1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perekonomian dunia telah berkembang dengan begitu pesatnya yang antara lain ditandai dengan kemajuan dibidang teknologi informasi, persaingan dan pertumbuhan inovasi yang luar biasa ketat yang mengakibatkan banyak perusahaan juga mengubah cara mereka menjalankan bisnisnya, agar dapat terus bertahan dengan cepat perusahaan perusahaan mengubah dari bisnis yang didasarkan pada tenaga kerja ( labour based business ), menuju bisnis yang berdasarkan pada pengetahuan ( knowledge based business ), sehingga karakteristik perusahaannya menjadi perusahaan yang berbasis ilmu pengetahuan. Seiring dengan perubahan ekonomi yang berkarakteristik ekonomi berbasis ilmu pengetahuan dengan penerapan manajemen pengetahuan ( knowledge management ), dengan karakteristik utama ilmu pengetahuan ( Sawarjuwono dan kadir, 2005 ). Labor based business memegang prinsip perusahaan padat karya, dalam arti semakin banyak karyawan yang dimiliki perusahaan maka akan meningkatkan produktivitas perusahaan sehingga perusahaan dapat berkembang. Sedangkan perusahaan perusahaan yang menerapkan knowledge based business akan menciptakan suatu cara untuk mengelola pengetahuan (manajemen pengetahuan) sebagai sarana untuk memperoleh penghasilan perusahaan. Dengan penerapan knowledge based business, maka penciptaan
2 nilai perusahaan akan berubah. Berkembangnya perusahaan akan bergantung pada bagaimana kemampuan manajemen untuk mengola sumber daya perusahaan dalam menciptakan nilai perusahaan sehingga akan memberikan keunggulan kompetitif perusahaan yang berkelanjutan. Pada umumnya, perusahaan perusahaan di Indonesia masih menggunakan akuntansi tradisional yang menekankan pada penggunaan tangible asset, padahal dengan adanya perubahan lingkungan bisnis menjadi knowledge based business, tangible asset menjadi kurang penting dibandingkan dengan intangible asset. Laporan keuangan tradisional tidak mampu menyajikan informasi mengenai knowledge based processes dan intangible asset. Hal ini menjadikan laporan keuangan tradisional tidak mampu menyajikan informasi yang cukup tentang kemampuan perusahaan untuk menciptakan nilai. Perubahan pola industry yang sekarang memasuki jaman knowledge based industries ini belum banyak dilaporkan secara memadai dalam laporan keuangan perusahaan. Dalam era labour based industries, perubahan lingkungan ekonomi terhadap akutansi adalah pengenalan metode penyusutan dan kapitalisasi untuk mencatat investasi yang besar pada asset fisik. Pengeluaran untuk investasi pada asset fisik dapat dilaporkan sebagai sumber daya perusahaan pada neraca sedangkan perubahan lingkungan ekonomi pada era knowledge based industry belum direspon secara memadai. Pengeluaran untuk investasi non fisik masih dicatat sebagai biaya, bukan dilaporkan sebagai aset untuk sumber
3 daya perusahaan yang nantinya akan mendatangkan future economic benefit ( Hartono, 2006 ). Dengan keterbatasan laporan keuangan dalam menjelaskan nilai perusahaan, mengakibatkan pelaporan keuangan sering kali dianggap kurang memadai sebagai pelaporan kinerja keuangan. Dengan kata lain, informasi akutansi tidak dapat digunakan dalam pembuatan keputusan invetasi dan kredit, seharusnya ada informasi lain yang perlu disampaikan kepada para pengguna laporan keuangan sehingga dapat menjelaskan nilai lebih yang dimiliki perusahaan. Seperti yang diungkapkan Canibso et al. (2000) bahwa salah satu tanda informasi akutansi tidak dapat dijadikan landasan dalam membuat keputusan adalah semakin meningkatnya kesengajaan antara nilai pasar dan nilai buku ekuitas perusahaan dalam financial market. Meningkatnya perbedaan antara nilai pasar dan nilai buku perusahaan telah menarik para peneliti untuk menyelediki nilai yang hilang ( hidden value ) pada laporan keuangan perusahaan. Lev ( 2002, p.9 ) dalam Chen et al (2005) mencatat bahwa selama tahun 1977 2001, dalam US Standard and Poors ( S & P ) 500, rasio nilai pasar terhadap nilai buku perushaan meningkat dari 1 sampai 5. Hal ini menyatakan secara tidak langsung bahwa sekitar 80% nilai pasar perusahaan tidak tercemin dalam laporan keuangan. Menurut Edvinsson dan Malone (1997) dalam Chen et al (2005), perbedaan antara nilai pasar dan nilai buku perusahaan adalah nilai Intellectual Capital ( IC ).
4 IC menurut Organisation for Economic Cooperation and Development ( OECD,1999 ) dijelaskan sebagai nilai ekonomi dari dua kategori asset tidak berwujud, yaitu organizational (structural) capital dan human capital Organization (structural) capital adalah sistem software, jaringan distribusi, dan rantai pasokan. Human capital meliputi sumber daya manusia didalam organisasi (karyawan) dan sumber daya eksternal yang bekaitan dengan organisasi, seperti konsumen dan supplier. Ulum (2009) menyatakan bahwa pada umumnya IC diidentifikasi sebagai perbedaan antara nilai pasar perusahaan dan nilai buku asset perusahaan tersebut. Menurut Roslender dan Fincham (2004) dalam Ulum (2009) hal ini didasarkan observasi bahwa sejak lahir 1980-an, nilai pasar bisnis kebanyakan dan secara khusus bisnis yang berdasarkan pengetahuan telah menjadi besar dari nilai yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Edvinsson dan Malone (1997) dalam Chen et al (2005) mengungkapkan bahwa IC adalah nilai yang tersembunyi (hidden asset) dalam perusahaan, yang dimaksud dengan hidden asset disini adalah bahwa intellectual capital tidak terlihat seperti asset fisik lainnya dan juga asset intelektual ini tidak tercemin dalam laporan keuangan perusahaan. Pada umumnya IC dikelompokkan menjadi tiga komponen, yaitu human capital, structural capital dan relational capital. Human capital meliputi pengetahuan, keahlian, kompetensi dan motivasi yang dimiliki karyawan. Structural capital mencakup budaya perusahaan, computer software, dan teknologi informasi. Sedangkan relational capital meliputi
5 loyalitas konsumen, pelayanan jasa terhadap konsumen, dan hubungan baik dengan pemasok. Abidin (dalam Sawarjuwono, 2005) mengatakan bahwa intellectual capital sendiri masih belum dikenal secara luas di Indonesia. Hal ini disebabkan karena perusahaan perusahaan di Indonesia masih menggunakan conventional based dalam membangun bisnisnya, dan perusahaan perusahaan tersebut belum memberikan perhatian lebih kepada human capital, structural capital, structural capital maupun costumer capital. Apabila perusahaan-perusahaan tersebut mengikuti perkembangan yang ada, yaitu manajemen berbasis pengetahuan, maka perusahaan perusahaan di Indonesia dapat bersaing secara kompetitif melalui inovasi-inovasi kreatif yang dihasilkan oleh modal intelektul yang dimiliki perusahaan, sehingga mendorong terciptanya produk-produk yang favaurable bagi konsumen. Menurut Hidayat (2007) modal intelektual telah menyebabkan pergeseran dalam paradigma melakukan bisnis, sumber kekuatan akan bergeser dari modal fisik menjadi sumber daya manusia, dari sumber daya alam menuju sumber daya pengetahuan, dari posisi sosial seseorang menjadi proses hubungan dan dari kekuatan pemegang saham menjadi kekuatan pelanggan. Kini perusahaan mengakui pentingnya modal intelektual yang bersifat abstrak dan tidak nyata untuk dijadikan penggerak utama dalam pengembang bisnis. Oleh karena itu modal intelektual telah menjadi asset yang sangat bernilai dalam dunia bisnis modern.
6 Seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan pengungkapan intellectual capital sebagai penggerak nilai perusahaan sedangkan adanya kesulitan dalam mengukur intellectual capital secara langsung mengakibatkan Pulic (1998) memperkenalkan pengukuran intellectual capital secara tidak langsung dengan menggunakan Value Added Intellectual Coefficient (VAIC), yaitu suatu ukuran untuk menilai efesiensi dari nilai tambah sebagai hasil dari kemampuan intelektual perusahaan. Sumber daya perusahaan yang juga merupakan komponen utama dari VAIC adalah physical capital ( VACA Value Added Capital Employed), human capital (VAHU Value Added Human Capital), structural capital (STVA Structural Capital Value Added). Public (dalam Solikha, 2010) menyatakan bahwa VAIC dianggap memenuhi kebutuhan dasar ekonomi kontemporer dari sistem pengukuran yang menunjukkan nilai sebenarnya dan kinerja suatu perusahaan, karena tujuan utama dalam ekonomi yang berbasis pengetahuan adalah untuk menciptakan value added. Sedangkan untuk dapat menciptakan value added dibutuhkan ukuran yang tepat tentang physical capital (yaitu dana dana keuangan) dan intellectual potencial (direpresentasikan oleh karyawan dengan segala potensi dan kemampuan yang melekat pada mereka). Selanjutnya (Public dalam Ulum, 2008) menyatakan bahwa intellectual ability (yang kemungkinan disebut dengan VAIC ) menunjukkan bagaimana kedua sumber daya tersebut ( physical capital dan intellectual potential) telah secara efisien dimanfaatkan oleh
7 perusahaan. Public (2000) mengembangkan metode Value Added Intellectual Coeffcient (VAIC) dalam mengukur kinerja intellectual capital perusahaan. Metode ini menyajikan informasi tentang value creation efficiency dari asset bewujud dan asset tidak bewujud yang dimiliki perusahaan. Value Added Intellctual Coefficient (VAIC) terdiri dari tiga komponen yang diukur yaitu Capital Employee Efficiency (VACA), Human Capital Efficiency (VAHU), dan Structural Capital Efficiency (STVA). Ketiga komponen tersebut merupakan pengeluaran jika diterapkan secara efektif dan efisien maka akan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan perusahaan. Perusahaan yang mempunyai kinerja intellectual capital yang baik cenderung akan mengungkapkan intellectual capital yang dimiliki oleh perusahaan dengan lebih baik. Semakin tinggi kinerja intellectual capital perusahaan, maka semakin baik tingkat pengungkapannya, karena pengungkapan mengenai intellectual capital dapat meningkatkan kepercayaan para stakeholder terhadap perusahaan. Dengan pemanfaatan dan pengelolaan intellectual capital yang baik, maka kinerja perusahaan juga semakin meningkat, ukuran kinerja perusahaan. Jadi fenomena dalam penelitaian ini adalah untuk mengungkapkan nilai intellectual capital di PT. Indofood Sukses Makmur Tbk, karna nilai intellectual capital ini tidak terlihat seperti asset fisik yang tercantum dalam laporan keuangan, sedangkan asset intellectual capital ini tidak tercermin dalam laporan keuangan perusahaan. Dan intellectual capital ini
8 berperan penting dalam menerapkan sumber daya manusia perusahaan yang memegang peranan penting seperti physical capital dan financial capital terhadap kemajuan perusahaan. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini mengambil judul Analisa Kinerja Perusahaan Dengan Pendekatan Intellectual capital. ( Study Kasus PT.Indofood Sukses Makmur Tbk, yang terdaftar di BEI Periode 2010-2014 ). B. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah diatas maka penelitian ini dilakukan untuk membuktikan secara terperinci masalah pokok dalam penelitian ini yaitu : 1. Bagaimana kinerja perusahaan PT. Indofood Sukses Makmur Tbk, dengan pendekatan Intellectual Capital? C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja perusahaan PT. Indofood Sukses Makmur Tbk, dengan pendekatan Intellectual Capital. 2. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian mengenai Intellectual Capital (IC) ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain :
9 1. Dapat menjadi tambahan referensi dan bahan pengembangan penelitian selanjutnya mengenai pengaruh faktor-faktor Intellectual Capital (IC) terhadap kinerja suatu perusahaan. 2. Bagi manajemen perusahaan di Indonesia dapat menjadi masukan dan dorongan bahwa betapa pentingnya nilai dari Intellectual Capital (IC) dalam kegiatan operasional perusahaan dalam mencapai Competitive Advantage.