1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
4 PENINGKATAN KERAGAMAN IN VITRO LILI DENGAN INDUKSI MUTASI

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK LILI UNTUK MERAKIT VARIETAS RESISTEN TERHADAP Fusarium oxysporum f.sp. lilii SECARA IN VITRO RIDHO KURNIATI

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium

Keragaman Somaklonal. Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP

IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA

Penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi, tahan hama dan

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas pertanian yang

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi

disukai masyarakat luas karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi dalam kondisi aseptik secara in vitro (Yusnita, 2010). Pengembangan anggrek

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu hasil pertanian

BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PROGRAM INSENTIF RISET DASAR

I. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi tinggi karena memiliki warna dan tampilan yang memikat dengan ukuran

BAB I PENDAHULUAN. dan varietas berbagai tanaman hortikultura, salah satunya adalah tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

BAB I PENDAHULUAN. terutama di negara-negara berkembang dan yang sedang berkembang baik di

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial

7 DETEKSI KERAGAMAN IN VITRO PLANLET LILI (Lilium, L) HASIL MUTASI DENGAN ISOZIM

Proliferasi Kalus Awal, Induksi Mutasi dan Regenerasi

BAB I PENDAHULUAN. beberapa negara seperti Thailand, Australia, Singapura, Malaysia dan Indonesia.

Formulir 1 Data dan Informasi Hasil Kegiatan Penelitian [tahun ] Puslit Bioteknologi LIPI

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) termasuk sayuran buah yang

BAB 1 TIPE KULTUR JARINGAN TANAMAN

No. 02 Hasil Penelitian Tahun Anggaran 2010

KULTUR JARINGAN TANAMAN

2 TINJAUAN PUSTAKA. 1. Martagon L. distichum, hansonii, martagon, medeoloides, tsingtauense 2. American/ Pseudolirium

I. PENDAHULUAN. menggunakan satu eksplan yang ditanam pada medium tertentu dapat

PENDAHULUAN. stroberi modern (komersial) dengan nama ilmiah Frageria x ananasa var

PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN. Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc.

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai

BAB 1 PENDAHULUAN. krisan. Perkebunan bunga krisan membutuhkan benih yang bermutu dalam jumlah

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi penyediaan lapangan kerja dan sumber devisa. Kondisi ini merupakan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai macam tanaman hias. Pengembangan komoditi tanaman hias dilakukan

PENDAHULUAN. telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di

PENGARUH KONSENTRASI NAA DAN KINETIN TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS PISANG (Musa paradisiaca L. cv. Raja Bulu ) SECARA IN VITRO

I. PENDAHULUAN. sebutan lain seruni atau bunga emas (Golden Flower) yang berasal dari

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pisang raja bulu (Musa paradisiaca L var. sapientum) merupakan salah

I. PENDAHULUAN. Anggrek merupakan tanaman hias yang termasuk ke dalam famili Orchidaceae,

Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian- Institut Pertanian Bogor, Jl.Meranti Kampus IPB *

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pendahuluan. Pendahuluan. Mutasi Gen. GENETIKA DASAR Mutasi Gen

BAB I PENDAHULUAN. kg, Papua sebanyak 7000 kg dan Yogyakarta sebanyak 2000 kg. Faktor yang

BAB IX PEMBAHASAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan

daun, panjang daun, dan lebar daun), peubah morfologi (warna daun, tekstur daun, warna batang, dan indeks warna hijau relatif daun), anatomi daun

Perbanyakan In-Vitro Klon-Klon Unggul Lokal Kopi Bengkulu. Reny Fauziah Oetami 1)

No. 03 Hasil Penelitian Tahun Anggaran 2010

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983)

Teknik Kultur In Vitro Tanaman. Bab I : Pendahuluan 9/16/2012

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Botani Nilam

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Indonesia, sedangkan sisanya masih menkonsumsi jagung dan sagu. Usahatani

I. PENDAHULUAN. Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Blume) merupakan jenis. pesona, bahkan menjadi penyumbang devisa bagi negara.

BAB I PENDAHULUAN. Karo) sejak sebelum perang dunia kedua yang disebut eigenheimer, kentang ini

PENYISIPAN GEN FITASE PADA TEBU (Saccharum officinarum) VARIETAS PS 851 DAN PA 198 DENGAN PERANTARA Agrobacterium tumefaciens GV 2260

BAB I PENDAHULUAN. Myrtaceae yang memiliki pertumbuhan cepat (fast growing species). Spesies ini

BAB I PENDAHULUAN. yang produknya digunakan sebagai bahan baku industri serta sangat penting

I. PENDAHULUAN. Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas buah tropis

TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT PISANG ABAKA DENGAN KULTUR JARINGAN DR IR WENNY TILAAR,MS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah the Queen of fruits ratu dari buah- buahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

Materi 06 Pemuliaan Tanaman untuk Masa Depan Pertanian. Benyamin Lakitan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hipogea L.) merupakan salah satu komoditas pertanian

FORMULIR DESKRIPSI VARIETAS BARU

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Permintaan akan tanaman hias di Indonesia semakin berkembang sejalan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Anggrek Tebu (Grammatophyllum speciosum) Anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum) merupakan anggrek yang

I. PENDAHULUAN. Dracaena merupakan tanaman hias perdu yang tergolong dalam famili Liliaceae.

Bunga lili termasuk bunga potong yang memiliki nilai

I. PENDAHULUAN. yang unik adalah hibrida Phalaenopsis Sogo Vivien yang merupakan hasil

Kombinasi Embriogenesis Langsung dan Tak Langsung pada Perbanyakan Kopi Robusta. Reny Fauziah Oetami 1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi Tanaman Anggrek Vanda tricolor Lindl. var. suavis

BAB I PENDAHULUAN. tahun mencapai US$ 681 juta pada tahun 2011 (FAO, 2013). Kopi memegang

LABORATORIUM BIAK SEL DAN MIKROPROPAGASI TANAMAN PUSAT PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN BIOINDUSTRI INDONESIA

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

BIOTEKNOLOGI TUMBUHAN

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan

I. PENDAHULUAN. Asia Tenggara, dan telah tersebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Tanaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Transkripsi:

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lili (Lilium L.) merupakan tanaman hias yang dibudidayakan untuk produksi umbi, bunga potong, tanaman pot dan taman (Straathof 1994). Tanaman ini memiliki nilai ekonomi tinggi dengan berbagai keunggulan, di antaranya aroma, warna maupun corak bunga. Corak dan warna bunga yang bervariasi serta aroma bunga yang wangi menjadikan bunga lili menjadi salah satu bunga yang banyak digemari masyarakat. Bunga lili putih digunakan sebagai lambang kesucian, keabadian serta kelimpahan rejeki, sehingga bunga ini banyak digunakan untuk acara keagamaan dan pernikahan. Di Cina, umbi lili (Lilium speciosum var. gloriosoides ) dimanfaatkan sebagai obat (Chang et al. 2000). Kebutuhan bunga potong lili di Indonesia cukup tinggi, namun ketersediaan benih masih terbatas. Indonesia mengalami peningkatan impor lili dari tahun ke tahun. Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi Direktorat Jenderal Hortikultura tahun 2010 menyatakan bahwa impor benih lili pada tahun 2008 sebanyak 1.273.550 umbi, tahun 2009 sebanyak 2.201.500 umbi dan tahun 2010 sebanyak 2.992.390 umbi. Benih lili secara keseluruhan masih impor dari negara lain. Di sisi lain, umbi impor ini memiliki beberapa kelemahan, diantaranya pembudidayaannya harus memiliki ijin dari negara pengekspor, tanaman lili kurang adaptif serta hambatan hama dan penyakit tanaman. Hambatan ini akan mempengaruhi biaya produksi yang akan berdampak pada nilai jual bunga. Harga jual bunga dan umbi menjadi lebih mahal sehingga kalah bersaing dalam industri florikultura di Indonesia. Hambatan lain dalam budidaya lili ialah penyakit layu dan busuk umbi yang disebabkan oleh cendawan Fusarium oxysporum f.sp. lilii (fol). Cendawan ini termasuk cendawan tular tanah dan berpengaruh terhadap produksi umbi serta bunga lili yang terserang (Lim et al. 2003). Usaha untuk mencegah kerusakan akibat patogen ini umumnya dilakukan dengan cara kimia melalui disinfektan pada umbi lili dan media tanam. Namun, cara ini kurang efektif dan kurang ramah lingkungan karena dapat menyebabkan polusi, kerusakan lingkungan dan peningkatan biaya produksi (Straathof 1994). Peluang usaha florikultura yang cukup bagus, terutama tanaman lili di Indonesia menjadi alasan perlunya usaha untuk mengatasi hambatan dalam pembudidayaannya. Upaya yang dapat dilakukan antara lain perbaikan teknologi perbanyakan lili dan penggunaan varietas lili yang tahan terhadap penyakit. Pendekatan yang dilakukan yaitu melalui teknik kultur jaringan dan pemuliaan mutasi. Perbanyakan lili secara in vitro ini diharapkan dapat meningkatkan multiplikasi, mendapatkan tanaman dalam jumlah banyak, bebas virus serta patogen. Teknologi kultur in vitro telah banyak dilakukan antara lain kultur menggunakan eksplan sisik umbi (Pekkapelkonen 2005; Kumar et al. 2008), umbi (Tan Nhut et al. 2010; Rice et al. 2011), bagian mata tunas, ujung tunas, bunga, batang, embrio, petal, akar dan daun (Kumar et al. 2008; Lingfei et al. 2009). Perbanyakan lili juga dikembangkan melalui embrio somatik dari daun (Lan et al. 2009; Bakshaie et al. 2010). Sisik umbi merupakan eksplan yang

2 paling produktif diantara eksplan lain yang digunakan (Kumar et al. 2008). Namun hasil - hasil penelitian tersebut belum sepenuhnya mencapai produk yang maksimal, sehingga masih perlu dilakukan pengembangan metode yang efektif. Keragaman tanaman lili umumnya diperoleh melalui hibridisasi interspesifik. Metode ini memerlukan waktu yang cukup lama, dari awal persilangan hingga seleksi. Kelemahan lain metode ini yaitu adanya hambatan sebelum dan sesudah fertilisasi (Lim et al.2003). Pendekatan yang telah dilakukan untuk mengatasi hambatan sebelum fertilisasi antara lain metode pemotongan putik (cut style technique), grafted style methode, perlakuan zat pengatur tumbuh, dan polinasi secara in vitro. Hambatan setelah fertilisasi dilakukan dengan embrio rescue, kultur embrio, kultur ovul dan ovary slice culture ( van Tuyl et al. 2002; Wang et al. 2009). Pengembangan poliploidisasi lili, kultur mikrospora, transformasi gen serta penggunaan colchisin dan oryzalin untuk mendapatkan tanaman lili tetraploid (van Tuyl et al. 1996). Namun demikian pendekatan yang dilakukan tersebut masih terbatas pada jenis lili tertentu. Dengan demikian perlu pendekatan dan pengembangan metode dalam pemuliaan lili, salah satunya melalui pemuliaan mutasi. Pemuliaan mutasi dilakukan untuk memperbaiki salah satu karakter tanaman dan meningkatkan keragaman genetik tanaman lili, sehingga dapat memberikan manfaat dan hasil yang lebih baik. Pemuliaan mutasi juga memegang peranan penting dalam pengembangan tanaman hias, khususnya menghasilkan mutan dengan warna dan bentuk bunga yang baru serta mendapatkan tanaman tahan terhadap penyakit. Varietas yang telah dilepas melalui mutagenesis hingga tahun 2005 sebanyak 2.335 dan 552 diantaranya tanaman hias (Barakat et al. 2010). Hasil penelitian melalui induksi mutasi pada tanaman hias antara lain perubahan morfologi dan warna bunga pada Chrysanthemum morifolium (Lamseejan et al. 2000), (Datta et al. 2005, Barakat et al. 2010), mutan novelty pada petunia (Berenschot et al. 2008), bunga matahari tahan terhadap imidazolinone ( Sala et al. 2008), perubahan warna dan ukuran petal pada anyelir (Aisyah et al. 2009), perubahan morfologi bunga dan mutasi klorofil pada curcuma alismatifolia (Abdullah et al. 2009). Upaya untuk mendapatkan kultivar tahan dapat diperoleh melalui pemuliaan mutasi dan seleksi in vitro planlet lili dengan menggunakan agen seleksi yang tepat. Agen seleksi untuk ketahanan lili terhadap Fusarium oxysporum f.sp lilii (Fol) adalah fusaric acid (FA). FA merupakan salah satu senyawa toksik yang dihasilkan oleh cendawan Fusarium oxysporum. FA ini memiliki peran dalam patogenesis, ketidak sensitifan tanaman terhadap toksin ini akan meningkatkan ketahanan terhadap patogen. Löffler dan Morris (1992) telah berhasil mengembangkan dan menghasilkan tanaman jagung tahan terhadap Helminthosporium, dan beberapa tanaman tahan Fusarium dengan menggunakan FA sebagai agen seleksi secara in vitro. Dalam penelitian ini, dilakukan kombinasi teknik kultur jaringan dan induksi mutasi untuk mendapatkan tanaman lili tahan terhadap Fusarium oxysporum.

3 1.2 Tujuan Penelitian Mendapatkan tanaman lili yang tahan terhadap Fusarium oxysporum f.sp. lilii (Fol) melalui induksi mutasi secara in vitro. Tujuan khusus penelitian ini adalah : 1. Mendapatkan teknologi perbanyakan lili secara in vitro melalui induksi kalus lili dari tangkai sari bunga dan regenerasinya. 2. Mendapatkan dosis iradiasi sinar Gamma dan konsentrasi mutagen kimia yang optimum serta putatif mutan. 3. Mendapatkan keragaman morfologi tanaman hasil iradiasi sinar Gamma dan induksi mutagen kimia serta mendapatkan populasi planlet hasil mutasi. 4. Mendapatkan planlet lili tahan fusaric acid hasil seleksi in vitro menggunakan media seleksi yang mengandung fusaric acid. 5. Mendapatkan kandungan saponin umbi lili hasil induksi mutasi dengan TLC (Thin Layer Chromatography). 1.3 Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Teknologi perbanyakan lili secara in vitro melalui induksi kalus dari tangkai sari bunga dan regenerasinya dapat diperoleh pada media dasar MS dengan penambahan zat pengatur tumbuh 2,4-D, TDZ dan NAA. 2. Dosis iradiasi sinar Gamma dan konsentrasi mutagen kimia EMS yang optimum dapat diperoleh untuk menginduksi keragaman genetik lili. 3. Keragaman morfologi dapat diperoleh pada planlet lili hasil induksi mutasi. 4. Mutan lili hasil induksi mutasi dapat diperoleh dengan seleksi in vitro pada media seleksi yang mengandung fusaric acid. 5. Kandungan saponin lili dapat diperoleh dengan menggunakan TLC scanner. 1.4 Kerangka Pemikiran Pembudidayaan lili di Indonesia masih mengalami kendala diantaranya ketergantungan benih lili dari negara lain serta adanya penyakit utama lili yang disebabkan oleh cendawan Fusarium oxysporum f.sp. lilii. Permasalahan tersebut berpengaruh terhadap tingginya biaya produksi terutama untuk penyediaan benih dan pengendalian penyakit tanaman. Penyakit tanaman akan berdampak terhadap produksi umbi dan kualitas bunga yang dihasilkan. Pengendalian penyakit secara kimia yang umum dilakukan pada tanaman lili juga berdampak buruk terhadap kesehatan dan lingkungan. Perbaikan teknologi perbanyakan lili secara in vitro dan peningkatan keragaman melalui induksi mutasi diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut. Dengan teknologi perbanyakan lili secara in vitro, dapat mengatasi permasalahan benih impor. Teknik ini dapat menghasilkan benih lili dalam jumlah yang banyak baik berbentuk umbi maupun planlet. Waktu yang diperlukan untuk menghasilkan benih juga lebih cepat dibandingkan dengan cara perbanyakan vegetatif pada umumnya. Benih yang dihasilkan seragam dan dapat diproduksi secara masal. Dengan demikian kebutuhan lili yang meningkat hingga saat ini dapat dipenuhi dari dalam negeri dan mengurangi jumlah benih yang harus diimpor.

4 Pemuliaan mutasi yang dilakukan diharapkan dapat meningkatkan keragaman genetik lili serta dapat memperbaiki karakter ketahanan terhadap penyakit. Tanaman lili tahan terhadap cendawan Fusarium yang dihasilkan akan dapat menekan biaya produksi terutama untuk fungisida. Tanaman lili yang tahan penyakit juga akan meningkatkan produksi umbi dan kualitas bunga yang dihasilkan. Keragaman genetik lili hasil induksi mutasi dapat dimanfaatkan dalam program pemuliaan untuk menghasilkan lili yang berkualitas, unggul dan sesuai keinginan konsumen dan pasar. 1.5 Manfaat Manfaat dari penelitian ini ialah 1. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan teknologi. 2. Mendapatkan materi genetik yang dapat digunakan langsung untuk perakitan varietas unggul. 3. Mendapatkan teknologi perbanyakan lili terutama untuk pengadaan benih. 4. Mendapatkan teknologi mengendalikan Fusarium secara ramah lingkungan. 5. Memperkuat industri lili berbasis sumber daya nasional. 6. Mengurangi impor dan membuka peluang ekspor. 1.6 Kebaruan Penelitian tentang perbanyakan lili telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti secara intensif. Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yaitu perbanyakan lili secara konvensional dengan umbi, perbanyakan secara in vitro dengan menggunakan berbagai macam eksplan diantaranya jaringan reseptakel bunga (Tan Nhut et al. 2001), sisik umbi (Lian et al. 2002; Han et al. 2004; Chen et al. 2011, anter bunga lili (Tzeng et al. 2009), dan bulblet (Lian et al. 2003; Tan Nhut et al. 2006). Perbanyakan juga dilakukan melalui somatik embriogenesis menggunakan eksplan daun (Lan et al. 2009). Penelitian - penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, belum memanfaatkan tangkai sari bunga sebagai eksplan untuk perbanyakan lili. Pada penelitian ini dilakukan perbanyakan lili secara in vitro menggunakan tangkai sari bunga sebagai eksplan. Penelitian ini dilakukan untuk menambah kajian terutama pemanfaatan bagian- bagian tanaman lili yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai materi perbanyakan guna mendukung penyediaan benih secara masal dan seragam. Aspek kebaruan lain dalam penelitian ini ialah penggunaan gula pasir pada media pembentukan umbi dan regenerasinya. Sumber karbon yang umum digunakan dalam perbanyakan lili secara in vitro pada penelitian - penelitian sebelumnya yaitu sukrosa (Rice et al. 2011; Bakhshaie et al. 2010; Ishimori et al. 2009; Lingfei et al. 2009; Kumar et al. 2008). Penggunaan gula pasir pada media perbanyakan lili ini diharapkan dapat berkontribusi dalam penghematan biaya produksi. Manfaat lain ialah kemudahan masyarakat dalam memperoleh gula pasir sebagai bahan untuk media perbanyakan lili, bila dibandingkan sukrosa yang harus diimpor dan perlu waktu dalam pengirimannya. Dengan demikian memudahkan masyarakat dalam ikut serta membudidayakan lili.

Kebaruan lainnya dalam penelitian ini ialah peningkatan keragaman lili melalui pemuliaan mutasi. Penelitian pemuliaan lili yang umum dilakukan sebelumnya yaitu pemuliaan interspesifik (Lim et al. 2008; Gonzales et al. 2008; Zhou et al. 2008; van Tuyl 2009; Chung et al. 2009 ; van Tuyl dan Arens 2011; van Tuyl 2012), dan ploidisasi (Xie et al. 2010; Khan et al. 2010; Khan et al. 2009). Pemuliaan mutasi dengan sinar Gamma dan EMS ini dilakukan agar dapat memberikan alternatif cara untuk meningkatkan keragaman lili. Klon - klon lili hasil induksi mutasi diharapkan dapat menambah keragaman serta dapat digunakan sebagai tetua persilangan maupun plasma nutfah. Dalam penelitian ini juga dilakukan seleksi in vitro dan pengujian kandungan saponin untuk mendapatkan waktu seleksi yang lebih cepat dan hubungan kandungan saponin dengan ketahanan terhadap penyakit. Seleksi in vitro dengan media yang mengandung fusaric acid menghasilkan 36 klon tahan. Penelitian seleksi in vitro dengan fusaric acid sebelumnya (Lim 2003; Straathof 1994; Loffler dan Mouris 1992) dilakukan secara terpisah, tetapi dalam penelitian ini dilakukan secara berkesinambungan dari awal persiapan materi pemuliaan hingga seleksi in vitro untuk mendapatkan metode yang mudah, cepat dan bermanfaat. 5

6 Keluaran Umum Tahap 1. Produksi kalus dan planlet lili melalui optimasi media kultur Induksi a. Induksi Keragaman kalus dan multiplikasi Planlet lili dan kalus. Seleksi in vitro b. Regenerasi kalus menjadi planlet. a.media optimum pembentukan kalus. b.media regenerasi kalus menjadi planlet. Tahap 2. Induksi Mutasi dengan sinar Gamma dan mutagen kimia pada kalus. a.aplikasi iradiasi sinar Gamma b.aplikasi mutagen kimia (EMS). c.regenerasi mutan putatif. a.dosis iradiasi sinar Gamma. b.konsentrasi mutagen kimia EMS. c.tanaman regeneran mutan putatif Tahap 3. Pembentukan populasi tanaman mutan putatif generasi MV 1, MV 2 dan MV 3. Pembentukan generasi MV 1, MV 2, dan MV 3 pada media perbanyakan bulblet. a.planlet lili hasil mutasi generasi MV 1, MV 2 dan MV 3. b.bulblet lili Tahap 4. Seleksi in vitro planlet hasil iradiasi. Seleksi mutan secara in vitro dengan menggunakan fusaric acid Planlet lili mutan tahan fusaric acid. Tahap 5. Pengujian kadar saponin planlet hasil induksi mutasi Pengujian kadar saponin planlet lili hasil induksi EMS dan sinar Gamma. Kadar saponin planlet lili Tahap 6. Analisis Isoenzim mutan Analisis mutan dengan empat macam enzim Esterase, Peroksidase, Acid phosphatase dan Aspartate aminotransferase Keragaman berbasis isoenzim Gambar 1.1 Bagan alur tahapan penelitian