BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBORONGAN KERJA. 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu; 2. Perjanjian kerja/perburuhan dan;

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERLUNYA PEMAHAMAN PENYEDIA DAN PENGGUNA BARANG/JASA TERHADAP PERJANJIAN PEMBORONGAN. Oleh: Taufik Dwi Laksono. Abstraksi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak

BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Terhadap Perjanjian Pada Umumnya. hukum perdata adalah sama penyebutannya secara berturut-turut seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233.

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN PEMBORONGAN

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

BAB II PEMBERIAN KUASA DIREKTUR PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA. Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB II TINJAUAN MENGENAI PERJANJIAN PADA UMUMNYA DAN PERJANJIAN JASA BERDASARKAN BUKU III KUHPERDATA

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN. A. Pengertian Perjanjian Pemborongan Pekerjaan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka,

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus. AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL DARI KELALAIAN DEBITUR DALAM JUAL BELI TANAH 1 Oleh : Rael Wongkar 2

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian Arisan Motor Plus

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah :

PERJANJIAN DAN PERIKATAN BAB I PENDAHULUAN. (Burgerlijk Wetboek) menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk pengertian yang

BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

BAB II TINJAUAN MENGENAI KONTRAK SECARA UMUM. Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yakni contract yang

BERAKHIRNYA PERIKATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang

BAB II STATUS HUKUM TENAGA KERJA OUTSOURCING. A. Latar Belakang dan Pelaksanaan Outsourcing dalam Perspektif Hukum Ketenagakerjaan

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT. Perjanjian kredit merupakan salah satu jenis perjanjian yang segala

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

Lampiran 1 Pasal-Pasal KUHP Mengenai Pembuktian dengan Tulisan

PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN KERJA UNTUK WAKTU TERTENTU DI PT. TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI SURAKARTA

HUKUM PERIKATAN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM.

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TUNTUTAN PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN BANGUN BAGI DI KOTA BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari kemauan pihak-pihak tersebut (Subekti, 1979:7-8). Selain lahir

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. lebih. Perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. yaitu Verbintenis untuk perikatan, dan Overeenkomst untuk perjanjian.

BAB II TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM PELAKSANAAN KONTRAK KEAGENAN MINYAK TANAH YANG DIBUAT ANTARA PARA AGEN DENGAN PERTAMINA

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

A. Latar Belakang Masalah

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017. TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM PERJANJIAN SEWA-BELI KENDARAAN BERMOTOR 1 Oleh : Febrian Valentino Musak 2

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. A. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Jual Beli

Transkripsi:

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBORONGAN KERJA A. Pengertian Pemborongan Kerja Undang-undang membagi perjanjian untuk melakukan pekerjaan dalam tiga macam yaitu : 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu; 2. Perjanjian kerja/perburuhan dan; 3. Perjanjian pemborangan pekerjaan. 28 Dalam perjanjian dari macam type pada sub pertama di atas suatu pihak menghendaki dari pihal lawannya dilakukan suatu pekerjaan untuk mencapai sesuatu tujuan, untuk mana ia bersedia bayar upah, sedangkan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut sama sekali terarah kepada pihak lawan itu. Biasanya pihak lawan ini adalah seseorang ahli dalam melakukan pekerjaan tersebut dan biasanya ia juga sudah memasang tarif untuk jasanya itu. Upahnya biasanya dikatakan sebagai honorarium. 29 Dalam golongan pertama lajimnya dimasukkan antara lain hubungan antara seorang pasien dengan seorang dokter yang diminta jasanya untuk menyembuhkan suatu penyakit, hubungan antara seorang pengacara atau advokat dengan kliennya yang diminta diurusinya suatu perkara, hubungan antara seorang notaris dengan seorang yang datang kepadanya untuk dibuatkan suatu akte dan lain sebagainya. 28 R. Subekti, 1995. Aneka Hukum Perjanjian Cetakan Kesepuluh, Citra Aditya Bakti,Bandung. Hal. 57 29 Ibid Hal. 58 33

Dalam golongan kedua dimasukkan perjanjian antara buruh dengan majikan, perjanjian mana ditandai oleh ciri-ciri adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu hubungan diperatas, yang mana pihak yang satu dalam hal ini majikan berhak memberi perintah yang harus dilaksanakan dan ditaati pihak lain atau pihak buruh. Sedangkan perjanjian pada golongan ketiga adalah perjanjian pemborongan pekerjaan adalah suatu perjanjian antara seorang (pihak yang memborongkan pekerjaan) dengan seorang lain (pihak yang memborong pekerjaan), dimana pihak pertama menghendaki sesuatu hasil pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lawan, atas pembayaran suatu jumlah uang sebagai harga pemborongan. Bagaimana caranya pemborong mengerjakannya tidaklah prnting bagi pihak pertama tersebut, karena yang dikehendaki adalah hasilnya, yang akan diserahkan kepadanya dalam keadaan baik, dalam suatu jangka waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian. Pemborongan pekerjaan secara hukum yaitu sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1601 huruf (b) KUH Perdata yaitu : Sebagai suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga tertentu. Tentang isi perjanjian dalam pemborongan kerja bahwa pihak yang satu menghendaki hasil dari suatu pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lainnya untuk diserahkannya dalam jangka waktu yang ditentukan, dengan menerima suatu jumlah uang sebagai harga hasil pekerjaan tersebut. 34

B. Para Pihak Dalam Perjanjian Pemborongan Kerja Pihak-pihak dalam perjanjian diatur secara sporadis di dalam KUH Perdata yaitu Pasal 1315, Pasal 1340, Pasal 1317, Pasal 1318. Mengingat bahwa hukum harus dipelajari sebagai 1 (satu) sistem, maka adalah penting untuk mencari kaitan-kaitan di antara pasal-pasal tersebut. Yang dimaksud dengan subjek perjanjian ialah pihak-pihak yang terikat dengan diadakannya suatu perjanjian. KUH Perdata membedakan 3 (tiga) golongan pada perjanjian yaitu: 1. Para pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri; 2. Para ahli waris mereka dan mereka yang mendapat hak dari padanya; 3. Pihak ketiga. 30 Pasal 1315 KUH Perdata: Pada umumnya tak dapat mengikatkan perjanjian di atas nama sendiri atau meminta ditetapkan suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri. Pasal 1340 KUH Perdata: Persetujuan-persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat membawa rugi kepada pihak-pihak ketiga. Selain itu, tidak dapat pula pihak-pihak ketiga mendapat manfaat karenanya, selain dalam hal yang diatur dalam Pasal 1317 KUH Perdata. Pasal 1317 KUH Perdata: Lagipun diperbolehkan juga untuk meminta ditetapkannya suatu janji guna kepentingan seorang pihak ketiga, apabila suatu penetapan janji, 30 Mariam Darus Badrulzaman Op Cit Hal. 70 35

yang dibuat oleh seorang untuk dirinya sendiri, atau suatu pemberian yang dilakukannya kepada seorang lain, memuat janji yang seperti itu. Siapa yang telah memperjanjikan sesuatu seperti itu tidak boleh menariknya kembali, apabila pihak ketiga tersebut telah menyatakan hendak mempergunakannya. Pasal 1318 KUH Perdata: Jika seseorang minta diperjanjikan sesuatu hal, maka dianggap bahwa itu adalah untuk ahli waris-ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari padanya, kecuali jika dengan tegas ditetapkan atau dapat disimpulkan dari sifat persetujuan tidak sedemikian maksudnya. Pada asasnya suatu perjanjian berlaku bagi pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri. Asas ini merupakan asas pribadi. Para pihak tidak dapat mengadakan perjanjian yang mengikat pihak ketiga, kecuali dalam apa yang disebut janji guna pihak ketiga (beding ten behoeve van derden) Pasal 1317 KUH Perdata. 31 Apabila seseorang membuat suatu perjanjian, maka orang itu dianggap mengadakan perjanjian bagi ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari padanya (Pasal 1318 KUH Perdata). Beralihnya hak kepada ahli waris tersebut adalah akibat peralihan dengan alas hak umum (onderalgememe titel) yang terjadi pada ahli warisnya. Beralihnya perjanjian kepada orang-orang yang memperoleh hak berdasarkan atas alas hak khusus (onderbijzondere titel), misalnya orang yang menggantikan pembeli, mendapat haknya sebagai pemilik. Hak yang terikat kepada suatu kualitas itu dinamakan hak kualitatif. 31 Ibid Hal. 71 36

Didalam perjanjian pemborongan terdapat pihak-pihak yang terkait didalamnya baik secara langsung maupun tidak langsung terkait. Baik yang terkait maupun tidak terkait dalam perjanjian pemborongan disebut para pihak dalam perjanjian pemborongan. Para pihak dalam perjanjian pemborongan yaitu sebagai berikut: 1. Prinsipal (bouwheer/aanbesteder/ kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek / pemberi tugas). Pihak yang memborongkan atau pemberi tugas dapat berupa perorangan atau badan hukum, instansi pemerintah atau swasta. Adapun tugas dari pemberi tugas adalah: a. Memeriksa dan menyetujui hasil pekerjaan pemborongan. b. Menerima hasil pekerjaan. c. Membayar harga bangunan 2. Pemborong (rekanan, aanamar, contractor). Pemborong adalah pihak yang diberi tugas untuk melaksanakan pekerjaan dengan dokumen-dokumen perencana yang telah disiapkan dalam rencana kerja dan syarat-syarat yang telah ditentukan dengan menerima imbalan pembayaran menurut jumlah yang telah ditetapkan. Pemborong dapat berbentuk perorangan ataupun badan hukum. Tugas pemborong adalah: a. Melaksanakan pekerjaan sesuai dengan kesepakatan dan isi perjanjian pemborongan kerja. b. Menyerahkan pekerjaan. 3. Perencana (arsitek). 37

Perencana adalah perusahaan yang menurut persyaratan untuk melakukan tugas konsultasi dalam bidang perencanaan lingkungan, perencanaan karya beserta kelengkapannya. Dalam pemborongan, apa bila pemberi tugas adalah pemerintah, sedangkan perencana juga pemerintah maka terjadi hubungan kedinasan. Jika pemberi tugas adalah pemerintah dan perencana adalah pihak swasta yaitu konsultan perencana, maka hubungannya di atur dalam perjanjian melakukan jasa-jasa tunggal atau perjanjian pemberian kuasa tergantung tugas yang dilakukan konsultan perencana. Adapun tugas perencana dapat dibagi dua yaitu: a. Sebagai penasehat. Perencana mempunyai tugas membuat rencana biaya dan gambar bangunan sesuai dengan pesanan pemberi tugas. Hubungan pemberi tugas dengan perencana sebagai penasehat dituangkan dalam perjanjian pemberian jasa tunggal. b. Sebagai wakil. Perencana bertugas sebagai pengawas, dengan tugas mengawasi pelaksanaan pekerjaan. Hubungan antara pemberi tugas dengan perencana sebagai wakil dituangkan dalam perjanjian pemberi kuasa. 4. Pengawas (direksi). Direksi bertugas untuk mengawasi pelaksanaan pekerjaan pemborongan. Disini pengawas memberikan petunjuk-petunjuk memborongkan pekerjaan, memeriksa bahan-bahan, waktu pembangunan berlangsung dan akhirnya membuat penilaiaan opname dari pekerjaan. 38

C. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Pemborongan Kerja Perjanjian pemborongan pekerjaan dibedakan dalam dua macam yaitu : a. Dimana pihak pemborong diwajibkan memberikan bahannya untuk pekerjaan tersebut dan, b. Dimana si pemborong hanya akan melakukan pekerjaannya saja. 32 Satu dan lain membawa perbedaan dalam hal tanggung jawabnya si pemborong atas hasilnya pekerjaan yang diperjanjikan. Dalam halnya si pemborong diwajibkan memberikan bahannya dan pekerjaannya dengan cara bagaimanapun musnah sebelumnya diserahkan kepada pihak yang memborongkan, maka segala kerugian adalah atas tanggungan si pemborong, kecuali apabila pihak yang memborongkan telah lalai untuk menerima hasil pekerjaan itu. Jika si pemborong hanya diwajibkan melakukan pekerjaan saja, dan pekerjaannya musnah, maka ia hanya bertanggung jawab untuk kesalahannya. Ketentuan ini mengandung maksud bahwa akibat suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak, yang menimpa bahan-bahan yang disediakan oleh pihak yang memborongkan ini. Baru apabila dari pihaknya pemborong ada kesalahan mengenai kejadian itu, hal mana harus dibuktikan oleh pihak yang memborongkan, maka si pemborong dapat dipertanggung jawabkan sekedar kesalahannya itu mengakibatkan kemusnahan bahan-bahan tersebut. Kemudian dalam halnya si pemborong hanya diwajibkan melakukan pekerjaan saja, oleh Pasal 1607 KUH Perdata dituturkan bahwa jika musnahnya pekerjaan itu terjadi diluar sesuatu kelalaian dari pihak pemborong, sebelum 32 Ibid Hal. 65 39

pekerjaan itu diserahkan, sedangkan pihak yang memborongkan tidak telah lalai untuk memeriksa dan menyetujui pekerjannya, maka sipemborong tidak berhak atas harga yang dijanjikan, kecuali apabila musnahnya barang (pekerjaan) yang disebabkan oleh suatu cacad dalam bahannya. Dari ketentuan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kedua belah pihak menderita kerugian akibat kejadian yang tak disengaja yang memusnahkan pekerjaan itu pihak yang memborongkan kehilangan bahan-bahan yang telah disediakan olehnya sedangkan pihak pemborong kehilangan tenaga dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menggarap pekerjaan. Pihak yang memborongkan hanya dapat menuntut penggantian kerugiannya apabila ia dapat membuktikan adanya kesalahan dari si pemborong, sedangkan pihak pemborong hanya akan dapat menuntut harga yang dijanjikan apabila ia berhasil membuktikan bahwa bahan-bahan yang disediakan oleh pihak lawannya itu mengandung cacad-cacad yang menyebabkan kemusnahan pekerjaannya. Jika suatu pekerjaan dikerjakan sepotong demi sepotong (sebagian demi sebagian) atau seukuran demi seukuran, maka pekerjaan itu dapat diperiksa sebagian demi sebagian. Pemeriksaan tersebut dianggap terjadi dilakukan untuk semua bagian yang telah dibayar apabila pihak yang memborongkan tiap-tiap kali membayar si pemborong menurut imbangan dari apa yang telah selesai dikerjakan (Pasal 1608 KUH Perdata). Ketentuan ini mengandung maksud bahwa bagian pekerjaan yang sudah dibayar itu menjadi tanggungan pihak yang memborongkan 40

apabila terjadi suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak yang memusnahkan bagian pekerjaan itu. Namun bila diperinci lagi dalam hal hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian pemborongan kerja, maka pihak pemborong memiliki kewajiban : 1. Melakukan pekerjaan sesuai kesepakatan dan isi dari perjanjian pemborongan kerja yang dibuat oleh masing-masing pihak; 2. Jika bahan pembangunan borongan kerja disediakan pihak yang memborongkan maka pemborong hanya membangun dan menyelesaikan pekerjaannya, jika bahan tidak disediakan maka pihak pemborong berkewajiban menyiapkan segala keperluan alat dan bahan yang diperlukan untuk membangun sebuah pekerjaan; 3. Berkewajiban menaati dan mematuhi segala isi perjanjian dalam pemborongan kerja; 4. Melakukan dan menyelesaiakan pekerjaan tepat waktu sesuai kesepakatan masing-masing pihak; Jika melihat kewajiban para pemborong maka hak yang diperoleh oleh pemborong adalah: 1. Mendapatkan bahan jika bahan tersebut dari pihak yang memborongkan; 2. Mendapat upah atau bayaran sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan; 3. Menuntut ganti rugi jika pihak yang memborongkan lalai melakukan pembayaran dan penyediaan bahan yang diperlukan. Selain itu kita juga harus melihat hak dan kewajiban dari pihak yang memborongkan: 41

1. Pihak yang memborong wajib mengikuti segala isi dari perjanjian pemborongan kerja yang dibuat dan disepakati para pihak; 2. Pihak yang memborongkan berkewajiban menyediakan bahan jika dalam perjanjian pemborongan kerja pihak yang memborongkan yang menyediakan; 3. Pihak yang memborong berkewajiban membayar upah sesuai dengan kesepakatan dan hasil pekerjaan pemborong. Maka setelah melihat kewajiban dari yang memborongkan, harus dilihat jika hak nya yaitu : 1. Berhak mendapatkan hasil yang bagus dan memuaskan dalam hal selesainya pekerjaan pemborong; 2. Berhak menuntut ganti rugi jika pihak pemborong membangun tidak sesuai dengan yang diperjanjikan, dan lewat dari masa waktu yang diperjanjikan. D. Berakhirnya Perjanjian Pemborongan Kerja Dalam KUH Perdata ada diatur juga tentang hapusnya perikatan yag dapat diartikan dengan berakhirnya suatu perjanjian yaitu : 33 1. Karena pembayaran; 2. Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; 3. Karena pembaharuan utang; 4. Karena perjumpaan utang atau kompensasi; 5. Karena percampuran utang; 6. Karena pembebasan utangnya; 7. Karena musnahnya barang yang terutang; 8. Karena kebataan atau pembataan; 9. Karena berlakunya suatu syarat batal; 10. Karena lewatnya waktu. 33 Pasal 1381 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 42

Pada Pasal 1381 KUH Perdata mengatur berbagai cara hapusnya perikatanperikatan untuk perjanjian dan perikatan yang lahir dari undang-undang dan caracara yang ditunjukkan oleh pembentuk undang-undang itu tidaklah bersifat membatasi para pihak untuk menciptakan cara yang lain untuk menghapuskan suatu perikatan. Juga cara-cara dalam Pasal 1381 KUH Perdata kurang lengkap, kerena tidak mengatur misalnya kerena meninggalnya seseorang dalam suatu perjanjian yang prestasinya hanya dapat dilaksanakan salah satu pihak. 34 Dalam hal ini akan dijelaskan bagaimana dapat berakhirnya perjanjian pemborongan kerja. Perjanjian pemborongan dapat berakhir dalam hal-hal sebagai berikut: 1. Pekerjaan telah selesai. Pekerjaan telah selesai oleh pemborong setelah masa pemeliharaan selesai atau dengan kata lain pada penyerahan kedua dan harga borongan telah dibayar oleh pihak yang memborongkan. Didalam perjanjian pemborongan dikenal adanya dua macam penyerahan yaitu: a. Penyerahan pertama yaitu penyerahan pekerjaan fisik setelah selesai 100%. b. Penyerahan kedua yaitu penyerahan pekerjaan setelah masa pemeliharaan selesai. 2. Pembatalan perjanjian pemborongan. Mengenai pembatalan perjanjian pemborongan, menurut Pasal 1611 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa: 34 Mariam Darus Badrulzaman Op Cit Hal. 115 43

Pihak yang memborongkan, jika dikehendaki demikian, boleh menghentikan pemborongannya, meskipun pekerjaannya telah di mulai, asal ia memberikan ganti rugi sepenuhnya kepada si pemborong untuk segala biaya yang telah dikeluarkannya guna pekerjaannya serta untuk keuntungan yang terhilang karenanya. 3. Kematian pemborong. Menurut Pasal 1612 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa pekerjaan berhenti dengan meninggalnya si pemborong. Pihak yang memborongkan harus membayar pekerjaan yang telah diselesaikan, juga bahan-bahan yang telah disediakan, demikian juga ahli waris pemborong tidak boleh melanjutkan pekerjaan tersebut tanpa izin yang memborongkan. Oleh karena itu ahli waris dari yang memborongkan dapat melanjutkan atau membatalkan dengan kata sepakat kedua belah pihak. Pada waktu sekarang pemborong adalah berbentuk badan hukum, maka dengan meninggalnya pemborong, perjanjian pemborongan tidak akan berakhir karena pekerjaan dapat dilanjutkan anggota lain dari badan hukum tersebut. 4. Kepailitan yang dinyatakan dengan keterangan hakim. Pailit adalah keadaan dimana debitur telah berhenti membayar hutanghutangnya, maksudnya tidak mampu membayar hutang atau memenuhi prestasi. 35 Jika pemborong jatuh pailit, maka ini berakhir terhentinya pekerjaan fisik, sehingga pekerjaan tidak dapat dilanjutkan kembali. Dalam hal ini pihak Jakarta, Hal. 85 35 R. Subekti dan R. Tjitrosoedibio,2000. Kamus Hukum cet. Ke 13, Pradnya Paramita, 44

yang dirugikan dapat menuntut haknya pada pemborong atau wakilnya untuk minta ganti rugi. 5. Pemutusan perjanjian pemborongan. Pemutusan perjanjian pemborongan ini karena adanya wanprestasi. Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dan debitur 36. Dalam hal ini terjadi antara pihak pemborong dan pihak yang memborongkan proyek. Jika pemborong tidak dapat menyelesaikan pekerjaan menurut waktu yang telah ditetapkan atau menyerahkan pekerjaan dengan tidak baik, maka atas gugatan dari si pemberi tugas, Hakim dapat memutuskan perjanjian tersebut sebagian ataupun seluhnya beserta akibatnya. Akibat pemutusan perjanjian maksudnya di sini adalah pemutusan untuk waktu yang akan datang (ontbinding voor de toekomst), dalam arti bahwa pekerjaan yang telah diselesaikan/dikerjakan akan tetap di bayar (nakoming van hetverleden), namun mengenai pekerjaan yang belum dikerjakan itu yang diputus. 36 Salim Hs Lo Cit Hal 98 45