Seminar Nasional Serealia, 2013 POTENSI INTEGRASI TANAMAN - TERNAK DI SULAWESI TENGGARA Rusdin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara ABSTRAK Pola integrasi tanaman dan ternak atau pertanian terpadu adalah memadukan antara kegiatan peternakan dan pertanian. Pola ini menunjang dalam penyediaan pupuk kandang di lahan pertanian, sehingga pola ini sering disebut pola peternakan tanpa limbah. Integrasi ternak dan tanaman dimaksudkan untuk memperoleh hasil usaha yang optimal dan untuk memperbaiki kondisi kesuburan tanah. Limbah tanaman jagung yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi adalah daun, batang dan tgkol/jenggel. Limbah tersebut dapat diolah menjadi silase, hay, dan chop. Potensi produk sampingan dari tanaman jagung yang bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak yaitu tgkol sebanyak 29.607 t, dan 360.909 t dari daun dan batang. Potensi tersebut terbesar di Kabupaten Muna dengan potensi limbah tgkol sebanyak 19.532 t, serta 238.095 t dari daun dan batang, kemudian Kabupaten But dengan potensi 3.684 t tgkol, 44.908 t daun dan batang, dan ketiga Kab. Konawe Selatan dengan potensi tgkol sebanyak 1.927 t, dan 23.490 dari daun dan batang. Sedangkan potensi produksi kotoran basah sebesar 518.018 kg/hari, potensi bokasi sebesar 310,811 kg/hari, kemudian Kab Muna sebanyak 441.263 kg/hari untuk kotoran basah dan 264.758 kg/hari potensi bokasi. Secara keseluruhan di Sulawesi Tenggara, potensi limbah sapi yang terdiri dari kotororan basah sebanyak 2.011.035 kg/hari, dan potensi jadi bokasi sebanyak 1.206.621 kg/hari. Dengan pemanfaatan limah kotoran sapi terintegrasi dengan tanaman jagung akan terjadi penghematan biaya input Rp.300.000 350.000/ha atau sekitar Rp. 9.622.275.000 untuk wilayah Sulawesi Tenggara. Dengan demikian, peluang untuk mendukung diversifikasi tanaman pangan dan program PSDS melalui integrasi tanaman jagung dan sapi di Sulawesi Tenggara masing terbuka lebar. Kata kunci: potensi, limbah, integrasi jagung dan sapi PENDAHULUAN Sistem tanaman terpadu mengurangi dampak negatif perubahan ekosistem sekaligus memberi manfaat peningkatan produksi tanaman. Konsep pertanian terpadu selanjutnya lebih berkembang dengan memasukan komponen ternak di dalam sistem usaha tersebut yang lebih dikenal dengan sistem usahatani (farming system). Pada sistem usahatani ternak diintegrasikan dengan tanaman pangan untuk mencapai kombinasi yang optimal. Kombinasi tersebut mengakibatkan input produksi menjadi lebih rendah (low input) sedangkan produksi didorong menjadi setingi-tingginya. Prinsip menekan resiko dengan adanya diversifikasi usaha dan kelestarian sumberdaya lahan menjadi titik perhatian dalam sistem usaha ini. Dalam perkembangan selanjutnya ternak tidak hanya diintegrasikan dengan tanaman pangan akan tetapi diintegrasikan dengan tanaman lain seperti tanaman hortikultura dan tanaman perkebunan atau lebih dikenal dengan sistem tanaman ternak (crop livestock 309
Rusdin: Potensi Integrasi Tanaman -Ternak di Sulawesi Tenggara system). Dalam sistem integrasi ini komponen agrosistem disusun dalam suatu bentuk kombinasi yang mememiliki sifat saling melengkapi (kompelemter), berhubungan dengan interaksi yang bersifat sinergis. Pola integrasi antara tanaman dan ternak atau yang sering kita sebut dengan pertanian terpadu, adalah memadukan antara kegiatan peternakan dan pertanian. Pola ini sangatlah menunjang dalam penyediaan pupuk kandang di lahan pertanian, sehingga pola ini sering disebut pola peternakan tanpa limbah karena limbah peternakan digunakan untuk pupuk, dan limbah pertanian untuk makanan ternak. Integrasi ternak dan tanaman dimaksudkan untuk memperoleh hasil usaha yang optimal, dan untuk memperbaiki kondisi kesuburan tanah. Interaksi antara ternak dan tanaman haruslah saling melengkapi, mendukung dan saling menguntungkan, sehingga dapat mendorong peningkatan efisiensi produksi dan meningkatkan keuntungan hasil usaha taninya. Tujuan sistem integrasi tanaman ternak adalah untuk pemanfaatan lahan secara optimal. Makalah ini memberikan gambaran potensi pengembangan integrasi tanaman jagung dan ternak di Sulawesi Tenggara. KEUNTUNGAN SISTEM INTEGRASI TANAMAN TERNAK Keuntungan-keuntungan dari sistem integrasi tanaman - ternak antara lain : (1) Dari tanaman perkebunan dapat menjamin tersedianya tanaman peneduh bagi ternak, sehingga dapat mengurangi stress karena panas, (2) meningkatkan kesuburan tanah melalui proses kembaliya air seni dan kotoran padatan ke dalam tanah, (3) meningkatkan kualitas pakan ternak, serta membatasi pertumbuhan gulma, (5) meningkatkan hasil tanaman perkebunan dan (6) meningkatkan keuntungan ekonomis termasuk hasil ternaknya. Pola integrasi sapi dan padi di lahan sawah dapat memeberikan keuntungan anatara lain : a) Diversifikasi penggunaan sumberdaya produksi, b) Mengurangi resiko terjadinya kegagalan produksi, c) Efisiensi penggunaan tenaga kerja, d) Efisiensi penggunaan komponen produksi, e) Mengurangi ketergantungan energi kimia dan energi bilogi serta masukan sumberdaya lainnya dari luar, f) Sistem ekologi lebih lestari dan tidak menimbulkan polusi, sehingga melindungi lingkungan hidup, dan e) Meningkatkan output dan pendapatan, serta mengembangkan rumah tangga petani yang lebih stabil. Integrasi padi dan sapi di lahan sawah dapat dipergunakan sebagai satu alternative untuk mempercepat peningkatan produksi padi dan sapi melalui : a) Aplikasi 310
Seminar Nasional Serealia, 2013 teknologi dan inovasi sederhana, dengan memanfaatkan hasil samping (limbah) pertanian dan perkebunan sebagai bahan pakan ternak. Sebagai contoh, fermentasi dan amoniasi jerami padi, pucuk tebu dan limbah lainnya dapat digunakan sebagai pakan ternak sumber serat. Langkah ini sekaligus akan mengamankan ketersediaan pakan sepanjang tahun. b) Kotoran ternak dan sisa pakan serta hasil panen lainnya dapat di dekomposisi menjadi kompos dengan cara cepat, mudah dan murah guna penyediaan unsure hara bagi lahan sawah melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), c) Penggunaan kompos berkualitas telah terbukti akan meningkatkan efisiensi dan produksi padi dan tanaman pada umumnya, sekaligus memberi peluang peningkatan pendapatan petani dan menjaga kelestarian lahan persawahan/pertanian, d) Upaya memadukan ternak dengan usaha pertanian akan membawa dampak pada system budidaya, kehidupan social dan aktivitas ekonomi kearah yang positif. Budidaya ternak akan semakin efisien, karena ketersediaan pakan secara kontinyu, problem social yang sering terjadi akibat limbah yang menimbulkan polusi (kotoran ternak, sisa pemen, limbah perkebunan/pertanian) dapat diatasi dan membawa pengaruh yang baik, sedangkan secara ekonomis petani dapat melakukan efisiensi usahatani sehingga tingkat pendapatan semakin meningkat. Akhirnya kemandirian petani dalam berusaha dapat diwujudkan dan ketergantungan sarana produksi dari luar dapat ditekan, e) Pola pemeliharaan ternak system kelompok akan memberi peluang untuk mengembangkan system dan usaha agribisnis berdaya saing. Walaupun kepemilikan masing-masing petani masih sangat kecil, pola ini akan memudahkan dalam penyuluhan dan pengamanan ternak dari pencurian, mengurangi dampak perusakan lingkungan dan meningkatkan kebersihan lingkungan serta memudahkan dalam mengembangkan system kelembagaan, terutama dalam hal permodalan dan pemasaran produk. TANAMAN JAGUNG SEBAGAI SUMBER PAKAN TERNAK SAPI Potensi Limbah Jagung Sebagai Pakan Sapi Tanaman jagung sudah lama diusahakan petani Indonesia dan merupakan tanaman pokok kedua setelah padi. Penduduk Indonesia bagian timur, khususnya pada daerah yang kering, jagung merupakan makanan pokok yang dikonsumsi setiap hari. Selain bijinya limbah jagung sudah dipakai sebagai pakan ternak meskipun belum dimanfaatkan secara penuh. Penggunaan secara penuh memerlukan teknologi baru seperti pengolajan dan pengawetan limbah, tempat penyimpanan silo dan 311
Rusdin: Potensi Integrasi Tanaman -Ternak di Sulawesi Tenggara pelatihan peternak dalam mengelola teknologi pengolah limbah. Potensi limbah jagung berupa jerami jagung terdiri dari dan batang, setelah panen termasuk daun dan tgkol yang dapat dijadikan sebagai makanan ternak ruminansia (Luthan, 2006). Selanjutnya Rohaeni et al. (2005) menyatakan bahwa produk sampingan dari usahatani jagung berupa daun dan batang sebesar 12,19 t/ha dan sedangkan jenggel/bonggolnya dapat mengasilkan 1 t/ha. Pendapatan yang dihasilkan dari usahatani jagung (3 ha) dan sapi (20 ekor) dengan cara integrasi masing-masing sebesar Rp 9.763.200 dan Rp 9.747.800/musim. Nilai R/C yang dihasilkan dari usahatani jagung dan sapi dengan sistem integrasi sebesar 1,32 sedang dari non integrasi 1,18. Sistem integrasi dengan skala jagung seluas 3 ha dan jumlah sapi 20 ekor dapat meningkatkan pendapatan sebesar 78,16 persen per musim dibanding sistem petani (non integrasi). Matdang dan Fadwiwati (2005) dalam kajiannya menunjukkan bahwa rataan persentase kenaikan pertambahan pertumbuhan dengan perlakuan jerami jagung tanpa fermentasi dibandingkan dengan perlakuan dengan menggunakan jerami jagung fermentasi berturut-turut, yaitu lingkar dada 10,41 cm vs 11,00, tinggi pundak 8,09 vs 8,09 cm, panjang badan 12,75 cm vs 13,3 cm, dalam dada 11,42 cm vs 18,8 cm, dan lebar dada 27,58 cm vs 27,80 cm. Selain itu, mempercepat perkawinan sapi dara Bali dari umur 22 bulan menjadi umur kurang lebih 21 bulan. Selanjutnya Utomo et al. (2005) mengemukakan pertambahan rata-rata berat badan ternak yang diberi rumput dan jerami jagung dalam kisaran normal 0,28 kg/ekor/hari untuk sapi betina dan 0,48 kg/ekor/hari untuk sapi jantan. Pengolahan Jagung dan Limbahnya Silase, pada prinsipnya pembuatan silase adalah pengolahan bahan hijauan dengan cara dipotg-potg, kemudian ditempatkan dala ruangan kedap udara (silo) dengan pemadatan, sampai waktu tertentu Hay, pada prisipnya adalah rumput/hijauan yang dilayukan kemudian dikeringkan dengan penurunan kadar air hingga tingga + 20 % agar dapat disimpan. Hay pada jagung sering diuat dari batang dan daun jagung, setelah jagungya dipanen Chop, pada jagung biasa dikerjakan pada umur tanaman jagung setengah dewasa (periode susu). Bagian yang dipotg adalah batang, daun dan buah jagung. Hasil chop ini langsung digunakan untuk makanan ternak dengan total nutrient (NTN) sebesar 60-75%, protein sebesar 11-15% dan kaya dengan asam amino dan mineral, serta lebih disukai oleh ternak. 312
Seminar Nasional Serealia, 2013 Tgkol jagung merupakan limbah yang dihasilkan dari usahaani jagung dan dapat dimanfaatkan sebagai pakan alternatif terutama pada musim kemarau. Limbah yang dihasilkan dari usahatani jagung salah satu diantaranya adalah tgkol/janggel jagung. Potensi tgkol jagung yang dihasilkan sebesar 1 t/ha (Rohaeni 2006). Tgkol jagung dapat dimanfaatkan sebagai pakan khususnya sapi (penggemukan) dengan pemberian 20% dari total ramsum. Kandungan nutrisi limbah jagung. Limbah jagung yang terdiri dari jerami jagung segar, klobot jagung dan tgkol jagung memiliki banyak kandungan nutrisi. Berdasarkan hasil analisis proksimat Wahyono et al. (2004) total nutrisi yang terkandung dalam limbah jagung adalah pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Analisis Proksimat (%) Limbah Jagung Berdasarkan Jenis Bahan. Hasil analisis proksimat (%) Jenis Bahan Bahan Kering Protein kasar Lemak kasar Serat kasar Total digestible nutrient Jerami Jagung segar 21,685 9,660 2,209 26,300 60,237 Klobot jagung 42,561 3,400 2,548 23,318 66,406 Tgkol Jagung 76,608 5,616 1,576 25,547 53,075 Sumber: Wahyono et al. (2004) Potensi Limbah Sapi Limbah sapi sebagai sumber pupuk organik yang sangat diperlukan oleh tanaman jagung, karena dapat: 1) menurunkan tingkat keasaman tanah, 2) meningkatkan daya ikat air, 3) meningkatkan pori-pori tanah sehingga tanah menjadi gembur, 4) meningkatkan kandungan bahan organic, dan 5) meningkatkan ketersediaan hara terutama N, P dan K yang menjaga kesuburan tanah dalam jangka pangang. Satu ekor sapi menghasilkan kotoran (Feces) sebanyak 8 10 kg/hari dan urin 8-11 liter/hari atau dapat dijadikan pupuk bokasi sebanyak 4 5 kg/hari. (Mustafa 2006). Selanjutnya Rohaeni (2004) menyatakan bahwa potensi ternak sapi untuk menghasilkan kotoran dalam bentuk kering kira-kira 5 kg/ekor/hari. Penggunaan pupuk dari kotoran sapi harus dilakukan fermentasi dengan mengunakan probiotik seperti stardec dan EM4. Produksi jagung yang dihasilkan dengan menggunakan kotoran sapi berdasarkan ubinan diperoleh hasil antara 5 sampai 7,6 t/ha dengan rataan 6,3 t, dengan pendapatan sebesar Rp 2 juta/ha. Selain itu Pemanfaatan kotoran sapi untuk usahatani jagung dapat menghemat biaya antara Rp 300.000-350.000/ha. Utomo et al. (2005), dalam kajiannya menyatakan bahwa pemeliharaan sapi dengan kandang 313
Rusdin: Potensi Integrasi Tanaman -Ternak di Sulawesi Tenggara kelompok memudahkan dalam koleksi kotoran dan dalam jumlah banyak, rata-rata 7,5 kg/ekor/hari berat basah. Sistem integrasi dapat meningkatkan kontribusi pendapatan dibandingkan tanpa sistem integrasi sebesar 124,69 persen. Nilai R/C yang dihasilkan untuk usahatani jagung dan sapi pada sistem integrasi sebesar 1,32 sedang sistem non integrasi 1,14 (Rohaeni et al. 2004) Tabel 2. Kebutuhan Pakan untuk Pembibitan Sapi Potg PBBH Pakan Pakan Protein TDN Berat sapi (% berat (kg) Kg/ekor/hari (% ) dalam ransum badan) 200 0,25 4,6 2,3 10,0 57 0,50 5,0 2,5 11,1 63 300 0,25 6,2 2,1 8,9 57 0,50 8,2 2,7 10,0 57 350 0,20 7,8 2,2 11,2 65 400 0,20 8,6 2,2 10,7 63 Sumber: Gunawan et al. (2006). Tabel 3. Kebutuhan pakan untuk Penggemukan Sapi Potg PBBH Pakan Pakan Protein TDN Berat sapi (% berat (kg) Kg/ekor/hari (% ) dalam ransum badan) 0,45 4,7 2,6 10,4 58 180 0,70 4,9 2,7 11,8 62 0,90 5,0 2,8 13,1 66 0,45 5,3 2,4 9,7 5,8 230 0,70 5,8 2,5 10,7 62 0,90 5,9 2,6 11,7 66 0,45 6,3 2,3 9,2 58 270 0,70 6,6 2,4 10,0 62 0,90 6,8 2,5 10,8 66 0,45 6,4 2,0 9,2 56 320 0,70 6,7 2,1 10,1 60 0,90 6,9 2,2 10,9 63 0,45 7,2 2,0 8,8 56 360 0,70 7,5 2,1 9,6 60 0,90 7,7 2,2 10,2 63 0,45 7,9 1,9 8,5 56 410 0,70 8,3 2,0 9,1 60 0,90 8,5 2,1 9,7 63 Sumber: Gunawan et al. (2006) 314
Seminar Nasional Serealia, 2013 POTENSI LIMBAH JAGUNG SAPI DI SULAWESI TENGGARA Keragaan pertanaman jagung di Sulawesi Tenggara Potensi pemanfaatan limbah jagung sebagai pakan ternak di Sulawesi Tenggara sangat besar. Pada tahun 2010 produksi jagung di Sulawesi Tenggara sebesar 74.840 t dengan luas panen 29.60 ha, dengan rata-rata produktivitas 2,53 t/ha. (BPS 2011). Secara rinci luas panen dan produksi jagung pada masingmasing Kabaupeten di Sulawesi Tenggara disajikan pada Tabel 4. No Tabel 4. Luas Panen dan Produksi Jagung di Sulawesi Tenggara, 2010 Kabupaten Luas Panen (ha) Produksi (T) Produktifitas (t/ha) Kontibusi Produksi (%) 1. But 3.684 9.356 2,54 12,50 2. Muna 19.532 49.263 2,52 65,82 3. Konawe 417 1.053 2,53 1,41 4. Kolaka 1.305 3.278 2,51 4,38 5. Konawe Selatan 1.927 4.929 2,56 6,59 6. Bombana 566 1.422 2,51 1,90 7. Wakatobi 279 706 2,53 0,94 8. Kolaka Utara 575 1.440 2,50 1,92 9. But Utara 223 549 2,46 0,73 10. Konawe Utara 340 887 2,61 1,19 11. Kota Kendari 631 1.638 2,60 2,19 12. Kota Bau-Bau 128 317 2,48 0,42 Jumlah 29.607 74.840 2,53 100,00 Sumber : BPS Sultra 2011 dan data dianalisis Dengan mengacu kepada konversi tersebut di atas, Tabel 4 menunjukan bahwa potensi produk sampingan tgkol yang bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak sebanyak 29.607 t, dan 360.909 t dari potensi produk sampingan berupa daun dan batang. Dengan melihat sebaran luasan tanaman jagung, daerah yang paling potensial untuk pengembangan integrasi jagung sapi adalah Kabupaten Muna dengan potensi limbah tgkol sebanyak 19.532 t dan 238.095 t dari daun dan batang, kemudian Kabupaten But dengan potensi 3.684 t tgkol, 44.908 t daun dan batang, dan ketiga Kabupaten Konawe Selatan dengan potensi tgkol sebanyak 1.927 t dan 23.490 t dari daun dan batang. Selain itu, Kabupaten Muna merupakan daerah terbesar dalam kontibusi produksi jagung di Sulawesi Tenggara yaitu sebesar 65,82%, hal ini menunjukan bahwa daerah tersebut merupakan sentra jagung dan pada umumnya untuk jagung tersebut untuk dikonsumsi sehari-hari. 315
Rusdin: Potensi Integrasi Tanaman -Ternak di Sulawesi Tenggara Tabel 5. Jumlah populasi ternak sapi di Sulawesi Tenggara, 2010 dan potensi produksi limbah basah dan bokasi. No Kabupaten/Kota Populasi (ekor) Potensi Produksi limbah basah (Kg) Potensi Produksi bokasi (Kg) 1. But 7.823 58.673 35.204 2. Muna 58.835 441.263 264.758 3. Konawe 43.127 323.453 194.072 4. Kolaka 42.481 318.608 191.165 5. Konsel 69.069 518.018 310.811 6. Bombana 26.047 195.353 117.212 7. Wakatobi 527 3.953 2.372 8. Kolaka Utara 808 6.060 3.636 9. But Utara 4.148 31.110 18.666 10. Konawe Utara 11.403 85.523 51.314 11. Kota Kendari 1.615 12.113 7.268 12. Kota Bau-Bau 2.255 16.913 10.148 Jumlah 268.138 2.011.035 1.206.621 Sumber: BPS Sultra (2011) dan data dianalsis Tabel 5 menunjukan bahwa populasi ternak sapi yang paling banyak berada pada Kabupaten Konawe Selatan, jika pengelolaan ternak dikandangkan dengan acuan Utomo et al. (2005) dan Mustafa (2006), maka potensi produksi kotoran basah sebesar 518.018 kg/hari, potensi bokasi sebesar 310,811 kg/hari, kemudian Kab Muna sebanyak 441.263 kg/hari untuk kotoran basah dan 264.758 kg/hari potensi bokasi. Secara keseluruhan di Sulawesi Tenggara, potensi limbah sapi yang terdiri dari kotororan basah sebanyak 2.011.035 kg/hari, dan potensi jadi bokasi sebanyak 1.206.621 kg/hari. Hal ini mengindikasikan bahwa peluang pemanfaatan limbah (kotoran) sapi integrasi tanaman, khususnya jagung di Sulawesi Tenggara masing terbuka lebar. Mengacu pada Rohaenin et al. (2004), maka pada dampak yang ditimbulkan dengan pemanfaatan limah kotoran sapi terintegrasi dengan tanaman jagung akan terjadi penghematan biaya input Rp.300.000 350.000/ha atau sekitar Rp. 9.622.275.000 untuk wilayah Sulawesi Tenggara. Sehubungan dengan uraian tersebut di atas, peluang peningkatan produksi jagung melaui integrasi sapi di Sulawesi Tenggara masing terbuka lebar untuk mendukung diversifikasi tanaman pangan dan program PSDS. 316
Seminar Nasional Serealia, 2013 KESIMPULAN 1. Limbah tanaman jagung yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi adalah, daun, batang dan tgkol/jenggel. Limbah tersebut dapat diolah menjadi silase, hay, chop. 2. Potensi produk sampingan tanaman jagung di Sulawesi Tenggara yang bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak adalah berupa tgkol, daun dan batang. 3. Daerah yang paling potensial untuk pengembangan integrasi jagung sapi adalah Kabupaten Muna dan Konawe Selatan 4. Peluang sistem integrasi sapi jagung masing terbuka lebar dalam mendukung diversifikasi tanaman dan program PSDS. DAFTAR PUSTAKA BPS, 2011. Sulawesi Tenggara Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Sulawesi Tenggara. Kendari. Gunawan, Daryanto dan Azmi. 2006. Peluang dan Pola Pengembangan Sistem Integrasi Sapi Jagung di Provinsi Bengkulu. Prosiding, Lokakarya Nasional Jejaring Pengembangan Sistem Integrasi Jagung Sapi. Hal. 109 121. Luthan, F. 2006. Pengembangan Kawasan Integrasi Jagung Sapi dalam mendukung Program Swasembada daging 2010. Prosiding, Lokakarya Nasional Jejaring Pengembangan Sistem Integrasi Jagung Sapi. Hal. 12 17. Matdang, R.H. dan A. Y. Fadwiwati. 2005. Pemanfaatan Jerami Jagung Fermentasi Pada Sapi dara Bali (Sistem Integrasi Jagung Sapi). Prosiding Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Hal. 104-108 Mustafa, M. 2006. Program dan Kebijakan Teknis Dinas Pertanian Kehewanan dan Peternakan Propinsi Kalimantan Barat Dalam Mendukung Sistem Integrasi Jagung Ternak di Kalimantan Barat. Prosiding, Lokakarya Nasional Jejaring Pengembangan Sistem Integrasi Jagung Sapi. Hal. 32 35. Rohaeni, E.S, Subhan, A.N, Amali, N, Sumanto dan A. Darmawan. 2004. Kontribusi Pendapatan Pemeliharaan Ternak Sapi Dalam Sistem Integrasi Jagung Dan Ternak Sapi Di Lahan Kering. Prosiding seminar nasional teknologi peternakan dan veteriner. Puslibangnak. Bogor. Hal. 186-192 Rohaeni, E.S., N. Amali, A. Subhan. Darmawan, dan Sumanto. 2005. Potensi dan Prospek Penggunaan Limbah Jagung Sebagai Pakan Ternak Sapi di Lahan Kering Kabupetn Tanah Laut, Kalimantan Selatan. BPTP Kalimantan Selatan. Rohaeni, E.S., Amali, N., Sumanto, A. Darmawan, dan A. Subhan. 2006. Pengkajian integrasi usahatani jagung dan ternak sapi di lahan kering Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. BBP2TP. Bogor. Vol. 9(2) p. 129-139 317
Rusdin: Potensi Integrasi Tanaman -Ternak di Sulawesi Tenggara Utomo, B.N., Krismawati, A., dan E. Widjaja. 2004. Pengkajian integrasi sapipadi/jagung di lahan kering Kalimantan Tengah. Prosiding Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman Ternak. Puslitbangnak. Bogor. Hal. 263-281 Wahyono, D.E dan Hardiyanto, R. 2004. Pemanfaatan Sumberdaya Lokal Untuk Pengembangan Usaha Sapi Potg. Prosiding Lokakarya Nasional Sapi Potg. Strategi Pengembangan Sapi Potg dengan Pendekatan Agribisnis dan Berkelanjutan. Puslitbang Peternakan. Yogyakarta. 318