BAB II KELEMBAGAAN DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA (DJKN)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KELEMBAGAAN DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA (DJKN)"

Transkripsi

1 BAB II KELEMBAGAAN DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA (DJKN) A. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) A.1. Sejarah dan Perkembangan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) adalah suatu Direktorat Jenderal yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang kekayaan negara, piutang negara dan lelang sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pembentukan DJKN tidak lepas dari tugas dan peran PUPN dalam mengurus dan menyelesaikan piutang negara serta permasalahan piutang negara yang semakin kompleks baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Sejarah pembentukan lembaga ini diawali dengan dibentuknya Badan Urusan Piutang Negara (BUPN) melalui Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun Dalam Keputusan Presiden Tersebut untuk lebih meningkatkan pelaksanaan pengurusan, bentuk, susunan organisasi dan tata kerja Panitia Pengurusan Piutang Negara diperkokoh dan ditambah dengan pembentukan Badan Urusan Piutang Negara (BUPN) 6. Dalam perkembangannya piutang negara yang macet yang harus ditangani oleh BUPN semakin lama semakin meningkat serta permasalahan piutang negara juga semakin kompleks. Tanpa diimbangi dengan perkembangan organisasi dalam mengurus 6 S. Mantayborbir, SH., MH., Hukum Piutang dan Lelang Negara di Indonesia, Penerbit Pustaka Bangsa, Medan 2002, Hal

2 piutang negara, sangat dirasakan belum memadai sehingga untuk mengantisipasi hal tersebut dan untuk lebih meningkatkan pelayanan dalam pengurusan dan penyelesaian piutang negara serta untuk lebih mempermudah BUPN dalam menjalankan eksekusi lelang.karena pada umumnya terhadap Penanggung Hutang yang nakal, BUPN dalam menyelesaikan piutang negara macet dilakukan melalui pelelangan barang jaminan piutang negara dan atau harta kekayaan lainnya dari Penanggung Hutang ataupun Penjamin Hutang 7. Bila sebelumnya Kantor lelang Negara (KLN) berada dibawah Direktorat Jenderal pajak Departemen Keuangan maka dengan dirubahnya keputusan Presiden No. 11 Tahun 1976 yang mengatur Kedudukan, Tugas, Organisasi dan Tata Kerja BUPN ditinjau kembali dan diperbaharui dengan Keputusan Presiden No. 21 Tahun 1999, Kantor Lelang Negara (KLN) berada dibawah Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN). Berdasarkan Keputusan Presiden Tersebut lembaga BUPN lebih disempurnakan lagi menjadi Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) yang mempunyai IX Kantor Wilayah di seluruh Indonesia dengan kantor operasional Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang Negara (KP3N) dan Kantor Lelang Negara (KLN). Dalam perkembangan selanjutnya, BUPLN yang berdasarkan Keputusan Presiden No. 21 tahun 1991 mempunyai KP3N dan KLN sebagai kantor operasional kembali disempurnakan kelembagaannya. Hal ini dapat dilihat dari dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 177 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Departemen Keuangan jo. Keputusan Presiden No. 84 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di 7 S. Mantayborbir, SH., MH., dkk, Pengurusan Piutang Negara Pada PUPN/BUPLN (Suatu Kajian Teori dan Praktik), Penerbit Pustaka Bangsa, Medan

3 Lingkungan Departemen Keuangan jo. Keputusan Menteri Keuangan No. 2/KMK.01/2001 tanggal 23 Juli 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) dan Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN) sebagai kantor operasional dalam pelaksanaan pengurusan dan penyelesaian piutang negara. KP2LN merupakan gabungan dari Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang Negara (KP3N) dan Kantor lelang Negara (KLN) yang sebelumnya adalah terpisah yang dipimpin oleh kepala kantor yang berlainan. Penggabungan kedua kantor tersebut sudah tentu merupakan salah satu cara yang ditempuh oleh DJPLN untuk dapat lebih meningkatkan pengurusan piutang negara dan pelayanan lelang yang efektif, efisien, transparan dan bertanggung jawab disamping untuk lebih mempercepat proses administrasi penyelesaian piutang negara yang macet melalui lelang eksekusi barang jaminan piutang negara dan atau harta kekayaan lainnya dari Penanggung Hutang. Berdasarkan Peraturan Presiden No. 94 tahun 2006 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Kementrian Negara Republik Indonesia jo. Peraturan Menteri Keuangan No. 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan jo. tanggal 11 Juli 2008, kelembagaan DJPLN kembali disempurnakan menjadi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Yang mana dalam Pasal 1018 PMK tersebut disebutkan bahwa Direktorat Jenderal Kekayaan Negara mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang, sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan berdasarkan peraturan Perundangundangan yang berlaku. Dan KP2LN yang disempurnakan kelembagaannya menjadi 22

4 Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) adalah sebagai instansi vertikal DJKN yang berada dibawah pertanggung jawaban langsung kepada Kepala Kantor Wilayah. KPKNL merupakan kantor operasional dalam pelayanan kekayaan negara dan lelang. A.2. Visi dan Misi DJKN Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) mempunyai visi Menjadi Pengelola kekayaan Negara, Piutang Negara dan Lelang yang Bertanggung Jawab untuk Sebesar-besar Kemakmuran Rakyat. Sedangkan Misi DJKN adalah sebagai berikut : 1. Mewujudkan optimalisasi penerimaan, efisiensi pengeluaran dan efektifitas pengelolaan kekayaan negara; 2. Mengamankan kekayaan negara melalui pembangunan database serta penyajian jumlah dan nilai eksisting kekayaan negara; 3. Mewujudkan nilai kekayaan negara yang wajar dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam berbagai keperluan penilaian; 4. Melaksanakan pengurusan piutang negara yang efisien, efektif, transparan dan akuntabel; 5. Mewujudkan lelang sebagai instrumen jual beli yang mampu mengakomodasikan kepentingan masyarakat. 23

5 A.3. Tugas dan Fungsi DJKN Direktorat Jenderal Kekayaan Negara mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang, sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan berdasarkan peraturan Perundang-undangan yang berlaku 8. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) menyelenggarakan fungsi sebagai berikut : 1. penyiapan perumusan kebijakan Departemen Keuangan di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang; 2. pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara, piutang negara dan lelang; 3. penyusunan standarisasi, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang; 4. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang; 5. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal. B. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Didalam Peraturan Menteri Keuangan No. 100/PMK.01/2008 disebutkan bahwa Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Terdiri Dari : 1. Sekretariat Direktorat Jenderal; 8 S. Mantayborbir, SH., MH., Kompilasi Sistem Hukum Pengurusan Piutang dan Lelang Negara, Penerbit Pustaka Bangsa Press, Jakarta 2004, Hal

6 2. Direktorat Barang Milik Negara I; 3. Direktorat Barang Milik Negara II; 4. Direktorat Kekayaan Negara Lain-lain; 5. Direktorat Penilaian Kekayaan Negara; 6. Direktorat Piutang Negara; 7. Direktorat Lelang; 8. Direktorat Hukum dan Informasi. 1. Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas, serta pembinaan dan pemberi dukungan administratif kepada semua unsur di Direktorat Jenderal. 2. Direktorat Barang Milik Negara I mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, evaluasi, dan pelaksanaan kegiatan penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, akuntansi, pembinaan, pengawasan, pengendalian, pemantauan barang milik negara pada Kementerian Negara/ Lembaga dan Badan Layanan Umum lingkup I, sesuai penugasan yang diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal. 3. Direktorat Barang Milik Negara II mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, evaluasi barang milik negara dan kekayaan negara yang dipisahkan, pelaksanaan kegiatan penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pembinaan, pengawasan, pengendalian, pemantauan barang milik 25

7 negara pada Kementerian Negara/Lembaga dan Badan Layanan Umum lingkup II, sesuai penugasan yang diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal, serta pengawasan, penatausahaan, dan penyusunan daftar kekayaan negara yang dipisahkan. 4. Direktorat Kekayaan Negara Lain-lain mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, evaluasi serta pelaksanaan kegiatan di bidang pengelolaan kekayaan negara lain-lain, pembinaan dan pelaksanaan penyusunan daftar kekayaan negara lain-lain berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal. 5. Direktorat Penilaian Kekayaan Negara mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, analisis, supervisi, evaluasi dan rekomendasi, dan pelaksanaan tugas di bidang penilaian kekayaan negara, berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal. 6. Direktorat Piutang Negara mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, perencanaan, dan evaluasi atas pelaksanaan pengurusan piutang negara yang telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) serta inventarisasi piutang Kementerian Negara/Lembaga yang belum diserahkan kepada PUPN, berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal, termasuk pelaksanaan tugas PUPN. 7. Direktorat Lelang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis, evaluasi, serta pelaksanaan pembinaan perencanaan lelang, pemeriksaan, pengawasan, dan pembinaan kinerja di bidang lelang berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal. 26

8 8. Direktorat Hukum dan Informasi mempunyai tugas melakukan persiapan bahan dan rumusan peraturan perundangan berikut petunjuk pelaksanaan peraturan perundangan, pemberian bantuan hukum penanganan dan penyiapan, pembinaan dan pengembangan sistem informasi dan pengolahan data serta penyajian informasi di bidang pengelolaan kekayaan negara, penilaian, pengurusan piutang negara dan pelaksanaan lelang yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal. 27

9 28

10 C. Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) C.1. Sejarah dan Perkembangan Panitia Urusan piutang Negara (PUPN) yang dibentuk berdasarkan Undangundang No. 49 Prp. Tahun 1960 adalah kelanjutan dari panitia Penyelesaian Piutang Negara. Pemerintah mulai menangani piutang negara secara serius pada tahun 1958 saat negara dalam keadaan bahaya dengan diterbitkannya Maklumat Bersama antara Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) selaku Penguasa Perang Pusat dengan Jaksa Agung Nomor: MKL/Peperpu/01/1958 tanggal 04 Januari 1958 yang antara lain memberikan maklumat kepada semua Penanggung Hutang kepada negara agar segera menyelesaikan semua kewajibannya dan apabila tidak mau melaksanakan maklumat tersebut akan dilakukan penyitaan terhadap barang jaminan dan atau harta kekayaan Penanggung Hutang kepada negara tersebut 9. Dibentuknya P3N yang diberi kewenangan untuk menyelesaikan piutang negara tanpa melalui jalur pengadilan tersebut mempunyai hasil yang dapat dirasakan sangat membantu negara dalam mengamankan keuangan negara. Dengan beralihnya keadaan negara dari situasi keadaan bahaya ke dalam keadaan perang sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang No. 79 Tahun 1957, keputusan KSAD Nomor: Kpts/PM/ kemudian diganti dengan Keputusan Penguasa Perang Pusat Nomor: Kpts/Peperpu/0241/ S. Mantayborbir, SH., MH., dkk, loc.cit. 10 S. Mantayborbir, SH., MH., op.cit., Hal

11 Menjelang akhir tahun 1960 Penguasa Perang Pusat mengadakan rapat di Cipayung pada tanggal 25 dan 26 Oktober 1960 untuk melakukan evaluasi pelaksanaan tugas P3N. Yang diundang dalam rapat tersebut adalah para penguasa Perang Daerah, para wakil instansi-instansi pemerintah/badan-badan negara seperti Departemen Keuangan, Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian, Bank Indonesia, BNI, dan Dewan Pengawas Keuangan 11. Dalam rapat tersebut disampaikan tawaran kepada wakil-wakil departemen bahwa karena keadaan negara akan kembali pada tertib sipil, maka eksistensi P3N ditawarkan kepada para peserta apakah akan dilanjutkan atau dibubarkan. Dalam rapat tersebut para peserta mempunyai kesatuan pendapat bahwa P3n perlu diteruskan, perlu landasan hukum baru tugas dan kewenangan diperluas. Dalam rapat tersebut berhasil dibuat rancangan Perpu tentang PUPN untuk kemudian dilanjutkan kepada pemerintah. Pemerintah merasa urgensi penagihan piutang negara secara singkat dan efektif, khususnya terhadap para Penanggung Hutang yang nakal dan tindakannya terang-terangan merugikan negara, perlu terus dilanjutkan. Hal ini dengan pertimbangan bahwa P3N, dengan kewenangan khusus yang dimilikinya tanpa melalui prosedur yang diatur dalam Hir dan RBg, dirasa cukup berhasil melaksanakan tugasnya untuk melakukan penagihan terhadap para Penanggung Hutang yang nakal tersebut. Berdasarkan pertimbangan itu maka keberadaan sebuah panitia seperti P3N perlu tetap dipertahankan dan dilanjutkan dengan membentuk PUPN berdasarkab Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 49 Tahun 1960 tanggal Ibid. 30

12 Desember 1960 (yang karena Undang-undang No. 1 Tahun 1961 telah dijadikan Undang-undang No, 49 Prp./1960) 12. Dalam perkembangannya PUPN yang diatur dalam Undang-undang No. 49 Tahun 1960 dilengkapi dengan peraturan-peraturan lainnya untuk lebih memberikan kemudahan bagi PUPN dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Peraturan-peraturan tersebut antara lain yaitu Keputusan presiden Republik Indonesia No. 11 Tahun 1976 tentang Panitia Urusan Piutang Negara dan Badan Urusan Piutang Negara jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 61/KMK.08/2002 tentang Panitia Urusan piutang Negara. Berdasarkan ketentuan pasal 1 dan pasal 3 Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960, PUPN dibentuk oleh Presiden (ketika itu sebagai Menteri Pertama) dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan. PUPN adalah lembaga interdepartemental yang keanggotaannya berasal dari berbagai instansi (departemen) yang terkait dan berkompeten dalam upaya penyelamatan keuangan negara yang terdiri dari pejabat-pejabat di lingkungan sipil dan militer. Hal ini memang diperlukan guna mendukung kelancaran pelaksanaan tugas panitia ini 13. Penjelasan Pasal 2 Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 menyebutkan bahwa dimasukkannya unsur-unsur militer dalam PUPN dimaksudkan untuk 12 Abdoel Bahar, loc.cit. 13 S. Mantayborbir, SH., MH., Aneka Hukum Perjanjian Sekitar Pengurusan Piutang Negara, Penerbit Pustaka Bangsa Press, Jakarta 2004, Hal

13 pengamanan dan kelancaran pelaksanaan peraturan ini dan mengingat efek psikologisnya. Dari uraian penjelasan ini dapat kita cermati bahwa pemerintah memang sangat menaruh perhatian terhadap usaha penyelamatan keuangan negara dan karena itu dipandang perlu adanya suatu tekanan psikologis kepada Penanggung Hutang yang nakal sehingga bersungguh sungguh untuk menyelesaikan hutangnya. Dalam Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 61/KMK.08/2002 jo. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 89 tahun 2006 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, dalam Pasal 3 disebutkan PUPN terdiri dari PUPN Pusat dan PUPN cabang. PUPN pusat berkedudukan di Ibukota Negara dan PUPN cabang berkedudukan di Ibukota Provinsi, kecuali ditentukan lain oleh menteri keuangan. Dalam Pasal 4 disebutkan bahwa anggota PUPN baik di tingkat pusat maupun cabang berasal dari pejabat-pejabat Departemen Keuangan, pejabat-pejabat di lingkungan militer (TNI dan Polri) dari pejabat-pejabat pemerintah lainnya bila dianggap perlu 14. Pasal 4 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 89 Tahun 2006 tanggal 26 Oktober 2006 tentang Panitia Urusan Piutang Negara menyebutkan susunan keanggotaan sebagai berikut : 1. Susunan Keanggotaan PUPN Pusat : a. Wakil dari Departemen Keuangan sebagai anggota; b. Wakil dari Kepolisian Republik Indonesia sebagai anggota; c. Wakil dari Kejaksaan Agung sebagai anggota. 14 S. Mantayborbir, SH., MH., op.cit., Hal

14 Wakil dari Departemen Keuangan yang dimaksud di atas adalah Direktur Jenderal yang membidangi pengurusan Piutang Negara, Direktur di lingkungan Direktorat Jenderal yang membidangi pengurusan Piutang Negara, dan Kepala Biro Hukum. Sedangkan wakil dari Kepolisian Republik Indonesia yang dimaksud di atas adalah dijabat oleh Direktur II Ekonomi dan Khusus pada Badan Reserse dan Kriminal. Dan wakil dari Kejaksaan Agung yang dimaksud di atas adalah dijabat oleh Direktur Pemulihan dan Perlindungan Hak pada Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara. Ketua dan Sekretaris PUPN Pusat masing-masing dijabat oleh Direktur Jenderal dan Direktur. 2. Susunan Keanggotaan PUPN Cabang, terdiri dari : a. Wakil dari Departemen Keuangan sebagai anggota; b. Wakil dari Kepolisian Daerah sebagai anggota; c. Wakil dari Kejaksaan Tinggi sebagai anggota; d. Wakil dari Pemerintah Daerah sebagai anggota. Wakil dari Departemen Keuangan yang dimaksud di atas adalah Kepala Kantor Wilayah dan/atau Kepala Kantor Pelayanan yang menangani pengurusan Piutang Negara. Wakil dari Kepolisian Daerah, Kejaksaan Tinggi dan Pemerintah Daerah sebagaimana yang dimaksud di atas adalah masing masing 1 (satu) orang yang diajukan oleh Kepala Kepolisian Daerah, Kepala Kejaksaan Tinggi dan Gubernur atau pejabat yang berwenang kepada Menteri Keuangan. Ketua dan Sekretaris PUPN Cabang dijabat oleh wakil dari Departemen Keuangan. 33

15 Ditingkat pusat keanggotaan PUPN Pusat diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Menteri Keuangan 15. Dan ditingkat cabang pengangkatan dan pemberhentian keanggotaan PUPN Cabang ditetapkan oleh Ketua PUPN Pusat atas nama Menteri Keuangan 16. C.2. Tugas dan Wewenang PUPN Berdasarkan Pasal 4 Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960, disebutkan bahwa PUPN mempunyai tugas sebagai berikut 1. Mengurus piutang negara yang berdasarkan peraturan ini telah diserahkan pengurusannya kepadanya oleh Pemerintah atau Badan-badan yang dimaksud dalam Pasal 8 peraturan ini; 2. Piutang negara yang diserahkan sebagai tersebut dalam angka 1 di atas, adalah piutang yang adanya dan besarnya telah pasti menurut hukum, akan tetapi yang menanggung hutangnya tidak melunasinya sebagaimana mestinya; 3. Menyimpang dari ketentuan yang dimaksud dalam angka 1 di atas, mengurus piutang-piutang negara dengan tidak usah menunggu penyerahannya, apabila menurut pendapatnya ada cukup alasan yang kuat, bahwa piutang-piutang negara tersebut harus diurus. 4. Melakukan pengawasan terhadap piutang-piutang / kredit-kredit yang telah dikeluarkan oleh Negara/Badan-badan negara apakah kredit benar-benar dipergunakan sesuai dengan permohonan dan/atau syarat-syarat pemberian kredit dan menanyakan keterangan-keterangan yang berhubungan dengan ini kepada 15 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 61/KMK.08/2002, Pasal 13 ayat (1); 16 Op.cit., Pasal 14 ayat (1). 17 S. Mantayborbir, SH., MH., loc.cit. 17 : 34

16 bank-bank dengan menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 23 Tahun 1960 tentang Rahasia Bank. Selanjutnya dalam Pasal 5 disebutkan bahwa PUPN dengan keputusan Menteri Keuangan kepada Panitia Urusan Piutang Negara dapat ditugaskan untuk bertindak selaku likuidatur dari suatu Badan Negara yang telah dilikuidir. Sedangkan dalam Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1976 disebutkan bahwa PUPN mempunyai tugas sebagai berikut : a. Membahas pengurusan piutang negara, yakni hutang kepada negara yang harus dibayar kepada instansi-instansi pemerintah/badan-badan usaha negara yang modal atau kekayaannya sebagian atau seluruhnya milik negara, baik di pusat maupun di daerah; b. Melakukan pengawasan terhadap piutang-piutang, kredit-kredit yang telah dikeluarkan oleh instansi-instansi Pemerintah/ Badan-badan usaha negara baik di pusat maupun di daerah. Dalam melaksanakan tugasnya kepada Ketua Panitia Urusan Piutang Negara diberikan kewenangan untuk : a. Menerima / menolak / mengembalikan Pengurusan Piutang Negara; b. Membuat Pernyataan Bersama; c. Menetapkan jumlah piutang negara; d. Mengeluarkan Surat Paksa; e. Mengeluarkan Surat Perintah Penyitaan; 35

17 f. Meminta Sita Persamaan; g. Mengeluarkan Surat Perintah Pengangkatan Penyitaan; h. Mengeluarkan Surat Perintah Penjualan Barang Sitaan; i. Menetapkan / menolak penjualan barang jaminan; j. Menetapkan nilai limit lelang dan nilai pelepasan diluar lelang; k. Mengeluarkan pernyataan Pengurusan Piutang Negara Lunas/selesai; l. Mengeluarkan Surat Penetapan Piutang untuk sementara belum dapat ditagih; m. Menyetujui/menolak penarikan kembali piutang negara; n. Mengeluarkan Surat Perintah Badan Paksa; o. Menetapkan kembali piutang untuk sementara belum dapat ditagih menjadi piutang aktif. Pelaksanaan keputusan yang merupakan kewenangan PUPN sebagaimana dimaksud di atas, dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). D. Hubungan DJKN dengan PUPN Sampai sekarang masih banyak pihak yang belum mengetahui secara lengkap dan benar mengenai lembaga PUPN dan DJKN. Belum dipahaminya Undang-undang, peraturan, dan muatan hukum yang terkandung dalam lembaga tersebut serta keterkaitannya dengan sistem hukum yang sudah ada menimbulkan dampak adanya persepsi yang tidak tepat dengan maksud, tujuan, dan sasaran yang ditetapkan. Banyak pihak yang belum mengetahui secara benar bagaimana sebenarnya hubungan antara 36

18 PUPN dan DJKN itu sendiri baik ditinjau dari sudut kelembagaannya, ruang lingkup tugas maupun kewenangannya 18. PUPN Mempunyai wewenang mengurus piutang negara berdasarkan Undang- Undang Nomor 49 Prp. Tahun Pelaksanaan produk hukum (putusan) wewenang PUPN dilakukan oleh DJKN yang mempunyai kantor operasional yang dikoordinasi Kantor Wilayah. Selain daripada itu, hubungan antara PUPN dan DJKN dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Wilayah Kerja PUPN adalah meliputi wilayah kerja DJKN; 2. Kantor Tempat PUPN berada sama dengan kator DJKN; 3. Direktur Jenderal DJKN karena jabatannya adalah Ketua PUPN Pusat; 4. Sekretaris DJKN karena jabatannya adalah Sekretaris PUPN Pusat; 5. Anggaran PUPN dalam melaksanakan tugasnya melakukan pengurusan piutang negara berasal dari anggaran yang dibebankan kepada anggaran DJKN; 6. Pelaksanaan keputusan yang merupakan kewenangan PUPN diselenggarakan oleh DJKN; 7. DJKN mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang piutang negara dan lelang baik yang berasal dari penyelenggaraan tugas PUPN maupun berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 18 S. Mantayborbir, SH., MH., op.cit., Hal 34 37

19 8. Jurusita Piutang Negara yang melaukan penyampaian Surat Paksa, penyitaan terhadap barang jaminan, dan/atau harta kekayaan Penanggung Hutang, seluruhnya merupakan pegawai pada DJKN. E. Tinjauan Terhadap KPKNL Medan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah. KPKNL dipimpin oleh seorang Kepala Kantor yang mana Kepala Kantor KPKNL adalah jabatan struktural eselon III.a. Selengkapnya susunan organisasi pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) adalah sebagai berikut ini: 38

20 39

21 KPKNL mempunyai tugas melaksanakan pelayanan di bidang kekayaan negara, penilaian, piutang negara, dan lelang. Dalam melaksanakan tugasnya, KPKNL menyelenggarakan fungsi sebagai berikut : a. inventarisasi, pengadministrasian, pendayagunaan, pengamanan kekayaan negara; b. registrasi, verifikasi dan analisa pertimbangan permohonan pengalihan serta penghapusan kekayaan negara; c. registrasi penerimaan berkas, penetapan, penagihan, pengelolaan barang jaminan, eksekusi, pemeriksaan harta kekayaan milik penanggung hutang/penjamin hutang; d. penyiapan bahan pertimbangan atas permohonan keringanan jangka waktu, dan/atau jumlah hutang, usul pencegahan dan penyanderaan penanggung hutang dan/atau penjamin hutang, serta penyiapan data usul penghapusan piutang negara; e. pelaksanaan pelayanan penilaian; f. pelaksanaan pelayanan lelang; g. penyajian informasi di bidang kekayaan negara, penilaian, piutang negara dan lelang; h. pelaksanaan penetapan dan penagihan piutang negara serta pemeriksaan kemampuan penanggung hutang atau penjamin hutang dan eksekusi barang jaminan; i. pelaksanaan pemeriksaan barang jaminan milik penanggung hutang atau penjamin hutang serta harta kekayaan lain; j. pelaksanaan bimbingan kepada Pejabat Lelang; k. inventarisasi, pengamanan, dan pendayagunaan barang jaminan; 40

22 l. pelaksanaan pemberian pertimbangan dan bantuan hukum pengurusan piutang negara dan lelang; m. verifikasi dan pembukuan penerimaan pembayaran piutang negara dan hasil lelang; n. pelaksanaan administrasi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang. Pelaksanaan pengurusan dan penyelesaian piutang negara yang dilakukan oleh KPKNL Medan mengacu pada Undang-undang No. 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara jo. Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementrian Negara Republik Indonesia jo. Peraturan Menteri Keuangan No. 102/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal kekayaan Negara dan Surat Keputusan Menteri Keuangan lainnya sebagai petunjuk pelaksanaan serta Surat Keputusan dan Surat Edaran Direktorat Jenderal Kekayaan Negara sebagai petunjuk teknis. Piutang negara yang telah macet, pada tingkat pertama diselesaikan oleh penyerah piutang. Penyerah piutang harus lebih dahulu melakukan peringatan kepada Penanggung Hutang atau Penjamin Hutang agar segera menyelesaikan hutangnya. Dengan demikian sebelum piutang negara yang telah macet tersebut diserahkan penyelesaiannya kepada PUPN melalui KPKNL, terlebih dahulu Penyerah Piutang harus melakukan upaya penyelesaian intern kepada Penanggung Hutang. Apabila upaya tersebut tidak berhasil maka Penyerah Piutang wajib menyerahkan penyelesaian piutang negara macet tersebut kepada PUPN melalui KPKNL. KPKNL dalam 41

23 menerima suatu penyerahan piutang negara akan melakukan penelitian tahap pertama pada Sub Bagian Umum. Kemudian sub bagian umum melimpahkan kepada Seksi Piutang Negara untuk diproses lebih lanjut. Setelah diteliti kelengkapan data dan ternyata memenuhi persyaratan penyerahan piutang negara maka akan dibuat Surat Pernyataan Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N). Selanjutnya KPKNL melakukan panggilan kepada Penanggung Hutang/Penjamin Hutang untuk datang dan menghadap ke KPKNL guna diminta pertanggungjawabannya dalam penyelesaian hutangnya tersebut. Bila debitur tidak datang, maka dibuat panggilan terakhir. Bila debitur datang menghadap dan diwawancarai kemudian dibuat Pernyatan Bersama (PB) dan/atau kalau Penanggung Hutang datang menghadap dan diwawancarai namun tidak mau menandatangani PB, karena satu dan lain hal Penanggung Hutang Menghilang maka dibuat Penetapan Jumlah Piutang Negara (PJPN). Setelah itu dikeluarkan Surat Paksa (SP) dan disampaikan kepada Penanggung Hutang oleh Jurusita yang ada pada KPKNL, bila Penanggung Hutang tetap tidak menyelesaikan hutangnya maka SP akan ditindak lanjuti dengan Surat Perintah Penyitaan apabila jumlah hutang yang diserahkan oleh Penyerah Piutang mempunyai barang jaminan (agunan hutang). Selanjutnya penyitaan barang jaminan akan ditindaklanjuti dengan Surat Perintah Penjualan Barang Sitaan (SPPBS) dilanjutkan dengan pelelangan barang jaminan piutang negara tersebut yang sebelumnya harus terlebih dahulu diumumkan melalui selebaran dan/atau melalui surat kabar harian S. Mantayborbir, SH., dkk, MH., Hukum Piutang dan Lelang Negara di Indonesia, Penerbit Pustaka Bangsa Press, Medan

24 Pada dasarnya KPKNL akan tetap memproses penyelesaian piutang negara yang telah diserahkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan syarat piutang negara yang diserahkan tersebut adanya dan besarnya telah pasti menurut hukum. 43

BAB II PROFIL INSTANSI. piutang Negara sebagaimana Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1960 tentang Panitia

BAB II PROFIL INSTANSI. piutang Negara sebagaimana Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1960 tentang Panitia BAB II PROFIL INSTANSI A. Sejarah Ringkas Pada tahun 1971 struktur organisasi dan sumber daya manusia panitia urusan piutang Negara (PUPN) tidak mampu menangani penyerahan piutang Negara yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat Berdirinya Kantor Wilayah VIII Direktorat Jenderal

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat Berdirinya Kantor Wilayah VIII Direktorat Jenderal BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI 2.1 Sejarah Singkat Berdirinya Kantor Wilayah VIII Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Bandung Sejak setelah Proklamasi Kemerdekaan RI tahun 1945, pemerintah telah menggulirkan

Lebih terperinci

Jakarta V. Yang diteliti oleh peneliti tersebut adalah pembentukan dan. (PT. PPA) dan Tim Koordinasi Penyelesaian Penanganan Tugas-tugas TP-

Jakarta V. Yang diteliti oleh peneliti tersebut adalah pembentukan dan. (PT. PPA) dan Tim Koordinasi Penyelesaian Penanganan Tugas-tugas TP- 12 Jakarta V. Yang diteliti oleh peneliti tersebut adalah pembentukan dan optimalisasi lembaga-lembaga yang dibentuk oleh pemerintah pasca berakhirnya masa tugas Badan Penyehatan Perbankan Nasional dalam

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/KMK.08/2002 TENTANG PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/KMK.08/2002 TENTANG PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/KMK.08/2002 TENTANG PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa perubahan Struktur Organisasi Badan Urusan

Lebih terperinci

BAB II KANWIL DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA SUMATERA UTARA. program pengucuran atau pemberian pinjaman dana untuk kredit bagi para

BAB II KANWIL DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA SUMATERA UTARA. program pengucuran atau pemberian pinjaman dana untuk kredit bagi para BAB II KANWIL DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA SUMATERA UTARA A. Sejarah Ringkas Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI tahun 1945, pemerintah menggulirkan program pengucuran atau pemberian pinjaman dana

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 122 / PMK.06 / 2007 TENTANG KEANGGOTAAN DAN TATA KERJA PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 122 / PMK.06 / 2007 TENTANG KEANGGOTAAN DAN TATA KERJA PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 122 / PMK.06 / 2007 TENTANG KEANGGOTAAN DAN TATA KERJA PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB II KANWIL DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA SUMATERA UTARA. program pengucuran atau pemberian pinjaman dana untuk kredit bagi para

BAB II KANWIL DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA SUMATERA UTARA. program pengucuran atau pemberian pinjaman dana untuk kredit bagi para BAB II KANWIL DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA SUMATERA UTARA A. Sejarah Ringkas Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI tahun 1945, pemerintah menggulirkan program pengucuran atau pemberian pinjaman dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Tanggung jawab penyelesaian masalah ini tidak hanya bertumpu pada satu

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Tanggung jawab penyelesaian masalah ini tidak hanya bertumpu pada satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelesaian piutang negara macet merupakan salah satu aspek penting dari pengelolaan keuangan negara yang memerlukan perhatian khusus agar dapat terselenggara efektif,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1976 TENTANG PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA DAN BADAN URUSAN PIUTANG NEGARA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1976 TENTANG PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA DAN BADAN URUSAN PIUTANG NEGARA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1976 TENTANG PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA DAN BADAN URUSAN PIUTANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : Bahwa lebih meningkatkan pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB II PROFIL DJKN (Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara) Sumatera Utara

BAB II PROFIL DJKN (Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara) Sumatera Utara BAB II PROFIL DJKN (Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara) Sumatera Utara A. Sejarah Ringkas DJKN (Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara) Sumatera Utara Pada tahun 1971 struktur

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KPKNL BANDUNG. Keuangan Nomor : 135/PMK.01/2006 yang diubah terakhir dengan PMK Nomor:

BAB II GAMBARAN UMUM KPKNL BANDUNG. Keuangan Nomor : 135/PMK.01/2006 yang diubah terakhir dengan PMK Nomor: BAB II GAMBARAN UMUM KPKNL BANDUNG 2.1 Sejarah KPKNL Bandung KPKNL Bandung terbentuk sejak tahun 2006 sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 135/PMK.01/2006 yang diubah terakhir dengan PMK Nomor: 170/PMK.01/2012

Lebih terperinci

BAB II KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA SUMATERA UTARA. dibentuk Badan Urusan Piutang Negara (BUPN) dengan tugas mengurus

BAB II KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA SUMATERA UTARA. dibentuk Badan Urusan Piutang Negara (BUPN) dengan tugas mengurus BAB II KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA SUMATERA UTARA A. Sejarah Pada tahun 1971 struktur organisasi dan sumber daya manusia Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) tidak mampu menangani

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1095, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Instansi Vertikal. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB II KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA SUMATERA UTARA. A. Sejarah Ringkas Kawil Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Sumatera

BAB II KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA SUMATERA UTARA. A. Sejarah Ringkas Kawil Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Sumatera BAB II KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA SUMATERA UTARA A. Sejarah Ringkas Kawil Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Sumatera Utara. Pada tahun 1971 struktur organisasi dan sumber daya

Lebih terperinci

BAB III HASIL PEMBAHASAN KERJA PRAKTEK. Lelang (KPKNL) yang dimulai sejak tanggal 4 Juli sampai dengan 5 Agustus

BAB III HASIL PEMBAHASAN KERJA PRAKTEK. Lelang (KPKNL) yang dimulai sejak tanggal 4 Juli sampai dengan 5 Agustus BAB III HASIL PEMBAHASAN KERJA PRAKTEK 3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek Dalam pelaksanaan Kerja Praktek di Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) yang dimulai sejak tanggal 4 Juli sampai dengan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Tata kerja. Panitia urusan piutang negara.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Tata kerja. Panitia urusan piutang negara. No.337, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Tata kerja. Panitia urusan piutang negara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 155/PMK.06/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang No.993, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMKEU. Keanggotaan dan Tata Kerja Panitia. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102/PMK.06/2017 TENTANG KEANGGOTAAN DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

BAB IV. KESIMPULAN dan SARAN

BAB IV. KESIMPULAN dan SARAN BAB IV KESIMPULAN dan SARAN 1.1 Kesimpulan Istilah piutang negara ini timbul karena adanya perjanjian utang piutang diantara dua orang atau lebih subjek hukum. Subjek hukum itu adalah baik pribadi (perseorangan)

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.992, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Piutang Negara. Macet. Pengurusan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.40/Menhut-II/2013 TENTANG TATA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Menimbang : a. Mengingat : Peraturan...

Menimbang : a. Mengingat : Peraturan... 1 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.40/Menhut-II/2013 T E N T A N G TATA CARA PENGURUSAN PIUTANG NEGARA MACET LINGKUP KEMENTERIAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan negara/daerah tidak lagi termasuk dalam ranah Piutang

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan negara/daerah tidak lagi termasuk dalam ranah Piutang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerja Praktek Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 (PP No. 33 Tahun 2006) tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 (PP No. 14 Tahun 2005)

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 428, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. PNBP. Piutang Negara. Pengurusan. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.27/Menlhk/Setjen/Keu-1/2/2016

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1387, 2013 KEMENTERIAN KEUANGAN. Piutang. Pengembalian. BUMN. BUMD. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 168/PMK.06/2013 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

TATA CARA PELAKSANAAN KEGIATAN INVENTARISASI DAN VERIFIKASI, REKONSILIASI, SERAH TERIMA BKPN, DAN PENERBITAN PRODUK HUKUM PASCA PENGEMBALIAN

TATA CARA PELAKSANAAN KEGIATAN INVENTARISASI DAN VERIFIKASI, REKONSILIASI, SERAH TERIMA BKPN, DAN PENERBITAN PRODUK HUKUM PASCA PENGEMBALIAN 2013, No.1387 8 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 168/PMK.06/2013 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN PENGURUSAN PIUTANG YANG BERASAL DARI PENYERAHAN BADAN USAHA MILIK NEGARA/BADAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 49 TAHUN 1960 TENTANG PANITYA URUSAN PIUTANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 49 TAHUN 1960 TENTANG PANITYA URUSAN PIUTANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 49 TAHUN 1960 TENTANG PANITYA URUSAN PIUTANG NEGARA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa keputusan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Darat No. Kpts/Peperpu/0241/1958

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republi

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republi MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 03/PMK.06/2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA YANG BERASAL DARI BARANG RAMPASAN NEGARA DAN BARANG GRATIFIKASI DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan Pridensial, yaitu pelaksanaan sistem pemerintahan dipimpin oleh

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan Pridensial, yaitu pelaksanaan sistem pemerintahan dipimpin oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pelaksanakan pemerintahan di Indonesia menggunakan sistem pemerintahan Pridensial, yaitu pelaksanaan sistem pemerintahan dipimpin oleh Presiden. Presiden

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 46 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG DAERAH

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 46 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG DAERAH BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 46 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON, Menimbang

Lebih terperinci

2017, No Tahun 2013 Nomor 1617) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.05/2016 tentang Perubahan atas Peratu

2017, No Tahun 2013 Nomor 1617) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.05/2016 tentang Perubahan atas Peratu No.1185, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Penilaian Kembali BMN. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.06/2017 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENILAIAN KEMBALI

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembara

2017, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembara No. 149, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPORA. TPKN. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI PEMUDA DAN OLAHRAGA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG TATA KERJA TIM PENYELESAIAN KERUGIAN NEGARA

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 230/PMK.05/2009 TENTANG PENGHAPUSAN PIUTANG BADAN LAYANAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 83 TAHUN 2012

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 83 TAHUN 2012 - 1 - jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 83 TAHUN 2012 TENTANG PENGHAPUSAN PIUTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB IV PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. menggulirkan program pengucuran atau pemberian pinjaman dana untuk kredit

BAB IV PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. menggulirkan program pengucuran atau pemberian pinjaman dana untuk kredit 42 BAB IV PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1 Paparan Data dan Hasil Penelitian 4.1.1 Sejarah singkat KPKNL Malang Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI tahun 1945, pemerintah menggulirkan program

Lebih terperinci

KEPUTUSAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-X-230/C/10/2005 TENTANG PEMBENTUKAN TIM PENILAI DAN SEKRETARIAT TIM PENILAI JABATAN JAKSA

KEPUTUSAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-X-230/C/10/2005 TENTANG PEMBENTUKAN TIM PENILAI DAN SEKRETARIAT TIM PENILAI JABATAN JAKSA KEPUTUSAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-X-230/C/10/2005 TENTANG PEMBENTUKAN TIM PENILAI DAN SEKRETARIAT TIM PENILAI JABATAN JAKSA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

2014, No c. bahwa guna memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan Pencegahan dalam rangka pengurusan Piutang Negara dan tidak dilaksanakannya

2014, No c. bahwa guna memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan Pencegahan dalam rangka pengurusan Piutang Negara dan tidak dilaksanakannya No.323, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Piutang Negara. Pengurusan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 /PMK.06/2014 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2015 KEMENHUB. Pengawasan. Pengendalian. Barang Milik Negara. Tata Cara Tetap. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 1 TAHUN 2015 TENTANG TATA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1991 TENTANG BADAN URUSAN PIUTANG DAN LELANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1991 TENTANG BADAN URUSAN PIUTANG DAN LELANG NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 21 TAHUN 1991 TENTANG BADAN URUSAN PIUTANG DAN LELANG NEGARA PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan pengurusan piutang Negara dan peningkatan peranan lelang

Lebih terperinci

BAB III PENANGANAN ASET KREDIT NON ATK DAN KENDALANYA DALAM RANGKA PENGEMBALIAN KEUANGAN NEGARA

BAB III PENANGANAN ASET KREDIT NON ATK DAN KENDALANYA DALAM RANGKA PENGEMBALIAN KEUANGAN NEGARA BAB III PENANGANAN ASET KREDIT NON ATK DAN KENDALANYA DALAM RANGKA PENGEMBALIAN KEUANGAN NEGARA 3.1. Penanganan Aset Kredit Non ATK Pada Kementerian Keuangan Republik Indonesia cq. Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

WALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN WALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI DAERAH ATAU PIUTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama oleh instansi-instansi yang menurut Undang-Undang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. terutama oleh instansi-instansi yang menurut Undang-Undang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelesaian kredit macet perbankan yang terjadi pada bank-bank umum terutama pada bank umum milik pemerintah wajib di intensifkan dan harus dilaksanakan secara

Lebih terperinci

2014, No pengurang kewajiban Bank Dalam Likuidasi kepada Pemerintah Republik Indonesia setelah dapat dicairkan atau ditetapkan sebagai Barang Mi

2014, No pengurang kewajiban Bank Dalam Likuidasi kepada Pemerintah Republik Indonesia setelah dapat dicairkan atau ditetapkan sebagai Barang Mi BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.264, 2014 KEMENKEU. Aset. Bank. Likuidasi. Pengelolaan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43/PMK.06/2014 TENTANG PENGELOLAAN ASET EKS BANK DALAM LIKUIDASI

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2001 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2001 TENTANG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2001 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI, DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU) NOMOR 49 TAHUN 1960 (49/1960) TENTANG PANITYA URUSAN PIUTANG NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU) NOMOR 49 TAHUN 1960 (49/1960) TENTANG PANITYA URUSAN PIUTANG NEGARA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU) NOMOR 49 TAHUN 1960 (49/1960) TENTANG PANITYA URUSAN PIUTANG NEGARA Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa keputusan Penguasa Perang Pusat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 02/PRT/M/2009

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 02/PRT/M/2009 MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 02/PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENETAPAN STATUS PENGGUNAAN, PEMANFAATAN, PENGHAPUSAN DAN PEMINDAHTANGANAN BARANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Piutang Negara. Pengurusan. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Piutang Negara. Pengurusan. Perubahan. No.86, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Piutang Negara. Pengurusan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88/PMK.06/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 41 TAHUN : 2016 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGHAPUSAN PIUTANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI, DAN TATA KERJA KEMENTERIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYELESAIAN KERUGIAN NEGARA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI, DAN TATA KERJA KEMENTERIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 84 TAHUN 2001 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 84 TAHUN 2001 TENTANG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 84 TAHUN 2001 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI, DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 244/PMK.06/2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 244/PMK.06/2012 TENTANG SALINAN PERATURAN NOMOR 244/PMK.06/2012 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBUK INDONESIA SALIN AN

MENTERIKEUANGAN REPUBUK INDONESIA SALIN AN MENTERIKEUANGAN REPUBUK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PMK.06/2016 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 128/PMK.06/2007 TENTANG PENGURUSAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 301/KMK.01/2002 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA KREDIT PERUMAHAN BANK TABUNGAN NEGARA

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 301/KMK.01/2002 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA KREDIT PERUMAHAN BANK TABUNGAN NEGARA KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 301/KMK.01/2002 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA KREDIT PERUMAHAN BANK TABUNGAN NEGARA Menimbang : MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Piutang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 302/KMK.01/2002 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 302/KMK.01/2002 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 302/KMK.01/2002 TENTANG PEMBERIAN PERTIMBANGAN ATAS USUL PENGHAPUSAN PIUTANG NEGARA YANG BERASAL DARI INSTANSI PEMERINTAH ATAU LEMBAGA NEGARA MENTERI

Lebih terperinci

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 293/KMK.O9/1993 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 293/KMK.O9/1993 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA MENTERI KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 293/KMK.O9/1993 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam upaya untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65/KMK.01/2002 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65/KMK.01/2002 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65/KMK.01/2002 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK WAJIB PAJAK BESAR DAN KANTOR PELAYANAN PAJAK WAJIB PAJAK BESAR

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL KEKAYAAN NEGARANOMOR : PER-07/KN/2009 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN REKONSILIASI DATA BARANG

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASI (STANDARD OPERATING PROCEDURE) LAYANAN UNGGULAN BIDANG KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG KEMENTERIAN KEUANGAN

STANDAR PROSEDUR OPERASI (STANDARD OPERATING PROCEDURE) LAYANAN UNGGULAN BIDANG KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG KEMENTERIAN KEUANGAN STANDAR PROSEDUR OPERASI (STANDARD OPERATING PROCEDURE) LAYANAN UNGGULAN BIDANG KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG KEMENTERIAN KEUANGAN 1. Pelayanan Permohonan Keringanan Utang pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 244/PMK.06/2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 244/PMK.06/2012 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 244/PMK.06/2012 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 244/PMK.06/2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 244/PMK.06/2012 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 244/PMK.06/2012 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2016 BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL No.148,2016 Badan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Bantul. PEMERINTAH DAERAH. KEUANGAN.Pedoman.Penghapusan. Piutang Daerah. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Walaupun dasar Hukum pembentukan KPKNL Gorontalo sejak tahun 2002,

BAB IV PEMBAHASAN. Walaupun dasar Hukum pembentukan KPKNL Gorontalo sejak tahun 2002, BAB IV PEMBAHASAN 1.1 Gambaran Umum A. Sejarah singkat KPKNL Gorontalo KPKNL Gorontalo dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 445/KMK.01/2001 tanggal 23 Juli 2001 tentang Organisasi dan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN SEKRETARIS JENDERAL BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74/K/X-XIII.2/2/2009 TENTANG

KEPUTUSAN SEKRETARIS JENDERAL BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74/K/X-XIII.2/2/2009 TENTANG KEPUTUSAN SEKRETARIS JENDERAL BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74/K/X-XIII.2/2/2009 TENTANG MEKANISME KERJA TIM PENYELESAIAN GANTI KERUGIAN NEGARA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN SEKRETARIS JENDERAL

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL,DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL,DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL,DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

PENGHAPUSAN PIUTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TUGUREJO PROVINSI JAWA TENGAH

PENGHAPUSAN PIUTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TUGUREJO PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TUGUREJO PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TUGUREJO PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR : TENTANG PENGHAPUSAN PIUTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENJUALAN KENDARAAN PERORANGAN DINAS TANPA MELALUI LELANG. sinarmedia-news.com

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENJUALAN KENDARAAN PERORANGAN DINAS TANPA MELALUI LELANG. sinarmedia-news.com TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENJUALAN KENDARAAN PERORANGAN DINAS TANPA MELALUI LELANG sinarmedia-news.com I. PENDAHULUAN Pelaksanaan urusan pemerintahan, baik pada tingkat pusat maupun daerah tidak terlepas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DIREKTORAT JENDERAL MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN NONFORMAL DAN INFORMAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN DAN ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN DAN ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN DAN ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi akan berjalan lancar apabila disertai dengan administrasi yang baik

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi akan berjalan lancar apabila disertai dengan administrasi yang baik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia sejarah pengelola keuangan pemerintahan sudah ada sejak masa lampau. Sebagai bagian dari suatu pemerintahan, Kementerian Keuangan merupakan instansi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN DAN ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN DAN ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 47 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN DAN ORGANISASI KEMENTERIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 dan Pasal

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2015 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2001 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI, DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2016 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 188/PMK.06/2008 TENTANG PENYELESAIAN ASET BEKAS MILIK ASING/CINA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 188/PMK.06/2008 TENTANG PENYELESAIAN ASET BEKAS MILIK ASING/CINA MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 188/PMK.06/2008 TENTANG PENYELESAIAN ASET BEKAS MILIK ASING/CINA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa penguasaan aset milik

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PENGHAPUSAN PIUTANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Penyelesaian piutang Negara macet merupakan salah satu aspek penting dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Penyelesaian piutang Negara macet merupakan salah satu aspek penting dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyelesaian piutang Negara macet merupakan salah satu aspek penting dari pengelolaan keuangan Negara yang memerlukan perhatian khusus agar dapat terselanggara

Lebih terperinci

PERAN KEMENTERIAN KEUANGAN DALAM PEMULIHAN ASET TINDAK PIDANA KORUPSI

PERAN KEMENTERIAN KEUANGAN DALAM PEMULIHAN ASET TINDAK PIDANA KORUPSI PERAN KEMENTERIAN KEUANGAN DALAM PEMULIHAN ASET TINDAK PIDANA KORUPSI Rapat Koordinasi Tata Laksana Benda Sitaan dan Barang Rampasan dalam Rangka Pemulihan Aset Perkara Tindak Pidana Korupsi Sri Mulyani

Lebih terperinci

PENILAIAN KELAYAKAN USAHA ATAS KERJASAMA PEMANFAATAN ASET TETAP MILIK NEGARA

PENILAIAN KELAYAKAN USAHA ATAS KERJASAMA PEMANFAATAN ASET TETAP MILIK NEGARA PENILAIAN KELAYAKAN USAHA ATAS KERJASAMA PEMANFAATAN ASET TETAP MILIK NEGARA Nela Diny Azka, Marliyati Politeknik Negeri Semarang, Jl Prof Soedharto SH Tembalang Semarang miss_marliyati@yahoo.com Abstract

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik dalam pengelolaan keuangan negara. yang bersifat umum meliputi penetapan arah, kebijakan umum, strategi,

BAB I PENDAHULUAN. baik dalam pengelolaan keuangan negara. yang bersifat umum meliputi penetapan arah, kebijakan umum, strategi, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kementerian Keuangan merupakan instansi pemerintah yang mempunyai peranan vital di dalam negara Indonesia untuk membantu melakukan pembangunan perekonomian. Peranan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/MENHUT-II/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/MENHUT-II/2012 TENTANG 1 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/MENHUT-II/2012 TENTANG PENATAUSAHAAN PERSEDIAAN LINGKUP KEMENTERIAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG SEKRETARIAT MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG SEKRETARIAT MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG SEKRETARIAT MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka memberikan dukungan

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 174/PMK.06/2010 TENTANG PEJABAT LELANG KELAS I

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 174/PMK.06/2010 TENTANG PEJABAT LELANG KELAS I SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 174/PMK.06/2010 TENTANG PEJABAT LELANG KELAS I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.407, 2012 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Pelimpahan Wewenang. Program Kesetaraan Gender. Pemberdayaan Perempuan. Perlindungan Anak.

Lebih terperinci

Dr. W. Riawan Tjandra, S.H., M.Hum. Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Dr. W. Riawan Tjandra, S.H., M.Hum. Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta Dr. W. Riawan Tjandra, S.H., M.Hum. Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : : PERATURAN PRESIDEN TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI, DAN TATA KERJA KEMENTERIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAB I

MEMUTUSKAN : : PERATURAN PRESIDEN TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI, DAN TATA KERJA KEMENTERIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAB I PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI, DAN TATA KERJA KEMENTERIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.92, 2013 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Bantuan Peralatan Mesin. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/M-IND/PER/12/2012 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.909, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Barang Milik Negara. Pengelolaan. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 38 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Undang- Undang

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123/PMK.06/2013 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123/PMK.06/2013 TENTANG SALINAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123/PMK.06/2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA YANG BERASAL DARI ASET LAIN-LAIN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 55 2014 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 55 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang

Lebih terperinci