... BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wasiat adalah pemberian seseorang kepada orang lain, baik berupa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Islam bukan keluarga besar (extended family, marga) bukan pula keluarga inti

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu

I. PENDAHULUAN. maupun manfaat untuk dimiliki oleh penerima wasiat sebagai pemberian yang

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang

BAB I PENDAHULUAN. yang mana dimulai dari kelahiran kemudian dilanjutkan dengan perkawinan dan

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pengadilan. Karena dalam hal ini nilai kebersamaan dan kekeluargaan

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan dimaksud adalah tersebut dalam Pasal 25 ayat (3) Undang -Undang

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana sempurnanya Islam. Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna,

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Agama harus dikukuhkan oleh Peradilan Umum. Ketentuan ini membuat

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kamus bahasa arab, diistilahkan dalam Qadha yang berarti

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Perkataan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap kematian erat kaitannya dengan harta peninggalan. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat, yang diwujudkan dalam bentuk hubungan hukum yang mengandung hak-hak dan

WASIAT WAJIBAH DAN PENERAPANNYA (Analisis Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam)

BAB I PENDAHULUAN. mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum

BAB I PENDAHULUAN. peradilan dilingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di Ibu

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. WASIAT MENURUT KETENTUAN-KETENTUAN KOMPILASI HUKUM ISLAM 1 Oleh: Fiki Amalia Baidlowi 2

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. hukum yang selanjutnya timbul dengan adanya peristiwa kematian

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 2. 2

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan, yaitu perpindahan harta benda dan hak-hak material dari pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

KOMPETENSI HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA EKONOMI SYARI AH (Studi Kasus di Pengadilan Agama Surakarta)

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D

BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB III METODE PENELITIAN. melaksanakan penelitian (yaitu meliputi kegiatan-kegiatan mencari, mencatat,

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN WASIAT DENGAN KADAR LEBIH DARI 1/3 HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, pengangkatan anak merupakan cara untuk mempunyai

SKRIPSI. Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang mengalami tiga peristiwa penting dan sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2

BAB IV. rumah tangga dengan sebaik-baiknya untuk membentuk suatu kehidupan. tangga kedua belah pihak tidak merasa nyaman, tenteram dan mendapaatkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN Tentang Peradilan Agama Jo Undang-Undang nomor 3 tahun 2006 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka 1997,Hlm Bintang, cet VII, jakarta, 1995,h.10

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk

BAB I PENDAHULUAN. hubungannya dengan kewarisan. Hal ini secara gamlang ditegaskan dalam hukum

BAB I PENDAHULUAN. hukum tersebut memiliki unsur-unsur kesamaan, walaupun dalam beberapa

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan sehari-hari setiap individu memiliki kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. sudah barang tentu perikatan tersebut mengakibatkan timbulnya hakhak

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. benda tapi tidak sampai batas nisab zakat, namun ada pula yang tidak memiliki harta

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan

SKRIPSI. ASPEK HUKUM HIBAH YANG MENGANDUNGG UNSUR PAKSAAN (Studi Putusan Nomor: 117/Pdt.G/2011/Ms-Bna)

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan. Beberapa kalangan mencurigai islam sebagai faktor penghambat

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT menciptakan Manusia sebagai Khalifah (penjaga) di muka bumi,

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria atau seorang wanita, rakyat kecil atau pejabat tinggi, bahkan penguasa suatu

BAB I PENDAHULUAN. bersama yang disebut dengan lembaga perkawinan. merupakan ibadah (Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam). 2

BAB I PENDAHULUAN. orang lain. Setiap manusia akan membutuhkan orang lain, bertolong-tolongan,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

BAB V PENUTUP. 1. Pendapat ulama Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU) di kota. Banjarmasin tentang harta bersama.

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP DISSENTING OPINION DALAM PUTUSAN PERKARA CERAI GUGAT (Studi Putusan Nomor 0164/Pdt.G/2014/PA.Mlg)

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan

BAB III. PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI No. 368 K/AG/1995. A. Ruang Lingkup Kekuasaan Mahkamah Agung

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SELURUH HARTA KEPADA ANAK ANGKAT DI DESA JOGOLOYO KECAMATAN SUMOBITO KABUPATEN JOMBANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR 8 TAHUN 1999 TERHADAP JUAL BELI BARANG REKONDISI

BAB I PENDAHULUAN. mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH. Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni

BAB I PENDAHULUAN. Mempunyai anak adalah kebanggaan hidup dalam keluarga supaya kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. badan hukum dengan menyerahkan sebagian dari harta bendanya untuk

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HARTA BERSAMA DALAM PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DALAM BUKU II SETELAH ADANYA KMA/032/SK/IV/2006

SKRIPSI KEDUDUKAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN DAN PENCABUTAN TESTAMENT (SURAT WASIAT)

BAB I PENDAHULUAN. martabat, dan hak-haknya sebagai manusia. faktor-faktor lainnya. Banyak pasangan suami isteri yang belum dikaruniai

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

MASALAH HAK WARIS ATAS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN KEDUA MENURUT HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan di Indonesia

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1

BAB I PENDAHULUAN. sehari -hari. Masalah ini sering muncul karena adanya salah satu pihak yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wasiat adalah pemberian seseorang kepada orang lain, baik berupa benda, piutang, maupun manfaat untuk dimiliki oleh penerima wasiat sebagai pemberian yang berlaku setelah wafatnya orang yang berwasiat. 1 Bicara masalah wasiat tidak bisa lepas dari masalah kewarisan, hal ini terlihat jelas pada Al-Qur an Surat An-Nisa Ayat 11, yang mana ayat tersebut merupakan ayat kewarisan yang menjelaskan secara detail masing-masing bagian ahli waris, dan di dalam ayat tersebut di tegaskan pembagian harta peninggalan itu harus di adakan sesudah di penuhi wasiat dan hutang dari pewaris. Dasar hukum di syariatkannya wasiat: 1. Al-Qur an Di dalam Ayat Surat An-Nisa 11...... Sesudah dipenuhi wasiat yang dia buat atau sesudah dibayar... 2....hutangnya 1 Mardani, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Rajawali Pers, 2014), hlm. 107. 2 Departemen Agama RI, Al Qur an dan Terjemah, (Jakarta: Sera Jaya Sentra, 1988), hlm. 117. 1

2 Hukum Islam mengatur pula masalah wasiat. Apabila seseorang telah merasa dekat ajalnya, sedangkan ia akan meninggalkan harta yang banyak maka ia wajib membuat wasiat. Hukum wajib membuat wasiat tadi hanya berlaku untuk ibu- bapak dan keluarga dekatnya yang pantas ditolong dengan syarat ada kekhawatiran bahwa bagian yang akan mereka peroleh dari harta peninggalannya tidak cukup bagi keperluan mereka. Lembaga wasiat di dalam hukum Islam memiliki beberapa dalil Naqly baik yang terdapat dalam Al-Qur an maupun di dalam Hadist Nabi Muhammad Saw. Adapun dalil Al-Qur an Surat Al-Baqarah: 180 Firman Allah: Diwajibkan Atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. 3 2. As-Sunnah Sabda Rasulullah bersabda: لعن ااببن لعابلاس لقال لا ن النا لس لغ رضلوا ام لن الرثبل اث االى الر ب ا ع لف اا ن لر س لول ال ا لصلنى ال ب لعلري اه لوسل ن لم لقا ل اللرثلبخخ بث لوالرثلبخخ بث لك اشخخري بر (رواه الابخخارى ومسلم) Dari Ibnu Abbas, ia berkata, Alangkah baiaknya jika manusia mengurangi wasiat mereka dari sepertiga ke seperempat. Karena sesungguhnya Rasulullah SAW, telah bersabda, Wasiat itu sepertiga, sedangkan sepertiga itu sudah banyak, (Riwayat Bukhari dan Muslim). 4 3 Sudarsono,S.H., Hukum Islam dan Sistem Bilateral,(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991), hlm. 105. 4 Ibid., hlm. 106.

3 Para ulama mengamalkan hadits ini mengandung pengertian, bahwa seseorang tidak diperbolehkan memberikan wasiat lebih dari sepertiga. Bahkan sebagian ulama mensunnatkan agar seseorang memberikan wasiat kurang dari sepertiga, sebagaiman yang disabdakan Rasulullah Saw Dan sepertiga itu sudah banyak. Demikian pula dengan ijma para ulama juga menetapkan larangan untuk memberikan wasiat lebih dari sepertiga. 5 Ibnu Hazmin berpendapat bahwa berwasiat hukumnya wajib bagi orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta, dan itu tidak hanya bersifat qadha i atas setiap orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta. Artinya wajib berwasiat tidak hanya sebagai tanggung jawab seseorang dalam menjalankan perintah Agama, tetapi jika seseorang meninggal dunia maka ia wajib berwasiat, apabila ia tidak berwasiat maka kaum kerabat yang masih hidup wajib mengeluarkan sejumlah tertentu dari hartanya untuk disedekahkan untuk memenuhi kewajiban berwasiat. 6 Menurut pendapat Ulama Hanafiah yang memandang shighat (wujud pernyataan) wasiat cukup melalui ijab pemberi wasiat (al-mushi), tampak sama dengan asas yang juga dianut dalam hukum perdata Barat. Pada asasnya suatu pernyataan yang demikian (wasiat) adalah keluar dari suatu pihak saja dan setiap waktu dapat ditarik kembali oleh yang membuatnya. Baik Hukum Islam maupun hukum Barat, kedudukanya tidak membenarkan (melarang) wasiat seseorang yang merugikan ahli waris yang sudah 5 Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita Edisi Lengkap, (Jakarta: pustaka Al- Kautsar, 1998), hlm. 495. 6 Anshary, Hukum Kewarisan Islam Indonesia, (Bandung: PT. Mandar Maju, 2013), hlm. 160.

4 seharusnya mendapatkan warisan. Burgerlijk Wotboek (BW) Menegaskan bahwa. 7 Dalam KUH Perdata (BW) Pasal 874 disebutkan: Segala harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia, adalah kepunyaan para ahli warisnya menurut Undang-Undang sejauh mengenai hal itu dia belum mengadakan ketetapan yang sah. 8 Dalam Hukum Perdata Pasal 874 menyimpulkan suatu asas penting hukum waris yaitu bahwa ketetapan pewaris berdasarkan Undang-Undang, ini baru berlaku jika pewaris tidak atau telah mengambil suatu ketetapan yang menyimpang mengenai harta peninggalannya, ketetapan mana yang harus dituangkan dalam bentuk surat wasiat. 9 Dalam KUH Perdata (BW) dalam Pasal 875 disebutkan: Adapun yang dimaksud surat wasiat atau testemen adalah sebuah akta berisi pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya terjadi setelah ia meninggal dunia dan yang dapat dicabut kembali lagi. 10 Oleh karena itu surat wasiat atau testament Akta yang menunjukkan pada syarat, bahwa wasiat harus berbentuk suatu tulisan atau sesuatu yang tertulis. Keberadaan wasiat dalam sistem hukum keluarga khususnya hukum keluarga Islam terutama dihubungkan dengan hukum kewarisan tentu memiliki kedudukan yang sangat penting. Urgensi wasiat semakin terasa 7 Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 130. 8 Niniek Suparni, KUH Perdata, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005), hlm. 228. 9 J. Satrio, Hukum Waris, (Bandung: Penerbit ALUMNI, cet.2, 1992), hlm. 179. 10 Niniek Suparni, SH., loc.cit.

5 keberadaanya dalam rangka mengawal dan menjamin kesejahteraan keluarga atau bahkan masyarakat. Sehubungan arti penting dari kedudukan wasiat dalam hukum keluarga Islam di tengah-tengah keluarga muslim, ini mudah dimengerti jika ada beberapa negara Islam yang memasukkan diktum wasiat wajibah dalam Undang-undang Kewarisan. 11 Dalam kewenangan absolut pada pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menyatakan bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: Perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syariah. Salah satunya adalah Wasiat penjelasan resmi dari Undang-Undang No 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Wasiat adalah perbuatan seseorang memberikan suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga badan hukum yang berlaku setelah yang memberikan tersebut meninggal dunia. 12 Dalam kewenangan pengadilan meliputi kewenangan relatif dan kewenangan absolut harus diperhatikan sebelum membuat permohonan atau gugatan yang diajukan ke pengadilan. Hal ini perlu diperhatikan karena 11 Muhammad Amin Summa, op.cit., hlm. 133. 12 Ahmad Kamil, M. Fauzan, Hukum Perlindungan Anak dan Pengangkatan Anak di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 4.

6 kekeliruan dalam menentukan kewenangan pengadilan yang akan memeriksa perkara akan mengakibatkan gugatan di tolak atau tidak diterima. 13 Dalam KHI Pasal 171 huruf F disebutkan Wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia. 14 Pengadilan Agama yang memberikan hak wasiat kepada anak angkat melalui lembaga wasiat wajibah. Dalam kasus yang terjadi di Pengadilan Agama, masalah wasiat wajibah biasanya masuk dalam sengketa waris. Misalnya orang tua angkat, yang karena kasih sayangnya kepada anak angkatnya lalu berwasiat dengan menyerahkan dan mengatasnamakan seluruh harta kekayaannya kepada anak angkatnya. Karena orang tua kandung, dan saudara kandung merasa berhak atas harta almarhum atau almarhumah yang hanya meninggalkan anak angkat saja, lalu mereka mengajukan gugatan waris. Dalam kasus ini umumnya wasiat dibatalkan oleh Pengadilan Agama dan hanya diberlakukan paling banyak 1/3 (sepetiga) saja. Selebihnya di bagikan kepada ahli waris. Penerapan lembaga hukum wasiat wajibah dalam kasus sengketa anak angkat dan ahli waris beda agama di Indonesia merupakan perkembangan hukum baru. Khusus mengenai ahli waris beda Agama yang diberikan harta warisan melalui lembaga wasiat wajibah harus melalui berbagai 13 Abdullah Tri Wahyuni, Peradilan Agama di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2004), hlm. 131. 14 Departemen Agama, Perkawinan Dan Kompilasi Hukum Islam, (Yokyakarta: Pustaka Ustisia, 2009), hlm. 118.

7 pertimbangan hukum yang mendalam, sehingga antara kasus yang satu dengan lainnya tidak selalu memiliki hukum terapan yang sama. Konsep di atas dinamakan wasiat wajibah, karena mempunyai makna suatu tindakan pembebanan oleh hakim atau lembaga yang mempunyai hak, harta seseorang yang telah meninggal dunia, tetapi tidak melakukan wasiat secara suka rela, agar diambil hak atau benda peninggalannya untuk diberikan kepada orang tertentu dalam keadaan tertentu pula. B. Penegasan Judul. Untuk menyeragamkan dan menghilangkan kesalahpahaman penafsiran judul yang penulis menguraikan masing-masing istilah yang penulis pakai dalam skripsi ini: STUDI ANALISIS : Dua kata yang berdiri sendiri tetapi saling berkaitan, studi memiliki arti suatu kajian, telaah, penelitian atau penyelidikan Ilmiah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Analisis diartikan penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan dan sebagainya) untk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebabmusibah, duduk perkaranya dan sebagainya) 15 TENTANG : Perihal, terhadap, dekat di depan (muka), tetap WASIAT WAJIBAH : (lurus), kira-kira (pada), mengenai. 16 15 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), cet. 4. hlm. 43. 16 Ibid., hlm. 1175.

8 DALAM : Paham benar-benar (ilmu Pengetahuan). 18 HUKUM ISLAM : Peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau HUKUM PERDATA (BW) : pemerintah dalam ajaran Hukum Islam. 19 Hukum acara yang menyelesaikan dan mempertahankan hukum perdata materiil atau hukum perdata formal. 20 KONTEKS : Kontekstual berhubungan dengan konteks. 21 KEWENANGAN : Wenang, wewenanag, Kewenangan. 22 PENGADILAN AGAMA Pengadilan adalah bahan atau organisasi yang JEPARA : diadakan oleh negara untuk mengurus dan mengadili perselisihan-perselisihan hukum. 23 Pengadilan Agama sering disebut pula Mahkamah Syar iyah, artinya Pengadilan atau Mahkamah yang menyelesaikan perselisihan hukum Agama atau Hukum Syara. 24 17 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeven, 1996), cet. 1, hlm. 1930. 18 Departemen Pendidikan, op.cit., hlm. 232. 19 Ibid., hlm. 410. 20 Ibid. 21 Ibid., hlm. 591. 22 W.J.S. Poerwadarmita, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Intan Pariwara, 2011), hlm. 1366. 23 Ensiklopedi Indonesia Jilid 5,. hlm. 2632.

9 Jadi maksud dari judul diatas, Studi Analisis Tentang Wasiat Wajibah dalam Hukum Islam dan dalam Hukum Perdata (BW) (Konteks Kewenangan Pengadilan Agama Jepara). C. Rumusan Masalah Berdasarkan atas paparan latar belakang tersebut, masalah pokok yang penulis bahasa dalam penyusunan skripsi ini adalah: 1. Bagaimana mekanisme wasiat wajibah menurut Hukum Islam dan Hukum Perdata (BW)? 2. Bagaimana Faktor pendukung penghambat pelaksanaan wasiat wajibah menurut Hukum Islam dan Hukum Perdata (BW) di Indonesia? D. Tujuan Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan jawaban terhadap masalah-masalah diatas yaitu: 1. Untuk mengetahui mekanisme wasiat wajibah menurut Hukum Islam dan Hukum Perdata (BW). 2. Mengetahui Bagaimana faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan wasiat wajibah menurut Hukum Islam dan Hukum Perdata (BW). E. Manfaat Penelitian Setiap penelitian diharapkan adanya manfaat yang dapat diambil dari penelitian yang dikaji, sebab manfaat penelitian akan menentukan nilai dari kualitas penelitian tersebut. Ada manfaat penelitian yaitu sebagaimana berikut: 1. Manfaat Teoritis Yaitu sebagai sarana untuk mengembangkan dan memperdalam Khazanah keilmuan khususnya Wasiat Wajibah dalam Hukum Islam dan Hukum Perdata (BW). 2. Manfaat Praktis 24 Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia,( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm 4.

10 a. Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan penulis di bidang ilmu hukum Islam serta memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang Wasist Wajibah. b. Memberikan sumbangan pemikiran dan memecahkan permasalahan yang ada hubungannya dengan Wasiat Wajibah dalam Hukum Isalam dan Hukum Perdata (BW). 3. Manfaat Akademis Peneliti ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi atau studi komparatif bagi pihak-pihak yang ingin mengkaji lebih dalam tentang permasalahan tersebut, yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini. F. Telaah Pustaka Kajian tentang Wasiat Wajibah memang telah beredar di kalangan masyarakat, baik yang berupa sebuah buku maupun tulisan dan dalam media masa. Namun sejauh pengamatan penulis belum ada sebuah buku atau karya yang secara ekstrinsik. Beberapa penelitian yang membahas tentang wasiat wajibah ini telah cukup banyak dilakukan, namun sepengetahuan penulis belum ada yang membahas lebih terperinci masalah Studi analisis tentang wasiat wajibah dalam Hukum Islam dan Hukum Perdata (BW)(Konteks kewenangan Pengadilan Agama Jepara). Adapun beberapa penelitian tersebut adalah: Abdull Ghofur, 2003, dalam skripsinya yang berjudul Pengajuan KHI Terhadap Ketentuan Wasiat Menurut Madzhab Syafi i Di Indonesia, disini dijelaskan mengenai pendapat Assyafi i mengenai wasiat, dan juga sejarah pelaksanaan wasiat kaitanya dengan Inpres No 1 Tahun 1991 tentang KHI. Muhammad Zainuddin, 2005, dalam skripsinya yang berjudul Studi Analisis Tentang Wasiat Perspektif Hukum Islam, dijelaskan mengenai

11 bagaimana tinjauan filsafat hukum Islam dan aspek pembentukan hukum Islam. Dalam Skripsi Analisis Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam Tentang Wasiat Wajibah Dalam Kajian Normatif Yuridis. Oleh Sri Darmayanti pada tahun 2011 menerangkan bahwa Implikasikan pasal 209 KHI adalah setelah terjadinya pengangkatan anak akan terjadi pula akibat hukum yang telah terjadi pengangkatan anak akan terjadi pula akibat hukum yang telah diatur dalam pasal 209 tentang wasiat wajibah. Sisi Konstruksi pasal 209 KHI tentang wasiat wajibah disini masih memerlukan pengembangan dan pengkajian yang merujuk pada kitab-kitab fiqih, Al-Qur an dan Hadis. G. Metode Penelitian Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini sebagai sumber data yang menjadi pedoman penyusunan skripsi ini adalah: 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini adalah lapangan (field research), yaitu mengumpulkan data yang dilakukan penelitian ditempat terjadinya segala yang diselidiki. Penelitian lapangan bermaksud mempelajari secara intensif tentang latar belakang, keadaan sekarang dan interaksi suatu sosial, individu, kelompok, lembaga dan masyarakat. 25 2. Metode Pengumpulan Data Tahapan-tahapan yang dilakukan oleh penulis dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut: a. Wawancara Wawancara merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap survai, karena tanpa wawancara, peneliti akan kehilangan informasi 25 Saifuddin Anwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 1.

12 yang hanya dapat di peroleh dengan jalan bertanya langsung kepada responden secara langsung. 26 b. Data Primer Data primer yaitu data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu atau perseorangan. 27 Data jenis ini dalam skripsi ini diantaranya berupa Undang-Undang, KUH Perdata, KHI, buku Fiqih, Al-Qur an, pendapat seorang ahli yang berkenaan dengan wasiat dan lain-lain. c. Data sekunder Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpulan data primer atau pihak lain. 28 Data jenis ini dalam skripsi ini diantaranya seperti penjabaran dan penjelasan dari sebuah Undang-Undang. 3. Metode Analisis Data Setelah data-data terkumpul maka penulis akan menelaah dan menganalisanya dengan menggunakan metode sebagai berikut: a. Induktif Menganalisa secara induktif yaitu suatu proses logika yaitu berangkat dari data empiris lewat observasi menuju kapada teori, dengan kata lain induktif adalah proses mengorganisasikan faktafakta atau hasil-hasil pengamatan yang terpisah-pisah menjadi suatu rangkaian hubungan atau suatu generalisasi. 29 b. Deduktif 26Marsi Singarimbun & Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, (Jakarta: LP3ES, 2011), cet. 4. hlm. 192. 27 Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Teknis Bisnis Edisi Kedua, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 42. 28 Ibid.

13 Menganalisa secara deduktif yaitu suatu proses pendekatan yang berangkat dari keberadaan umum mengenai suatu fenomena (teori) dan menggeneralisasikan keberadaan tersebutpada suatu peristiwa atau data tertentu yang berciri sama dengan fenomena yang bersangkutan (prediksi). Dengan kata lain deduktif berarti menyimpulkan hubungan yang tadinya tidak tampak berdasarkan generalisasi yang sudah ada. 30 c. Komparatif Metode komparatif ini adalah suatu pembahasan dengan membandingkan beberapa pendapat, disini kejelian kita dalam kemampuan melakukan perbandingan-perbandingan disepanjang proses pengumpulan data dan analisis data adalah senjata utama. 31 H. Sistematika Penilisan Skripsi Untuk memudahkan penjelasan, pemahaman dan penelaahan pokok pembahasan yang akan dibahas, maka penulis menyusun sistematika penulisan skripsi sebagai berikut: 1. Bagian Muka, terdiri dari: Halaman judul, halaman nota pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, abstrak, halaman kata pengantar dan halaman daftar isi. Bagian isi terdiri dari beberapa bab: BAB I : PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah B. Penegasan judul C. Rumusan masalah 29 Saifudin Azwar, Metodelogi Penelitian, (Yogyakarta: PT.Pustaka Pelajar, 2011). hlm. 40. 30 Ibid. 31 Burhan Bugin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 72-73.

14 D. Tujuan penelitian E. Manfaat penelitian F. Telaah pustaka G. Metode penelitian H. Sistematika penulisan skripsi. BAB II : KETENTUAN UMUM TENTANG WASIAT WAJIBAH A. Pengertian dan dasar hukum wasiat B. Syarat dan rukun wasiat C. Teknis pelaksanaan wasiat D. Unsur dalam KUH Perdata wasiat E. Landasan teori hukum acara dan hukum materiil F. Hakikat dan sejarah singkat wasiat wajibah BAB III : SEJARAH SINGKAT DI PENGADILAN AGAMA JEPARA A. Sekilas Tentang Pengadilan Agama Jepara 1. Sejarah Pengadilan Agama Jepara 2. Lokasi dan Wilayah Hukum Pengadilan Agama Jepara 3. Struktur Pengadilan Agama Jepara B. Cara Pembagian dan Batasan Wasiat Wajibah Dalam Hukum Islam dan Hukum Perdata (BW) C. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Wasiat Wajibah Dalam Hukum Islam dan Hukum Perdata (BW) di Indonesia BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis tentang Wasiat Wajibah terhadap Ulama dan Ahli Hukum Islam. B. Analisis tentang Wasiat Wajibah dalam Hukum Perdata (BW). BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran-saran Bagian akhir, terdiri dari: Daftar pustaka, daftar riwayat hidup dan lampiran-lampiran.

15