BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Negara Repu

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

R.Fendy R.Fe Dharma Dha Saputra

Pengertian 1/20/2016 5

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2018, No Menimbang : 1. Peraturan Presiden Nomor 157 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga K

Ittama.dpr.go.id. 4/13/2016 Irtama

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK. 11 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. No.1239, 2012 LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH. E-Purchasing. Pengadaan Elektronik

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/ /JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG DALAM PENGADAAN BARANG/ /JASA PEMERINTAH

BERITA NEGARA. BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. Sistem Penanganan Pengaduan. Tindak Pidana Korupsi.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2013 KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI. Whistleblower System. Pelaksanaan. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/PERMEN-KP/2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

ittama.dpr.go.id 5/16/2017 Irtama

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan deng

MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

-1- LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL,

2 Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembar

2 Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Kedudukan,

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala LIPI tentang Pengelolaan Pengadu

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

2 Pelanggaran di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih da

Whistleblowing System dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Re

2 Korupsi di Badan Koordinasi Penanaman Modal sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

2015, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 t

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

2 Wewenang, Pelanggaran dan Tindak Pidana Korupsi Lingkup Kementerian Kehutanan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggar

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran

BERITA NEGARA. No.1386, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Pengaduan. Laporan. Penanganan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lemb

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PADANG LAWAS UTARA,

BERITA NEGARA. No.1412, 2013 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. ULP. Barang/Jasa. Pemerintah. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

2015, No Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 14

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 200

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG IMPLEMENTASI E-PROCUREMENT DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

penyimpangan dalam penyelenggaraan pemerintahan sehingga terwujud pemerintah yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme;

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.63/Menhut-II/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

2017, No Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian N

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI OGAN ILIR PERATURAN BUPATI OGAN ILIR NOMOR 3 TAHUN 2014

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG IMPLEMENTASI E-PROCUREMENT DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN JEMBRANA

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI KERINCI PERATURAN BUPATI KERINCI NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA SECARA ELEKTRONIK PADA PEMERINTAH KABUPATEN KERINCI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 233/PMK.01/2012 TENTANG

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR : 29/M-IND/PER/6/2013 TENTANG

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN UNIT LAYANAN PENGADAAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TEGAL

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

BUPATI OGAN ILIR PERATURAN BUPATI OGAN ILIR NOMOR : 12 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 129 TAHUN 2016 WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK TENTANG

2 Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembara

2016, No Negara Republik Indonesia Nomor 5655); 2. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2015 tentang Kementerian Ketenagakerjaan (Lembaran Negara

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT TERPADU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/ /JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BENGKULU SELATAN

Transkripsi:

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.924, 2012 LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH. Whistleblowing System. Pengaduan Internal. PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG WHISTLEBLOWING SYSTEM DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyempurnaan sistem Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) serta persaingan usaha tidak sehat perlu memperkuat mekanisme pencegahan dan pengawasan dengan mendorong pengungkapan penyimpangan atau penyalahgunaan kewenangan dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah; b. bahwa untuk menindaklanjuti butir a di atas, Peraturan Kepala LKPP Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pengelolaan Pengaduan Orang Dalam (Whistleblower) Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah di Internal Kementerian/Lembaga/ Daerah /Instansi perlu disempurnakan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tentang Whistleblowing System Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;

2012, No.924 2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150); 3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2006, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4635); 4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; 6. Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah; 7. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana diubah beberapa kali dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 155, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5334); 8. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2011 Tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2011;

3 2012, No.924 9. Instruksi Presiden Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012; 10. Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 001/KEP.LKPP /05/2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TENTANG WHISTLEBLOWING SYSTEM DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi yang selanjutnya disebut K/L/D/I adalah instansi/institusi yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). 2. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh K/L/D/I yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa. 3. Whistleblower adalah orang dalam K/L/D/I yang memiliki informasi/akses informasi dan mengadukan perbuatan yang terindikasi penyimpangan dalam proses Pengadaan Barang/Jasa yang terjadi di dalam organisasi pengadaan tempat dimana orang tersebut bekerja. 4. Whistleblowing System yang selanjutnya disebut WBS adalah sistem pengaduan yang menggunakan aplikasi berbasis web yang dapat dimanfaatkan oleh Whistleblower untuk mengadukan dugaan pelanggaran di bidang Pengadaan Barang/Jasa. 5. Unit Layanan Pengadaan yang selanjutnya disebut ULP adalah unit organisasi pemerintah yang berfungsi melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa di K/L/D/I yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada.

2012, No.924 4 6. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, selanjutnya dalam Peraturan ini disebut LKPP adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. 7. Verifikator adalah petugas yang melakukan komunikasi dan verifikasi data/informasi yang disampaikan oleh Whistleblower. 8. Penelaah adalah petugas yang melakukan telaahan terhadap pengaduan yang disampaikan oleh Whistleblower. 9. Tim Pengawas adalah tim kerja pada LKPP yang bertugas mengawasi operasional Whistleblowing System. 10. Administrator Sistem adalah petugas pada LKPP yang bertugas mengatur, mengelola, dan mengawasi operasional aplikasi Whistleblowing System. 11. Aparat Pengawas Intern Pemerintah atau pengawas intern pada institusi lain yang selanjutnya dalam Peraturan ini disebut APIP adalah aparat yang melakukan pengawasan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi. 12. Portal Pengadaan Nasional adalah pintu gerbang sistem informasi elektronik yang terkait dengan informasi Pengadaan Barang/Jasa secara nasional yang dikelola oleh LKPP. 13. Layanan Pengadaan Secara Elektronik yang selanjutnya disebut LPSE adalah unit kerja K/L/D/I yang dibentuk untuk menyelenggarakan sistem pelayanan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik. BAB II PRINSIP DASAR Bagian Kesatu Asas-Asas Pasal 2 Peraturan ini berasaskan pada penghargaan atas harkat dan martabat manusia, rasa aman, kerahasiaan, keadilan, tidak diskriminatif, praduga tidak bersalah, dan kepastian hukum. Peraturan ini bertujuan: Bagian Kedua Tujuan Pasal 3 a. meningkatkan upaya pencegahan dan pemberantasan kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam pengadaan barang/jasa.

5 2012, No.924 b. mendorong pengungkapan penyimpangan atau penyalahgunaan kewenangan dalam pengadaan barang/jasa. c. meningkatkan sistem pengawasan yang memberikan perlindungan kepada Whistleblower dalam rangka pemberantasan korupsi dalam pengadaan barang/jasa. Bagian Ketiga Ruang Lingkup Pasal 4 Ruang lingkup Peraturan Kepala ini meliputi: a. pengaduan; b. penyelenggaraan Whistleblowing System; c. hak dan kewajiban Whistleblower; d. Whistleblowing System; e. pembiayaan Whistleblowing System. BAB III PENGADUAN Bagian Kesatu Kriteria dan Data Pengaduan Pasal 5 (1) Pengaduan yang disampaikan melalui Whistleblowing System hanya pengaduan dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang dilaksanakan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. (2) Pengaduan yang disampaikan oleh Whistleblower berupa penyimpangan atau penyalahgunaan kewenangan sejak dari perencanaan sampai dengan selesainya seluruh kegiatan pengadaan barang/jasa Pemerintah. (3) Pengaduan yang memiliki indikasi pelanggaran administrasi dalam Pengadaan Barang/Jasa meliputi: a. penyimpangan atau penyalahgunaan kewenangan Pengadaan Barang/Jasa dalam proses pemilihan penyedia barang /jasa; dan/atau b. penyimpangan atau penyalahgunaan kewenangan dalam pelaksanaan kontrak yang tidak/belum terdapat indikasi tindakan pidana.

2012, No.924 6 (4) Pengaduan yang memiliki indikasi pelanggaran pidana dalam pengadaan barang/jasa pemerintah meliputi: a. indikasi penipuan; b. indikasi pemalsuan; c. indikasi korupsi, kolusi, dan nepotisme; dan/atau d. indikasi persaingan usaha tidak sehat. Pasal 6 Data Pengaduan berisi informasi sebagai berikut: 1. Nama Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/ Institusi, Kelompok Kerja/ULP. 2. Penjelasan mengenai: a. Pelaku; b. Perbuatan yang terindikasi atau dianggap terdapat penyimpangan atau penyalahgunaan kewenangan; c. Waktu penyimpangan atau penyalahgunaan kewenangan dilakukan; dan d. Unit kerja dimana penyimpangan atau penyalahgunaan kewenangan dilakukan. 3. Bukti-bukti yang mendukung atau menjelaskan substansi pengaduan terkait penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang berupa: a. Data/dokumen; b. Gambar; dan/atau c. Rekaman. 4. Data sumber informasi untuk pendalaman lebih lanjut. Bagian Kedua Mekanisme Pengaduan Pasal 7 (1) Whistleblower mengadukan penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang di Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/ Institusi tempat terjadinya Pengaduan secara elektronik melalui Whistleblowing System (www.wbs.lkpp.go.id). (2) Pengaduan penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang yang melibatkan Pejabat Eselon II atau yang setingkat pada Kabupaten /Kota, dapat disampaikan ke Whistleblowing System Provinsi.

7 2012, No.924 (3) Pengaduan penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang yang melibatkan Pejabat Eselon I atau Pejabat Eselon II atau yang setingkat pada Provinsi, dapat disampaikan ke Whistleblowing System Kementerian Dalam Negeri. (4) Pengaduan penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang yang melibatkan Pejabat Negara atau Pimpinan Kementerian/ Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi dapat disampaikan ke Whistleblowing System LKPP. Pasal 8 (1) Pengaduan diterima oleh Verifikator untuk diverifikasi kebenaran data/informasinya dan selanjutnya disampaikan kepada Penelaah. (2) Penelaah membuat telaahan terhadap hasil verifikasi dari Verifikator dan menyampaikan hasil telaahan berupa usulan rekomendasi kepada Pimpinan Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/ Institusi. Bagian Ketiga Tindak Lanjut Pengaduan Pasal 9 (1) Pimpinan K/L/D/I menugaskan atau menyampaikan rekomendasi kepada APIP Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi. (2) Pimpinan Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/ Institusi menyampaikan rekomendasi kepada instansi penegak hukum. (3) APIP Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi, dan/atau instansi penegak hukum menindaklanjuti hasil rekomendasi dari Pimpinan K/L/D/I sesuai dengan kewenangannya. Pasal 10 (1) LKPP melakukan monitoring dan evaluasi terhadap tindak lanjut penanganan rekomendasi oleh APIP Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi, dan/atau instansi penegak hukum. (2) APIP Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi, dan/atau Instansi Penegak Hukum menyampaikan hasil tindak lanjut penanganan rekomendasi kepada Pimpinan K/L/D/I dan LKPP. BAB IV PENYELENGGARAAN WHISTLEBLOWING SYSTEM Pasal 11 (1) K/L/D/I menyelenggarakan Whistleblowing System Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dalam rangka pencegahan KKN.

2012, No.924 8 (2) Untuk efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan Whistleblowing System, penyelenggaraan Whistleblowing System pada Satuan Kerja Perangkat Daerah diselenggarakan secara terpusat oleh Pemerintah Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota). (3) Penyelenggaraan Whistleblowing System sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikoordinasikan oleh LKPP. Pasal 12 Penyelenggara Whistleblowing System terdiri dari: 1. Verifikator; 2. Penelaah; 3. Tim Pengawas; 4. Administrator Sistem. Bagian Kesatu Syarat Penyelenggara Whistleblowing System Pasal 13 Verifikator ditetapkan oleh Pimpinan K/L/D/I atau pejabat yang berwenang dengan persyaratan sebagai berikut: a. Pegawai Negeri Sipil; b. Pendidikan minimal S1 atau minimal golongan III/a; c. Memiliki pengalaman dalam Pengadaan Barang/Jasa minimal 2 (dua) tahun; d. Memiliki integritas; e. Tidak bertugas sebagai Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pengadaan, anggota Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan, Pejabat Pembuat Komitmen, dan Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan. Pasal 14 Penelaah ditetapkan oleh Pimpinan Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi atau pejabat yang berwenang dengan persyaratan sebagai berikut : a. Pegawai Negeri Sipil; b. Ahli Pengadaan yang dibuktikan dengan Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa; c. Pendidikan minimal S1 atau minimal golongan III/a; d. Memiliki pengalaman dalam Pengadaan Barang/Jasa minimal 5 (lima) tahun;

9 2012, No.924 e. Memiliki integritas; f. Tidak bertugas sebagai Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pengadaan, anggota Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan, Pejabat Pembuat Komitmen, dan Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan. Pasal 15 Tim Pengawas ditetapkan oleh Kepala LKPP dengan persyaratan sebagai berikut: a. Pegawai Negeri Sipil; b. Pendidikan minimal S1 atau minimal golongan III/a; c. Memiliki integritas; d. Tidak bertugas sebagai Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pengadaan, anggota Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan, Pejabat Pembuat Komitmen, dan Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan. Pasal 16 Administrator Sistem ditetapkan oleh Kepala LKPP dengan persyaratan sebagai berikut : a. Pegawai Negeri Sipil; b. Pendidikan minimal S1 atau minimal golongan III/a; c. Memahami Teknologi Informasi; d. Memiliki integritas; e. Tidak bertugas sebagai Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pengadaan, anggota Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan, Pejabat Pembuat Komitmen, dan Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan. Bagian Kedua Kedudukan PenyelenggaraWhistleblowing System Pasal 17 (1) Verifikator dan Penelaah berkedudukan pada unit kerja di setiap K/L/D/I seperti APIP Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/ Institusi, LPSE atau unit khusus lain yang ditetapkan pimpinan K/L/D/I. (2) Administrator Sistem dan Tim Pengawas berkedudukan di LKPP.

2012, No.924 10 (1) Verifikator bertugas: Bagian Ketiga Tugas PenyelenggaraWhistleblowing System Pasal 18 a. melakukan verifikasi pengaduan untuk memastikan kebenaran data dan informasi yang disampaikan dalam pengaduan; b. menyampaikan perkembangan penanganan pengaduan kepada Whistleblower; c. meminta data dan informasi kepada Whistleblower untuk mendukung kebenaran pengaduan; d. menyusun resume pengaduan. (2) Dalam menjalankan tugas, Verifikator berkewajiban: a. merahasiakan identitas Whistleblower; b. merahasiakan data dan informasi yang patut diduga dapat membuka rahasia Whistleblower. (1) Penelaah bertugas: Pasal 19 a. melakukan telaah terhadap hasil verifikasi; b. meminta tambahan data dan informasi pengaduan; c. meminta pendapat Tenaga Ahli apabila dibutuhkan; d. menyampaikan hasil telaahan kepada Pimpinan Kementerian/ Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi. (2) Dalam menjalankan tugas, Penelaah berkewajiban: a. merahasiakan identitas Whistleblower; b. merahasiakan data dan informasi yang patut diduga dapat membuka rahasia Whistleblower. Pasal 20 Administrator Sistem bertugas melaksanakan pengelolaan Whistleblowing System yang meliputi namun tidak terbatas pada: a. penyiapan, pemeliharaan dan pemantauan terhadap perangkat lunak, perangkat keras, aplikasi, jaringan serta keamanan Whistleblowing System; b. memberikan aplikasi dan menutup aplikasi Whistleblowing System; c. memberikan akun dan password kepada Verifikator, Penelaah, dan Tim PengawasWhistleblowing System.

11 2012, No.924 Pasal 21 Tim Pengawas bertugas mengawasi operasional Whistleblowing System serta melaporkan: a. kinerja Whistleblowing System kepada Kepala LKPP; b. kinerja Verifikator dan Penelaah kepada Pimpinan Kementerian/ Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi. BAB V HAK DAN KEWAJIBAN WHISTLEBLOWER Pasal 22 (1) Whistleblower mendapatkan hak perlindungan dan penghargaan. (2) Hak perlindungan Whistleblower berupa: a. Identitas dirahasiakan Whistleblowing System; b. Perlindungan atas hak-hak saksi dan pelapor sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Penghargaan diberikan kepada Whistleblower sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 23 Dalam menyampaikan pengaduan, Whistleblower berkewajiban: a. Beritikad baik; b. Bersikap kooperatif; c. Menyampaikan seluruh informasi dengan benar. BAB VI WHISTLEBLOWING SYSTEM Pasal 24 (1) Whistleblowing System diselenggarakan oleh Kementerian/Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi. (2) Aplikasi Whistleblowing System disediakan oleh LKPP. (3) Pengembangan dan pemeliharaan Whistleblowing System dilaksanakan oleh LKPP. (4) Prosedur operasional standar Whistleblowing System ditetapkan oleh Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah LKPP. BAB VII PEMBIAYAAN WHISTLEBLOWING SYSTEM Pasal 25 (1) Pembiayaan pengembangan dan pemeliharaan Whistleblowing System dibebankan pada anggaran LKPP.

2012, No.924 12 (2) Pembiayaan honorarium Tim Pengawas dan Administrator Sistem dibebankan kepada LKPP; (3) Pembiayaan honorarium Verifikator, Penelaah, dan Tenaga Ahli dalam Whistleblowing System di Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi dibebankan pada anggaran masing-masing Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 26 Dalam hal Whistleblowing System belum dapat diselenggarakan di Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi, pengaduan dari Whistleblowing diselenggarakan oleh Whistleblowing System LKPP. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 27 Pada saat Peraturan Kepala ini mulai berlaku, Peraturan Kepala LKPP Nomor 13 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengelolaan Pengaduan Orang Dalam (Whistleblower) Pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 28 Peraturan Kepala LKPP ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 17 September 2012 KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH, AGUS RAHARDJO Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 18 September 2012 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, AMIR SYAMSUDIN