BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada awalnya pajak merupakan suatu pungutan yang bersifat sukarela yang digunakan untuk kepentingan negara seperti halnya menyediakan infrastruktur yang memadai dan fasilitas-fasilitas publik yang bermanfaat. Seiring dengan berjalannya waktu, saat ini pajak bukan lagi sebagai pemberian sukarela, namun pajak merupakan peran aktif masyarakat dalam meningkatkan penerimaan negara walaupun dipaksakan. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan kepentingan antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat menginginkan apabila mereka melakukan suatu pembayaran maka akan ada hasil yang didapat secara langsung, sedangkan pemerintah tidak bisa memenuhi keinginan tersebut. Berdasarkan hal tersebut, pajak dianggap sebagai suatu beban yang mengikat bagi masyarakat. Penerimaan pajak sangat penting bagi pembangunan nasional maka Direktorat Jendral Pajak sebagai instansi pemerintah yang bertanggung jawab dalam hal ini harus berupaya bagaimana agar masyarakat bisa patuh dalam membayar pajak. Hal ini dilakukan dengan cara memperbaiki sistem yang sudah ada menjadi lebih efektif dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap administrasi perpajakan serta produktivitas dan integritas para pegawai yang harus ditingkatkan. Banyak hal yang menjadi permasalahan di dalam administrasi perpajakan, masalah yang terjadi ada pada fiskus (pegawai pajak) sendiri misalnya adalah masalah Sumber Daya Manusia yang kurang memiliki integritas, 1
Bab I. Pendahuluan 2 ketidakprofesionalan (korupsi), dan tidak memiliki strategi yang tepat untuk memperbaiki administrasi perpajakan atas keluhan yang berasal dari wajib pajak. Reformasi adminstrasi perpajakan harus dilakukan untuk memperbaiki efektivitas dan efisiensi dari administrasi perpajakan, reformasi yang dilakukan seperti memperbaiki pelayanan, penegakan hukum yang tegas, dan perbaikan terhadap pelaksanaan kode etik fiskus itu sendiri. Direktorat jenderal pajak sebagai lembaga harus berbenah memberi pelayanan yang lebih baik kepada Wajib Pajak. Perbaikan pelayanan lewat program perubahan (change program), penegakan hukum (law enforcement), dan pelaksanaan kode etik yang lebih baik diprioritaskan agar adminstrasi perpajakan dapat berjalan secara efektif dan efisien. Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar kewajiban perpajakannya merupakan hal penting dalam pemungutan pajak. Penyebab kurangnya pengetahuan dan keinginan masyarakat terhadap pemenuhan kewajiban perpajakannya antara lain asas perpajakan yaitu hasil pemungutan pajak tersebut tidak secara langsung dinikmati oleh para Wajib Pajak. Perlu disadari bahwa fasilitas umum seperti jalan raya, pembangunan sekolah-sekolah negeri, dan fasilitas umum lainnya adalah hasil dari pembayaran pajak. Namun, masyarakat sendiri pada kenyataannya tidak suka membayar pajak karena mereka tidak tahu wujud nyata imbalan dari uang yang mereka keluarkan untuk membayar pajak. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 235/KMK.03/2003 Direktorat Jenderal Pajak telah mengeluarkan kriteria Wajib Pajak Patuh. Wajib Pajak Patuh adalah Wajib Pajak yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu yang dapat diberikan
Bab I. Pendahuluan 3 pengembalian pendahuluan atas kelebihan pembayaran pajak. Kriteria Wajib Pajak Patuh tersebut antara lain sebagai berikut: 1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dalam 2 (dua) tahun terakhir. 2. Dalam tahun terakhir penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa yang terlambat tidak lebih dari 3 (tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut. 3. Surat Pemberitahuan (SPT) Masa yang terlambat telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa masa pajak berikutnya. 4. Tidak mempunyai tunggakan pajak yang semua jenis pajak. a. Kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak. b. Tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan Surat Tagihan Pajak (STP) yang diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak terakhir. 5. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir. 6. Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau Badan Pengawas Keuangan dan pembangunan harus dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. Konsep dari modernisasi perpajakan adalah pelayanan prima dan pengawasan intensif dengan pelaksanaan good governance. Tujuan modernisasi antara lain, meningkatkan kepatuhan pajak, kepercayaan terhadap administrasi perpajakan dan
Bab I. Pendahuluan 4 memacu produktivitas pegawai pajak yang tinggi. Modernisasi sendiri meliputi tiga hal, yakni reformasi kebijakan, administrasi dan pengawasan. Keberhasilan modernisasi perpajakan membutuhkan kerja sama dan keterbukaan hati dari kedua belah pihak, baik dari Direktorat Jenderal Pajak maupun wajib pajak. Sistem Modernisasi administrasi perpajakan ditandai dengan pengorganisasian Kantor Pajak berdasarkan fungsi bukan berdasarkan jenis pajak. Hal ini dilakukan untuk menghindari penumpukan pekerjaan dan kekuasaan. Selain itu, sistem administrasi pada kantor modern menggunakan teknologi informasi sehingga meningkatkan keefisienan. Untuk memudahkan pelaksanaan pekerjaan, disusun SOP (Standard Operating Procedure) untuk masing-masing pekerjaan. Modernisasi pajak juga menyediakan e-registration untuk mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, (Surat Pemberitahuan electronic) e-spt untuk aplikasi laporan, sehingga menjadi paperless dan e-filing untuk penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) melalui sistem online dan real time. Dari hal-hal yang telah dijelaskan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk menguji hipotesis mengenai penerapan sistem adminstrasi perpajakan modern terhadap kepatuhan dalam membayar pajak. Berdasarkan uraian tersebut, penulis melakukan penelitian mdengan judul Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern terhadap Kepatuhan Membayar Pajak ( Studi Kasus Pada KPP Pratama Bandung Karees )..
Bab I. Pendahuluan 5 1.2. Identifikasi Masalah Adapun pokok masalah dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimanakah administrasi perpajakan modern dilakukan oleh wajib pajak dan fiskus? 2. Sejauh mana pengaruh administrasi perpajakan modern terhadap kepatuhan membayar pajak? 1.3. Maksud dantujuan Penelitian Adapun tujuan yang dirumuskan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bagaimanakah wajib pajak dan fiskus melakuakn administrasi perpajakan modern. 2. Untuk mengetahui sejauh manakah pengaruh administrasi perpajakan modern terhadap kepatuhan membayar pajak. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, antara lain: 1. Bagi Peneliti Sebagai penerapan dari ilmu yang telah diperoleh dan menambah wawasan dan juga informasi mengenai pengaruh dari penerapan sistem administrasi modern terhadap kepatuhan dalam membayar pajak 2. Bagi Wajib Pajak Memberikan manfaat bahwa pentingnya kepatuhan dalam membayar pajak dan sudah dipermudah untuk membayar pajak dengan adanya modernisasi
Bab I. Pendahuluan 6 terhadap sistem adminstrasi perpajakan. Maka diharapkan wajib pajak bisa menjadi lebih patuh dalam membayar pajak. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya yang akan mengadakan kajian secara lebih mendalam mengenai pembahasan ini dan diharapkan dapat menambah wawasan dan informasi mengenai tingkat penghasilan, pengetahuan Wajib Pajak, dan kepatuhan dalam membayar pajak.