BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam

Disusun Oleh : F

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia. malam harinya. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa.

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL. Dwi Rezka Kemala. Ira Puspitawati, SPsi, Msi

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tiga orang wanita karir

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

BABI PENDAHULUAN. Sepanjang rentang kehidupan, setiap individu melewati beberapa fase

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well Being) 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well Being)

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan dan pertumbuhan adalah tahapan alami yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

DAFTAR PUSTAKA. Papalia, D. E, Stems, H. L, Feldman, R. D. & Camp, C. J. (2002). Adult Development and Aging (2 nd ed). New York:McGrawHill

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

Bab 2. Landasan Teori

BAB I PENDAHULUAN. tahap-tahap perkembangan mulai dari periode pranatal sampai pada masa usia lanjut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dimulai pada tugas perkembangan masa dewasa awal, yaitu fase

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

2015 PENGARUH DATING ANXIETY DAN KESEPIAN TERHADAP ADIKSI INTERNET PADA DEWASA AWAL LAJANG DI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rini Yuniati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. Setelah kurang lebih lima hingga sepuluh tahun, HIV ini dapat berubah menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Para individu lanjut usia atau lansia telah pensiun dari pekerjaan yang

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

BAB I PENDAHULUAN. Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN LONELINESS DAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA DEWASA MUDA LAJANG YANG BERKARIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi serta restrukturisasi organisasi, begitu pula di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

2015 INTIMACY WANITA KORBAN KEKERASAN DALAM BERPACARAN

BAB I A. Latar Belakang Masalah dewasa muda Tugas tugas pergembangannya Wanita Kebutuhan intimacy workaholic

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB I PENDAHULUAN. seksual umumnya dibahas seolah-olah hanya merupakan karakteristik individu,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penting mempengaruhi kesehatan psikologis suatu individu. Ketika individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal

KEPUTUSAN HIDUP MELAJANG PADA KARYAWAN DITINJAU DARI KEPUASAN HIDUP DAN KOMPETENSI INTERPERSONAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. biasa atau persahabatan yang terjalin dengan baik. Kecenderungan ini dialami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari eksistensi manusia di dunia. Kebahagiaan itu sendiri dapat dicapai dengan

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. potensi individu dimana individu dapat menerima kekurangan dan kelebihan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

para1). BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. yang keduanya tidak dapat dipisahkan. Unsur jasmani manusia terdiri dari badan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan lebih mendalam mengenai teori-teori yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam menjalani suatu

BAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya

PERBEDAAN SELF DISCLOSURE TERHADAP PASANGAN MELALUI MEDIA FACEBOOK DI TINJAU DARI JENIS KELAMIN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

Bab 1. Pendahuluan. Dalam menjalani kehidupan, manusia memiliki kodrat. Kodrat itu antara lain; lahir,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai individu, bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal merupakan peralihan dari masa remaja. Perkembangan sosial pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana karakteristik komunikasi interpersonal orang tua tunggal dalam mendidik

BAB I PENDAHULUAN. bagi hewan peliharaan di setiap daerah, seperti pet shop atau klinik hewan,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih besar, sebab seiring dengan bertambahnya usia seseorang maka

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu hal yang sangat penting, diantaranya sebagai sumber dukungan sosial bagi individu, dan juga pernikahan dapat memberikan kebahagiaan pada individu tersebut. Namun dewasa ini,kaum pria maupun wanita banyak yang memutuskan untuk melajang. Mereka memutuskan untuk menunda pernikahannya bahkan tidak sedikit pula yang memutuskan untuk tidak menikah. Bagi mereka memilih melajang dirasa lebih nyaman dan juga mereka menyukai keadaan tersebut untuk terus bekerja agar dapat memenuhi keadaan pribadinya secara finansial.itulah sebabnya, kini menikah bukan lagi suatu kebutuhan yang harus dipenuhi oleh setiap usia dewasa awal yang tinggal di perkotaan atau metropolis, bahkan mereka yang tinggal di kota kecil seperti Surakarta ini. Belum ada data pasti yang menunjukkan jumlah penduduk Surakarta yang belum mempunyai pasangan hidup, namun jumlah populasi penduduk yang melajang (belum menikah) dari tahun ke tahun semakin meningkat. Dalam beberapa tahun terakhir ini contohnya, terlihat dari data statistik Indonesia, yang tercatat (Badan Pusat Statistik, 2011) pada tahun 2009 jumlah penduduk melajang berusia 15 sampai 49 tahun sebesar 38,07% dan pada tahun 2010 mengalami peningkatan 0,64% menjadi 38,71%. Mereka yang berada pada usia dewasa muda perempuan maupun laki-laki yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi ini, akan mengutamakan karir mereka dibanding dengan membangun rumah tangga. Mereka cenderung memiliki 1

2 gaya hidup yang lebih mandiri dan kebebasan yang tidak dimiliki oleh rekan seusianya yang sudah menikah pada umumnya (Robinson dan Bessell, 2002).Seperti yang telah diungkapkan Santrock (2004) bahwa yang menyebabkan laki-laki atau perempuan memilih melajang adalah keinginan untuk mengembangkan karir lebih luas sebelum menikah. Hurlock (2002) mengungkapkan masa dewasa awal(early adulthood) terjadi pada usia 21 sampai 40 tahun. Pada usia dewasa awal ini mereka memiliki tugas perkembangan, antara lainpengamalan ajaran agama, memasuki dunia kerja, memilih pasangan hidup, memasuki pernikahan, belajar hidup berkeluarga, merawat dan mendidik anak, mengelola rumah tangga, memperoleh karir yang baik, berperan dalam masyarakat, dan mencari kelompok sosial yang menyenangan. Jika individu ini belum memenuhi tugas perkembangannya, maka hal ini akan berpengaruh pada tingkat kesejahteraan psikologisnya, seperti hasil penelitian Sukowati (2008) yang menyatakan bahwa seseorang yang pada fase dewasa awal telah menikah memiliki kesejahteraan psikologis yang dikategorikan tinggi sedangkan yang belum menikah berada pada kategori rendah. Menurutpernyataan Neberich (dalam Kurniati& Nanik, 2013) individu yang memiliki kesejahteraan secara finansial belum tentu ia memiliki kesejahteraan psikologis pada hal-hal yang menyangkut kehidupannya sehari-hari seperti hal bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Namun keadaan finansial yang masih kekurangan juga mempengaruhi individu untuk tetap melajang. Kesejahteraan psikologis disini dapat diartikan sebagai sebuah kondisi individu yang memiliki sifat positif terhadap dirinya sendiri dan orang lain, dapat mengatur

3 lingkungannya sesuai kebutuhannya, memiliki tujuan hidup yang lebih bemakna, dan berusaha untuk mengembangkan dirinya. Sebelum melakukan penelitian ini, peneliti melakukan interview kepada dua orang dewasa muda yang belum menikah terkait kesejahteraan psikologisnya, masing-masing subjek adalah WP, laki-laki berusia 31 tahun, bekerja sebagai wiraswasta, dan M, perempuan berusia 28 tahun, bekerja sebagai karyawan swasta.dari hasil interview didapatkan data bahwa WP & M sangat nyaman dengan keadaannya yang sekarang, diantaranya sibuk dengan karir yang dijalani dan menyatakan lebih nyaman bersama keluarga, sahabat terdekat, dan rekan kerjanya ketimbang harus menjalani hubungan yang intim dengan lawan jenis. WP & M juga menyatakan bahwa lajang itu bukan suatu momok yang harus ditakuti. Menurut Erickson (dalam Santrock, 2004) apabila ditinjau dari tahap perkembangan psikoseksual, individu pada usia dewasa muda mencapai krisis intimacy vs isolation. Intimacy terjadi apabila terbentuk suatu kedekatan dengan orang lain, jika hubungan itu berjalan dengan baik maka individu akan memiliki keintiman dengan individu lain, dan sebaliknya. Namun kenyataannya, mereka yang melajang atau tidak mempunyai pasangan sering merasa kesepian. Pernyataan tersebut disimpulkan melalui penelitian oleh Wheeler, Reis, & Nezlex (dalam Mendieta, Martin, & Jacinto, 2012) yang menunjukkan bahwa tingkat kesepian individu yang memiliki pasangan lebih sedikit dibanding dengan individu yang lajang. Hal ini kemudian berpengaruh pada kesejahteraan

4 psikologis seseorang, bahwa terdapat korelasi negatif antara loneliness dengan psychological well being. Dari penelitian tersebut dapat diasumsikan bahwa dewasa muda yang belum menikah atau tidak mempunyai pasangan akan merasa kesepian dan kesejahteraan psikologisnya akan menurun. Uraian tersebut menekankan pentingnya hubungan interpersonal, yang menjadi salah satu aspek yang berpengaruh terhadap kesejahteraan psikologis seseorang. Seperti yang diungkapkan Ryff dan Keyes (1995) memandang kesejahteraan psikologis (psychological well being) berdasarkan sejauh mana seorang individu memiliki tujuan dalam hidupnya, apakah mereka menyadari potensi-potensi yang dimiliki, kualitas hubungannya terutama dalam hubungannya dengan orang lain, dan sejauh mana mereka bertanggung jawab dengan hidupnya sendiri. Menurut Schmutte & Ryff (dalam Nanda, 2013) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis, salah satunya yaitu faktor kepribadian. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa extraversion, consceintiousness, dan low neuroticism memiliki hubungan dengan kesejahteraan psikologis, terutama penerimaan diri, penguasaan lingkungan, serta tujuan hidup, keterbukaan terhadap pengalaman berhubungan dengan pertumbuhan pribadi. Agreeableness dan extraversions berkaitan dengan hubungan positif dengan orang lain dan low neuroticism berkaitan dengan kemandirian. Kenyataan bahwa dewasa muda yang belum menikah juga mempunyai tingkat keterbukaan diri yang rendah ditemukan dari hasil penelitian Papini, Farmer, Clark, & Micka (1990) yang menunjukkan bahwa laki-laki maupun

5 perempuan yang belum menikah cenderung memiliki keterbukaan diri yang rendah dalam masalah-masalah emosional terhadap orang tua maupun teman sebayanya.sedangkan menurut penelitian Papalia &Feldman (2009) beberapa individu ingin tetap menikmati kebebasannya mengambil resiko, bereksperimen, berkeliling dunia, mengejar karir, melanjutkan pendidikan, atau melakukan pekerjaan kreatif, apabila seorang individu yang belum juga menikah lebih banyak mengekspresikan dirinya dalam bekerja dan menganggapnya sebagai simbol sosok modern, bahkan dengan hal tersebut dapat mendatangkan kebahagiaan terhadap dirinya sendiri, inilah yang mendukung dewasa muda ini cenderung menutup diri terhadap hubungan keintimannya dengan lawan jenis. Dari data interview dan penelitian diatas menunjukkan bahwa kebanyakan usia dewasa muda yang lajang memiliki keterbukaan diri yang rendah. Sedangkan, indikator dari tingginya kesejahteraan psikologis salah satunya adalah menjalin hubungan positif atau membentuk hubungan intim dengan orang lain, dimana hubungan intim ini bisa didapatkan melalui keterbukaan diri seperti yang diungkapkan oleh Altman & Taylor (2006) bahwa keterbukaan diri (self disclosure) adalah hal yang sangat esensial untuk dapat terbentuknya suatu hubungan dekat dengan orang lain. Keterbukaan diri didefisinisikan sebagai salah satu bentuk komunikasi yang bermaksud mengungkapkan informasi mengenai diri individu. Kemudian, Morton (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) mengungkapkan bahwa keterbukaan diri merupakan kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain. Keterbukaan diri dapat bersifat deskriptif maupun evaluatif. Dalam pengungkapan deskriptif, kita melukiskan

6 berbagai fakta mengenai diri kita yang mungkin belum diketahui orang lain meliputi pekerjaan, tempat tinggal, dan lain-lain. Sedangkan dalam keterbukaan diri evaluatif, kita mengemukakan pendapat atau perasaan pribadi seperti kita menyukai orang-orang tertentu, dan lain-lain. Dapat diasumsikan bahwa keterbukaan diri (self disclosure) mempunyai peranan penting terhadap kesejahteraan psikologis. Berdasarkan uraian permasalah di atas, muncul pertanyaan apakah ada hubungan positif antara keterbukaan diri dengan kesejahteraan psikologis pada usia dewasa muda yang belum menikah? Untuk mengetahui hal ini, maka peneliti bermaksud melakukan penelitian dengan judul Hubungan Keterbukaan Diri dengan Kesejahteraan Psikologi pada Usia Dewasa Muda yang Belum Menikah. B. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Hubungan keterbukaan diri dengan kesejahteraan psikologi pada usiadewasa muda yang belum menikah 2. Tingkat keterbukaan diri pada usia dewasa muda yang belum menikah 3. Tingkat kesejahteraan psikologis pada usia dewasa muda yang belum menikah 4. Perbedaan kesejahteraan psikologis pada laki-laki dan perempuan yang belum menikah.

7 C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu psikologi (teoritis) maupun praktis. 1. Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan khususnya di bidang Psikologi Sosial. 2. Praktis a. Bagi masyarakat, khususnya usia dewasa muda yang belum menikah diharapkan dapat memberikan informasi tentang bagaimana pentingnya keterbukaan diri dalam menjalin hubungan interpersonal dan menciptakan kesejahteraan psikologis. b. Bagi ilmuwan psikologi, diharapkan dapat meningkatkan wawasan keilmuan dan kemampuan meneliti permasalahan yang sesuai dengan disiplin ilmu peneliti, khususnya Psikologi Sosial.