BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi merupakan urat nadi berkembangnya perekonomian suatu wilayah dan negara. Transportasi penumpang dan barang yang efisien haruslah menjadi prioritas pembangunan. Pada Tahun 2011, Pemerintah telah menetapkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 yang memprioritaskan sistem transportasi regional yang handal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi regional. Salah satu wilayah Koridor Ekonomi (KE) yang akan dikembangkan potensi ekonominya adalah KE Sulawesi. Pulau Sulawesi merupakan pintu gerbang Kawasan Timur Indonesia dan juga pintu penghubung menuju kawasan Pasifik. Posisi strategis ini ditunjang dengan perkembangan perekonomian yang cukup meyakinkan. Sulawesi merupakan daerah yang kaya akan barang tambang (nikel, emas, perak), semen, pertanian (beras, jagung, sayur-mayur), perkebunan (kakao, cengkeh, kopi, kopra, sawit, nilam) yang dibutuhkan oleh daerah lain di kawasan timur Indonesia, maupun negara lain. Sulawesi Selatan merupakan penggerak utama untuk mengatasi kesenjangan antara Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia. Hal ini didasarkan pada angka pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan. Menurut data Badan Pusat Statistik Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sulawesi Selatan pada triwulan III-2013 mencapai 8,32 persen di atas triwulan I-2013 dan II-2013 masing-masing 7,97 persen dan 6,33 persen. Bahkan, angka pertumbuhan Sulawesi Selatan tersebut tetap lebih tinggi daripada pertumbuhan nasional yakni 5,62 persen (Rachman, 2013) Hal ini mengindikasikan besarnya potensi lalu-lintas pegerakan barang yang melalui jalan raya, laut dan udara. Sayangnya potensi perkembangan ekonomi ini tidak dibarengi dengan sistem dan infrastruktur yang menunjang. Infrastruktur terutama transportasi yang dimiliki kurang memadai untuk melayani permintaan pergerakan manusia dan barang. 1
2 Selama ini jalur distribusi barang di Provinsi Sulawesi Selatan didominasi oleh jalan raya. Padahal, dengan pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk yang semakin tinggi, maka jalan raya sudah tidak bisa diharapkan lagi untuk menampung transportasi barang, juga penumpang pada tahun-tahun mendatang. Hal ini dikarenakan permasalahan yang muncul seperti peningkatan arus lalu lintas yang menimbulkan kemacetan, tundaan, kecelakaan dan permasalahan lingkungan (Tamin, 2000). Jalur Kereta Api (KA) merupakan moda aternatif yang merupakan jawaban atas masalah tersebut. Dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 43 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNas), pemerintah telah merencanakan pembangunan jalur KA Trans Sulawesi. Pembangunan ini dimulai pembangunan tahap pertama trase Makassar-Parepare epanjang 145 km (groundbreaking) pada tanggal 12 Agustus 2014 dan diharapkan selesai sepenuhnya pada 2030, dimana pada tahun tersebut diperkirakan demand perjalanan di Pulau Sulawesi untuk penumpang mencapai 15,5 juta orang/tahun sedangkan untuk angkutan barang mencapai 27 juta ton/tahun. Pembangunan jaringan KA ini tentu saja akan men-trigger pembangunan wilayah dan ekonomi kawasan secara menyeluruh. Transportasi penumpang dan barang akan lebih cepat dan lebih efisien. Potensi hasil tambang, semen, BBM, komoditi pertanian, perkebunan, perikanan maupun industri lainnya dapat diangkut ke titik-titik distribusi maupun output pelabuhan dan bandara internasional. Sementara itu Sulawesi Selatan, terdapat dua pabrik semen raksasa yang memasok kebutuhan semen di Indonesia Timur, yaitu PT Semen Tonasa Tbk yang merupakan holding BUMN dari PT Semen Indonesia dan PT Semen Bosowa (Bosowa Grup). Kedua pabrik semen ini memproduksi sekitar masing-masing 7 juta ton per tahun (19.178 ton/hari) dan 7.200 ton per hari. Jika selama ini produksi tersebut diangkut menggunakan truk dengan kapasitas 32 Ton seperti pada distribusi PT Semen Holcim di Jateng (Marliana, 2009), maka bisa dibayangkan dibutuhkan sekitar 800 truk yang akan membebani jalan Trans Sulawesi dari pusat produksi.
3 Jika jalur KA Trans Sulawesi ini telah beroperasi, maka banyak manfaat (multi-plier effect) bagi pemerintah, masyarakat dan pelaku usaha. Pemerintah mendapatkan keuntungan dari berpindahnya beban angkutan truk yang melalui jalan raya sehingga biaya pemeliharaan jalan bisa ditekan. PT Pertamina pun dapat memiliki alternatif moda yang lain untuk menyalurkan distribusi BBM dengan lebih cepat dan efisien. Masyarakat diuntungkan dengan berkurangnya polusi lingkungan, adanya alternatif moda untuk pengiriman barang maupun transportasi penumpang. Pelaku usaha, khususnya perusahaan semen akan mendapatkan keuntungan yang signifikan dari perkiraan penghematan biaya operasional kendaraan dan biaya eksternal (dari moda angkutan truk ke KA). Transportasi menghabiskan sepertiga dari biaya logistik dan sistem transportasi mempengaruhi sistem logistik secara keseluruhan. Transportasi diperlukan dalam keseluruhan prosedur produksi mulai dari memproduksi sampai mengirimkan ke konsumen dan pengembalian barang. Hanya koordinasi yang baik pada tiap komponen akan memberikan keuntungan yang maksimal (Tseng, dkk, 2005) Dengan adanya penelitian ini, selain memberikan informasi awal mengenai efisiensi angkutan barang dengan moda kereta api kepada pelaku ekonomi utamanya perusahaan semen di Sulawesi Selatan, juga memberikan informasi yang berharga bagi pemerintah sebagai future demand untuk angkutan barang KA Trans Sulawesi. B. Perumusan Masalah Dengan melihat latar belakang di atas dan keterbatasan yang ada dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut. 1. Bagaimana kondisi kinerja distribusi semen di Sulawesi Selatan dengan melihat pola distribusi dan biaya menggunakan moda truk selama ini? 2. Setelah adanya moda jalur KA, berapa besar perpindahan logistik semen yang diperkirakan menggunakan jalur KA?
4 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis kinerja distribusi semen dengan menggunakan truk pada saat ini 2. Menganalisis berapa persen perpindahan angkutan barang menggunakan moda KA yang mungkin terjadi D. Batasan Penelitian Penelitian ini hanya membahas mengenai komoditi semen yang diproduksi dari pabrik Semen Tonasa di Kabupaten Pangkep dan pabrik semen Bosowa di Kabupaten Maros propinsi Sulawesi Selatan. Rute atau trase jalur KA yang menjadi acuan adalah trase Makassar-Parepare sepanjang 145 km. E. Keaslian Penelitian Praptanto (1997) dalam penelitiannya mengenai pemilihan moda angkutan barang menggunakan bentuk model logit dengan mempertimbangkan dua jenis moda yaitu KA dan truk. Model diestimasi dengan menggunakan regresi linier sementara data dikumpulkan dengan menggunakan teknik simple random sampling. Jiaang et al (1999) dalam penelitiannya mengenai pemilihan moda angkutan barang menggunakan bentuk model multinomial logit model, Jenis moda yang dipertimbangkan adalah moda jalan raya, jalur KA dan kombinasi antara keduanya. Data diperoleh dengan menggunakan teknik revealed preference (RP). Danielis dan Rotaris (1999) dalam penelitiannya membandingkan hasilhasil penelitian mengenai angkutan barang yang pernah dilakukan yaitu oleh (1) Institute of Transport Studies (ITS) tahun 1990 dan Tweddle et al (1995,1996) di Inggris (2) Fridstromn dan Madslien (1994,1995) di Norwegia dan (3) Bolis dan Maggi (1998,1999) penelitiannya lebih menitikberatkan pada evaluasi penggunaan data SP untuk analisis permintaan transportasi barang.
5 Marliana (2009) dalam penelitiannya membandingkan pola distribusi semen PT Holcim dengan menggunakan truk dan KA untuk wilayah DIY dan Jateng. Penelitiannya lebih mentikberatkan pada perbandingan efektifitas biaya antara moda truk dengan KA. Pratomo (2013) dalam penelitiannya membandingkan pola distribusi semen PT Holcim dengan menggunakan truk dan KA untuk wilayah DIY dan Jateng. Penelitiannya lebih mentikberatkan pada perbandingan efektifitas biaya antara moda truk dengan KA. Penelitian ini menganalisis pemilihan moda truk dengan KA. Model diestimasi dengan menggunakan analisis regresi-linear untuk model logitbinomial-selisih. Perbedaan signifikan adalah, jalur KA belum beroperasi sehingga data yang diberikan merupakan data/kuisioner dengan preferensi peneliti dengan membandingkan pola distribusi angkutan semen di Jawa. Penelitian ini dilakukan di Pulau Sulawesi, dimana sepengetahuan penulis, belum pernah ada yang melakukan riset yang sama.