BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, kreatif, mandiri, serta mampu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hesty Marwani Siregar, 2015

BAB I PENDAHULUAN. didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya,

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha untuk menumbuhkembangkan potensi SDM melalui

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan

I. PENDAHULUAN. kesejahteraan hidup. Pentingnya pendidikan di Indonesia tercermin dalam

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia yang bertakwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

interaksi antara guru-siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar (Rustaman, 2005: 461).

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia. Selain itu pendidikan. pembentukan anak-anak sekolah yang merupakan generasi penerus.

BAB I PENDAHULUAN pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa : Pendidikan Nasional befungsi

BAB I PENDAHULUAN. (tingkah laku) individu dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan

I. PENDAHULUAN. bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, cerdas, kreatif, terampil, dan

UPAYA PENINGKATAN KREATIVITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI STRATEGI GROUP RESUME SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju,

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN NHT DAN TPS TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA

(PTK Pada Siswa Kelas VIII B SMP Muhammadiyah 10 Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. tujuan pendidikan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa serta

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dapat membawa perubahan kearah yang lebih maju. Untuk itu perlu

BAB I PENDAHULUAN. manusia -manusia pembangunan yang ber-pancasila serta untuk membentuk

I. PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap bangsa merupakan kebutuhan mutlak yang harus

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, bidang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan diri individu terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Fungsi pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas. Oleh karena itu, dunia pendidikan harus mampu meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan pokok manusia dan memegang peranan

I. PENDAHULUAN. melalui proses pembelajaran. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Republik

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman yang semakin pesat menuntut adanya sumber daya manusia. Salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas sumber daya

Nurmala SMP NEGERI 2 METRO Abstrak. Kata kunci: Hasil Belajar,Model pembelajaran Numbered Head Together (NHT)

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting bagi setiap manusia, karena dengan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 pengertian pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991: 250), efektivitas

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran di sekolah dasar era globalisasi. menjadi agen pembaharuan. Pembelajaran di Sekolah Dasar diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN. berkompetensi di era global. Upaya yang tepat untuk meningkatkan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada setiap

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan bimbingan, pengajaran, atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembang pula. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER DITINJAU DARI AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu kompetensi penting sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat membawa hasil atau berdaya guna. Efektif juga dapat diartikan dengan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep matematika. Akibatnya. prestasi matematika siswa secara umum belum menggembirakan.

EFEKTIVITAS PERMAINAN TRADISIONAL UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS VERBAL PADA MASA ANAK SEKOLAH SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah merupakan strategi dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran. Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar tingkat SD/MI

Kata-kata Kunci : Model Numbered Head Together (NHT), Media Manik-manik, Aktifitas, Hasil Belajar, Pembelajaran Matematika, Sekolah Dasar

BAB I PENDAHULUAN. bimbingan, pengajaran dan latihan bagi perannya dimasa mendatang. Pendidikan di Indonesia diselenggarakan guna memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. manusia agar dapat mengembangkan potensi dirinya, antara lain melalui proses

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan kehidupan manusia yang merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. dirinya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Pendidikan juga

I. PENDAHULUAN. kehidupan sehingga diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kemampuan Berpikir Kreatif Mahasiswa Semester 1 pada Mata Kuliah Matematika Dasar

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat,bangsa dan negara. Pendidikan diarahkan untuk dapat. menciptakan sumber yang berkualitas dengan segala aspeknya.

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam mengembangkan potensi dirinya, sehingga mampu. menghadapi segala perubahan dan permasalahan pada kemajuan jaman yang

I. PENDAHULUAN. Hal ini sesuai dengan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBER HEAD TOGETHER TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA SMP PADA MATERI GETARAN DAN GELOMBANG

ANALISIS TUJUAN MATA PELAJARAN Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam. Ranah Kompetensi K A P

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik

Tri Muah ABSTRAK. SMP Negeri 2 Tuntang Kabupaten Semarang

METODE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DISERTAI MEDIA PUZZLE UNTUK MENINGKATKAN PARTISIPASI SISWA TERHADAP MATERI BIOLOGI SMP KELAS VII.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan bangsa yang dicita-citakan, yaitu masyarakat yang berbudaya dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan pada umumnya ialah menyediakan lingkungan yang memungkinkan anak didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya secara optimal, sehingga ia dapat mewujudkan dirinya dan berfungsi sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan pribadinya dan kebutuhan masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendidikan nasional, GBHN 1993 menekankan bahwa: Pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh,cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani. Dewasa ini kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat telah memberikan dampak bagi kemajuan kehidupan dan kesejahteraan manusia. Sehingga untuk dapat mengelola dan memanfaatkannya diperlukan sumber daya manusia yang berkreativitas yang dibentuk melalui proses pendidikan. Hal serupa juga ditekankan Munandar (2009:17) yang mengungkapkan bahwa: Pengembangan kreativitas hendaknya dimulai pada usia dini, yaitu di lingkungan keluarga sebagai tempat pendidikan pertama dan dalam pendidikan pra-sekolah. Secara eksplisit dinyatakan pada setiap tahap perkembangan anak dan pada setiap jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan pra-sekolah sampai di perguruan tinggi, bahwa kreativitas perlu dipupuk, dikembangkan dan ditingkatkan, di samping mengembangkan kecerdasan dan ciri-ciri lain yang menunjang pembangunan. Pembahasan berpikir kreatif tidak pernah terlepas dengan kreativitas. Amabile (dalam Amarta, 2013:19) menyatakan bahwa: kreativitas terdiri dari tiga komponen yaitu keahlian (expertise), keterampilan berpikir kreatif (creative thinking skill), dan motivasi. Berpikir kreatif adalah suatu proses berpikir yang mampu memecahkan masalah dengan cara orisinil dan berguna. Namun, dalam bidang pendidikan 1

2 berpikir kreatif jarang dilatih dan dikembangkan. Kreativitas diasumsikan sebagai sifat yang diwarisi oleh orang yang berbakat luar biasa atau genius, sesuatu yang dimiliki atau tidak dimiliki, dan tidak banyak yang dapat dilakukan melalui pendidikan untuk mempengaruhinya. Hal serupa juga diungkapkan Amarta (2013:14) bahwa : Sebagian masyarakat telah mempersempit arti kreativitas, di mana kreativitas hanya diperuntukkan bagi para pekerja seni, seperti pematung, pelukis, desainer, arsitek, pembuat film, dan sebagainya. Pada kenyataannya sistem pendidikan di sekolah sejauh ini khususnya dalam praktik pembelajaran di kelas belum serius dikembangkan untuk memberikan peluang bagi sianak didik belajar cerdas dan mengembangkan kreativitasnya. Dan oleh karena kurangnya, kenyataan menunjukkan bahwa tingkat kreativitas anak Indonesia dibandingkan negara lain masih rendah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Jellen-Urban (dalam Munandar, 2009:66) menyatakan bahwa: Penelitian penjajakan menggunakan TCT-DP (Test for Creative Thinking-Drawing Production) dengan sampel anak dari delapan negara, termasuk anak Indonesia mencapai skor kreativitas paling rendah dibandingkan dengan negara-negara lain, diantaranya Filipina, India, dan Afrika Selatan. Demikian juga hasil penelitian peringkat Global Creativity Index (dalam Rumah Pena :2012) yang dipublikasikan oleh Martin Prosperity Institute menyatakan bahwa: Pengukuran Global Creativity Index (GCI) menggunakan tiga aspek yaitu Technology, Talent, dan Tolerance dan Indonesia menempati peringkat 81 dari 82 negara. Dunia pendidikan tidak akan terlepas dari pendidikan matematika di sekolah. Dimana matematika digunakan dalam sarana untuk memecahkan masalah dalam mata pelajaran lain. Sihombing dan Ika (dalam Tim Dosen MKTK 2013:31) menyatakan matematika dikenal sebagai pelayan bagi disiplin ilmu lainnya, karena banyaknya konsep matematika yang diterapkan untuk menjelaskan fenomena-fenomena dalam disiplin ilmu.

3 Pengembangan kreativitas dalam pembelajaran matematika saat ini masih diabaikan. Umumnya orang beranggapan bahwa kreativitas dan matematika tidak ada kaitannya sama sekali. Padahal jika kita melihat seorang matematikawan yang menghasilkan formula baru dalam bidang matematika maka tidak dapat diabaikan potensi kreativitasnya. Kreatif bukanlah sebuah ciri yang hanya ditemukan pada seorang seniman atau ilmuwan, tetapi juga merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. Seperti yang diungkapkan oleh Desyandri (2008): Belajar matematika juga membutuhkan bahasa untuk mengerti soal-soal atau mengerti logika juga imajinasi dan kreativitas. Berdasarkan data hasil observasi yang dilaksanakan peneliti ke sekolah SMP Swasta Fatima 2 Sibolga, kemampuan berpikir kreatif siswa masih kurang dalam pembelajaran, karena masih terdapat beberapa masalah sebagai berikut: 1. Siswa belum berani mengkomunikasikan apa yang ada dipikiran mereka, sehingga tidak menunjukkan kelancaran siswa dalam mengemukakan jawaban (kelancaran merupakan salah satu penilaian terhadap kemampuan berpikir kreatif). 2. Saat guru memberi kesempatan bertanya, jarang sekali ada siswa yang mengajukan pertanyaan. Ketika guru mengajukan pertanyaan, hanya nampak beberapa siswa yang antusias menjawab pertanyaan. 3. Sebagian siswa mengalami kendala dalam menyelesaikan soal matematika sehingga berpikir kreatif siswa belum berkembang. Peneliti masih melihat bahwa pembelajaran yang digunakan guru masih bersifat konvensional. Dalam pembelajaran yang berlangsung guru bertindak sebagai pemberi informasi sedangkan siswa sebagai penerima. Akibatnya siswa kurang memahami informasi dan tidak mampu menggunakan informasi yang ada pada saat diberikan pertanyaan (soal-soal).

4 Ansari (2009:3) menyatakan bahwa Tugas dan peran guru bukan lagi sebagai pemberi informasi (transfer of knowledge), tetapi sebagai pendorong siswa belajar (stimulation of learning) agar dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuan melalui berbagai aktivitas seperti pemecahan masalah, penalaran, dan berkomunikasi (doing math), sebagai wahana pelatihan berpikir kritis dan kreatif. Pembelajaran konvensional tidak mampu menolongnya dari masalah karena siswa hanya dapat memecahkan masalah apabila informasi yang dimiliki dapat secara langsung dimanfaatkan untuk menjawab soal. Dalam menjawab suatu persoalan siswa sering setuju pada satu jawaban yang paling benar dan menyelesaikan soal dengan mengikuti langkah yang ada di buku paket atau cara yang telah ada tanpa mampu memikirkan kemungkinan jawaban atau bermacam-macam gagasan dalam memecahkan masalah tersebut, yang berakibatkan kegiatan pembelajaran kurang menarik, tidak menantang, dan sulit untuk mencapai target yakni menggali kreativitas siswa. Pada kesempatan itu juga peneliti mewawancarai seorang guru matematika kelas VII-1 SMP Swasta Fatima 2 Sibolga yakni ibu Riris Sihombing menyatakan bahwa: Siswa hanya mampu menyelesaikan soal-soal matematika jika soal tersebut mirip atau serupa dengan contoh soal yang diberikan, jika soal tersebut bervariasi atau lain dari contoh soal yang diberikan maka siswa akan kesulitan untuk mengerjakan soal tersebut. Hal yang sama juga diungkapkan Ansari (2009:3) bahwa Jika siswa diberi soal yang beda dengan soal latihan, mereka kebingungan karena tidak tahu harus mulai dari mana mereka bekerja. Selain itu peneliti juga mengadakan studi pendahuluan kepada siswa kelas VII-1 Swasta Fatima 2 Sibolga. Pemberian tes diagnostik kemampuan berpikir kreatif pada 28 orang siswa, diperoleh rata-rata kemampuan berpikir kreatif siswa sebesar 2,00 (rendah). siswa. Berikut ini adalah hasil pengerjaan tes kemampuan berpikir kreatif

5 No. Hasil Pekerjaan siswa Keterangan 2. Tidak mampu berpikir luwes 3. Memberikan satu cara penyelesaian Dari hasil pekerjaan siswa dapat dilihat bahwa kemampuan siswa dalam berpikir kreatif masih rendah. Siswa mengeluh dan menyatakan soal tersebut sulit dengan alasan tidak mampu memikirkan cara yang lain dalam menyelesaikan soal. Dari 28 orang siswa beberapa siswa dapat menjawab tes tersebut lebih dari satu cara penyelesaian seperti yang dituntut dalam soal hanya saja mereka tidak mampu berpikir luwes dalam mengerjakan soal dan kebanyakan siswa hanya memberikan satu cara penyelesaian soal. Memperhatikan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa penting untuk dikembangkan, maka perlu dilakukan upaya-upaya yang dapat mengembangkan berpikir kreatif. Berpikir kreatif banyak bergantung dari kesempatan yang diberikan guru pada anak untuk berkreasi dan toleransi terhadap perbedaan-perbedaan individual siswa, model pembelajaran yang akan membantu berkembangnya berpikir kreatif yaitu learning team. Hal ini juga diusulkan Borenson (dalam Munandar, 2009:151) bahwa Guru sebagai fasilitator matematika mengelompokkan siswa sehingga mereka dapat berbagi

6 ide; menerima semua jawaban siswa, dan menumbuhkan iklim bagi semuanya untuk didengarkan. Juga diperkuat dengan hasil penelitian melalui metode meta-analisis yang dilakukan oleh Johnson dan Johnson (dalam Kunandar,2011:368) menunjukkan adanya berbagai keunggulan pembelajaran kooperatif salah satunya adalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang melibatkan aktivitas siswa yang dominan, sedangkan peranan guru lebih sebagai fasilitator. Salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif yaitu Numbered Heads Together (NHT), yang dikembangkan oleh Spencer Kagen. Isjoni (2009:113) mengemukakan bahwa model NHT ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagi ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Sehingga tiap-tiap siswa memiliki tanggung jawab untuk mendengarkan dan berpartisipasi atau berbagi ide-ide dalam kelompok. Hal ini dikarenakan adanya pemanggilan nomor secara acak. Guru hanya menunjuk seorang siswa dengan menyebutkan salah satu nomor yang mewakili kelompoknya untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Hal itu dilakukan terus hingga semua siswa dengan nomor yang sama dari masing-masing kelompok mendapat giliran memaparkan ide-ide atas pertanyaan guru. Dari hasil pemaparan ide-ide setiap siswa diharapkan menghasilkan ide-ide yang berbeda ataupun baru. Hal ini merupakan upaya sangat baik karena dapat menghasilkan kelancaran siswa dalam menyampaikan ide-ide mereka sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Sehubungan dengan itu penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Pada Materi Bilangan Bulat di Kelas VII SMP Swasta Fatima 2 Sibolga T. A. 2014/2015.

7 1.2 Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah yang sudah diuraikan, dapat diidentifikasi beberapa masalah antara lain : 1. Proses pembelajaran di sekolah kurang mendukung siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif 2. Kemampuan berpikir kreatif siswa masih rendah 3. Siswa mengalami kesulitan menyelesaikan soal-soal baru atau soal-soal yang berbeda dengan contoh yang disajikan oleh guru 4. Pembelajaran yang digunakan guru masih bersifat konvensional sehingga tidak dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa 1.3 Pembatasan Masalah Dalam upaya mengkaji permasalahan, terdapat masalah yang terdefinisi. Tidak semua masalah tersebut akan diteliti, oleh sebab itu diperlukan pembatasan masalah. Yang menjadi pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Pada Materi Bilangan Bulat di Kelas VII SMP Swasta Fatima 2 Sibolga T. A. 2014/2015. 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang dikemukakan maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi Bilangan Bulat di kelas VII SMP Swasta Fatima 2 Sibolga T. A. 2014/2015?

8 1.5 Tujuan Penelitian Sejalan dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe numbered heads together pada materi bilangan bulat di kelas VII SMP Swasta Fatima 2 Sibolga T. A. 2014/2015. 1.6 Manfaat Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1. Peneliti Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang pembelajaran kooperatif sebagai wahana untuk mengembangkan dan menerapkan pengetahuan yang diperoleh selama perkuliahan. Dapat memberikan pengalaman yang berharga dan motivasi bagi peneliti untuk memilih strategi pembelajaran yang kelak diterapkan di sekolah. 2. Guru Sebagai bahan pemilihan dan pertimbangan dalam memilih model pembelajaran yang sesuai untuk diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar. Selain itu penelitian ini merupakan salah satu masukan pengalaman bagi guru untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif. 3. Siswa Meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa terutama dalam menyelesaikan permasalahan matematika serta melatih siswa untuk saling bekerja sama dengan siswa lain. 4. Pihak Sekolah Sebagai masukan dan sumbangan pemikiran dalam rangka perbaikan kualitas pembelajaran termasuk dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.

9 1.7 Definisi Operasional 1. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah suatu model pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa di mana, prosedur yang digunakan dalam model pembelajaran ini memberikan waktu berpikir kepada siswa untuk merespon dan saling membantu dalam memecahkan masalah. Dalam model ini guru hanya melengkapi penyajian singkat atau siswa membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda tanya. Langkah yang dilakukan: Guru membagi siswa menjadi beberapa tim beranggota tiga sampai lima orang dan memberi nomor, Guru mengajukan sebuah pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan materi, dan setelah itu guru memberikan waktu untuk setiap kelompok memecahkan masalah, kemudian memanggil sebuah nomor dan siswa dari masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil belajar. 2. Berpikir kreatif adalah kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah dengan menemukan sebanyak-banyaknya jawaban atau metode penyelesaian yang mencerminkan adanya keluwesan (fleksibel), kelancaran, dan kemampuan untuk mengembangkan atau memperkaya suatu gagasan.