KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/KMK.08/2002 TENTANG PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 122 / PMK.06 / 2007 TENTANG KEANGGOTAAN DAN TATA KERJA PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA MENTERI KEUANGAN,

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Tata kerja. Panitia urusan piutang negara.

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1976 TENTANG PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA DAN BADAN URUSAN PIUTANG NEGARA

KEPUTUSAN SEKRETARIS JENDERAL BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74/K/X-XIII.2/2/2009 TENTANG

BAB II KELEMBAGAAN DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA (DJKN)

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 302/KMK.01/2002 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK. 06 Tahun 2009 TENTANG BADAN PERTIMBANGAN JABATAN DAN KEPANGKATAN DI LINGKUNGAN BADAN SAR NASIONAL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 33 TAHUN 2003 SERI : E. 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 19 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 301/KMK.01/2002 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA KREDIT PERUMAHAN BANK TABUNGAN NEGARA

2017, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembara

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 46 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG DAERAH

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2000 NOMOR PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 27 TAHUN 2000 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2013

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1974 POKOK-POKOK ORGANISASI DEPARTEMEN TENTANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERIKEUANGAN REPUBLlK INDONESIA SALIN AN

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 58 TAHUN 1999 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN PENGAWAS BANK PEMBANGUNAN DAERAH MENTERI DALAM NEGERI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL NOMOR 04 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT (PD. BPR) BANK PASAR KABUPATEN TEGAL

BADAN PERWAKILAN DESA SIDOMULYO. KEPUTUSAN BADAN PERWAKILAN DESA SIDOMULYO NOMOR: 01/Kep.BPD/2002 TENTANG: TATA TERTIB BADAN PERWAKILAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN BUPATI GROBOGAN NOMOR : 147/90/2002 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB BADAN PERWAKILAN DESA BUPATI GROBOGAN

2017, No tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 33, Tambahan L

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG TATA KERJA DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN DAN SEKRETARIAT DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN

LEMBARAN DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 23 TAHUN 2002 SERI E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 04 TAHUN 2002

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

2015, No Pemberhentian Anggota, dan Tata Kerja Majelis Pengawas; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lem

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH PASAR MANUNTUNG JAYA

2016, No Kartu Tanda Pengenal Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil perlu diganti; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERTIMBANGAN KEPEGAWAIAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PERTIMBANGAN JABATAN DAN KEPANGKATAN KABUPATEN KAYONG UTARA

1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BATANG HARI PROVINSI JAMBI

TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGHAPUSAN PIUTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOKTER MOHAMAD SOEWANDHIE KOTA SURABAYA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1981 TENTANG KOORDINASI PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN PEMBANGUNAN DI DAERAH

KOPERASI KESEHATAN PEGAWAI DAN PENSIUNAN BANK. (1) Badan Usaha Koperasi ini bernama KOPERASI

Menimbang : a. Mengingat : Peraturan...

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEPOLISIAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 1980 TENTANG LEMBAGA PEMILIHAN UMUM DAN PANITIA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1991 TENTANG BADAN URUSAN PIUTANG DAN LELANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 378/KMK.01/2004 TENTANG

2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1957 TENTANG PANITIA NEGARA PERIMBANGAN KEUANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA,

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN WONOGIRI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1994 TENTANG PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM JABATAN STRUKTURAL

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERTIMBANGAN KEPEGAWAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 17 TAHUN 1999 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGHAPUSAN PIUTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH BUPATI MALANG,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1981 TENTANG ORDINASI PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN PEMBANGUNAN DI DAERAH.

PERATURAN PEMERINTAH 15 TAHUN 1994 TENTANG PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM JABATAN STRUKTURAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PENCALONAN, PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Majelis Kehormatan Notaris

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR : 11 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) BUPATI SITUBONDO,

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT KOTA BANDUNG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA,

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 174/PMK.06/2010 TENTANG PEJABAT LELANG KELAS I

Institute for Criminal Justice Reform

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI NASIONAL LANJUT USIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DPR-GR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERTIMBANGAN KEPEGAWAIAN

Transkripsi:

Menimbang : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/KMK.08/2002 TENTANG PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa perubahan Struktur Organisasi Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara menjadi Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Departemen serta Keputusan Menteri Keuangan Nomor 2/KMK.01/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan, berdampak terhadap pengurusan piutang negara yang dilakukan oleh Panitia Urusan Piutang Negara; b. bahwa dalam rangka lebih mengefektifkan pengurusan piutang negara yang dilakukan oleh Panitia Urusan Piutang Negara sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 381/KMK.09/1998, perlu dilakukan pengaturan kembali pengurusan piutang negara yang dilakukan Panitia Urusan Piutang Negara; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan b perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Panitia Urusan Piutang Negara; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2104); 2. Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1976 tentang Panitia Urusan Piutang Negara dan Badan Urusan Piutang Negara; 3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 177 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Departemen; 4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2001 tentang Susunan Organisasi Vertikal Departemen Keuangan; 5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 333/KMK.01/2000 tentang Pengurusan Piutang Negara sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 503/KMK.01/2000; 6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 2/KMK.01/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan;

7. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 445/KMK.01/2001 tentang Susunan Organisasi Instansi Vertikal di Lingkungan Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara. Menetapkan : MEMUTUSKAN: KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Panitia Urusan Piutang Negara yang selanjutnya disingkat PUPN adalah Panitia yang bersifat interdepartemental sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960. 2. PUPN Pusat adalah Panitia yang berkedudukan di Jakarta sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1976. 3. PUPN Cabang adalah Panitia yang berkedudukan di Ibukota Propinsi sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Keuangan ini. 4. Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara yang selanjutnya disingkat DJPLN adalah instansi pemerintah sebagaimana dimaksud Keppres Nomor 177 Tahun 2000. 5. Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara yang selanjutnya disingkat KP2LN adalah instansi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Keppres Nomor 84 Tahun 2001. 6. Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada negara atau badanbadan yang baik secara langsung maupun tidak langsung dikuasai oleh negara, berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun. 7. Berhalangan sementara adalah tidak dapat melaksanakan tugas jabatannya, karena cuti tahunan, cuti besar, cuti bersalin, cuti karena alasan penting atau melaksanakan tugas lain yang tidak melebihi 6 bulan. 8. Berhalangan tetap adalah tidak dapat melaksanakan jabatannya karena pensiun, meninggal dunia, perpindahan atau melaksanakan tugas lain yang melebihi 6 bulan.

BAB II TUGAS DAN WEWENANG PUPN Pasal 2 PUPN mempunyai tugas mengurus piutang negara yang diserahkan berdasarkan Undangundang Nomor 49 Prp Tahun 1960. Pasal 3 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diatas, PUPN berwenang: a. Menerima/ Menolak/ Mengembalikan Pengurusan Piutang Negara; b. Membuat Pernyataan Bersama; c. Menetapkan Jumlah Piutang Negara; d. Mengeluarkan Surat Paksa; e. Mengeluarkan Surat Perintah Penyitaan; f. Meminta Sita Persamaan; g. Mengeluarkan Surat Perintah Pengangkatan Penyitaan; h. Mengeluarkan Surat Perintah Penjualan Barang Sitaan; i. Menetapkan/ Menolak Penjualan Barang Jaminan; j. Menetapkan Nilai Limit Lelang dan Nilai Pelepasan di luar Lelang; k. Mengeluarkan Pernyataan Pengurusan Piutang Negara Lunas/ selesai; l. Mengeluarkan Surat Penetapan Piutang Untuk Sementara Belum Dapat Ditagih; m. Menyetujui/ Menolak Penarikan Kembali Piutang Negara; n. Mengeluarkan Surat Perintah Paksa Badan; o. Menetapkan kembali PSBDT menjadi piutang aktif. Pasal 4 Pelaksanaan keputusan yang merupakan kewenangan PUPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, selanjutnya diselenggarakan oleh DJPLN. BAB III ORGANISASI Pasal 5 PUPN terdiri dari PUPN Pusat dan PUPN Cabang. Bagian Pertama Panitia Urusan Piutang Negara Pusat

Pasal 6 (1) PUPN Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan tugas kepada PUPN Cabang. (2) Wilayah kerja PUPN meliputi wilayah kerja DJPLN. Pasal 7 (1) Susunan keanggotaan PUPN Pusat terdiri dari: a. Seorang Ketua merangkap Anggota; b. Seorang Wakil dari unsur Departemen Keuangan sebagai Anggota; c. Seorang Wakil dari unsur POLRI sebagai Anggota; d. Seorang Wakil dari unsur Bank Indonesia sebagai Anggota;dan e. Seorang Wakil dari unsur Kejaksaan Agung sebagai Anggota. (2) Ketua PUPN Pusat adalah Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara. (3) PUPN Pusat dibantu oleh seorang Sekretaris yang mempunyai tugas memberikan pelayanan dan dukungan secara teknis administratif dalam rangka pelaksanaan tugas PUPN Pusat. (4) Sekretaris DJPLN karena jabatannya adalah Sekretaris PUPN Pusat. (5) Dalam memberikan pelayanan dan dukungan secara teknis administratif, Sekretaris PUPN Pusat dibantu oleh staf Sekretariat PUPN. (6) Staf Sekretariat PUPN Pusat ditunjuk/ diangkat oleh Sekretaris dengan jumlah sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang. Pasal 8 PUPN Pusat berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan. Bagian Kedua Panitia Urusan Piutang Negara Cabang Pasal 9 (1) Wilayah Kerja PUPN Cabang adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Keuangan ini. (2) Khusus untuk PUPN Cabang Kalimantan Timur, berkedudukan di Balikpapan. Pasal 10 (1) Susunan keanggotaan PUPN Cabang, terdiri dari: a. Seorang Ketua merangkap Anggota; b. Seorang Wakil dari lebih dari Unsur Departemen Keuangan; c. Seorang Wakil POLRI sebagai wakil dari unsur instansi lainnya sebagai

Anggota; d. Seorang Wakil dari unsur Bank Indonesia setempat sebagai Anggota; e. Seorang Wakil dari unsur Kejaksaan Tinggi setempat sebagai Anggota; dan f. Seorang Wakil dari unsur Pemerintah Daerah setempat sebagai Anggota; (2) Keanggotaan dari Unsur Departemen Keuangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b di atas, tidak terdapat pada PUPN Cabang yang diketuai oleh Kepala KP2LN yang tidak membawahi KP2LN di Daerah Tingkat II. (3) Ketua PUPN Cabang adalah Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KP2LN yang berada di Ibukota Daerah Tingkat I dan tidak satu kota dengan Kantor Wilayah. (4) PUPN Cabang dibantu oleh seorang Sekretaris yang mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis administratif pengurusan piutang negara. (5) Kepala Bagian Umum pada Kantor Wilayah atau Kepala Sub Bagian Umum pada KP2LN karena jabatannya adalah Sekretaris PUPN Cabang, yang dalam memberikan pelayanan teknis administratif dibantu oleh suatu staf Sekretariat. (6) Ketua PUPN Cabang menunjuk/mengangkat staf Sekretariat sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang. Pasal 11 (1) PUPN Cabang mempunyai kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. (2) Tugas PUPN Cabang sehari-hari dilaksanakan oleh Anggota yaitu Kepala KP2LN yang berada di kota yang sama dengan Kantor Wilayah atau Kepala KP2LN yang berada di luar Ibukota Daerah Tingkat I sesuai wilayah kerjanya, kecuali dalam halhal tertentu tetap dilaksanakan/ diminta persetujuan oleh/ dari Ketua PUPN Cabang. (3) Hal-hal tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), yang tetap dilaksanakan oleh Ketua PUPN Cabang yang diketuai oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KP2LN yang berada di Daerah Tingkat I adalah Penerbitan Pernyataan Bersama dan Surat Paksa; (4) Hal-hal tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), yang harus dimintakan persetujuan Ketua PUPN Cabang yang diketuai oleh Kepala Kanwil adalah Penetapan Nilai Limit Lelang dan Nilai Pelepasan kecuali pelepasan sebesar hak tanggungan. (5) Untuk PUPN Cabang yang diketuai oleh Kepala KP2LN yang tidak membawahi KP2LN di Daerah Tingkat II seluruh pelaksanaan tugas PUPN Cabang dilaksanakan oleh Ketua PUPN Cabang. (6) Khusus untuk PUPN Cabang Papua, seluruh tugas PUPN di wilayah Biak dan Sorong dilaksanakan oleh Kepala KP2LN Biak dan Sorong. Pasal 12 (1) PUPN Cabang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Ketua PUPN Pusat. (2) Khusus untuk PUPN Cabang yang berada di kota yang berbeda dengan tempat

kedudukan Kantor Wilayah, pertanggungjawaban atas pekerjaannya dilakukan melalui Ketua PUPN Cabang yang dijabat oleh Kepala Kanwil. Pasal 13 (1) Ketua/ Anggota PUPN Pusat diangkat dan diberhentikan oleh Presiden Republik Indonesia. (2) Pengangkatan Anggota PUPN Pusat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Calon anggota yang diusulkan oleh pejabat yang berdinas aktif pada instansinya masing-masing, menduduki jabatan sekurang-kurangnya eselon II; b. Calon Anggota dari unsur Departemen Keuangan adalah Kepala Biro Hukum dan Humas Departemen Keuangan; c. Calon Anggota dari unsur POLRI adalah Dir Serse Polri; d. Calon Anggota dari unsur Bank Indonesia adalah Kepala Biro Kredit; e. Calon Anggota dari unsur Kejaksaan Agung adalah Direktur Pemulihan dan Perlindungan Hak Jamdatun. Pasal 14 (1) Ketua/ Anggota PUPN Cabang diangkat dan diberhentikan oleh Ketua PUPN Pusat atas nama Menteri Keuangan. (2) Pengangkatan Anggota PUPN Cabang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Calon anggota yang diusulkan adalah pejabat yang berdinas aktif pada instansinya masing-masing, menduduki jabatan sekurang-kurangnya eselon III; b. Calon anggota yang memiliki unsur Departemen Keuangan adalah Kepala KP2LN yang satu kota dengan Kantor Wilayah atau Kepala KP2LN yang tidak berada di Daerah Tingkat I; c. Calon anggota yang mewakili unsur POLRI adalah Kaditserse atau Kasatserse atau Pejabat lain dari unsur POLRI setempat; d. Calon anggota yang mewakili unsur Bank Indonesia adalah Pemimpin Cabang Bank Indonesia setempat/ Pejabat lain dari unsur Cabang Bank Indonesia setempat; e. Calon anggota yang mewakili unsur Kejaksaan Tinggi adalah Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara setempat atau Pejabat lain yang setingkat; f. Calon anggota yang mewakili unsur Pemerintah Daerah adalah Pejabat dari Inspektorat Wilayah setempat atau Pejabat dari Badan Pertanahan Nasional setempat;

BAB V SUMPAH JABATAN Pasal 15 (1) Sebelum menjalankan tugasnya Ketua/ Anggota PUPN Pusat/ Cabang terlebih dahulu mengangkat sumpah jabatan menurut Agama atau Kepercayaannya. (2) Pengambilan sumpah Ketua dan Anggota PUPN Pusat dilakukan oleh Menteri Keuangan. (3) Pengambilan sumpah Ketua dan Anggota PUPN Cabang dilakukan oleh Ketua PUPN Pusat atau pejabat lain yang ditunjuk. Pasal 16 (1) Sumpah Jabatan Ketua/ Anggota PUPN Pusat/Cabang sebagai berikut: Demi Allah, saya bersumpah: Bahwa saya, untuk diangkat pada jabatan ini langsung atau tidak langsung, dengan nama atau dalih apapun, tidak memberikan atau menjanjikan akan memberikan sesuatu kepada siapapun juga; bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian; Bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan; Bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan Negara dengan berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Berita Acara Pengambilan Sumpah, Naskah Pelantikan dan Surat Pelantikan dibuat rangkap 5 (lima) masing-masing untuk : a. Pejabat yang disumpah; b. Pejabat yang mengambil sumpah; c. KPKN; d. Sekretaris PUPN Pusat; dan e. Sekretaris PUPN Cabang. BAB VII PENUNJUKAN PEJABAT PENGGANTI KETUA PUPN Pasal 17 (1) Dalam hal Ketua PUPN berhalangan sementara/ tetap dapat ditunjuk pejabat penggantinya.

(2) Dalam hal Ketua PUPN Pusat berhalangan sementara, maka Ketua PUPN Pusat dapat menunjuk Pejabat penggantinya dari salah satu Anggota PUPN Pusat. (3) Dalam hal Ketua PUPN Pusat berhalangan tetap, maka sebagai Pejabat Penggantinya akan ditunjuk oleh Menteri Keuangan. (4) Dalam hal Ketua PUPN Cabang berhalangan sementara, maka Ketua PUPN Cabang yang bersangkutan dapat menunjuk Pejabat penggantinya dari salah satu Anggota PUPN Cabang yang bersangkutan. (5) Dalam hal Ketua PUPN Cabang berhalangan tetap, maka sebagai Pejabat Penggantinya akan ditunjuk oleh Ketua PUPN Pusat. Pasal 18 Pemberhentian Ketua/ Anggota PUPN Pusat dan Cabang terjadi karena: a. Meninggal dunia. b. Pensiun. c. Mutasi jabatan pada instansi asalnya. d. Permohonan instansi yang mengusulkan. e. Sebab-sebab lain yang mengakibatkan tidak dapat lagi menjalankan tugasnya. BAB VIII TATA KERJA Pasal 19 (1) Administrasi persuratan PUPN diselenggarakan oleh Sekretariat PUPN dengan berpedoman pada Pedoman Tata Persuratan Dinas di lingkungan DJPLN. (2) Administrasi persuratan PUPN sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) termasuk juga administrasi rapat, laporan, pemberhentian dan pengangkatan Ketua/ Anggota PUPN. Pasal 20 (1) Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dalam kurun waktu 1 (satu) tahun anggaran melaksanakan rapat PUPN. (2) Rapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan dalam waktu 4 (empat) bulan sekali untuk PUPN Pusat dan 2 (dua) bulan sekali untuk PUPN Cabang. (3) Apabila dianggap perlu dapat diadakan rapat diluar jadwal yang telah ditentukan. Pasal 21 (1) Rapat PUPN Pusat membahas: a. Rencana Kerja Tahunan; b. Kebijaksanaan Pengurusan Piutang negara;

c. Evaluasi Pengurusan Piutang Negara; dan atau d. Materi lainnya yang dianggap perlu. (2) Rapat PUPN Cabang membahas : a. Rencana Kerja Tahunan; b. Evaluasi Pengurusan Piutang Negara; c. Optimalisasi Pengurusan Piutang Negara; dan atau d. Penyelesaian Piutang Negara yang menurut pertimbangan Panitia perlu dirapatkan. Pasal 22 (1) Sekretaris PUPN Pusat/ Cabang mempersiapkan materi yang akan dibahas dalam rapat PUPN Pusat/ Cabang. (2) Materi rapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh Sekretaris PUPN Pusat/ Cabang kepada masing-masing anggota PUPN Pusat/ Cabang paling lambat 3 (tiga) hari sebelum rapat diselenggarakan, kecuali ada alasan lain yang mendesak. (3) Dalam hal dianggap perlu Ketua PUPN Pusat/ Cabang dapat mengundang nara sumber yang berkaitan dengan materi yang dibahas dalam rapat. Pasal 23 (1) Rapat PUPN Pusat/ Cabang dipimpin oleh Ketua PUPN Pusat/ Cabang dan dihadiri oleh anggota PUPN. (2) Anggota PUPN Pusat/ Cabang yang berhalangan wajib memberitahukan alasan ketidakhadirannya secara tertulis. (3) Kehadiran Anggota PUPN Cabang Wakil Unsur Departemen Keuangan dalam rapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di atas diatur lebih lanjut dengan Keputusan Ketua PUPN Pusat. Pasal 24 (1) Rapat PUPN minimal dihadiri oleh 3 anggota yang berasal dari 2 unsur anggota atau lebih. (2) Dalam hal rapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak memenuhi quorum, diadakan rapat kedua minimal dihadiri oleh 2 anggota yang berasal dari 2 unsur anggota yang berbeda. (3) Dalam hal rapat kedua PUPN tetap tidak memenuhi quorum, diadakan rapat ketiga PUPN tanpa ada persyaratan quorum. (4) Untuk rapat PUPN yang diluar jadwal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) minimal harus dihadiri oleh 4 anggota.

Pasal 25 (1) Hasil Keputusan rapat sah apabila disetujui minimal oleh 2 anggota dari unsur yang berbeda atau 3/4 anggota yang hadir. (2) Hasil Keputusan rapat diluar jadwal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) sah apabila disetujui minimal oleh 3 anggota atau 3/4 anggota yang hadir. Pasal 26 Pengambilan Keputusan pada tahap pertama ditempuh dengan musyawarah mufakat, apabila tidak terpenuhi maka ditempuh dengan penghitungan suara (voting). Pasal 27 (1) Apabila rapat tidak dapat diselenggarakan maka Ketua PUPN Pusat/ Cabang membuat Nota Dinas kepada para anggotanya yang berisi kajian akademik dan teknis yuridis tentang pengambilan keputusan permasalahan yang ada dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan berdasarkan pendapat terbanyak dari anggota. Pasal 28 (1) Untuk pengambilan keputusan-keputusan tertentu yang tidak dapat diputuskan oleh PUPN Cabang dapat diajukan ke PUPN Pusat untuk dimintakan pertimbangannya. (2) Untuk pengambilan keputusan-keputusan tertentu yang tidak dapat diputuskan oleh PUPN Pusat dapat diajukan ke Menteri Keuangan untuk dimintakan pertimbangannya. Pasal 29 (1) PUPN membuat Laporan pelaksanaan tugas yang memuat: a. Hasil rapat PUPN; b. Laporan Pengurusan Piutang Negara; dan c. Laporan Rencana Kerja Tahunan Pengurusan Piutang Negara. (2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam waktu: a. 10 hari setelah pelaksanaan rapat PUPN; b. Setiap bulan, untuk Laporan Pengurusan Piutang Negara; dan c. Pada awal Tahun Anggaran, untuk Laporan Rencana Kerja Tahunan Pengurusan Piutang Negara.

Pasal 30 (1) Sekretaris PUPN mempunyai tugas membantu Ketua PUPN dalam bidang teknis administrasi pengurusan piutang negara. (2) Setiap Anggota PUPN Pusat melakukan koordinasi dan memantau pelaksanaan tugas anggota PUPN Cabang yang berasal dari instansi vertikalnya masing-masing. (3) Setiap Anggota PUPN Cabang bertugas membantu Ketua PUPN Cabang menyelesaikan pengurusan piutang negara. (4) Staf Sekretariat PUPN mempunyai tugas: a. Melaksanakan administrasi persuratan PUPN; b. Menyiapkan penyelenggaraan rapat PUPN; c. Menyiapkan laporan pelaksanaan tugas PUPN; d. Menyiapkan usulan pengangkatan dan pemberhentian Ketua/ anggota PUPN; dan e. Menyiapkan dan menyelenggarakan upacara pengambilan sumpah Ketua/ anggota PUPN. BAB IX PEMBIAYAAN Pasal 31 (1) Biaya pelaksanaan tugas PUPN Pusat dan PUPN Cabang dibebankan pada Anggaran Belanja Rutin DJPLN. (2) Ketua, Sekretaris serta Anggota PUPN Pusat dan PUPN Cabang diberikan honorarium yang besarnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan. (3) Staf Sekretaris pada PUPN Pusat dan PUPN Cabang diberikan honorarium yang besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara. BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 32 (1) Selama belum ditetapkan petunjuk atau pedoman berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan ini, berlaku petunjuk dan pedoman yang ada sepanjang tidak bertentangan dengan Keputusan Menteri Keuangan ini. (2) PUPN Pusat dan Cabang yang ada masih tetap berlaku sampai ditetapkannya PUPN Pusat dan Cabang yang baru. (3) Untuk PUPN Cabang yang belum terbentuk, wilayah kerja PUPN tersebut ditangani oleh PUPN Cabang terdekat, berdasarkan penunjukkan oleh Ketua PUPN Pusat.

BAB XI PENUTUP Pasal 33 Pada saat Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 381/KMK.09/1998 tentang Panitia Urusan Piutang Negara dinyatakan tidak berlaku. Pasal 34 Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 26 Februari 2002 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd,- BOEDIONO