung. Penilaian ini dapat dianalisis untuk melihat seberapa tinggi self-instruction dan self esteem yang dimiliki mahasiswa. Penilaian kedua dapat dilihat dari latihan yang disajikan pengajar setelah kegiatan menyimak selesai. Keragaman bentuk latihan akan membantu pengajar melihat strategi mahasiswa dalam memahami teks yang diperdengarkan. Kemajuan atau bahkan kemunduran kemampuan mahasiswa akan terlihat dari hasil yang mereka kerjakan. Untuk dapat mengetahui lebih dalam mengenai self-instruction dan self esteem yang dimiliki mahasiswa, pengajar meminta mahasiswa mengisi daftar tanyaan berkenaan dengan keterkaitan dua aspek ini dalam mendukung keberhasilan proses pembelajaran bahasa asing. Evaluasi hasil kegiatan dapat dilakukan dua kali, yakni pada Ujian Tengah Semester dan Ujian Akhir Semester. Dari evaluasi ini akan terlihat kemajuan yang dialami oleh mahasiswa yang memiliki dorongan self-instruction dan self esteem yang kuat. Dari hasil pengamatan dan isian daftar tanyaan dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1.1 Enam pertemuan sebelum Ujian Tengah Semester: 1.1.1 Mahasiswa yang mendapat perhatian khusus hanya sekali dua kali berani menuliskan kosakata yang didengarnya di papan tulis untuk didiskusikan bersama, sementara mahasiswa yang biasa aktif tetap menunjukkan keaktifannya. 1.1.2 Mahasiswa yang mendapat perhatian khusus menyelesaikan latihan berdasarkan pemahamannya, sementara mahasiswa yang lain berdasarkan pemahamannya dilengkapi dengan hasil diskusi kelas. 1.1.3 Hasil Ujian Tengah Semester: mahasiswa yang mendapat perhatian khusus mulai berani menebak gagasan berdasarkan kosakata yang didengarnya sehingga pencapaian pemahaman menjadi lebih baik, sementara mahasiswa yang lain menunjukkan pencapaian yang sangat baik. 1.1.4 Enam pertemuan setelah Ujian Tengah Semester: 1.1.4.1 Sebagian mahasiswa yang mendapat perhatian khusus mulai berani bersaing untuk menuliskan kosakata yang didengarnya di depan kelas, namun sebagian lain tidak menunjukkan kemajuan bahkan kemunduran. Di lain pihak, mahasiswa yang biasa aktif semakin menunjukkan keberaniannya. 1.1.4.2 Sebagian mahasiswa yang mendapat perhatian khusus menyelesaikan latihan berdasarkan pemahamannya dan sebagian hasil diskusi kelas, namun sebagian yang lain masih sulit melakukan hal itu karena pengajar tidak lagi banyak memandu bahan simakan namun hanya memandu jalannya diskusi kelas. Mahasiswa yang biasa aktif, menunjukkan kemajuan yang sangat baik dalam pemahaman gagasan secara keseluruhan dan secara rinci serta mampu menyampaikannya dengan runut menggunakan bahasanya sendiri. 1.1.5 Hasil Ujian Akhir Semester: sebagian mahasiswa yang mendapat perhatian khusus gagal menyelesaikan soal ujian karena terjebak dengan ketergantungan saat diskusi kelas saja. Mereka tetap sulit menumbuhkan inisiatif dan kemandiriannya dalam kegiatan menyimak. Sebagian yang lain menunjukkan pencapaian yang setara dengan kesehariannya. Mahasiswa yang aktif menunjukkan pencapaian yang sangat memuaskan. 1.1.6 Dari hasil isian daftar tanyaan terlihat bahwa sebagian mahasiswa bahasa asing menyukai cara belajar yang menggabungkan konsentrasi menyimak dengan
membaca. Menyimak tanpa bantuan visual (teks maupun gambar) sering dihindari oleh mahasiswa. Komunikasi yang berkaitan dengan simakan langsung yang menuntut respon langsung pun dihindari. Sebagian mahasiswa menyukai tantangan dengan bermodalkan nekat, namun sebagian yang lain memilih jalur yang sangat aman, yakni diam. Mereka jarang berinisiatif memulai komunikasi, namun hanya mengikuti alur pembicaraan saja tanpa berinisiatif membuka, menyela atau bahkan menutupnya. Mahasiswa biasanya memilih pasif dalam komunikasi langsung. Menyimak yang mereka pilih pun menyimak yang tidak membutuhkan respon langsung yang tentunya menuntut kemampuan kompleks dari sebuah kegiatan menyimak, seperti menyimak lagu atau menonton film sehingga aspek afektif seperti harga diri tidak dipertaruhkan di depan umum. Strategi ini mengakibatkan mahasiswa tidak berinisiatif dalam kegiatan kelas menyimak tanpa panduan. Tidak banyak mahasiawa yang mengetahui strategi yang sesuai dengan karakternya sehingga selalu menemui kesulitan dalam kegiatan kelas menyimak. 2. KESIMPULAN, MANFAAT DAN SARAN Mahasiswa yang diteliti ini pada dasarnya memiliki kemampuan yang bisa didorong agar memicu tumbuhnya instruksi diri dan harga diri. Namun faktor lain seperti status mahasiswa dan latar belakang kemampuan ternyata dapat membuat rasa percaya diri mahasiswa melemah sehingga sulit baginya menumbuhkan kedua aspek tersebut. Keaktifan teman lain akhirnya menimbulkan dua kemungkinan, terpacu atau sebaliknya menyerah. Penelitian ini memang akan sangat membantu hasil akhir jika dilakukan di awal perkuliahan semester pertama sehingga dapat dijajaki motivasi awal, tujuan pembelajaran, strategi dan gaya belajar, opini pribadi mahasiswa mengenai pembelajaran bahasa asing sehingga dapat dikenali karakter pembelajarannya. Penelitian lanjutan dengan obyek yang sama dapat dilakukan pada semester akhir mengambil mata kuliah kemahiran ini (tahun ketiga semester genap) sehingga dapat dilihat grafik kenaikan maupun penurunan instruksi diri dan harga diri mahasiswa tersebut. Pengajar yang baik seyogyanya memerhatikan mahasiswanya dari berbagai sisi. Setidaknya saat memulai perkuliahan, pengajar dapat mengetahui tujuan dan motivasi mahasiswa mengambil jurusan ini. Mungkin terkesan terlambat atau bahkan dianggap basi, namun seberapa besar konsistensi mahasiswa terhadap motivasi awalnya mengambil jurusan ini akan sangat membantu pengajar memandu kelas sepanjang semester berjalan. Dengan demikian, pengajar akan dapat menyiasati segala kemungkinan yang akan muncul di tengah perjalanan semester ini. Pengajar juga akan menjadi bebas dan leluasa menggunakan beragam strategi pengajaran yang akan membuat mahasiswa menikmati kelas dan terhindar dari kebosanan. Jika mahasiswa telah memiliki dorongan self-instruction dan self-esteem yang memadai karena kesadaran belajarnya yang tinggi, pengajar tidak perlu bersusah payah membuat mahasiswa ini mampu mengejar target yang telah ditentukan. Namun jika ternyata berhadapan dengan mahasiswa yang terpaksa belajar, pengajar dapat berdiskusi dengan mahasiswa tersebut agar terjalin saling pengertian di antara keduanya. Pengajar dapat memberikan penghargaan yang bersifat penugasan bergengsi seperti menjadi tutor pendamping bagi mahasiswa yang perkembangannya lambat bagi mahasiswa yang berprestasi. Sementara bagi mahasiswa yang perkembangannya lambat dapat diberi sanksi yang bersifat penugasan yang melatih mahasiswa agar mampu mengembangkan kemampuan menyimaknya secara mandiri seperti menyimak bahan yang diperkirakan disukai
lalu mendaftar kosakata yang pernah didengarnya atau diketahuinya, membuat kalimat dengan kosakata tersebut, dan menebak gagasan berdasarkan konteks. 3. DAFTAR PUSTAKA Brown, Douglas H. 2000. Principles of Language Learning and Teaching, Fourth Edition. New York: Longman Inc. Brumfit, Christopher. 1989. Communicative Methodology in Language Teaching. New York: Cambridge University Press. Dickinson, Leslie. 1987. Self-instruction in Language Learning. New York: Cambridge University Press. Hedge, Tricia. 2002. Teaching and Learning in the Language Classroom. New York: Oxford University Press. Hutchinson, Tom and Alan Water. 1993. English for Specific Purposes: A learning-centered approach. New York: Cambridge University Press. Nunan, David. 1992. Research Methods in Language Learning. Cambridge: Cambridge University Press. Underwood, Mary. 1989. Longman Handbooks and Language Teacher, Teaching Listening. Longman Inc. New York. http://konselor-profesional.blogspot.com/2012/03/faktor-faktor-yang-mempengaruhi hargadiri.html upi.edu/direktori/fpok/jur_pend_olahraga/197409072001121_didin_budiman/psi kologi-olahraga/positive_self_esteem.pdf