Lex Privatum, Vol.III/No. 2/Apr-Jun/2015

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan akan jasa pengiriman barang. Banyaknya penduduk yang saling

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENGIRIMAN KARGO MELALUI UDARA

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berciri

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya yaitu keadaan

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 5.1 Peranan Asuransi Dalam Pengembangan Pengangkutan Udara Nasional

BAB I PENDAHULUAN. mobilitas masyarakat yang semakin tinggi di era globalisasi sekarang ini. mengakibatkan kerugian pada konsumen.

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN

DAFTAR PUSTAKA. Abdulkadir Muhammad, 1998, Hukum Pengangkutan Niaga, Penerbit Citra Aditya Bhakti,

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhannya adalah transportasi udara. Transportasi udara merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan penerbangan tumbuh dengan pesat banyak perusahaan atau maskapai

BAB I PENDAHULUAN. penerbangan yang diukur dari pertumbuhan penumpang udara.1

BAB I PENDAHULUAN. Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 1 angka (3) Angkutan adalah perpindahan orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua

BAB I PENDAHULUAN. terdiri atas perairan laut, sungai, dan danau.diatas teritorial daratan dan perairan

BAB I PENDAHULUAN. transportasi merupakan salah satu jenis kegiatan pengangkutan. Dalam. membawa atau mengirimkan. Sedangkan pengangkutan dalam kamus

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan yang telah diinvestigasi KNKT, yaitu human factor, teknis dan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan suatu alat transportasi untuk mempermudah mobilisasi. Dari berbagai

pengangkutan udara dilakukan oleh perusahaan penerbangan dapat dirasakan

Tanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi

BAB I PENDAHULUAN. sektor industri, perdagangan, pariwisata, dan pendidikan (ibid, 1998:7).

Sri Sutarwati 1), Hardiyana 2), Novita Karolina 3) Program Studi D1 Ground Handling Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan 3)

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN EVITA KARINA PUTRI JATUHNYA PESAWAT AIR ASIA DENGAN NOMOR PENERBANGAN QZ8501

I. PENDAHULUAN. Masyarakat sangat bergantung dengan angkutan umum sebagai tranportasi penunjang

BAB I PENDAHULUAN. itu perkembangan mobilitas yang disebabkan oleh kepentingan maupun keperluan

Tentang TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA. Oktober 2011

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

BAB III. Penutup. A. Kesimpulan. 1. Pelaksanaan ganti rugi yang dilakukan oleh PT. KAI tidak dijalankan dengan

SKRIPSI TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT TERHADAP PENGANGKUTAN BARANG MELALUI PESAWAT UDARA NEGARA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENETAPAN TARIF ANGKUTAN PENUMPANG. Adapun dasar hukum penetapan tarif angkutan penumpang yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT UDARA ATAS KORBAN KECELAKAAN PESAWAT AIR ASIA QZ8501

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Harus diakui bahwa globalisasi merupakan gejala yang dampaknya

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna jasa PT.

BAB I PENDAHULUAN. terakhir di Indonesia. Sejumlah armada bersaing ketat merebut pasar domestik

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut 2. Kedudukan pengirim dan

DAFTAR PUSTAKA , Hukum Pengangkutan Niaga, (Bandung: Citra Aditya Bhakti), 1998.

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PENERBANGAN TERHADAP PENUMPANG

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Tingkat perkembangan ekonomi dunia dewasa ini ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. efisien, sehingga pesawat udara adalah pilihan yang tepat dalam transportasi.

BAB III PENUTUP. permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :

TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAPAT BAGASI PENUMPANG YANG HILANG ATAU RUSAK

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan

geografis antar pulau satu dan pulau lainnya berjauhan, kadangkala laut Namun demikian, secara politis semua yang ada di sisi bagian dalam garis

Lex Privatum, Vol. IV/No. 6/Juli/2016

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sangat vital dalam kehidupan masyarakat, hal ini didasari beberapa faktor

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. (komprehensif) dan abadi ( universal) bagi seluruh umat manusia. Al Quran

PERTANGGUNGJAWABAN PT. POS INDONESIA ATAS KLAIM TERHADAP PENGIRIMAN PAKET BARANG DI KANTOR POS KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

BAB V PENUTUP. Hasil penelitian yang telah diperoleh dan simpulan merupakan jawaban. dari perumusan masalah yang ada sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 8/Ags/2016

Privat Law Vol. V No. 1 Januari-Juni

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN UDARA. suatu barang. Pengangkutan merupakan salah satu kunci perkembangan

I. PENDAHULUAN. berlaku pada manusia tetapi juga pada benda atau barang. Perpindahan barang

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang sangat luas dan penting untuk pembangunan ekonomi

1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

PERBUATAN MELANGGAR HUKUM OLEH MASKAPAI PENERBANGAN TERKAIT PEMBATALAN DAN KETERLAMBATAN PENGANGKUTAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : SKEP / 195 / IX / 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERSETUJUAN TERBANG (FLIGHT APPROVAL)

DAFTAR PUSTAKA. Buku. Hernoko, Yudha, Agus, Hukum Perjanjian Asas Proporsionallitas Dalam Kontrak Komersil, Kencana, Jakarta, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam

2 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik In

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PENERBANGAN TERHADAP KERUGIAN YANG DIALAMI PENUMPANG

BAB I PENDAHULUAN. didirikan dengan berbagai layanan, mulai dari pengiriman barang secara

PROSES PEMBERIAN GANTI RUGI TERHADAP KERUSAKAN BARANG DALAM PENGANGKUTAN MELALUI UDARA DI BANDARA NGURAH RAI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, mendukung mobilitas manusia, barang dan jasa serta

BAB I PENDAHULUAN. memberikan prioritas tempat duduk. 1. prioritas pelayanan di terminal; menyediakan fasilitas untuk penyandang

BAB I PENDAHULUAN. akan mati, jadi wajar apapun yang terjadi di masa depan hanya dapat direka reka. itu tidak dapat diperkirakan kapan terjadinya.

SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA JASA PENGIRIMAN SURAT DAN BARANG PADA PT. POS INDONESIA (PERSERO) CABANG PADANG

Unit kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, melakukan penilaian pelanggaran terhadap hasil pemeriksaan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. Sistematis artinya

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara kepulauan yang sangat besar dan

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PENERBANGAN DOMESTIK PT. GARUDA INDONESIA TERHADAP PENUMPANG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang bercirikan nusantara yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN, TANGGUNG JAWAB HUKUM DAN PENGIRIMAN BARANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG ANGKUTAN MULTIMODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II ATURAN HUKUM PENGANGKUTAN UDARA BAGI WARGA SIPIL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari moda-moda transportasi lain yang ditata dalam sistem

Transkripsi:

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ATAS PENGANGKUTAN BARANG MELALUI PESAWAT UDARA 1 Oleh : Demy Amelia A. Manalip 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan yang mengatur fungsi pesawat udara negara berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 terhadap pengangkutan barang dan bagaimana tanggung jawab penyedia jasa titipan kepada konsumen yang barang/kargonya dimuat menggunakan pesawat udara negara memintakan ganti kerugian akibat hilang, musnah atau rusak selama dalam pengawasan pengangkut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian yuridis normatif sehingga dapat disimpulkan, sebagai berikut: 1. Pengawasan dari pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap keselamatan dalam pengiriman barang dan jasa titipan dapat dilihat jelas dalam Undangundang Nomor 38 tahun 2009 tentang POS sedangkan tanggungjawab pengangkutan angkutan udara diatur dalam Peraturan Menteri Nomo 77 tahun 2011. 2.Tanggung jawab penyedia jasa titipan apabila terjadi kerugian akibat kerusakan barang titipan tersebut sering kali tidak sesuai dengan nilai barang/kargo tersebut, dan pengirim/konsumen tidak dapat menuntut lebih karena telah tertera pada surat tanda terima titipan dari penyedia jasa titipan tersebut, terkecuali memiliki perjanjian kerjasama yang terpisa dari tanda terima tersebut maka konsumen dapat menuntut penggantian secara lebih layak. Pengalihan ganti kerugian dari pihak penyedia jasa titipan kepada penyedia jasa angkutan. Hal ini terjadi secara interen pihak-pihak yang menjalin kerjasa yaitu penyedia jasa titipan (ekspedisi) dan penyedia jasa pengangkutan. Berbeda halnya jika kedua pihak memiliki perjanjian 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Engelien R. Palandeng, SH, MH; Josina E. Londa, SH, MH; Vecky Y. Gosal, SH, MH 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi. NIM. 110711050 sebelumnya maka masalah yang berkelanjutan dapat dihindari, berbeda halnya jika menggunakan Pesawat Udara Negara dalam proses pengangkutan barang/kargo tersebut, tidak ada kepastian penggantian kerugian akan barang tesebut, sehingga murni menjadi tanggungan penyedia jasa titipan. Kata kunci: Konsumen, pengangkutan, barang, pesawat udara. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat pada era modern saat ini di dalam aktivitasnya dituntut untuk memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain dalam waktu singkat. Demi mendukung kegiatan seperti itu dibutuhkan suatu transportasi yang tepat. Salah satunya adalah angkutan udara atau sering disebut sebagai pesawat terbang. Menurut Undang-Undang Penerbangan, pengertian pesawat terbang adalah pesawat udara yang lebih berat dari udara, bersayap tetap dan dapat terbang dengan menggunakan tenaganya sendiri. Cara kerja pesawat terbang itulah yang membuat kalangan profesional dan para pelaku bisnis yang memiliki mobilitas tinggi memilih transportasi pesawat terbang sebagai sarana untuk bepergian ke luar kota maupun ke luar negeri. Lalu lintas udara yang bebas hambatan memungkinkan bagi transportasi udara untuk lebih cepat dari sarana transportasi yang lain. Bidang transportasi ini sendiri ada hubungannya dengan produktivitas, hal ini dikarenakan dampak dari kemajuan transportasi tersebut berpengaruh terhadap peningkatan mobilitas manusia. Tingginya tingkat mobilitas itu menandakan produktivitas yang positif. 3 Pentingnya produktivitas yang berkaitan dengan transportasi, tentu tidak lepas dari hambatanhambatan, misalnya keterlambatan dan pembatalan jadwal dari yang sudah disepakati sebelumnya. Kerugian adalah risiko yang harus diterima oleh pengguna jasa angkutan sebagai konsekuensi dari peristiwa tersebut. 4 Pihak pengangkut sebagai penyelenggara mempunyai 3 M.N. Nasution, Manajemen Transportasi, Bogor, Ghalia Indonesia, 2007, hal 2. 4 H.K. Martono, Hukum Angkutan Udara, Jakarta, Rajawali Pers, 2011, hal 54-55. 45

kewajiban untuk mengganti kerugian yang diderita oleh pengguna jasanya. Karena secara hukum pengguna jasa angkutan dilindungi, maka sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dapat dilihat dalam Pasal 141 sampai 149 mengenai tanggung jawab pengangkut terhadap penumpang dan/atau pengirim kargo. Diteruskan dengan Peraturan Menteri Perhubungan yang mengatur ketentuan tentang besaran ganti kerugian yang ditanggung pihak pengangkut, apabila kesalahan atau kelalaian terhadap pengguna jasa angkutan disebabkan oleh kesalahan dari pihak pengangkut. Pengangkut masih harus memenuhi kewajiban terhadap pemilik barang yang menitipinya untuk dikirimkan, sehingga apabila terjadi kerusakan, musnah, ataupun hilangnya barang yang dititipikan tersebut, pengangkut harus mempertanggungjawabkannya. Tanggung jawab pengangkut terhadap kehilangan atau rusaknya barang yang dititipkan digudang akibat menunggu barang disalurkan berdasarkan hukum penitipan (the law of bailment). 5 Pertanggung jawaban ini selain diatur dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, juga di atur dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, Pasal 145, menyatakan bahwa pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim kargo karena kargo yang dikirim hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama kargo berada dalam pengawasan pengangkut. Pengangkutan barang pada umumnya menggunakan pesawat udara niaga dan udara sipil yang terikat pada Pasal 141-147 Undangundang Nomor 1 tahun 2009, apabila pengangkutan barang/kargo oleh perusahaan penggangkut menggunakan pesat udara negara memperoleh pengecualian terhadap tanggaung jawab terhadap penumpang dan/atau kargo yang dilakukan oleh pesawat udara negara yang tertuang dalam Pasal 148 Undang-undang 5 Toto T. Suriaatmadja, Pengangkutan Kargo Udara: Tanggungjawab Pengangkut dalam Dimensi Hukum Udara Nasional dan Internasional, Pustaka Bani Quraisy, Bandug, 2005, Hal 17. Nomor 1 tahun 2009. Bahkan dalam Putusan Menteri Nomor 77 tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkutan Udara tidak disinggung mengenai tanggung jawab pesawat udara negara secara khusus. Dengan melihat latar belakang masalah di atas maka penulis perlu meneliti lebih lanjut tentang tanggung jawab pengangkut terhadap pengangkutan barang/kargo yang menggunakan pesawat udara negara. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah ketentuan yang mengatur fungsi pesawat udara negara berdasarkan Undang-undang Nomor. 1 tahun 2009 terhadap pengangkutan barang dan bagaimana dalam pelaksanannya? 2. Bagaimana tanggung jawab penyedia jasa titipan kepada konsumen yang barang/kargonya dimuat menggunakan pesawat udara negara memintakan ganti kerugian akibat hilang, musnah atau rusak selama dalam pengawasan pengangkut? C. Metode Penelitian Metode penelitian hukum yang digunakan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini adalah : Jenis Penelitian yang digunakan dalam menyusun skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif yaitu melakukan suatu kajian terhadap peraturan perundang-undangan serta bahan bahan hukum yang berkaitan dengan skripsi ini. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam rangka menyusun skripsi ini ialah berupa teknik pengumpulan data kualitatif, dengan narasumber terkait serta pengumpulan dokumen untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan untuk melengkapi skripsi ini. HASIL PEMBAHASAN A. Ketentuan Pemerintah dalam Pemberian Perlindungan Terhadap Pengguna Jasa Penitipan Barang (Ekspedisi) 1. Keputusan Menteri Nomor 5 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Jasa Titipan Dalam rangka menciptakan iklim investasi yang kondusif, diperlukan pengaturan penyelenggaraan kembali jasa titipan. 1 1 Penjelasan KM Nomor 5 Tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan Jasa Titpan 46

Penyelenggaraan Jasa Titipan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menerima, membawa, dan atau menyampaikan paket, uang dan suratpos jenis tertentu dalam bentuk barang cetakan, surat kabar, sekogram, bungkusan kecil dari pengirim kepada penerima dengan memungut biaya. 2 Masyarakat menggunakan jasa penitipan barang untuk keperluankeperluan yang strategis, tidak hanya untuk keperluan infestasi atau pengiriman barang/kargo dengan tujuan bisnis, namun juga menjalin silahturahmi melalui suratpos, melakukan pengirman uang dari keluarga yang merantau ke keluarga di kampong halaman ataupun sebaliknya, pengiriman media cetak seperti majalah dan tabloid yang biasa masih dilakukan dari Jakarta ke tiap kota besar tiap harinya. Semuanya tidak terlepas dari resiko dalam proses jasa penitipan tersebut. 2. Undang-undang nomor 38 Tahun 2009 Tentang Pos Pos merupakan sarana komunikasi dan informasi yang mempunyai peran penting dan strategis dalam mendukung pelaksanaan pembangunan, mendukung persatuan dan kesatuan, mencerdaskan kehidupan berbangsa, mendukung kegiatan ekonomi, serta meningkatkan hubungan antar bangsa. 3 Peran jasa titipan sangatlah besar dalam proses pembangunan bangsa dan Negara, di mana kita bisa melihat bahwa dengan adanya jasa penitipan ini, bisa menghubungkan daerah yang dulunya kesulitan pangan misalnya dengan daerah yang kaya pangan, sehingga kesulitan pangan tersebut bisa dihapuskan. Membuka lahan usaha dipelosok negeri menjadi mudah, adanya penyedia jasa titipan, dengan tersedianya jasa titipan, bahan ataupun alat usaha menjadi terjamin. Tidak hanya untuk keperluan domestik, keperluan internasional pun dapat mempererat hungan antar bangsa, seperti dalam penyaluran bantuan-bantuan kemanusian kepada Negara lain sedang tertimpa bencana menjadi mudah dan cepat pelaksanaannya. 3. Pengawasan Pemerintah Pengasawan pemerintah dalam bidang penyelenggaraan jasa titipan (ekspedisi) bukan hanya melalui regulasi-regulasi perundangundangan, tanpa adanya peraturan pelaksana yang mengatur dari undang-undang maka peraturan tersebut tidak dapat terlaksana secara efisien. Peraturan pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 6 tahun 1984 tentang Pos adalah Keputusan Menteri Nomor 5 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Jasa Titipan. Walaupun undang-undang nomor 6 tahun 1984 telah digantikan oleh Undang-undang nomor 38 Tahun 2009, tetapi belum ada peraturan pelaksana yang menggantikan KM nomor 5 tahun 2005, maka peraturan pelaksana tersebut masih digunakan sampai saat ini. Undang-undang nomor 6 Tahun 1984 tentang Pos dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan masyarakat dan kemajuan teknologi di bidang pos, sehingga digantikan oleh Undang-undang nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos. 4 Selain undang-undang tentang pos, pelaksanaan jasa titipan juga dapat berpatok pada Undang-undang nomor 15 tahun 1992 tentang Penerbangan, yang kemudian disempurnakan menjadi Undangundang nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan. Undang-undang ini disempurnakan dengan anggapan bahwa perkembangan lingkungan strategis nasional dan internasional menuntut penyelenggaraan penerbangan yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, peran serta swasta dan persaingan usaha, perlindungan konsumen, ketentuan internasional yang diselenggarakan dengan kepentingan nasional, akuntabilitas penyelenggaraan negara, dan otonomi daerah. 5 Pengawasan yang langsung dilakukan oleh pemerintah yaitu penetapan Keputusan Menteri Nomor 63 tahun 2011 tentang Kriteria, Tugas dan Wewenang Inspektur Penerbangan. Dalam Keputusan Menteri ini, Inspekur penerbangan diberikan tugas untuk melakukan Pengawasan keselamatan, keamanan dan 2 Pasal 2, KM nomor 5 Tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan Jasa Titipan 3 Penjelasan Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos 4 Penjelasan Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos 5 Penjelasan Undang-undang nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan 47

pelayanan penerbangan sebagaimana dimaksud, meliputi: - Audit - Inspeksi - pengamatan (surveillance) - pemantauan (monitoring) - survei - pengujian (test) B. Tanggung Jawab Penyedia Jasa Penitipan barang (Ekspedisi) terhadap barang/kargo Pengirim 1. Tanggung Jawab Penyedia Jasa Penitipan Barang (Ekspedisi) Berdasarkan Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009, Pasal 28 bahwa pengguna layanan pos berhak mendapatkan ganti kerugian apabila terjadi : - kehilangan kiriman. - kerusakan isi paket. - keterlambatan kiriman. - ketidak sesuaian antara barang yang dikirim dan yang diterima. Namun pada kenyataannya hal seperti di atas merupakan hal yang lumrah terjadi dalam pelaksanaan jasa titipan. Dari contoh kasus yang diperoleh penulispt Pos, kehilangan kecil kemungkinan terjadi, namun yang sering adalah keterlambatan dari barang yang dimuat oleh pesawat komersil, karena daya tampung pesawat yang terbatas. Walaupun dalam perjanjian pengangkutan Pos udara antara PT POS-GARUDA NO. 4183/DIR.OPRATLOG/1010- DS/PER/GF-3573/2010 telah di alokasikan kuota untuk PT POS per-flight-nya, yang membuat PT Pos memperoleh prioritas utama, tetap saja ada prioritas khusus yang membuat kuota tersebut mengicil. Prioritas khusus itu membuat prioritas PT Pos menjadi urutan ke tiga, prioritas khusus itu berupa: - bagasi/kargo penumpang. - jenasah. - kiriman pos. Inilah yang membuat kiriman PT Pos biasa menjadi terlambat tiba ketujuan, terlebih lagi saat penumapang sedang ramai, sehingga bagasi yang mereka bawa menjadi melebihi kuota. Akibat kelebihan kuota bagasi penumpang ini yang sering menyebabkan barang PT Pos tertunda keberangkatannya. Biasanya keterlambatan paket tidak diklaim ganti kerugian oleh konsumen, karena mereka beranggapan sudah biasa terjadi keterlambatan dalam pengiriman barang melalui pos, jasa ekspedisi lain dan PT Pos sendiri saat menerima titipan tersebut tidak menjanjikan waktu tiba dari kiriman tersebut, kecuali pos kilat khusus. Hal yang dapat menimbulkan keterlambatan pengiriman barang/kargo biasanya juga terjadi akibat keteledoran pihak pengangkut. Keteledoran ini biasanya terjadi pada penerbangan yang melakukan transit, barang/kargo biasanya ikut terbawa ke tempat tujuan berikutnya dan harus menunggu penerbangan untuk kembali ke tempat seharusnya barang tersebut diturunkan. Sekitar tahun 2007 PT Pos masih menggunakan jasa pengangkutan via pesawat udara negara (Pesawat TNI AU) untuk memebuhi kebutuhan ekspedisi ke daerah Timur Indonesia, terutama daerah Pulau Irian dan Nusa Tenggara karena masih sedikitnya penerbangan yang tersedia ke daerah tersebut. Setelah mengalami perombakan administratif, PT Pos Indonesia tidak lagi menggunakan jasa penggangkutan dengan pesawat TNI AU karena tidak adanya Surat Muat Udara, sehingga pengangkutan tersebut tidak terdaftar pajak, dan tidak dapat dimasukkan ke dalam laporan ke uangan PT Pos.Pada saat pemilihan umum tahun 2009 PT Pos meminta izin menggunakan jasa pengangkutan pesawat TNI AU untuk mengangkut surat suara, tapi permintaan tersebut ditolak oleh Jendral TNI Angkatan Udara dengan alasan menjaga netralitas TNI dalam pemilihan umum. Berhentinya PT Pos Indonesia bukan karena penolakan dari pihak TNI Angkatan Udara, tapi karena system administrative yang mengakibatkan PT Pos tidak dapat lagi menggunakan pesawat udara Negara, atau pun angkutan lain yang tidak memiliki SMU. Pemberian ganti kerugian akibat terjadinya rusak, hilang, musnahnya barang oleh pihak penyedia jasa titipan diatur tersendiri dan secara berbeda-beda oleh setiap penyedia jasa titipan tersebut, biasanya tertera pada sisi belakang dari bukti terima kiriman/titipan tiap perusahaan penyedia jasa titipan. Seperti pada surat bukti terima kiriman/titipan dari JNE (PT. TIKI Jalur Nugraha Ekakurir), pemberian ganti rugi dari JNE hanya dilakukan bila barang tersebut rusak atau hilang 48

selama dalam pengawasan JNE, dan kerusakan semata-mata disebabkan oleh kelalaian karyawan atau agen JNE tersebut. Besarnya pertanggung jawaban tersebut tidak melibihi 10 kali biaya kirim barnag atau dokumen yang rusak atau hilang tersebut, dan untuk pengiriman luar Indonesia sebesar US$100.00. Biasanya jika mengirim menggunakan jasa JNE, jika mengirimkan barang elektronik seperti telpon seluler, komputer jinjing, surat-surat berharga dan lain-lain, mereke meminta kita untuk mengasuransikan barang tersebut, dengan membayarkan sejumlah uang, sesuai dengan barang yang hendak dikirimkan. Apabila terjadi kerusakan terhadap barang tersebut akan mendapatkan penggantian yang lebih layak, jika kita mengisi polis tersebut JNE lebih sering menolak pengiriman tersebut. Padahal sebenarnya dalam Surat Tanda Terima Titipan JNE tidak tertera keterangan mengenai JNE berhak menolak mereka yang tidak bersedia mengasuransikan baranganya. Sedangkan pada surat bukti terima kiriman/titipan dari PT Agung Cargo Wicaksana, permintaan ganti kerugian atas barang dan dokumen yang hilang ataupun rusak maksimal adalah 3 kali dari ongkos kirim barang atau dokumen tersebut. 2. Pengalihan Tanggung Jawab Penyedia Jasa Penitipan (ekspedisi) Di dalam Ordonansi Pengangkutan Udara 1939, ketentuan tentang keterlambatanpenerbangan diatur pada Pasal 28, yang menyatakan apabila tidak ada perjanjian lain,pengangkut bertanggung jawab terhadap kerugian yang disebabkan karena keterlambatandalam pengangkutan penumpang, bagasi atau barang. Ketentuan mengenai apabila tidak adaperjanjian lain telah ditafsirkan oleh pengangkut sebagai ketentuan yang membolehkan diauntuk membuat persyaratan perjanjian pengangkut yang membebaskan pengangkut daritanggung jawab tanpa menghiraukan apa yang menjadi penyebabnya, sebagaimana tercantumdi dalam syarat-syarat perjanjian( conditions of contract) yang terdapat pada tiket penumpangdan tiket barang pada pengangkutan dalam negeri, yang menyatakan pengangkut tidakbertanggung jawab atas kerugian apapun juga yang ditimbulkan oleh pembatalan dan/ataukelambatan pengangkutan ini, termasuk segala kelambatan datang penumpang dan/ataukelambatan penyerahan bagasi.tafsir ini sebenarnya bertentangan dengan ketentuan Pasal 19 Konvensi Warsawa1929 yang menyatakan bahwa pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang menimpapenumpang, bagasi atau kargo akibat adanya kelambatan selama dalam pengangkutan udara. Peraturan Menteri Nomor 77 Tahun 2011 Tentang TanggungJawab Pengangkut Angkutan Udara dalam Pasal 2 Pengangkut yang mengoperasikan pesawat udara wajib bertanggung jawab atas kerugianterhadap : a. penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap atau luka-luka b. hilang atau rusaknya bagasi kabin c. hilang, musnah, atau rusaknya bagasi tercatat d. hilang, musnah, atau rusaknya kargo. e. keterlambatan angkutan udara f. kerugian yang diderita oleh pihak ketiga d. Batas Tanggung Jawab Pengangkut Peraturan Menteri Nomor 77 Tahun 2011 Tentang TanggungJawab Pengangkut Angkutan Udara dalam Pasal 18 ayat (1) dan (2) (1) Tanggung jawab pengangkut kepada penumpang dimulaisejak penumpang meninggalkan ruang tunggu bandar udaramenuju pesawat udara sampai dengan penumpang memasukiterminal kedatangan di bandar udara tujuan. (2) Tanggung jawab pengangkut terhadap bagasi tercatat dimulaisejak pengangkut menerima bagasi tercatat pada saatpelaporan (check-in) sampai dengan diterimanya bagasi tercatat oleh penumpang. Dengan semakin banyaknya maskapai penerbangan nasional yang menyediakan pelayanan angkutan udara domestik memberikan pengaruh yang baik bagi konsumen, karena menambah banyak pilihan penawaran jasa angkutan udara. Namun demikian pemerintah selaku regulator harus tetap memperhatikan bahwa ketersedian (availability)angkutan udara ini perlu meningkatkan akan kenyamanan baik bagi penumpangnya maupun barang agar tidak terjadi hal-hal yang akan membawa kerugian 49

dan kerusakan yang diakibatkan oleh kelalaian dalam pengangkutan yang tersedia melalui pengangkutan dalam setiap penerbangan. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pengawasan dari pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap keselamatan dalam pengiriman barang dan jasa titipan dapat dilihat jelas dalam Undang-undang Nomor 38 tahun 2009 tentang POS sedangkan tanggungjawab pengangkutan angkutan udara diatur dalam Peraturan Menteri Nomo 77 tahun 2011. Namun, sangat disayangkan kurangnya pengawasan dalam pelaksanaan terhadap yang terjadi dilapangan. 2. Tanggung jawab penyedia jasa titipan barang terhadap barang dan yang dikirim oleh konsumen. Tanggung jawab penyedia jasa titipan apabila terjadi kerugian akibat kerusakan barang titipan tersebut sering kali tidak sesuai dengan nilai barang/kargo tersebut, dan pengirim/konsumen tidak dapat menuntut lebih karena telah tertera pada surat tanda terima titipan dari penyedia jasa titipan tersebut, terkecuali memiliki perjanjian kerjasama yang terpisa dari tanda terima tersebut maka konsumen dapat menuntut penggantian secara lebih layak. Pengalihan ganti kerugian dari pihak penyedia jasa titipan kepada penyedia jasa angkutan. Hal ini terjadi secara interen pihak-pihak yang menjalin kerjasa yaitu penyedia jasa titipan (ekspedisi) dan penyedia jasa pengangkutan. Berbeda halnya jika kedua pihak memiliki perjanjian sebelumnya maka masalah yang berkelanjutan dapat dihindari, berbeda halnya jika menggunakan Pesawat Udara Negara dalam proses pengangkutan barang/kargo tersebut, tidak ada kepastian penggantian kerugian akan barang tesebut, sehingga murni menjadi tanggungan penyedia jasa titipan. B. Saran 1. Regulasi-regulasi yang ada dapat dikatakan telah memberikan perlindungan yang layak pada konsumen, namun sekali lagi hal yang menjadi masalah adalah klausula baku pada tanda terima titipan barang yang sering dilalaikan oleh konsumen, dan baru dibaca saat akan melakukan permintaan ganti kergian yang seharusnya dilakukan sejak awal memilih penyedia jasa titipan. 2. Perlunya pengusaha menjelaskan jasa pengangkutan yang digunakan oleh jasa titipan tersebut dan kepastian akan perkiraan waktu tibanya barang tersebut ketujuan pengiriman barang, sehingga barang/kargo yang memerlukan kecepatan dalam pengangkutannya dapat tiba ditujuan dengan biaya murah. 3. Perlunya pengawasan dari pihak penyedia jasa angkutan untuk memeriksa dan mengawasi setiap barang/kargo yang diangkut menggunakan pesawat udara, baik swasta maupun pesawat udara Negara. DAFTAR PUSTAKA Abdulkadir Muhammad,. Hukum Pengangkutan Niaga. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2008. Ahmadi Miru,. Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007. E. Saefullah Wiradipraja,. Tanggung Jawab Perusahaan Penerbangan terhadap Penumpang Menurut Hukum Udara Indonesia, Jakarta: Jurnal Hukum Bisnis Vol 25, 2006. E. Suherman,. Wilayah Udara dan Wilayah Dirgantara, Bandung: Penerbit Alumni, 1984. Puwosutjipto, H. M. N.,Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Jilid III, Djambatan, 1984. Happy Susanto, 2008. Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Transmedia Pustaka, Jakarta, 2008. Martono, K., Hukum Penerbangan Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009. Mandar Maju, Badung, 2009. Muchtarudin Siregar,. Beberapa Masalah Ekonomi dan Management Pengangkutan, Lembaga Penelitian FE UI, Jakarta, 1981. Siahaan, N. H. T., 2005. Hukum Konsumen. Pantai Rei, Jakarta, 2005. Oetarjo Diran,. Human Factor dan Aviation System Safety o Culture and large Sosio- Technical System, Kumpulan artikel dalam 50

Beberapa Pemikiran Hukum Memasuki Abad XXI.Angkasa, Bandung, 1998. Soekardono, R.,. Hukum Dagang Indonesia. Jakarta: CV. Rajawali, Jakarta, 1981. Ridwan Khairandy,. Tanggung Jawab Pengangkut dan Asuransi Tanggung Jawab sebagai Instrumen Perlindungan Konsumen Angkutan Udara, Jurnal Hukum Bisnis Vol 25, Jakarta, 2006. Ridwan Khairandy, Machsun Tabroni, Ery Arifuddin, Djohari Santoso,. Pengantar Hukum Dagang Indonesia Jilid I: Gama Media. Yogyakarta, 1999. Salim HS, dkk,. Perancangan Kontrak & Memorandum of Understanding (MoU). Jakarta: Sinar Grafika, Jakarta, 2008. Shidarta,. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Garmedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2004. Sri Redjeki Hartono,. Pengangkutan dan Hukum Hukum Pengangkutan Darat,Undip. Semarang, 1980. Subekti,. Hukum Perjanjian,. Intermasa, Jakarta, 2002. ---------.,. Aneka Perjanjian, Bandung: PT Citra Aditya. Bandung, 1995. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 8 Tahun 2010 Tentang Program Keselamatan Penerbangan Nasional. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara Website http://cms.sip.co.id/hukumonline/detail.asp?id =18432&cl= diakses tgl 23 juni 2008 Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 Tentang POS Keputusan Mentri Nomor 5 Tahun 2005 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 Tentang angkutan Udara OrdonansiPenerbanagn Udara 1939 Tentang Pengangkutan Udara. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Pengangkutan Udara Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (WvK) Peraturan Pemerintah Nomor PM 17 Tahun 1965 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dan Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang. Peraturan Menterti Perhubungan Nomor KM 5 Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan Jasa Titipan. 51