INKULTURASI BUDAYA : STUDI TENTANG PENERAPAN POLA HIAS PADA INTERIOR MESJID AZIZI DI TANJUNG PURA ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh kebudayaan bangsa-bangsa asing yang datang ke Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumatera Utara memiliki beberapa Kesultanan pada masanya, yang

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

JENIS-JENIS KALIGRAFI, MOTIF MOTIF ORNMEN, ORNAMEN MELAYU, ORNMEN ARAB, (LAMPIRAN) DENA LOKASI, PETA, GAMBAR MASJID,

BAB I PENDAHULUAN. oleh situasi politik di wilayah kerajaan-kerajaan yang didatangi (I G.N. Anom,

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam bahasa Batak disebut dengan istilah gorga. Kekayaan ragam hias

BAB I PENDAHULUAN. Ragam hias di Indonesia merupakan kesatuan dari pola pola ragam hias

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kewajiban umat Islam untuk melaksanakan shalat, rukun kedua dari agama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masjid Raya Al-Mashun merupakan masjid peninggalan Kesultanan Deli

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini

BAB I PENDAHULUAN. tradisional, dengan karakter dan gaya seni masing-masing. kepentingan dan fungsi-fungsi dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan arsitektur di Eropa sedikit banyak memberikan pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... ix. DAFTAR TABEL... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan elemen yang sangat melekat di dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang berbudaya dan berperadaban. Budaya itu

BAB I PENDAHULUAN. kata songket. Tanjung Pura Langkat merupakan pusat Pemerintahan Kesultanan

BAB I PENDAHULUAN. Maamun Al-Rasyid Perkasa Alamsjah IX yang menjadi Sultan ketika itu. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan fungsi dan tujuan yang diinginkan. Kesenian dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, karena disamping

ABSTRAK KAJIAN AKULTURATIF INTERIOR ISTANA MAIMUN DI MEDAN-SUMATERA UTARA (Periode Sultan Makmun Alrasyid Perkasa Alamsyah, )

BAB I PENDAHULUAN. bahasa daerah. Masyarakatnya terdiri dari atas beberapa suku seperti, Batak Toba,

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Adat merupakan ciri khas bangunan suatu etnik di suatu wilayah

Elemen Fisik Masjid Baiturrahman Banda Aceh sebagai Pembentuk Karakter Visual Bangunan

BAB IV UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN PADA ARSITEKTUR MASJID AGUNG DARUSSALAM BOJONEGORO. Terjadinya adaptasi percampuran budaya di Indonesia menandai adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Unsur-Unsur Budaya pada Arsitektur Masjid Agung Darussalam, Bojonegoro

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Utara dengan ibu kotanya Medan. Sumatera Utara terdiri dari 33. dan Dokumentasi Ornamen Tradisional di Sumatera Utara:

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi

BAB IV PERBANDINGAN PERSAMAAN DAN PERBEDAAN GAYA KALIGRAFI

BAB I PENDAHULUAN. daerah atau suku- suku yang telah membudaya berabad- abad. Berbagai ragam

ANALISA PENERAPAN ORNAMEN BERNUANSA MELAYU PADA MASJID AZIZI DI TANJUNG PURA

Matakuliah : W0122 SEJARAH SENI RUPA 2 Tahun : 2009/2010. SENI RUPA TIMUR SENI ISLAM Pertemuan 12

BAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Suku Banjar termasuk suku bangsa di negeri ini, selain memiliki kesamaan

BAB V PENUTUP. 1. Kotinuitas Elemen Pembentuk Ruang

BAB I PENDAHULUAN. bayang-bayang kekuasaan Kesultanan Melayu Deli. Kesultanan Melayu Deli

1.Sejarah Berdiri Istana Maimun, terkadang disebut juga Istana Putri Hijau, merupakan istana kebesaran Kerajaan Deli. Istana ini didominasi warna

PENGOLAHAN MOTIF DARI ORNAMEN MELAYU BUNGA CENGKIH DAN BUNGA MANGGIS

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masjid Agung Madani Islamic Center Pasir Pangaraian mulai dibangunan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Istilah atau nama museum sudah sangat dikenal oleh rakyat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Daerah penghasil batik banyak terdapat di pulau Jawa dan tersebar. di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

MODUL PERKULIAHAN. Sejarah Desain. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri

Pengertian. Ragam hias. Teknik. Pada pelajaran Bab 4, peserta didik diharapkan peduli dan melakukan aktivitas berkesenian,

BAB I PENDAHULUAN. kontrak perkebunan Deli yang didatangkan pada akhir abad ke-19.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 M u s e u m T e k s t i l B e n g k u l u

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Peninggalan sejarah merupakan warisan budaya masa lalu yang

Masjid Cipari Garut, Masjid Berasitektur Mirip Gereja

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

ARSITEKTUR DAN SOSIAL BUDAYA SUMATERA UTARA

BAB III KONSEP PERANCANGAN A.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Musik merupakan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga

, 2015 KOMPLEKS MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA DALAM SITUS MASYARAKAT KOTA CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumatera Utara pada umumnya dan Kota Medan khususnya adalah salah

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibu kota Negara

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. rupa terdiri dari dua jenis yaitu seni rupa murni dan seni rupa terapan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Membahas Masjid Raya Binjai tidak terlepas dari peran Kesultanan

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman budaya inilah yang mampu membuat bangsa Indonesia

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan adat istiadatnya inilah yang menjadi kekayaan Bangsa Indonesia, dan suku Karo

Lebih Dekat dengan Masjid Agung Kauman, Semarang

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang melahirkan pemikiran-pemikiran yang dianggap benar dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur

BAB I PENDAHULUAN. buddayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang memiliki tradisi dan hasil budaya yang

BAB 1 PENDAHULUAN. xix

BAB I PENDAHULUAN. Angkola, Tapanuli Selatan dan Nias. Dimana setiap etnis memiliki seni tari yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan kebudayaan mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. Setiap daerah atau kota di Indonesia memiliki kesenian dengan ciri

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Suzanne K. Langer (1998:2) menyatakan bahwa Kesenian adalah

SENI ORNAMEN DALAM KONTEKS BUDAYA MELAYU RIAU

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran

BAB I PENDAHULUAN. di Bengkalis, Indragiri Hulu, Kampar, dan wilayah Pekanbaruyang merupakan kekuatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Syafrida Eliani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Museum merupakan suatu lembaga yang sifatnya tetap dan tidak mencari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan kota medan tidak dapat dilepaskan dari perkebunan

BAB I PENDAHULUAN. disusun selaras dengan irama musik, serta mempunyai maksud tertentu. Tari pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang

ARSITEKTUR ABAD PERTENGAHAN (MEDIAFAL) ARSITEKTUR BIZANTIUM

BAB I PENDAHULUAN. bereaksi, dan merespon sebagai hasil dari pengalaman dengan suatu cara yang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bagi kelangsungan warga-warga masyarakat yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. menurut sumber lisan turun-menurun berasal dari bahasa simalungun: sima-sima dan

Transkripsi:

INKULTURASI BUDAYA : STUDI TENTANG PENERAPAN POLA HIAS PADA INTERIOR MESJID AZIZI DI TANJUNG PURA Maya Masyitah 1*, Adek Cerah Kurnia Azis 2* Program Studi Pendidikan Seni Rupa, Jurusan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan Email: mayamasyitah@gmail.com ABSTRAK Inkulturasi adalah masuknya budaya asing yang kemudian mengalami penyisipan dan penyesuaian pada suatu agama dengan suatu budaya. Ada beberapa budaya asing dan budaya lokal yang menjadi inkulturasi budaya. Begitu pula dengan pola hias yang memadukan beberapa bentuk ornamen dan bentuk pola ciri khas suatu budaya pada pola hias dengan penyederhanaan bentuk. Mesjid Azizi memiliki interior seperti masa kerajaan Ottoman di Turki, memiliki warna khas melayu islam yaitu hijau dan kuning, serta dari luar terlihat seperti bangunan Taj Mahal di India. Mesjid Azizi merupakan perpaduan dari budaya asing dan budaya lokal. Budaya lokal itu sendiri yaitu budaya Melayu yang banyak menerapkan ornamen melayu dan khas warna kuning. Sedangkan budaya asing yang menjadi perpaduan pola hias yaitu Arab, Cina, dan Turki dengan menerapkan bentuk khasnya yaitu kaligrafi Arab, ornamen geometris Cina, dan bentuk-bentuk khas Turki. Kata Kunci : Inkulturasi Budaya, Pola Hias, Mesjid Azizi Tanjung Pura. PENDAHULUAN Inkulturasi budaya Indonesia berawal dari masuknya bangsabangsa asing ke Indonesia yang awalnya memiliki tujuan untuk berdagang. Dengan masuknya budaya-budaya asing ke Indonesia, secara tidak langsung bangsa-bangsa tersebut membawa kebudayaan yang dimilikinya masuk dan berkembang di Indonesia. Oleh karena itu Indonesia memiliki berbagai suku bangsa dengan berbagai kebudayaan 37 yang beraneka ragam yang berkembang selama berabad-abad dan dipengaruhi oleh kebudayaan bangsa-bangsa asing yang datang ke Indonesia. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang sangat pesat, seperti media interaksi yaitu handphone, internet dan segala media sosial yang berkembang sangat canggih di masyarakat dunia membuka semua pengetahuan yang

awalnya sulit untuk diperoleh menjadi sangat mudah untuk mengakses segala informasi yang dibutuhkan. Seperti Inkulturasi yang merupakan elemen-elemen yang membangkitkan sisi-sisi baru pada kebudayaan yang telah tersusun dan hidup selama ratusan tahun dapat diketahui dengan adanya media interaksi. Dimana Inkulturasi mendorong kebudayaan berkembang menjadi lebih kaya dari yang sebelumnya. Budaya-budaya asing yang datang ke Indonesia meninggalkan jejak berupa hasil budaya manusia seperti nilai-nilai, agama, ideologi, seni dan lain sebagainya. Agama yang berkembang di Indonesia diantaranya Hindu, Budha, Kriten dan Islam, sementara itu agama memiliki pengaruh di seluruh penjuru wilayah di Indonesia, mulai dari adat-istiadat, tradisi, ritual pelaksaan ibadah, tempat ibadah dan keseniannya. Mesjid adalah tempat ibadah bagi umat yang beragama Islam. Dekorasi atau pola hias pada mesjid terkait langsung pada jaman dan budaya masyarakat pelaku dari budaya tersebut. Penerapan pola hias pada Mesjid sangat bervariasi dan berbeda-beda pada setiap mesjid, tergantung pada dimana mesjid itu berada dan budaya apa yang berkembang di daerah tersebut. Di Sumatera Utara terdapat tujuh etnis diantaranya: Batak Toba, Batak Karo, Pak-Pak Dairi, Batak Simalungun, Mandailing, Melayu dan Nias. Setiap etnis memiliki perbedaan disebabkan oleh pengaruh lingkungan kebudayaan dan pola kehidupan masing-masing daerah. Suku Melayu merupakan salah satu etnis di Sumatera Utara yang bermukim di Pesisir Timur pulau Sumatera dan Pesisir Barat kalimantan. Salah satu wilayah yang menjadi tempat bermukim suku Melayu di wilayah Sumatera Utara adalah kota Tanjung Pura di Kabupaten Langkat. Keberadaan suku Melayu di kota Tanjung Pura Kabupaten Langkat merupakan wilayah Kesultanan Melayu Langkat. Banyak peninggalan bersejarah yang ada di kota ini, salah satu peninggalan bersejarah kerajaan ini yang masih terawat sampai saat ini adalah Mesjid Azizi. Mesjid Azizi di Tanjung Pura Kabupaten Langkat dibangun oleh Sultan Abdul Aziz Djalil Rachmat Syah Sultan Langkat ke-7, yang merupakan putra dari Sultan Musa al-muazzamsyah pada tahun 1902 Masehi di kota Tanjung Pura Kab. Langkat. Mesjid Azizi di Tanjung Pura merupakan peninggalan dari kerajaan Melayu yang mengagumkan setelah istana Maimun di Medan. Dengan pola bangunan yang indah, tata letak, interior yang megah menjadikan Mesjid Azizi di Tanjung Pura menjadi warisan budaya yang harus dijaga kelestariannya, dengan 38

demikian kekayaan budaya dimasa lalu akan tetap selalu dikenang oleh generasi-generasi yang akan datang. (BKM Mesjid Azizi Tanjung Pura H. Abul Hasan, SE) Arsitektur bangunan pada Mesjid Azizi merupakan gabungan dari budaya Melayu dan beberapa budaya lain seperti Aceh, Turki, Persia, India dan Arab. Mesjid Azizi di Tanjung Pura memiliki warna Ornamen khas Melayu Islam yaitu warna kuning. Jika dari luar arsitektur bangunan fisik kubah dan menara seperti bangunan mesjid islam di India, sementara arsitektur dalam mesjid mengadopsi bangunan mesjid pada masa kerajaan Otoman di Turki. (citizen jurnalis tv NET10 Agus Sidarta, Langkat, SUMUT) Arsitektur bagian dalam Mesjid Azizi memang mengadopsi bangunan interior pada masa kerajaan Otoman di Turki, namun penerapan pola hias pada interiornya mengadopsi ornamen-ornamen khas Melayu dan Aceh, serta kaligrafikaligrafi Arab, yang merupakan Inkulturasi Budaya rupa. Disisi lain masyarakat sekitar kurang memahami bahwa pola hias pada interior Mesjid Azizi ini merupakan perpaduan budaya lain yang merupakan inkulturasi budaya. Hal inilah yang menjadi titik tolak untuk keberangkatan penelitian yang akan di laksanakan. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian pada bangunan 39 Mesjid Azizi dengan judul penelitian Inkulturasi Budaya: Studi Tentang Penerapan Pola Hias pada Interior Mesjid Azizi di Tanjung Pura Kabupaten Langkat, untuk lebih mengatahui pola hias apa saja yang diterapkan pada Mesjid Azizi di Tanjung Pura. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji dan mengetahui lebih jauh tentang bentuk-bentuk pola hias pada interior Mesjid Azizi di Tanjung Pura. Kemudian dapat mengidentifikasi bagaimana Mesjid Azizi di Tanjung Pura ini dibangun dengan perpaduan banyak budaya. Manfaat dilakukannya penelitian ini sebagai tambahan dokumentasi bagi perpustakaan UNIMED dan daerah Sumatera Utara. Sebagai bahan rujukan dan referensi yang relevan bagi mahasiswa dan pemerintah daerah setempat dalam sektor kesenian parawisata. Menambah literatur baru tentang Mesjid Azizi peninggalan bersejarah budaya Melayu. Sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya khusus yang berkaitan dengan inkulturasi budaya pada bangunan, khususnya bangunan Melayu. Manfaaat Praktis penelitian Sebagai bahan pengenalan bagi masyarakat pentingnya peninggalan bangunan bersejarah Mejid Azizi di

Tanjung Pura. Menambah wawasan mengenai jejak peninggalan bersejarah bagi generasi penerus dan masyarakat yang ingin mengetahui bagian-bagian dari penerapan pola hias pada interior Mesjid Azizi di Tanjung Pura. Sebagai pedoman bagi pemerintah dan masyarakat untuk upaya pelestarian bangunan bersejarah Mesjid Azizi di Tanjung Pura. KAJIAN PUSTAKA 1. Pengertian Inkulturasi Agus Sachari (2001: 85) dalam bukunya yang berjudul Wacana Transformasi Budaya : Inkulturasi dapat diartikan latihan setiap pelaku kebudayaan untuk, menyesuaikan diri terhadap perubahan kebudayaan yang terjadi. Inkulturasi juga pada dasarnya merupakan penempatan setiap individu sebagai subjek kebudayaan, cita-cita kebudayaan yang diharapkan, kontrol melawan penyelewengan dan ketegangan terhadap daya cipta seseorang. Inkulturasi dianggap berhasil dengan baik jika terjadi penggabungan antara tradisi dan ekspresi pribadi, sehingga nilanilai dapat berasimilasi dengan dinamis. Berdasarkan pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa inkulturasi adalah masuknya budaya asing yang kemudian serapan budaya asing atau budaya dari luar tersebut dianggap menjadi budaya sendiri. 2. Kebudayaan Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat, dan sebagainya. Wujud dari kebudayaan itu dapat berarti benda benda abstrak atau non materil maupun benda materil. (Koentjaraningrat, 2009:146) Dari pengertian diatas dapat dikemukakan disini bahwa, budaya adalah hasil dari sebuah pemikiran, adat istiadat yang terbentuk dari pengalaman sejarah dari suatu kelompok masyarakat disuatu tempat tertentu. Inkulturasi Budaya adalah hubungan timbal balik antara Mesjid dengan budaya setempat mesjid tersebut berada, yaitu wujud fisik yang kongkrit yang dapat dilihat, diraba, dalam hal ini budaya yang ada disekitar mesjid dapat memperkaya budaya mesjid dan ajaran mesjid dapat terus diungkapkan pada lingkungan budaya sekitarnya selama makna yang diintegerasikan bersatu dan sejalan. Berdasarkan uraian diatas budaya pada Mesjid Azizi di Tanjung Pura adalah hasil dari sebuah pemikiran, adat istiadat yang terbentuk darp pengalaman sejarah dari suatu kelompok masyarakat yang berpengaruh pada bangunan Mesjid Azizi di Tanjung Pura ini. Dimana perlu diteliti budaya apa saja yang diterapkan pada bangunan 40

interior Mesjid Azizi di Tanjung Pura ini. 3. Pola Hias Pola adalah gambar yg dipakai untuk contoh batik,corak batik atau tenun, ragi atau suri, potongan kertas yang dipakai sebagai contoh dalam membuat baju, model, sistem, cara kerja, permainan, pemerintahan, bentuk (struktur) yang tetap. Pola adalah bentuk atau model (atau, lebih abstrak, suatu set peraturan) yang bisa dipakai untuk membuat atau untuk menghasilkan suatu atau bagian dari sesuatu. Pola hias adalah rangkaian atau susunan motif, dengan jarak dan ukuran tertentu pada sebuah bidang, sehingga menghasilkan hiasan yang jelas arahnya. Dalam membuat pola hias, dengan menentukan motif yang tepat sesuai dengan fungsi bidang yang akan dihias, sesuai dengan penempatan atau kegunaannya. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di kota Tanjung Pura Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif, karena didasarkan pada data yang diperoleh yaitu berupa data langsung dari objek yang diteliti, untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi dalam suatu penelitian maka diperlukan metode penelitian. Metode penelitian 41 yang digunakan adalah metode penelitian Deskriptif Kualitatif karena sumber data yang diperoleh yaitu data langsung dari objek yang diteliti. Dalam penelitian Deskriptif Kualitatif ini penulis menggunakan teknik Purposive Sampling. Menurut Sugiyono (2010:218), Purposive Sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu yakni sumber data dianggap tahu tentang apa yang diharapkan seperti narasumber yang mengetahui dengan jelas sejarah mesjid ini dibangun dan buku-buku sebagai sumber pendukung, sehingga mempermudah peneliti menjelajahi objek atau situasi sosial yang sedang diteliti, yang menjadi kepedulian dalam pengambilan sampel. Jadi dalam hal ini penulis ingin meneliti bagian-bagian interior Mesjid Azizi di Tanjung Pura, pola hias seperti apa saja yang diterapkan dalam interior Mesjid Azizi di Tanjung Pura, maka penulis menetapkan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian Deskriptif Kualitatif. Dengan desain atau rancangan tersebut adalah sebagai berikut. 1. Melakukan observasi lapangan 2. Mengumpulkan data dari masyarakat

3. Mengumpulkan data dari berbagai sumber 4. Menganalisis bagian-bagian dari interior Mesjid Azizi 5. Dari data yang terkumpul kemudian melakukan identifikasi berdasarkan teoriteori yang sudah ada. PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Inkulturasi Pada Interior Mesjid Azizi Di Tanjung Pura Masjid Azizi berdiri di atas tanah seluas 18.000 meter persegi, terletak di kota Tanjung Pura Kab. Langkat, Sekitar 75 KM dari Medan. Masjid Azizi dibangun oleh Sultan Abdul Aziz Djalil Rachmat Syah pada tahun 1900-an dan selesai pada Juni 1902. Itulah sebabnya masjid ini diberinama Masjid Azizi. Dahulu pada masa Kesultanan Abdul Aziz yang merupakan Sultan Langkat ke-7 Kesultanan Langkat kaya raya dengan kontrak minyak dan perkebunan tembakau dengan pemerintah Hindia Belanda. Oleh karena kekayaan dan kekuasaan yang dimiliki Sultan dan karena ayah Sultan Abdul Aziz pernah mempunyai keiginan mendirikan Mesjid namun belum tercapai oleh karena itu Sultan Abdul Aziz mendirikan Mesjid Azizi di kota Tanjung Pura ini, berupa bangunan Mesjid dengan arsitektur bangunan Mesjid di Turki dan India serta dihiasi dengan ornamen khas Melayu yang merupakan kebudayaan masyarakat Melayu Langkat. Kemudian Sultan sengaja melakukan penyisipan-penyisipan berupa pola hias khas budaya luar seperti Turki, India dan China. Pola hias keseluruhan bangunan interior Mesjid Azizi Tanjung Pura menggunakan prinsip bangunan Mesjid Turki dan India, dimana bentuk kubah, bentuk lengkung, bentuk mimbar, bentuk mihrab dan bahkan bentuk jendela sama dengan mesjid yang ada di Turki. Hanya ornamen Melayu yang banyak diterapkan pada Mesjid Azizi ini yang menjadikan bangunan ini terlihat seperti bangunan ciri khas Melayu. 42

Mimbar yang ada di Mesjid Azizi ini merupakan hasil inkulturasi bentuk mimbar di Turki dan ornamen Melayu. Bentuk mimbar ini sangat mirip dengan mimbar yang ada di Museum Hagia Sophia Turki tetapi yang berbeda adalah penerapan banyak ornamen Melayu pada mimbar. Bentuk lengkung pada tiang penyangga, mihrab dan jendela seperti bentuk lengkung Mesjid aliran Moor, arab, dan Turki. Pintu masuk kedalam Liwan Mesjid serta pintu- pintu di seluruh Mesjid menampilkan motif geometris china kemudian dibalut dengan warna Melayu Islam kuning dan hijau. Pada setiap dinding dan atap kubah dihias dengan ornamnen khas Melayu dan kaligrafi Arab. Secara keseluruhan Mesjid Azizi Tanjung Pura Bangunan induk berukuran 25 25 m dan tinggi ± 30 m diatas tanah. Ruang utama masjid dindingnya empat persegi panjang berukuran 20 20 m. Tiang- tiang penyangga pada Mesjid Azizi ini berbentuk bulat dan terbuat dari besi bukan cor-coran semen dan batu melainkan dari besi beton, bahan bangunan ini didatangkan dari Penang Malaysia dan Singapura dengan menggunakan kapal ke Tanjungpura. Pada masa itu sungai Batang Serangan masih berfungsi baik dan kapal-kapal dengan tonase 600 ton dapat melayarinya. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa sebuah penggambaran tentang inkulturasi dapat dilihat dari sebuah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang sengaja mengintegrasikan beberapa gaya arsitektur yang berbeda dan berasal dari budaya yang berbeda pula. Seperti yang dilakukan oleh Sultan Abdul Aziz ia mengembangkan ide-ide dengan mencari berbagai sumber inspirasi dari berbagai negara dalam pembangunan Mesjid Azizi di Tanjung Pura ini. PENUTUP KESIMPULAN Setelah data diperoleh, diolah dan dianalisis, kemudian diperoleh beberapa kesimpulan penelitian sebagai berikut : 1. Bentuk-bentuk pola hias pada interior Mesjid Azizi di Tanjung Pura. a. pola hias pada interior Mesjid Azizi merupakan perpaduan dari budaya asing dan budaya lokal. Budaya lokal itu sendiri yaitu budaya Melayu yang banyak menerapkan 43

ornamen melayu dan khas warna kuning. Sedangkan budaya asing yang menjadi perpaduan pola hias yaitu Arab, Cina, dan Turki dengan menerapkan bentuk khasnya yaitu kaligrafi Arab, ornamen geometris Cina, dan bentuk-bentuk khas Turki. b. Bentuk-bentuk pola hias yang jelas terlihat yang merupakan perpaduan beberapa budaya sangat jelas terlihat pada mimbar, mihrab, bentuk lengkung tiang penyangga, lampu gantung, liwan dan pintu masuk kedalam liwan mesjid. c. Ornamen yang diterapkan pada perpaduan pola hias pada interior Mesjid diantaranya adalah lilit kangkung, bagian dalam bidai susun, awan laut, itik sekawan, pucuk rebung, bidai susun, kaluk pakis dan motif bunga melati juga ornamen geometris. 2. Mengidentifikasi bagaimana Mesjid Azizi di Tanjung Pura ini dibangun dengan perpaduan banyak budaya. a. Penerapan pola hias pada interior Mesjid Azizi di Tanjung Pura tidak hanya dari Turki, Arab, Cina dan Melayu saja, akan tetapi ada juga dari beberapa negara-negara di Eropa, seperti Belanda, Spanyol dan Moor. b. Mesjid Azizi memiliki ornamen budaya lokal Melayu yang diterapkan pada bagian interiornya dengan jumlah 27 ornamen dengan bentuk flora, bentuk fauna, bentuk alam dan bentuk benda. Kaligrafi Arab yang diterapkan pada interior Mesjid Azizi berjumlah 92 dan merupakan jenis kaligrafi dengan khat Tsulust. Ornamen Geometris Cina yang diterapkan berjumlah 17 dan sangat jelas terlihat pada ukiran bagian pintu Mesjid memasuki Liwan. Bentuk pola hias Turki terlihat pada bentuk mimbar dengan bentuk kerucut pada bagian kubah mimbar yang sangat mirip dengan bentuk kerucut yang 44

diterapkan pada istana Topkapi di Istanbul, Turki. SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan diatas, maka diperoleh beberapa saran antara lain : a) Mengajak kembali masyarakat pada umumnya khususnya masyarakat Tanjung Pura untuk lebih mau belajar dan memahi tentang sejarah dibalik Mesjid Azizi di Tanjung Pura. Dimana Mesjid ini merupakan bukti adanya Kesutanan Langkat pada masa itu. Serta melestarikan budaya yang merupakan milik bangsa kita. b) Karena pada saat ini daerah kota Tanjung Pura merupakan jalan lintas menuju ke Aceh tentunya tempat ini juga menjadi salah tempat persinggahan yang banyak di datangi banyak wisatawan luar maupun dalam negeri. Maka dengan upaya tersebut masyarakat kota Tanjung Pura dapat mengenalkan budayanya kepada wisatawan yang sedang berkunjung ke kota Tanjung Pura. Khususnya memperkenalkan bangunan khas Melayu dengan bentuk dan warna ornamen Melayu yang bernilai estetis dan merupakan bukti adanya Kesultanan Langkat di daerah Tanjung Pura ini. DAFTAR PUSTAKA Bawono, Agung. 2000. Keberadaan ornamen pada masjid anniam pedusunan argosari sedayu bantul yogyakarta serta perspektifnya dari hukum islam. Skripsi SI. Yogyakarta: Program Studi Kriya, ISI Yogyakarta. Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Reineka Cipta. Sachari, Agus. 2001. Wacana Transformasi Budaya. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama. Sachari, Agus. 2001. Wacana Transformasi Budaya. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama. Situmorang, Oloan. 1993. Seni Rupa Islam Pertumbuhan dan Perkembangannya. Bandung: Angkasa Bandung. Sugiyono,2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta. 45