INKULTURASI BUDAYA : STUDI TENTANG PENERAPAN POLA HIAS PADA INTERIOR MESJID AZIZI DI TANJUNG PURA Maya Masyitah 1*, Adek Cerah Kurnia Azis 2* Program Studi Pendidikan Seni Rupa, Jurusan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan Email: mayamasyitah@gmail.com ABSTRAK Inkulturasi adalah masuknya budaya asing yang kemudian mengalami penyisipan dan penyesuaian pada suatu agama dengan suatu budaya. Ada beberapa budaya asing dan budaya lokal yang menjadi inkulturasi budaya. Begitu pula dengan pola hias yang memadukan beberapa bentuk ornamen dan bentuk pola ciri khas suatu budaya pada pola hias dengan penyederhanaan bentuk. Mesjid Azizi memiliki interior seperti masa kerajaan Ottoman di Turki, memiliki warna khas melayu islam yaitu hijau dan kuning, serta dari luar terlihat seperti bangunan Taj Mahal di India. Mesjid Azizi merupakan perpaduan dari budaya asing dan budaya lokal. Budaya lokal itu sendiri yaitu budaya Melayu yang banyak menerapkan ornamen melayu dan khas warna kuning. Sedangkan budaya asing yang menjadi perpaduan pola hias yaitu Arab, Cina, dan Turki dengan menerapkan bentuk khasnya yaitu kaligrafi Arab, ornamen geometris Cina, dan bentuk-bentuk khas Turki. Kata Kunci : Inkulturasi Budaya, Pola Hias, Mesjid Azizi Tanjung Pura. PENDAHULUAN Inkulturasi budaya Indonesia berawal dari masuknya bangsabangsa asing ke Indonesia yang awalnya memiliki tujuan untuk berdagang. Dengan masuknya budaya-budaya asing ke Indonesia, secara tidak langsung bangsa-bangsa tersebut membawa kebudayaan yang dimilikinya masuk dan berkembang di Indonesia. Oleh karena itu Indonesia memiliki berbagai suku bangsa dengan berbagai kebudayaan 37 yang beraneka ragam yang berkembang selama berabad-abad dan dipengaruhi oleh kebudayaan bangsa-bangsa asing yang datang ke Indonesia. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang sangat pesat, seperti media interaksi yaitu handphone, internet dan segala media sosial yang berkembang sangat canggih di masyarakat dunia membuka semua pengetahuan yang
awalnya sulit untuk diperoleh menjadi sangat mudah untuk mengakses segala informasi yang dibutuhkan. Seperti Inkulturasi yang merupakan elemen-elemen yang membangkitkan sisi-sisi baru pada kebudayaan yang telah tersusun dan hidup selama ratusan tahun dapat diketahui dengan adanya media interaksi. Dimana Inkulturasi mendorong kebudayaan berkembang menjadi lebih kaya dari yang sebelumnya. Budaya-budaya asing yang datang ke Indonesia meninggalkan jejak berupa hasil budaya manusia seperti nilai-nilai, agama, ideologi, seni dan lain sebagainya. Agama yang berkembang di Indonesia diantaranya Hindu, Budha, Kriten dan Islam, sementara itu agama memiliki pengaruh di seluruh penjuru wilayah di Indonesia, mulai dari adat-istiadat, tradisi, ritual pelaksaan ibadah, tempat ibadah dan keseniannya. Mesjid adalah tempat ibadah bagi umat yang beragama Islam. Dekorasi atau pola hias pada mesjid terkait langsung pada jaman dan budaya masyarakat pelaku dari budaya tersebut. Penerapan pola hias pada Mesjid sangat bervariasi dan berbeda-beda pada setiap mesjid, tergantung pada dimana mesjid itu berada dan budaya apa yang berkembang di daerah tersebut. Di Sumatera Utara terdapat tujuh etnis diantaranya: Batak Toba, Batak Karo, Pak-Pak Dairi, Batak Simalungun, Mandailing, Melayu dan Nias. Setiap etnis memiliki perbedaan disebabkan oleh pengaruh lingkungan kebudayaan dan pola kehidupan masing-masing daerah. Suku Melayu merupakan salah satu etnis di Sumatera Utara yang bermukim di Pesisir Timur pulau Sumatera dan Pesisir Barat kalimantan. Salah satu wilayah yang menjadi tempat bermukim suku Melayu di wilayah Sumatera Utara adalah kota Tanjung Pura di Kabupaten Langkat. Keberadaan suku Melayu di kota Tanjung Pura Kabupaten Langkat merupakan wilayah Kesultanan Melayu Langkat. Banyak peninggalan bersejarah yang ada di kota ini, salah satu peninggalan bersejarah kerajaan ini yang masih terawat sampai saat ini adalah Mesjid Azizi. Mesjid Azizi di Tanjung Pura Kabupaten Langkat dibangun oleh Sultan Abdul Aziz Djalil Rachmat Syah Sultan Langkat ke-7, yang merupakan putra dari Sultan Musa al-muazzamsyah pada tahun 1902 Masehi di kota Tanjung Pura Kab. Langkat. Mesjid Azizi di Tanjung Pura merupakan peninggalan dari kerajaan Melayu yang mengagumkan setelah istana Maimun di Medan. Dengan pola bangunan yang indah, tata letak, interior yang megah menjadikan Mesjid Azizi di Tanjung Pura menjadi warisan budaya yang harus dijaga kelestariannya, dengan 38
demikian kekayaan budaya dimasa lalu akan tetap selalu dikenang oleh generasi-generasi yang akan datang. (BKM Mesjid Azizi Tanjung Pura H. Abul Hasan, SE) Arsitektur bangunan pada Mesjid Azizi merupakan gabungan dari budaya Melayu dan beberapa budaya lain seperti Aceh, Turki, Persia, India dan Arab. Mesjid Azizi di Tanjung Pura memiliki warna Ornamen khas Melayu Islam yaitu warna kuning. Jika dari luar arsitektur bangunan fisik kubah dan menara seperti bangunan mesjid islam di India, sementara arsitektur dalam mesjid mengadopsi bangunan mesjid pada masa kerajaan Otoman di Turki. (citizen jurnalis tv NET10 Agus Sidarta, Langkat, SUMUT) Arsitektur bagian dalam Mesjid Azizi memang mengadopsi bangunan interior pada masa kerajaan Otoman di Turki, namun penerapan pola hias pada interiornya mengadopsi ornamen-ornamen khas Melayu dan Aceh, serta kaligrafikaligrafi Arab, yang merupakan Inkulturasi Budaya rupa. Disisi lain masyarakat sekitar kurang memahami bahwa pola hias pada interior Mesjid Azizi ini merupakan perpaduan budaya lain yang merupakan inkulturasi budaya. Hal inilah yang menjadi titik tolak untuk keberangkatan penelitian yang akan di laksanakan. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian pada bangunan 39 Mesjid Azizi dengan judul penelitian Inkulturasi Budaya: Studi Tentang Penerapan Pola Hias pada Interior Mesjid Azizi di Tanjung Pura Kabupaten Langkat, untuk lebih mengatahui pola hias apa saja yang diterapkan pada Mesjid Azizi di Tanjung Pura. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji dan mengetahui lebih jauh tentang bentuk-bentuk pola hias pada interior Mesjid Azizi di Tanjung Pura. Kemudian dapat mengidentifikasi bagaimana Mesjid Azizi di Tanjung Pura ini dibangun dengan perpaduan banyak budaya. Manfaat dilakukannya penelitian ini sebagai tambahan dokumentasi bagi perpustakaan UNIMED dan daerah Sumatera Utara. Sebagai bahan rujukan dan referensi yang relevan bagi mahasiswa dan pemerintah daerah setempat dalam sektor kesenian parawisata. Menambah literatur baru tentang Mesjid Azizi peninggalan bersejarah budaya Melayu. Sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya khusus yang berkaitan dengan inkulturasi budaya pada bangunan, khususnya bangunan Melayu. Manfaaat Praktis penelitian Sebagai bahan pengenalan bagi masyarakat pentingnya peninggalan bangunan bersejarah Mejid Azizi di
Tanjung Pura. Menambah wawasan mengenai jejak peninggalan bersejarah bagi generasi penerus dan masyarakat yang ingin mengetahui bagian-bagian dari penerapan pola hias pada interior Mesjid Azizi di Tanjung Pura. Sebagai pedoman bagi pemerintah dan masyarakat untuk upaya pelestarian bangunan bersejarah Mesjid Azizi di Tanjung Pura. KAJIAN PUSTAKA 1. Pengertian Inkulturasi Agus Sachari (2001: 85) dalam bukunya yang berjudul Wacana Transformasi Budaya : Inkulturasi dapat diartikan latihan setiap pelaku kebudayaan untuk, menyesuaikan diri terhadap perubahan kebudayaan yang terjadi. Inkulturasi juga pada dasarnya merupakan penempatan setiap individu sebagai subjek kebudayaan, cita-cita kebudayaan yang diharapkan, kontrol melawan penyelewengan dan ketegangan terhadap daya cipta seseorang. Inkulturasi dianggap berhasil dengan baik jika terjadi penggabungan antara tradisi dan ekspresi pribadi, sehingga nilanilai dapat berasimilasi dengan dinamis. Berdasarkan pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa inkulturasi adalah masuknya budaya asing yang kemudian serapan budaya asing atau budaya dari luar tersebut dianggap menjadi budaya sendiri. 2. Kebudayaan Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat, dan sebagainya. Wujud dari kebudayaan itu dapat berarti benda benda abstrak atau non materil maupun benda materil. (Koentjaraningrat, 2009:146) Dari pengertian diatas dapat dikemukakan disini bahwa, budaya adalah hasil dari sebuah pemikiran, adat istiadat yang terbentuk dari pengalaman sejarah dari suatu kelompok masyarakat disuatu tempat tertentu. Inkulturasi Budaya adalah hubungan timbal balik antara Mesjid dengan budaya setempat mesjid tersebut berada, yaitu wujud fisik yang kongkrit yang dapat dilihat, diraba, dalam hal ini budaya yang ada disekitar mesjid dapat memperkaya budaya mesjid dan ajaran mesjid dapat terus diungkapkan pada lingkungan budaya sekitarnya selama makna yang diintegerasikan bersatu dan sejalan. Berdasarkan uraian diatas budaya pada Mesjid Azizi di Tanjung Pura adalah hasil dari sebuah pemikiran, adat istiadat yang terbentuk darp pengalaman sejarah dari suatu kelompok masyarakat yang berpengaruh pada bangunan Mesjid Azizi di Tanjung Pura ini. Dimana perlu diteliti budaya apa saja yang diterapkan pada bangunan 40
interior Mesjid Azizi di Tanjung Pura ini. 3. Pola Hias Pola adalah gambar yg dipakai untuk contoh batik,corak batik atau tenun, ragi atau suri, potongan kertas yang dipakai sebagai contoh dalam membuat baju, model, sistem, cara kerja, permainan, pemerintahan, bentuk (struktur) yang tetap. Pola adalah bentuk atau model (atau, lebih abstrak, suatu set peraturan) yang bisa dipakai untuk membuat atau untuk menghasilkan suatu atau bagian dari sesuatu. Pola hias adalah rangkaian atau susunan motif, dengan jarak dan ukuran tertentu pada sebuah bidang, sehingga menghasilkan hiasan yang jelas arahnya. Dalam membuat pola hias, dengan menentukan motif yang tepat sesuai dengan fungsi bidang yang akan dihias, sesuai dengan penempatan atau kegunaannya. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di kota Tanjung Pura Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif, karena didasarkan pada data yang diperoleh yaitu berupa data langsung dari objek yang diteliti, untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi dalam suatu penelitian maka diperlukan metode penelitian. Metode penelitian 41 yang digunakan adalah metode penelitian Deskriptif Kualitatif karena sumber data yang diperoleh yaitu data langsung dari objek yang diteliti. Dalam penelitian Deskriptif Kualitatif ini penulis menggunakan teknik Purposive Sampling. Menurut Sugiyono (2010:218), Purposive Sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu yakni sumber data dianggap tahu tentang apa yang diharapkan seperti narasumber yang mengetahui dengan jelas sejarah mesjid ini dibangun dan buku-buku sebagai sumber pendukung, sehingga mempermudah peneliti menjelajahi objek atau situasi sosial yang sedang diteliti, yang menjadi kepedulian dalam pengambilan sampel. Jadi dalam hal ini penulis ingin meneliti bagian-bagian interior Mesjid Azizi di Tanjung Pura, pola hias seperti apa saja yang diterapkan dalam interior Mesjid Azizi di Tanjung Pura, maka penulis menetapkan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian Deskriptif Kualitatif. Dengan desain atau rancangan tersebut adalah sebagai berikut. 1. Melakukan observasi lapangan 2. Mengumpulkan data dari masyarakat
3. Mengumpulkan data dari berbagai sumber 4. Menganalisis bagian-bagian dari interior Mesjid Azizi 5. Dari data yang terkumpul kemudian melakukan identifikasi berdasarkan teoriteori yang sudah ada. PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Inkulturasi Pada Interior Mesjid Azizi Di Tanjung Pura Masjid Azizi berdiri di atas tanah seluas 18.000 meter persegi, terletak di kota Tanjung Pura Kab. Langkat, Sekitar 75 KM dari Medan. Masjid Azizi dibangun oleh Sultan Abdul Aziz Djalil Rachmat Syah pada tahun 1900-an dan selesai pada Juni 1902. Itulah sebabnya masjid ini diberinama Masjid Azizi. Dahulu pada masa Kesultanan Abdul Aziz yang merupakan Sultan Langkat ke-7 Kesultanan Langkat kaya raya dengan kontrak minyak dan perkebunan tembakau dengan pemerintah Hindia Belanda. Oleh karena kekayaan dan kekuasaan yang dimiliki Sultan dan karena ayah Sultan Abdul Aziz pernah mempunyai keiginan mendirikan Mesjid namun belum tercapai oleh karena itu Sultan Abdul Aziz mendirikan Mesjid Azizi di kota Tanjung Pura ini, berupa bangunan Mesjid dengan arsitektur bangunan Mesjid di Turki dan India serta dihiasi dengan ornamen khas Melayu yang merupakan kebudayaan masyarakat Melayu Langkat. Kemudian Sultan sengaja melakukan penyisipan-penyisipan berupa pola hias khas budaya luar seperti Turki, India dan China. Pola hias keseluruhan bangunan interior Mesjid Azizi Tanjung Pura menggunakan prinsip bangunan Mesjid Turki dan India, dimana bentuk kubah, bentuk lengkung, bentuk mimbar, bentuk mihrab dan bahkan bentuk jendela sama dengan mesjid yang ada di Turki. Hanya ornamen Melayu yang banyak diterapkan pada Mesjid Azizi ini yang menjadikan bangunan ini terlihat seperti bangunan ciri khas Melayu. 42
Mimbar yang ada di Mesjid Azizi ini merupakan hasil inkulturasi bentuk mimbar di Turki dan ornamen Melayu. Bentuk mimbar ini sangat mirip dengan mimbar yang ada di Museum Hagia Sophia Turki tetapi yang berbeda adalah penerapan banyak ornamen Melayu pada mimbar. Bentuk lengkung pada tiang penyangga, mihrab dan jendela seperti bentuk lengkung Mesjid aliran Moor, arab, dan Turki. Pintu masuk kedalam Liwan Mesjid serta pintu- pintu di seluruh Mesjid menampilkan motif geometris china kemudian dibalut dengan warna Melayu Islam kuning dan hijau. Pada setiap dinding dan atap kubah dihias dengan ornamnen khas Melayu dan kaligrafi Arab. Secara keseluruhan Mesjid Azizi Tanjung Pura Bangunan induk berukuran 25 25 m dan tinggi ± 30 m diatas tanah. Ruang utama masjid dindingnya empat persegi panjang berukuran 20 20 m. Tiang- tiang penyangga pada Mesjid Azizi ini berbentuk bulat dan terbuat dari besi bukan cor-coran semen dan batu melainkan dari besi beton, bahan bangunan ini didatangkan dari Penang Malaysia dan Singapura dengan menggunakan kapal ke Tanjungpura. Pada masa itu sungai Batang Serangan masih berfungsi baik dan kapal-kapal dengan tonase 600 ton dapat melayarinya. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa sebuah penggambaran tentang inkulturasi dapat dilihat dari sebuah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang sengaja mengintegrasikan beberapa gaya arsitektur yang berbeda dan berasal dari budaya yang berbeda pula. Seperti yang dilakukan oleh Sultan Abdul Aziz ia mengembangkan ide-ide dengan mencari berbagai sumber inspirasi dari berbagai negara dalam pembangunan Mesjid Azizi di Tanjung Pura ini. PENUTUP KESIMPULAN Setelah data diperoleh, diolah dan dianalisis, kemudian diperoleh beberapa kesimpulan penelitian sebagai berikut : 1. Bentuk-bentuk pola hias pada interior Mesjid Azizi di Tanjung Pura. a. pola hias pada interior Mesjid Azizi merupakan perpaduan dari budaya asing dan budaya lokal. Budaya lokal itu sendiri yaitu budaya Melayu yang banyak menerapkan 43
ornamen melayu dan khas warna kuning. Sedangkan budaya asing yang menjadi perpaduan pola hias yaitu Arab, Cina, dan Turki dengan menerapkan bentuk khasnya yaitu kaligrafi Arab, ornamen geometris Cina, dan bentuk-bentuk khas Turki. b. Bentuk-bentuk pola hias yang jelas terlihat yang merupakan perpaduan beberapa budaya sangat jelas terlihat pada mimbar, mihrab, bentuk lengkung tiang penyangga, lampu gantung, liwan dan pintu masuk kedalam liwan mesjid. c. Ornamen yang diterapkan pada perpaduan pola hias pada interior Mesjid diantaranya adalah lilit kangkung, bagian dalam bidai susun, awan laut, itik sekawan, pucuk rebung, bidai susun, kaluk pakis dan motif bunga melati juga ornamen geometris. 2. Mengidentifikasi bagaimana Mesjid Azizi di Tanjung Pura ini dibangun dengan perpaduan banyak budaya. a. Penerapan pola hias pada interior Mesjid Azizi di Tanjung Pura tidak hanya dari Turki, Arab, Cina dan Melayu saja, akan tetapi ada juga dari beberapa negara-negara di Eropa, seperti Belanda, Spanyol dan Moor. b. Mesjid Azizi memiliki ornamen budaya lokal Melayu yang diterapkan pada bagian interiornya dengan jumlah 27 ornamen dengan bentuk flora, bentuk fauna, bentuk alam dan bentuk benda. Kaligrafi Arab yang diterapkan pada interior Mesjid Azizi berjumlah 92 dan merupakan jenis kaligrafi dengan khat Tsulust. Ornamen Geometris Cina yang diterapkan berjumlah 17 dan sangat jelas terlihat pada ukiran bagian pintu Mesjid memasuki Liwan. Bentuk pola hias Turki terlihat pada bentuk mimbar dengan bentuk kerucut pada bagian kubah mimbar yang sangat mirip dengan bentuk kerucut yang 44
diterapkan pada istana Topkapi di Istanbul, Turki. SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan diatas, maka diperoleh beberapa saran antara lain : a) Mengajak kembali masyarakat pada umumnya khususnya masyarakat Tanjung Pura untuk lebih mau belajar dan memahi tentang sejarah dibalik Mesjid Azizi di Tanjung Pura. Dimana Mesjid ini merupakan bukti adanya Kesutanan Langkat pada masa itu. Serta melestarikan budaya yang merupakan milik bangsa kita. b) Karena pada saat ini daerah kota Tanjung Pura merupakan jalan lintas menuju ke Aceh tentunya tempat ini juga menjadi salah tempat persinggahan yang banyak di datangi banyak wisatawan luar maupun dalam negeri. Maka dengan upaya tersebut masyarakat kota Tanjung Pura dapat mengenalkan budayanya kepada wisatawan yang sedang berkunjung ke kota Tanjung Pura. Khususnya memperkenalkan bangunan khas Melayu dengan bentuk dan warna ornamen Melayu yang bernilai estetis dan merupakan bukti adanya Kesultanan Langkat di daerah Tanjung Pura ini. DAFTAR PUSTAKA Bawono, Agung. 2000. Keberadaan ornamen pada masjid anniam pedusunan argosari sedayu bantul yogyakarta serta perspektifnya dari hukum islam. Skripsi SI. Yogyakarta: Program Studi Kriya, ISI Yogyakarta. Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Reineka Cipta. Sachari, Agus. 2001. Wacana Transformasi Budaya. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama. Sachari, Agus. 2001. Wacana Transformasi Budaya. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama. Situmorang, Oloan. 1993. Seni Rupa Islam Pertumbuhan dan Perkembangannya. Bandung: Angkasa Bandung. Sugiyono,2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta. 45