SUPLEMENTASI BESI MAMPU MEMPERBAIKI KADAR HORMON TSH ANAK SEKOLAH DI DAERAH ENDEMIK GAKI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan masyarakat baik di Indonesia maupun di dunia. Masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah gizi masyarakat merupakan salah satu. masalah yang sering dialami oleh negara berkembang,

ANEMIA PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI DAERAH ENDEMIK GAKI. Anemia among Primary School Children in IDD Endemic Areas

PENGARUH SUPLEMENTASI GANDA IODIUM DAN ZAT BESI (Fe) TERHADAP KADAR TSH, ft4, T3 DAN FERRITIN ANAK SEKOLAH DASAR

UJI BEDA NILAI TSH SEBELUM DAN SESUDAH INTERVENSI GARAM PPM PADA ANAK DI DAERAH ENDEMIK GAKI

Hubungan Kadar Iodium dalam... (Mulyantoro DK, Mohammad Hakimi, Endro Basuki)

KORELASI ANTARA ASUPAN SUMBER IODIUM DENGAN STATUS IODIUM PADA WANITA USIA SUBUR

PERUBAHAN KADAR IODIUM URIN, TSH, DAN T4 BEBAS PADA WUS SETELAH PEMBERIAN GARAM DOSIS ppm KIO 3

PENDAHULUAN Latar belakang

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA

HUBUNGAN JENIS ALAT KONTRASEPSI HORMONAL DENGAN TINGKAT KELAINAN TIROID PADA PASANGAN USIA SUBUR (PUS) DI KLINIK LITBANG GAKI MAGELANG TAHUN

IV. METODA PENELITIAN

PEMBERIAN TABLET FE DAN ASUPAN ZAT GIZI TERHADAP STATUS ANEMIA PADA MURID SDN 20 RUMBIA KABUPATEN MAROS

Penel Gizi Makan 2012, 35(2): Kombinasi indikator status iodium pada anak usia sekolah M. Samsudin; dkk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Program Keluarga Berencana adalah perawatan. kesehatan utama yang sesuai untuk kaum ibu dalam masa

BAB 1 PENDAHULUAN. masih didominasi oleh kekurangan zat gizi yang disebabkan banyak faktor, di

BAB I PENDAHULUAN. ancaman global untuk kesehatan dan perkembangan di seluruh dunia, karena

BAB I PENDAHULUAN. individu di seluruh dunia diperkirakan mengalami kekurangan yodium, dengan 285

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia.

HUBUNGAN ANTARA ANEMIA GIZI BESI TERHADAP PRESTASI BELAJAR ANAK SEKOLAH DI DAERAH ENDEMIK GAKI

PENGARUH IODIUM TERHADAP PERUBAHAN FUNGSI TIROID DAN STATUS IODIUM. Effect of Iodine Intervention in Thyroid Function and Iodine Status

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuannya. Pertumbuhan dan

PENDAHULAUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang memiliki dampak yang sangat besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat Indonesia dan perlu mendapatkan perhatian

DAFTAR GAMBAR. Gambar 1. Kerangka konsep penelitian pemeriksaan kadar iodium pada garam. 18

BAB I PENDAHULUAN. dari tiga masalah gizi utama di Indonesia. GAKY merupakan masalah. kelenjar gondok, kekurangan yodium dapat mempengaruhi kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan akibat kekurangan Iodium (GAKI) di Indonesia masih

INDEK MASSA TUBUH (IMT) PADA WANITA USIA SUBUR HIPERTIROID DI DAERAH MAGELANG

Gangguan Akibat kekurangan Yodium (GAKY)

STATUS GIZI IBU MENYUSUI DAN KADAR IODIUM DALAM AIR SUSU IBU DI DAERAH DENGAN NILAI EKSKRESI IODIUM URIN TINGGI

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia saat ini masih menghadapi beberapa masalah

The Effect of The Standard Iodized Salt to Iodine Status of Primary School Children who Eat Foods High Iodine Source in Non Endemic Area

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) di Indonesia merupakan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia adalah upaya peningkatan status gizi. Gangguan Akibat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berpotensi menurunkan tingkat kecerdasan atau biasa disebut Intelligence Quotient

HUBUNGAN KADAR IODIUM GARAM KONSUMSI DAN TINGKAT KONSUMSI IODIUM DENGAN KADAR EKSKRESI IODIUM URIN (EIU) WANITA USIA SUBUR

BAB III METODE PENELITIAN

PERKEMBANGANN SITUASI GAKI DAN GARAM BERIODIUM DI KABUPATEN TRENGGALEK SAMPAI DENGAN TAHUN 2014

PERKIRAAN BESAR MASALAH KRETIN DAN HAMBATAN MENTAL DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari dataran tinggi atau pegunungan. Gangguan Akibat. jangka waktu cukup lama (Hetzel, 2005).

Pembimbing II : dr. Rita Tjokropranoto, M.Sc.

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Masalah gizi di Indonesia dan di Negara berkembang pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. GAKY merupakan masalah kesehatan yang telah mendunia. Organisasi. Kesehatan Sedunia (2007), menyatakan GAKY merupakan masalah

3. plasebo, durasi 6 bln KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

-LATAR BELAKANG- Akan menurunkan kemampuan fisik dan prestasi akademik. Upaya pemerintah: suplementasi zat besi

BAB I PENDAHULUAN. terutama di negara berkembang. Data Riset Kesehatan Dasar (R iskesdas)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

BAB I PENDAHULUAN. namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis

HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK MURID USIA 9-12 TAHUN DI SEKOLAH DASAR ADVENT 2 DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG

EFIKASI MINYAK BERIODIUM DOSIS RENDAH DITAMBAH BETA KAROTEN UNTUK MENANGGULANGI GAKI PADA IBU HAMIL DI DAERAH ENDEMIK

HUBUNGAN INTELIGENSI DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA ANAK DI DAERAH ENDEMIS GAKY LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

PENGARUH SUPLEMENTASI ZAT BESI DAN ASAM FOLAT TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI DENGAN ANEMIA DI POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA TESIS

Penentuan Status Gizi

HUBUNGAN STATUS GIZI, ZAT GOITROGENIK ASUPAN DAN GARAM BERIODIUM DENGAN KADAR EKSKRESI IODIUM URIN PADA ANAK SEKOLAH DASAR TESIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. prevalensi balita pendek kurus dan mengatasi kebutuhan gizi remaja perempuan,

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN PENYAKIT GONDOK DENGAN PRESTASI BELAJAR DAN TINGGI BADAN ANAK MADRASAH IBTIDAIYAH NEGERI (MIN) KORONG GADANG KECAMATAN KURANJI KOTA PADANG

Pengaruh Penggunaan Garam Beryodium Terhadap Status Gizi Balita Pendek Di Kecamatan Amuntai Tengah Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2010

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

Penelitian Gizi dan Makanan, Juni 2013 Vol. 36 (1): 12-19

HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR KEJADIAN STUNTING DAN KADAR ZINC RAMBUT PADA ANAK SEKOLAH DASAR

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi.

PENGARUH MULTIPLE MICRONUTRIENT POWDER TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN PADA ANAK DENGAN ANEMIA USIA 6-59 BULAN TESIS

HUBUNGAN KARAKTERISTIK SUBJEK, ASUPAN ZAT GIZI, DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEKUATAN OTOT ANAK USIA SEKOLAH DI KABUPATEN PURWAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. lemak, dan protein. World health organization (WHO) memperkirakan prevalensi

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)

HUBUNGAN HIPERTIROID DENGAN AKTIVITAS KERJA PADA WANITA USIA SUBUR

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

PERBEDAAN PEMBERIAN KABOHIDRAT DAN PROTEIN TELUR TERHADAP KENAIKAN BERAT BADAN PADA ANAK BALITA GIZI BURUK

BAB I PENDAHULUAN. merupakan masalah gizi yang paling tinggi kejadiannya di dunia sekitar 500 juta

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI KOTA SUNGAI PENUH KABUPATEN KERINCI PROPINSI JAMBI

PGM 2011, 34(2): Reliabilitas metode pengumpulan data konsumsi S. Prihatini; dkk

ABSTRAK HUBUNGAN RERATA ASUPAN KALSIUM PER HARI DENGAN KADAR KALSIUM DARAH PADA PEREMPUAN DENGAN SINDROMA PREMENSTRUASI

UNIVERSITAS UDAYANA HUBUNGAN STATUS ANEMIA DAN INDEKS MASSA TUBUH MENURUT UMUR (IMT/U) DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWI SMK KESEHATAN GANA HUSADA

BAB I PENDAHULUAN. orangtua kepada anaknya sejak masih dalam kandungan. Talasemia terjadi akibat

Adequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan

HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN DAN KONSUMSI SUSU DENGAN TINGGI BADAN ANAK USIA 6-12 TAHUN DI SDN BALIGE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

OLEH : DARIUS HARTANTO

EFEKTIVITAS JUS JAMBU BIJI TERHADAP PERUBAHAN KADAR HB PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BACEM KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015

Nur Ihsan *1, Yusi Dwi Nurcahyani 1 1. Balai Litbang GAKI Magelang Kavling Jayan, Borobudur, Magelang *

BAB 1 : PENDAHULUAN. kurang vitamin A, Gangguan Akibat kurang Iodium (GAKI) dan kurang besi

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

PERBEDAAN KEBIASAAN MAKAN PAGI ANTARA ANAK ANEMIA DAN NON ANEMIA DI SD NEGERI BANYUANYAR III BANJARSARI KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

PENGARUH PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN (TELUR REBUS DAN BUBUR KACANG HIJAU) TERHADAP STATUS GIZI ANAK USIA SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

Suplementasi Besi Mampu Memperbaiki... (Nurcahyani YD, Mulyantoro DK, Ashar H) SUPLEMENTASI BESI MAMPU MEMPERBAIKI KADAR HORMON TSH ANAK SEKOLAH DI DAERAH ENDEMIK GAKI Iron Supplementation Can Improve Schoolchildren s TSH Hormone in Iodine Deficient Area Yusi Dwi N 1*, Donny KM 1, Hadi Ashar 1 1 Balai Litbang GAKI Magelang Kavling Jayan, Borobudur, Magelang *e-mail: youseedn@yahoo.com Naskah masuk: 30 Mei 2014, naskah direvisi: 28 Juni 2014, naskah disetujui terbit: 29 Juni 2014 ABSTRACT Multiple nutritional and environmental influences contribute to the prevalence and severity of IDDs in iodine deficient areas, including iron. In many developing countries, children are at high risk of both goiter and iron deficiency anemia. Iron deficiency adversely affects thyroid metabolism and may reduce the efficacy of iodized salt. The aim of this study was to investigate whether iron supplementation can improve thyrothrophin hormone in school children in iodine deficient areas. A trial of iron supplementation was carried out in an area of endemic goiter in Kertek Wonosobo (n = 35), another group given placebo (n = 35). At baseline, anthropometri, TSH, ferritin, urinary iodine excretion and level of iodized salt were measured. After 13 weeks supplementation, the same data collecting was conducted. Supplement s compliance during the study reached 100%. Two subject were excluded from from the analysis because they have extreme bio chemical data than the overall average. Statistical test showed no differences in age and gender proportion between groups. There were no significant difference in nutritional status, level of EIU, and level of iodine in salt between groups after the intervention, but there was a significant increase in ferritin level in the iron group (31.0 vs 44.8 µg/l, p<0.05). There were a significant difference in protein and iron intake, but no significant different in energy intake.these two group did not differ in TSH level change. After taking into account the modification variable effect of adequate protein > 70% RDA, the effect of iron supplementation was proved to be effective in changing TSH level (p <0.05). Our result indicate that increase in iron status can improve TSH hormone after considering adequate protein intake (RDA). Keywords : IDD, iron supplementation, thyroid function. ABSTRAK Di daerah yang kekurangan iodium, pengaruh gizi dan lingkungan berkontribusi pada prevalensi dan tingkat keparahan GAKI, termasuk defisiensi mikronutrien lain diantaranya zat besi. Di negara berkembang, banyak anak-anak menderita GAKI dan defisiensi besi secara bersamaan. Defisiensi besi dapat mengganggu metabolisme tiroid dan mengurangi efektivitas garam beriodum. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh suplementasi besi dosis 60 mg/minggu terhadap hormon tiroid pada anak sekolah di daerah endemik GAKI. Suplementasi besi diberikan pada anak sekolah dasar umur 9-12 tahun di daerah dengan kasus kretin, di Kertek Wonosobo (n = 35) dan kelompok lainnya mendapatkan plasebo (n = 35). Awal penelitian dilakukan pengukuran antropometri, kadar TSH, ferritin, UIE dan kadar garam. Setelah 13 minggu suplementasi dilakukan pengukuran yang sama. Tingkat kepatuhan subyek mengonsumsi bahan intervensi 100%, tetapi 2 orang dikeluarkan dari analisis karena data biokimia yang ekstrim dibandingkan rerata keseluruhan. Umur dan jenis kelamin subyek tidak berbeda secara statistik. Setelah suplementasi, status gizi, kadar UIE dan kadar iodium dalam garam tidak berbeda nyata, tetapi ada peningkatan kadar 139

MGMI Vol. 5, No. 2, Juni 2014: 139-152 ferritin yang signifikan pada kelompok Fe (31.0 menjadi 44.8 µg/l, p <0.05). Ada perbedaan asupan protein dan zat besi yang signifikan (p <0.05) antara kelompok Fe dan plasebo, tetapi tidak pada asupan energi. Tidak ada perbedaan perubahan kadar TSH yang signifikan antara kelompok Fe dan plasebo. Setelah memperhitungkan efek modifikasi (kecukupan protein >70% AKG), terbukti suplementasi besi berpengaruh terhadap perubahan TSH (p <0.05). Peningkatan status besi dapat memperbaiki hormon TSH setelah memperhitungkan tingkat kecukupan protein (AKG). Kata kunci: GAKI, suplementasi besi, fungsi tiroid. PENDAHULUAN Anak usia sekolah dengan defisiensi iodium dan tinggal di daerah endemik GAKI akan mengalami kesulitan belajar, prestasi belajar di sekolah rendah sehingga mempertinggi persentase anak tinggal kelas dan putus sekolah. 1 Di Indonesia, terdapat 290.000 penderita kretin, tiap tahun lahir 9000 kretin dan sebanyak 53.8 juta penduduk hidup di daerah GAKI. Diperkirakan sebanyak 130.800.000 IQ point hilang. 2 Situasi terkini menunjukkan terdapat 57.1% kabupaten di Indonesia dikategorikan daerah GAKI dan secara nasional prevalensi total goiter rate (TGR) sebesar 11.1% meningkat dari hasil survei GAKI tahun 1998 dengan prevalensi 9.8%. 3 Ditambah beberapa kasus kretin baru pada usia anak balita dan usia sekolah yang muncul di Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Temanggung, dan Kabupaten Purworejo. 4 Hal ini mungkin terjadi karena adanya faktor lain yang menyulitkan untuk lebih menurunkan prevalensi GAKI. Faktor interaksi dengan mikronutrien lain pada metabolisme iodium diperkirakan merupakan penyebab keadaan ini, diantaranya selenium 5,6, vitamin A 7,8 dan zat besi 8,9. Pengaruh gizi, lingkungan termasuk defisiensi mikronutrien lain diantaranya zat besi, berkontribusi pada prevalensi dan tingkat keparahan GAKI di daerah endemik GAKI. 10 Defisiensi zat besi akan mengganggu produksi triiodotironin (T 3 ) dan fungsi tiroid, 11 karena aktifitas enzim TPO berkurang, sehingga terjadi penurunan kadar plasma tiroksin (T 4 ) dan triiodotironin (T 3 ) 12. Defisiensi besi juga dapat mengubah kontrol saraf pusat pada sistem metabolisme tiroid, sehingga mengurangi konversi perifer T 4 menjadi T 3 13, memodifikasi ikatan T 3 pada inti sel, dan meningkatkan sirkulasi tirotropin (TSH). 14 Defisiensi zat besi dan iodium secara bersamaan banyak terjadi di negara berkembang, sehingga banyak anakanak beresiko tinggi menderita GAKI dan anemia secara bersamaan. Diperkirakan sekitar 40%-45% anak sekolah di negara berkembang menderita anemia, dan sekitar 50% kasus disebabkan oleh kekurangan zat besi. 9 Prevalensi tinggi kekurangan zat besi pada anak di daerah gondok endemik dapat mengurangi efektivitas program penanggulangan GAKI. 10,15 Penelitian di Pantai Gading menunjukkan bahwa anak menderita gondok dan anemia tidak merespon pemberian iodium dibanding anak menderita gondok saja. Respon terhadap iodium membaik (kadar TSH menurun dan T4 meningkat) setelah diberikan suplementasi besi pada anak menderita gondok dan anemia. 10 Penelitian lain membuktikan bahwa pemberian suplementasi zat besi pada anak sekolah yang menderita gondok dan defisiensi zat besi meningkatkan efikasi garam beriodium, yaitu volume tiroid mengecil. 15 Upaya penanggulangan GAKI di 140

Suplementasi Besi Mampu Memperbaiki... (Nurcahyani YD, Mulyantoro DK, Ashar H) Indonesia saat ini hanya mengandalkan fortifikasi garam dengan iodium 30-80 ppm karena program suplementasi minyak beriodium dihentikan dengan berbagai pertimbangan. Tetapi efektivitas program dapat berkurang karena adanya prevalensi tinggi defisiensi zat besi. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh suplementasi besi dosis 60 mg/minggu selama 13 minggu terhadap perbaikan hormon TSH anak sekolah di daerah dengan kasus kretin, sehingga efektivitas fortifikasi garam meningkat. METODE Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung dengan judul Pengaruh Suplementasi Iodium dan Zat Besi (Fe) terhadap Fungsi Tiroid dan Status Fe. Penelitian payung meneliti efek suplementasi zat besi + kapsul iodium, sedangkan dalam penelitian ini hanya memperhatikan pengaruh suplementasi besi dengan mempertimbangkan konsumsi garam rumah tangga. Subyek yang diteliti dalam penelitian ini adalah kelompok suplementasi zat besi (Fe) dibandingkan kelompok plasebo. Survei GAKI 2003 menunjukkan bahwa Kabupaten Wonosobo dan Temanggung merupakan daerah endemik ringan dengan TGR masing-masing 6.7% dan 9%. Tetapi survei GAKI tahun 2004 di 15 kabupaten endemik di Jawa Tengah menunjukkan bahwa Temanggung merupakan endemik berat (TGR 44.82%) dan Wonosobo termasuk daerah endemik sedang (TGR 24.93%). 16 Di samping itu munculnya kasus kretin baru di Wonosobo dan Temanggung merupakan puncak gunung es dari spektrum GAKI, sehingga ada kemungkinan proporsi dari populasi yang menderita spektrum GAKI di Wonosobo dan Temanggung lebih besar. 11 Studi pendahuluan dilakukan di daerah dengan kasus kretin di Kabupaten Wonosobo dan Temanggung 4, dengan memeriksa anemia dan UIE anak sekolah dasar di Tembarak, Candiroto (Temanggung) dan Kepil, Kertek (Wonosobo). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan, diperoleh proporsi anemia dan GAKI paling banyak ditemukan di Kecamatan Kertek, Wonosobo. Proporsi anemia pada anak sekolah dasar (< 120 g/l) sebesar 44% dan proporsi TSH tinggi (cut of point 2,5 miu/l) sebesar 70%. Subyek penelitian adalah anak SD/MI kelas 4 dan 5 berumur 9-12 tahun terpilih yang tinggal di desa terpilih yaitu Desa Banjarsari dan Tlogodalem, Kertek Wonosobo dan memenuhi kriteria inklusi eksklusi. Estimasi besar sampel menggunakan rumus beda dua mean 17 dengan tingkat kepercayaan 95%, kekuatan uji 90%, diperoleh 30 subyek. Estimasi sampel minimal yang dibutuhkan per kelompok adalah 30 anak. Dengan asumsi 20% lepas dari pengamatan (lost of follow up), maka besar sampel yang dibutuhkan adalah 36 anak untuk masing-masing kelompok. Subyek diberi penjelasan tentang penelitian ini, termasuk manfaat dan prosedur, dan saat penelitian ini dimulai orang tua subyek diminta untuk menandatangani inform consent. Subyek yang memenuhi syarat dialokasi random, baik subyek maupun peneliti tidak tahu jenis intervensi yang diberikan. Protokol penelitian ini telah mendapatkan ethical clearence penelitian dari Komisi Etik Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. Intervensi yang diberikan adalah suplementasi zat besi berupa kapsul ferro 60 mg, sedangkan plasebo berupa 141

MGMI Vol. 5, No. 2, Juni 2014: 139-152 kapsul yang berisi avicel (gula/selulosa mikro kristal). Kedua kapsul mempunyai bentuk, warna dan rasa yang serupa dan diberikan seminggu sekali selama 12 minggu berturut-turut. Kapsul plasebo diproduksi oleh PT Kimia Farma Tbk. Kapsul suplementasi dibungkus dalam plastik tertutup diberi label nama dan kode intervensi, didistribusikan oleh guru UKS. Guru UKS bertugas mengawasi kepatuhan subyek dan keluhan subyektif yang dirasakan subyek, kemudian dilaporkan kepada tim peneliti untuk dilakukan tindak lanjut. Sebelum pengumpulan data dilakukan, subyek diberi kapsul antihelminth (mebendazol 500 mg) yang diminum di tempat. Pemberian Mebendazol bertujuan untuk membasmi kecacingan pada subyek, karena infeksi cacing mempengaruhi keseimbangan zat besi pada tubuh dan menyebabkan anemia. 18 Apabila infeksi cacing tidak ditanggulangi maka akan mempengaruhi efektifitas pemberian suplementasi besi pada penelitian ini. Pada kondisi tertentu, konsumsi mebendazole menimbulkan efek samping berupa nyeri perut, sakit kepala, diare, gatal-gatal dan ruam kulit. 19 Data karakteristik subyek, riwayat kesehatan, dan konsumsi makanan dikumpulkan dengan cara wawancara saat awal dan akhir penelitian. Berat badan diukur dengan timbangan merk Seca dengan ketelitian 0.1 kg. Tinggi badan diukur tanpa menggunakan sepatu dengan microtoise. Status gizi dihitung dengan baku WHO anthropometri 2007. 20 Pola konsumsi diperoleh dengan metode recall 24 jam kemudian diolah dengan menggunakan software FP2 yang disesuaikan dengan DKBM Indonesia. Awal penelitian, subyek diambil darahnya ± 3.5 cc, diputar dengan kecepatan tinggi untuk diambil serumnya, dimasukkan ke dalam tube untuk pemeriksaan TSH dan ferritin. Analisis TSH dan ferritin menggunakan metode ELISA. Sebagai tambahan, sampel urin dikumpulkan dan dianalisis dengan metode ammonium persulphate digestion microplate (APDM), kadar garam dianalisis dengan metode titrasi. Sebelum diolah, dilakukan pengecekan sebaran data dengan distribusi normal. Uji chi-square digunakan untuk menguji kesamaan distribusi variabel non parametrik antar kelompok perlakuan. Uji paired-sample t-test atau Wilcoxon digunakan untuk membandingkan signifikansi variabel parametrik sebelum dan sesudah suplementasi. Uji independent t-test atau Mann Whitney digunakan untuk membandingkan perbedaan variabel parametrik sebelum perlakuan antar kelompok. Uji regresi linear digunakan untuk mengoreksi (adjusted) peubah perancu (confounder). HASIL Karakteristik Subyek Penelitian Sebelum dan Sesudah Intervensi Kepatuhan subyek mengonsumsi suplemen selama penelitian mencapai 100%, 2 orang dikeluarkan dari analisis karena data biokimia yang ekstrim dibanding rerata keseluruhan. Jumlah subyek yang dianalisis sebanyak 70 (97.1%), terdiri dari 35 kelompok Fe dan 35 kelompok plasebo. Jumlah ini masih memenuhi persyaratan minimum sampel yang diperlukan, 31 orang (Tabel 1). 142

Suplementasi Besi Mampu Memperbaiki... (Nurcahyani YD, Mulyantoro DK, Ashar H) Tabel 1. Karakteristik Subyek Sebelum dan Sesudah Penelitian Kategori Kelompok Awal a Akhir Jenis Kelamin (Laki-laki) Umur Tinggi badan Berat badan TB/U BB/TB UIE Kadar garam Proporsi Kadar garam (< 30 ppm) Ferritin Fe 37,1 b 37,1 Placebo 45,7 45,7 Fe 10,37±1,00 c 10,37±2,01 Placebo 10,20±0,83 10,28±1,99 Fe 129,53±8,10 131,22±8,34* Placebo 131,01±6,85 132,46±7,03* Fe 27,14±5,41 28,26±5,66* Placebo 26,39±4,50 27,29±5,04* Fe -2,06±0,98-2,03±0,99 Placebo -1,77±0,76-1,78±0,76 Fe -0,63±0,85 e -0,59±0,84 f Placebo -1,04±0,82-1,03±0,79 Fe 179 (43 419) d 191 (27 642) Placebo 193 (42 477) 207 (56 524) Fe 26,0(0-167) 20,4(7-120) Placebo 26,7(0-189) 24,1(3-160)* Fe 51,4 b 74,3 Placebo 54,3 62,9 Fe 31,0 ± 16,2 44,8 ±28,3* Placebo 34,5 ±20,4 43,5 ± 27,7 a tidak ada perbedaan signifikan antar kelompok pada awal penelitian b persentase c mean ± sd d median (min-maks) e ada perbedaan signifikan antar kelompok pada awal penelitian, p<0,05 *perbedaan signifikan dari sebelum intervensi, p<0,05 f ada perbedaan signifikan antar kelompok pada akhir penelitian, p<0,05 Rerata umur subyek adalah 10 tahun, jenis kelamin subyek penelitian sebagian besar perempuan (58.6%), uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan proporsi jenis kelamin antar kelompok (p>0.05). Berat badan dan tinggi badan subyek masing-masing kelompok mengalami peningkatan, dan secara statistik signifikan dibanding dengan sebelum penelitian (p<0.05). Berat badan dan tinggi badan subyek masing-masing kelompok mengalami peningkatan, dan secara 143

MGMI Vol. 5, No. 2, Juni 2014: 139-152 statistik signifikan dibanding dengan sebelum penelitian (p<0.05). Baik sebelum dan sesudah suplementasi, status gizi TB/U antar kelompok tidak berbeda nyata (p>0.05), sedangkan status gizi BB/TB antar kelompok berbeda nyata (p<0.05) (Tabel 1). Tabel 2. Rerata Asupan Zat Gizi Subyek menurut Kelompok Perlakuan Kelompok Intervensi (35) Kelompok Kontrol (35) p Energi (kkal) - Asupan 1366,5±396,1 1267,6±360,8 0,279 - % AKG 66,9±18,7 61,8±16,8 0,233 Protein (gram) - Asupan 42,2±15,9 34,1±12,4 0,020* - % AKG 72,4±28,3 58,9±22,4 0,030* Besi (mg) - Asupan 11,3±5,5* 8,3±3,3* 0,008* - % AKG 70,5±41,9 53,2±28,4 0,051 *Nilai signifikansi probabilitas (p < 0.05) dari uji t tidak berpasangan Kecukupan iodium berdasarkan median UIE kedua kelompok termasuk adekuat, karena median UIE di atas 100 µg/l menunjukkan daerah tersebut bukan merupakan daerah endemik GAKI. 21 Tidak ada perbedaan yang signifikan antar kelompok (p>0.05). Terjadi peningkatan median UIE setelah suplementasi, tetapi secara statistik tidak signifikan. Kualitas garam yang dikonsumsi subyek di bawah SNI (<30 ppm), meningkat dari 51.4% menjadi 74.3% pada kelompok Fe dan 54.3% menjadi 62.9% pada kelompok Plasebo. Tetapi ada garam yang mengandung iodium jauh lebih tinggi dari yang disyaratkan. Hal ini kemungkinan yang menyebabkan subyek ekses iodium. Setelah suplementasi terjadi penurunan kadar garam yang digunakan subyek, dan bermakna pada kelompok plasebo (p<0.05). Indikasi kadar ferritin meningkat setelah suplementasi dan peningkatan tersebut bermakna pada kelompok Fe (p<0.05), walaupun antar kelompok tidak ada perbedaan bermakna. Asupan Energi, Protein dan Zat Besi Subyek Penelitian Asupan energi, protein dan zat besi dinilai dari pencatatan konsumsi pangan sebelum (baseline) dan setelah suplementasi (endline). Pola makan subyek penelitian di awal dan akhir penelitian dijumlah kemudian ditentukan reratanya untuk dilihat asupan zat gizi yang dikonsumsi. Dari rerata asupan zat gizi ditentukan kecukupan zat gizi berdasarkan AKG. 144

Suplementasi Besi Mampu Memperbaiki... (Nurcahyani YD, Mulyantoro DK, Ashar H) Tabel 3. Efek Modifikasi antara Suplementasi Besi dan Tingkat Defisit Protein AKG (<70%) pada Perubahan Selisih TSH Variabel dependen : selisih TSH Variabel B SE β t p Konstanta 0,215 0,177 1,215 0,229 Kelompok Fe (Fe=1, placebo=0) -0,255 0,244-0,132-1,047 0,299 Tk defisit protein AKG(<70%=0, 70%=1) -0,129 0,249-0,065-0,519 0,606 Konstanta 0,401 0,183 2,187 0,032 Kelompok Fe (Fe=1, placebo=0) -2,022 0,704-1,045-2,873 0,005 Tk defisit protein AKG(<70%=0, 70%=1) -0,852 0,361-0,431-2,358 0,021 Kelompok x Protein 70% AKG 1,279 0,481 1,121 2,661 0,010 Rerata asupan energi pada kedua kelompok perlakuan adalah 1366 kkal (Fe), 1267 kkal (plasebo), keduanya termasuk kategori defisit energi berat. Tingkat kecukupan energi antar kedua kelompok perlakuan tidak berbeda nyata (p>0.05). Rerata asupan protein pada kedua kelompok perlakuan adalah Kelompok Fe (42.2 gr) lebih tinggi dibanding plasebo (34.1 gr). Uji statistik menunjukkan perbedaan yang nyata antara dua kelompok (p<0.05). Jika dibandingkan dengan angka kecukupan protein pada kedua kelompok secara umum masih rendah, yaitu kelompok plasebo termasuk kategori defisit protein berat (58.9% AKG) dan kelompok Fe termasuk kategori defisit protein sedang (72.4% AKG). Tingkat kecukupan protein antar kedua kelompok perlakuan berbeda nyata (p<0.05). Dengan menggunakan tingkat kecukupan protein cut off 70% (AKG), hasil uji statistik menunjukkan bahwa % AKG protein mempengaruhi peningkatan TSH (p<0.05). Hasil uji regresi membuktikan ada interaksi antara tingkat defisit protein AKG dari asupan makanan dan pemberian suplementasi besi, dan merupakan efek modifikasi dari perubahan selisih TSH (Tabel 3). Rerata asupan zat besi pada kedua kelompok perlakuan adalah kelompok Fe (11.3 mg) lebih tinggi dibanding plasebo (8.3 mg). Uji statistik menunjukkan perbedaan yang nyata antara dua kelompok (p<0.05). Jika dibandingkan dengan angka kecukupan besi pada kedua kelompok secara umum masih rendah, yaitu kelompok plasebo termasuk kategori defisit zat besi berat (53.2% AKG) dan kelompok Fe termasuk kategori defisit zat besi sedang (70.5% AKG). Tingkat kecukupan zat besi antar kedua kelompok perlakuan berbeda nyata (p<0.05). Status Iodium Subyek Penelitian Perubahan kadar TSH selama penelitian dan perbedaan antar kelompok sebelum dan sesudah penelitian secara statistik tidak signifikan (Tabel 4). 145

MGMI Vol. 5, No. 2, Juni 2014: 139-152 Tabel 4. Status Iodium Responden Awal dan Akhir Penelitian menurut Kelompok Perlakuan TSH (miu/ml) Fe (35) Placebo (35) p Awal 1,89±1,00 1,88±0,91 0,963a Akhir 1,78±0,75 2,06±0,93 0,168a Delta -0,11±0,97 0,18±0,97 0,212a a b P b 0,505 0,276 Nilai signifikansi probabilitas (p < 0,05) dari uji t tidak berpasangan Nilai signifikansi probabilitas (p < 0,05) dari uji t berpasangan Tabulasi silang dilakukan berdasarkan variabel yang mempengaruhi perubahan rerata kadar TSH, yaitu status gizi, status ferritin, kecukupan iodium (UIE), kadar garam, tingkat kecukupan energi, protein dan besi 70% AKG (Tabel 5). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perubahan kadar TSH pada kelompok suplementasi besi berdasarkan ferritin defisit, UIE <100 µg/l, AKG protein dan besi < 70% berbeda bermakna dibanding kelompok plasebo. Dari plot yang dihasilkan oleh uji general linear model, diketahui terjadi interaksi antara kelompok suplementasi dengan tingkat kecukupan protein < 70% AKG dan secara statistik bermakna (p<0.05), sedangkan lainnya tidak bermakna. Tabel 5. Perubahan Biomarker menurut Kategori Tingkat Kecukupan Energi, Protein dan Besi (70% AKG) dan Kelompok Perlakuan Perubahan Biomarker Kelompok Fe (35) Plasebo (35) Δ TSH (mu/ml) Protein < 70% AKG -0,34 ± 0,871 0,40 ± 0,985* Besi < 70% AKG -0,24 ± 0,791 0,33 ± 0,986* EIU < 100 µg/l -0,22 ± 0,792 0,66 ± 0,605* Ferritin awal defisit -0,52 ± 0,921 1,09 ± 0,842* *Nilai signifikansi probabilitas (p < 0,05) dari uji Mann Whitney Perubahan Δ TSH karena suplementasi besi dipengaruhi oleh kecukupan protein. Dilakukan uji regresi untuk mengetahui apakah status kecukupan AKG protein merupakan efek modifikasi terhadap perubahan selisih TSH. Dari hasil uji regresi dibuktikan bahwa interaksi antara tingkat defisit protein AKG dari asupan makanan dan pemberian suplementasi besi merupakan efek modifikasi dari perubahan selisih TSH (Tabel 6). 146

Suplementasi Besi Mampu Memperbaiki... (Nurcahyani YD, Mulyantoro DK, Ashar H) Gambar 1. Interaksi antara Pemberian Suplementasi Besi dengan Tingkat Kecukupan Protein AKG (<70%)Analisis regresi linier berganda digunakan untuk melihat hubungan antara variabel bebas yaitu suplementasi besi dengan variabel terikat yaitu perubahan nilai delta TSH dengan memperhitungkan variabel luar. Sebelum melakukan analisis regresi linier berganda, dilakukan penyeleksian variabel dengan analisis regresi linier sederhana. Variabel terpilih yang mempunyai nilai p<0.25, yaitu kadar TSH awal, tingkat kecukupan energi % AKG, protein % AKG dan besi % AKG. Tabel 6. Efek Modifikasi antara Suplementasi Besi dan Tingkat Defisit Protein AKG (<70%) pada Perubahan Selisih TSH Variabel dependen : selisih TSH Variabel B SE β t p Konstanta 0,215 0,177 1,215 0,229 Kelompok Fe (Fe=1, placebo=0) -0,255 0,244-0,132-1,047 0,299 Tk defisit protein AKG(<70%=0, 70%=1) -0,129 0,249-0,065-0,519 0,606 Konstanta 0,401 0,183 2,187 0,032 Kelompok Fe (Fe=1, placebo=0) -2,022 0,704-1,045-2,873 0,005 Tk defisit protein AKG(<70%=0, 70%=1) -0,852 0,361-0,431-2,358 0,021 Kelompok x Protein 70% AKG 1,279 0,481 1,121 2,661 0,010 Uji regresi berganda menunjukkan bahwa suplementasi besi berpengaruh terhadap perubahan selisih TSH. Subyek penelitian yang mendapat suplementasi besi mengalami penurunan kadar hormon TSH sebesar -0.614 miu/ml dibanding kelompok plasebo setelah mengendalikan kadar TSH awal, tingkat kecukupan 147

MGMI Vol. 5, No. 2, Juni 2014: 139-152 energi % AKG, tingkat kecukupan protein % AKG, tingkat kecukupan besi % AKG, tingkat defisit protein AKG ( 70%) dan efek modifikasi tingkat defisit protein 70% x kelompok Fe. Faktor yang berpengaruh secara signifikan adalah kadar TSH awal dan variabel efek modifikasi, sedangkan faktor lainnya tidak bermakna. Sumbangan efektif faktor-faktor tersebut terhadap perubahan kadar hormon TSH sebesar 40.4%. Tabel 7. Model Analisis Regresi Linier Pengaruh Suplementasi Besi terhadap Perubahan Kadar Hormon TSH dengan Mempertimbangkan Variabel Luar Variabel dependen: Selisih TSH Variabel B SE Β t p Uji serentak Konstanta 1,333 0,365 3,652 0,001 Kelompok Fe -0,303 0,192-0,157-1,582 0,119 TSH awal -0,658 0,107-0,641-6,156 0,000 % Energi AKG -0,003 0,008-0,062-0,403 0,688 % Besi AKG -0,006 0,004-0,240-1,631 0,108 % Protein AKG 0,011 0,007 0,288 1,621 0,110 Konstanta 1,324 0,410 3,228 0,002 Kelompok Fe (Fe=1, placebo=0) -0,614 0,240-0,318-2,558 0,013 TSH awal -0,626 0,109-0,610-5,725 0,000 % Energi AKG -0,002 0,008-0,033-0,217 0,829 % Besi AKG 0,011 0,008 0,297 1,451 0,152 % Protein AKG -0,007 0,004-0,258-1,782 0,080 Tk defisit protein AKG(<70%=0, 70%=1) -0,562 0,379-0,285-1,485 0,143 Kelp x tk defisit prot 0,859 0,396 0,395 2,172 0,034 *= p<0,05 ; **=p<0,001 ; ***=p<0,000 F 9,398*** Df 5, 64. R 2 0,423 Adj R 2 0,378 F 7,695*** Df 7, 62. R 2 0,465 Adj R 2 0,404 PEMBAHASAN Studi ini dilakukan pada sampel yang sehat dengan kadar TSH awal rata-rata 1.88 miu/ml (0.21-4.52 miu/ml) dan median UIE normal. UIE dianggap menggambarkan masukan iodium, karena lebih dari 90% iodium diekskresi lewat urin 22, sehingga UIE merupakan marker yang baik untuk menentukan kecukupan iodium terkini. 21 Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan iodium melalui penggunaan garam beriodium. Kualitas garam yang dikonsumsi subyek di bawah SNI yaitu antara 30-80 ppm. Fenomena ini menunjukkan bahwa kualitas garam beriodium yang sangat rendah berimplikasi pada kekurangan konsumsi iodium masyarakat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa median urin subyek berada pada level normal dan proporsi defisiensi iodium ringan dan sedang pada subyek sebesar 17.6%, termasuk dalam kategori tidak mengkhawatirkan. Hal ini dimungkinkan karena kecukupan iodium yang diukur dengan indikator kadar urin dalam iodium merefleksikan kecukupan 148

Suplementasi Besi Mampu Memperbaiki... (Nurcahyani YD, Mulyantoro DK, Ashar H) iodium sesaat, tergantung dari makanan yang dikonsumsi pada hari sebelumnya. UIE dapat digunakan untuk menilai asupan iodium dan status iodium populasi, juga tingkat endemik suatu daerah. Status gizi (BB/TB) subyek penelitian menunjukkan ada perbedaan yang nyata status gizi BB/TB antar kelompok sebelum dan sesudah suplementasi. Diduga, perbedaan status gizi BB/TB tidak terjadi karena respon dari suplementasi yang diberikan. Asupan protein dan zat besi di antara kedua kelompok berbeda nyata (p<0.05). Perubahan Δ TSH dalam penelitian ini dipengaruhi oleh tingkat kecukupan protein < 70% AKG. Kondisi ini menunjukkan bahwa tingkat kecukupan protein berpengaruh terhadap efikasi suplementasi (Δ TSH). Asupan protein pada penelitian ini menjadi variabel yang berpengaruh terhadap respon biomarker. Protein diketahui memiliki peran penting pada sintesis tiroglobulin dan transpor hormon tiroid dari kelenjar tiroid. Protein juga dibutuhkan dalam pembentukan hormon TSH dan TRH yang bertugas merangsang kerja kelenjar tiroid. 23 Defisiensi protein dapat berakibat menurunnya efisiensi penggunaan iodium, akibatnya terjadi gangguan pada tubuh karena produksi hormon tiroid kurang memadai atau tidak mencukupi kebutuhan fisiologis normal. 23 Di samping itu, protein merupakan senyawa yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi dalam tubuh. Protein hewani merupakan sumber zat besi heme yang berperan dalam pembentukan eritrosit. Zat besi akan berasosiasi dengan molekul protein yang membentuk ferritin dan dalam keadaan transpor akan membentuk tansferrin yang berfungsi mengangkut besi yang akan digunakan pada proses hematopoiesis atau pembentukan butir-butir darah. 24 Mikronutrien dan makronutrien dapat mempengaruhi sintesis, sekresi, metabolisme perifer, dan fungsi hormon tiroid. 25 Penelitian cross over yang dilakukan pada 9 manusia sehat yang dibatasi asupan kalori dan proteinnya menunjukkan terjadi penurunan kadar TSH selama puasa dan penurunan kadar T 3. Konversi T 4 ke T 3 yang diaktivasi oleh enzim 5 -deiodinasi distimulasi oleh insulin dan dihambat oleh glukagon sehingga penurunan insulin dan glukagon praktis menghambat konversi T 4 ke T 3. 26 Pada penelitian ini, tingkat kecukupan protein sebagai efek modifikasi dari perubahan kadar TSH. Hanya pada subyek dengan tingkat kecukupan protein 70% AKG, pemberian suplementasi besi dapat meningkatkan respon TSH dan meningkatkan respon TSH ke TRH. 25 Pemberian suplementasi besi meningkatkan status besi subyek, tetapi pada subyek dengan tingkat kecukupan protein < 70% AKG, suplementasi besi tidak mempu mempengaruhi respon TSH, sehingga menumpulkan respon TSH. 9 Penelitian ini menemukan bahwa suplementasi besi mempunyai dampak positif terhadap kadar TSH pada anak sekolah umur 9-12 tahun di daerah endemik GAKI. Terjadi penurunan kadar TSH pada kelompok Fe setelah suplementasi besi (-0.11 miu/ml) dibanding kelompok plasebo (0.18 miu/ml), walaupun tidak signifikan. Hal ini karena anemia defisiensi besi menumpulkan respon TSH dan mengganggu konversi T 4 ke T 3. 9 Hasil ini sesuai dengan penelitian Beard 27 yang menunjukkan bahwa kekurangan zat besi menumpulkan respon tirotropin pada tirotropin release hormon (TRH). Scrimshaw telah melaporkan ada variasi tingkat sekresi TSH dalam merespon stres dingin pada wanita dengan defisiensi zat besi. 28 Seba- 149

MGMI Vol. 5, No. 2, Juni 2014: 139-152 liknya, kadar TSH pada penelitian lain 15, 29 tidak merespon suplementasi besi. Hormon TSH merangsang semua tahapan metabolisme iodida mulai dari peningkatan ambilan (uptake) iodida dari sirkulasi, transpor iodida hingga peningkatan iodinasi tiroglobulin dan peningkatan sekresi hormon tiroid. 30 TSH yang disekresi oleh kelenjar pituitary akan meningkatkan aktivitas kelenjar tiroid untuk menghasilkan T 4. Pengeluaran TSH diatur oleh T 4 melalui mekanisme umpan balik negatif ke hipofisis. Penurunan kadar T 4 dalam darah akan memicu pelepasan TSH dari hipofisis, sehingga menyebabkan hiperplasia tiroid. Sebaliknya kadar T 4 tinggi dalam darah akan menghambat pelepasan TSH dan TRH. 30 Kekurangan zat besi akan menumpulkan respon tirotropin pada tirotropin release hormon (TRH). Sehingga TSH kurang merespon terhadap penurunan T 4 dalam darah. Hormon TSH menggambarkan kecukupan sel tubuh atas hormon tiroid. Kadar serum TSH dalam kisaran referensi yang tinggi merupakan penanda gangguan klinis yang nyata, berhubungan dengan peningkatan risiko kejadian hipotiroidisme, hipertensi, dislipidemia dan berat badan. Kadar TSH dalam kisaran yang tinggi merupakan penanda gangguan klinis dan outcome yang relevan. 31 Pemberian suplementasi besi pada penelitian ini terbukti dapat memperbaiki kadar TSH pada anak sekolah di daerah endemik GAKI. KESIMPULAN Suplementasi besi dapat memperbaiki kadar hormon TSH anak sekolah di daerah endemik GAKI dengan kecukupan protein <70% AKG sebagai efek modifikasi. SARAN Perlu penanganan terpadu penanggulangan GAKI dan defisiensi besi, untuk meningkatkan efektifitas fortifikasi garam beriodium. Salah satu cara adalah pemberian suplementasi besi. Tetapi pemberian suplementasi besi juga perlu diimbangi dengan perbaikan gizi makronutrien. DAFTAR PUSTAKA 1. Delange F. Iodium Deficiency as A Cause of Brain Damage. Editorial. Postgrad Med J. 2001; 77: 217 220. 2. Muhilal. Final Report. National Survey for Mapping of Iodine Deficiency Disorders (IDD). Collaboration between Nutrition Research and Developing Centre and Directorate of Community Nutrition, Ministry of Health; 1998. 3. Ministry of Health, Directorate General of Community Health, Directorate of Community Nutrition. Final Report, Technical Assistance for Evaluation on Intensified iodine Deficiency Control Project; 2003. 4. Balai Litbang GAKI Magelang. Laporan Tahunan Klinik Litbang GAKI; 2012. 5. Arthur JR, Beckett GJ, Mitchell JH. The Interactions Between Selenium and Iodine Deficiencies in Man And Animals. Nutr. Res. Rev. 1999; 12: 55 73. 6. Zimmermann MB, Köhrle J. The Impact of Iron and Selenium Deficiencies on Iodine and Thyroid Metabolism: Biochemistry and Relevance to Public Health. Thyroid. 2002; 12(10): 867-878. 7. Ingenbleek Y. Vitamin A Deficiency Impairs The Normal Mannosylation, Conformation and Iodination of The Thyroglobulin: A New Etiological Approach to Endemic Goiter. Experientia. Suppl. 1983; 44: 264 297. 8. Hess SY. The Impact of Common Micronutrient Deficiencies on Iodine and 150

Suplementasi Besi Mampu Memperbaiki... (Nurcahyani YD, Mulyantoro DK, Ashar H) Thyroid Metabolism: The Evidence From Human Studies. Best Practice and Research Clinical Endocrinology and Metabolism. 2010; 24: 117 132. 9. Zimmermann MB. The Influence of Iron Status on Iodine Utilization and Thyroid Function. Annu. Rev. Nutr. 2006; 26: 367 89. 10. Zimmermann M, Adou P, Torresani T, Zeder C, Hurrell R. Iron Supplementation In Goitrous, Iron Deficient Children Improves Their Response to Oral Iodized Oil. Eur. J. Endocrinol. 2000; 142: 217 223. 11. WHO, United Nations Children s Fund and International Council for Control of Iodine Deficiency Disorders. Assessment of iodine deficiency disorders and monitoring their elimination. Geneva: WHO; 2001. 12. Hess SY, Zimmermann MB, Arnold M, Langhans W, Hurrell RF. Iron Deficiency Anemia Reduces Thyroid Peroxidase Activity in Rats. J.Nutr. 2002; 132: 1951 55. 13. Beard JL, Brigham DE, Kelly SK, Green MH. Plasma Thyroid Hormone Kinetics are Altered in Iron Deficient Rats. J Nutr. 1998; 128: 1401 1408. 14. Garibay EMV, Velarde ER. Iodine Deficiency in Relation to Iron Deficiency and Parasitosis: Effect of Iron Status And Parasites on Iodine Deficiency Disorders. In Comprehensive Handbook of Iodine: Nutritional Biochemical, Pathological and Therapeutic Aspect. USA: Academic Press is an imprint of Elseiver; 2009. 15. Hess SY, Zimmermann MB, Adou P, Torresani T, Hurell RF. Treatment of Iron Deficiency in Goitrous Children Improves The Efficacy of Iodized Salt In CoˆTe d Ivoire. American Journal of Clinical Nutrition. 2002; 75(4): 743 748. 16. Dinkes Propinsi Jawa Tengah. Laporan Evaluasi Program Penanggulangan GAKY di Daerah Endemis di Jawa Tengah Tahun 2004. Semarang: Dinkes Propinsi Jawa Tengah; 2004. 17. Lemeshow S, Hosmer DW, Klar J, Lwanga SK. Adequacy of Sample Size in Health Studies. New York: Wiley; 1990. 18. Hotez PJ, Brooker S, Bethony JM. Hookworm infection. N Engl J Med. 2004; 351(8): 799-807. 19. Ganiswara SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi. Farmakologi dan Terapi, Edisi ke 5, Jakarta: Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia; 2001. 20. WHO. Child Growth Standarts: Length/ Height-for-Age, Weight-for-Age, Weight-for-Length, Weight-for-Height and Body Mass Index-for-Age: Methods and Development. Geneva: WHO press; 2007. 21. WHO. Assessment of Iodium Deficiency Disorders and Monitoring Their Elimination : A Guide For Programme Managers. 3rd ed. Geneva : WHO. 2007. 22. Dunn JT. The Global Challenge of Iodine Deficiency Indonesian. J IDD 2002; 1(1):1-7. 23. Greenspan FS, Baxter JD. Endokrinologi Dasar & Klinik. Edisi 4. Wijaya C, Maulany RF, Samsudin S, penerjemah. Terjemahan dari: Basic and Clinical Endocrinology. Jakarta: EGC; 1998. 24. Andanna D, Sri S. Hubungan Konsumsi Protein Hewani dan Zat Besi dengan Kadar Hemoglobin Pada Balita Usia 13-36 Bulan. The Indonesian Journal Of Public Health. 2006; 3(1): 22. 25. Danforth E, Burger AG. The Impact of Nutrition on Thyroid Hormone Physiology and Action. Annu Rev Nutr. 1989; 9: 201-227. 26. Metzen LE, Andersen BB, Jensen BG, Gjessing HJ, Sindrup SH, Kvetny J. Different Short-Term Effect of Protein and Carbohydrate Intake on TSH, Growth Hormone (GH), Insulin, C-peptide, and Glucagon in Humans. 151

MGMI Vol. 5, No. 2, Juni 2014: 139-152 Scand J Clin Lab Invest. 1990; 50(7): 801-805. 27. Beard JL, Tobin B, Green W. Evidence for Thyroid Hormone Deficiency in Iron-Deficient Anemic Rats. J Nutr. 1989; 119: 772 778. 28. Scrimshaw NS. Functional Consequences of Iron Deficiency in Human Populations. J Nutr Sci Vitaminol. 1984; 30: 47 63. 29. Eftekhari MH, Simondon KB, Jalali M, Keshavarz SA, Elguero E, Eshraghian MR, Saadat N. Effects of Administration of Iron, Iodium and Simultaneous Iron-Plus-Iodium on The Thyroid Hormone Profile in Iron-Deficient Adolescent Iranian Girls. European Journal of Clinical Nutrition. 2006; 60: 545 552. 30. Gropper SS, Smith JL, Groff JL. Advanced Nutrition and Human Metabolism. Singapura: Wadsworth/Thomson Learning; 2009. 31. Völzkel, Robinson DM, Spielhagen T, Nauck M, Obst A, Ewert R, et al. Are Serum Thyrotropin Levels within Thereference Range Associated With Endothelialfunction?. Eur Heart J. 2009; 30: 217 224 152