BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA

dokumen-dokumen yang mirip
Bab III CUT Pilot Plant

BAB III DESKRIPSI PABRIK TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA SKALA KOMERSIAL KAPASITAS 150 TON/JAM

Bab II Teknologi CUT

Bab IV Proses Komisioning pada CUT Pilot Plant

Bab V Analisis Hasil Komisioning CUT Pilot Plant

PROSES UBC. Gambar 1. Bagan Air Proses UBC

Bab I Pendahuluan. Gambar 1.1 Perbandingan biaya produksi pembangkit listrik untuk beberapa bahan bakar yang berbeda

PRAKOMISIONING DAN PENGUJIAN SUBSISTEM CUT PILOT PLANT

PERANCANGAN AWAL PABRIK TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA SKALA KOMERSIAL KAPASITAS 150 TON/JAM: UNIT PENGERING

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU

STUDI EXPERIMENT KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA TERHADAP VARIASI SUDUT BLADE PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER.

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH UKURAN PARTIKEL BATUBARA PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER TERHADAP KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA

Prarancangan Pabrik Aluminium Oksida dari Bauksit dengan Proses Bayer Kapasitas Ton / Tahun BAB III SPESIFIKASI PERALATAN PROSES

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara

BAB V ANALISIS HASIL PERANCANGAN

Pengaruh Kandungan Air pada Proses Pembriketan Binderless Batubara Peringkat Rendah Indonesia

PERHITUNGAN EFISIENSI BOILER

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Teknologi pengeringan bed fluidasi (fluidized Bed)

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

I. PENDAHULUAN. Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. relatif antara putaran rotor dengan medan putar (rotating magnetic field) yang dihasilkan

TUGAS INDUSTRI SEMEN SPESIFIKASI PERALATAN PABRIK SEMEN

PABRIK BIO-OIL DARI JERAMI PADI DENGAN PROSES PIROLISIS CEPAT TEKNOLOGI DYNAMOTIVE. Meiga Setyo Winanti Damas Masfuchah H.

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali Indonesia. Selain terbentuk dari jutaan tahun yang lalu dan. penting bagi kelangsungan hidup manusia, seiring dalam

Apa itu PLTU? Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) adalah pembangkit yang mengandalkan energi kinetik dari uap untuk menghasilkan energi listrik.

II. TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PERUBAHAN TEKANAN VAKUM KONDENSOR TERHADAP KINERJA KONDENSOR DI PLTU TANJUNG JATI B UNIT 1

BAB II LANDASAN TEORI

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara

BAB III PERANCANGAN PROSES

Annisa Fillaeli KIMIA INDUSTRI SEBUAH PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Produksi Konsumsi Ekspor Impor Gambar 1.1 Grafik konsumsi dan produksi minyak di Indonesia (Kementrian ESDM, 2011) 1

ANALISA MESIN DUST COLLECTOR TIPE FABRIC FILTER/BAGHOUSE AMANO VNA 45 PADA RUANG MIXING ROOM.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. PLTU adalah jenis pembangkit listrik tenaga termal yang banyak digunakan

Steam Power Plant. Siklus Uap Proses Pada PLTU Komponen PLTU Kelebihan dan Kekurangan PLTU

GLOSSARY STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG JASA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TENAGA LISTRIK

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI

PENGOLAHAN BATU BARA MENJADI TENAGA LISTIRK

I. PENDAHULUAN. dunia yang melibatkan beberapa negara konsumen dan banyak negara produsen

ANALISIS TERMODINAMIKA PERFORMA HRSG PT. INDONESIA POWER UBP PERAK-GRATI SEBELUM DAN SESUDAH CLEANING DENGAN VARIASI BEBAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Thermodinamika Teknik Mesin

BAB 1 PENDAHULUAN. generator. Steam yang dibangkitkan ini berasal dari perubahan fase air

DESAIN DAN ANALISIS ALAT PENUKAR KALOR TIPE CES

BAB IV UNIT PENDUKUNG PROSES DAN LABORATORIUM

BAB II LANDASAN TEORI

Prinsip kerja PLTG dapat dijelaskan melalui gambar dibawah ini : Gambar 1.1. Skema PLTG

1. Bagian Utama Boiler

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

TUGAS AKHIR PRARANCANGAN PABRIK ALUMINIUM OKSIDA DARI BAUKSIT DENGAN PROSES BAYER KAPASITAS TON/TAHUN

BAB III. DESKRIPSI SOLVENT EXTRACTION PILOT PLANT, ALAT PENY ANGRAI DAN BOILER

Tekad Sitepu, Sahala Hadi Putra Silaban Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

BAB III TEKNOLOGI PEMANFAATAN SAMPAH KOTA BANDUNG SEBAGAI ENERGI

BAB II LANDASAN TEORI

PERALATAN INDUSTRI KIMIA

TECHNOLOGY NEED ASSESMENT

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

MULTIREFRIGERASI SISTEM. Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng

Efisiensi PLTU batubara

Umum Pengering.

BAB III ELECTROSTATIC PRECIPITATOR

BAB IV PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Nilai Kecepatan Minimun Fluidisasi (U mf ), Kecepatan Terminal (U t ) dan Kecepatan Operasi (U o ) pada Temperatur 25 o C

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISA EFISIENSI PERFORMA HRSG ( Heat Recovery Steam Generation ) PADA PLTGU. Bambang Setyoko * ) Abstracts

PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES

BAB 1 PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan

BAB II LANDASAN TEORI

Mekatronika Modul 11 Pneumatik (1)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1]

TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. Berat turbin per daya kuda yang dihasilkan lebih besar.

BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan yang memadai untuk melayani proses yang berlangsung di dalamnya.

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya melimpah dan dapat diolah sebagai bahan bakar padat atau

3.2 Pembuatan Pipa Pipa aliran air dan coolant dari heater menuju pipa yang sebelumnya menggunakan pipa bahan polimer akan digantikan dengan menggunak

PENGARUH VARIASI JUMLAH LUBANG BURNER TERHADAP KALORI PEMBAKARAN YANG DIHASILKAN PADA KOMPOR METHANOL DENGAN VARIASI JUMLAH LUBANG 12, 16 DAN 20

1 Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN. perkebunan kelapa sawit Indonesia hingga tahun 2012 mencapai 9,074,621 Ha.

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintetis,

PEMANFAATAN PANAS TERBUANG

BAB I PENDAHULUAN. Demikian juga halnya dengan PT. Semen Padang. PT. Semen Padang memerlukan

III. METODA PENELITIAN

LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC NPM : NPM :

BAB II LANDASAN TEORI

Analisa Energi, Exergi dan Optimasi pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap Super Kritikal 660 MW Nasruddin*, Pujo Satrio

BAB III PENGUMPULAN DATA. Pusat Listrik Tenaga Uap ( PLTU ) Muara Karang terletak ditepi pantai

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu alat yang digunakan untuk meningkatkan efisiensi. dalam proses pembakaran limbah biomassa adalah dengan

Studi Eksperimen Variasi Beban Pendinginan pada Evaporator Mesin Pendingin Difusi Absorpsi R22-DMF

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Prarancangan Pabrik Gasifikasi Batubara Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR

Transkripsi:

BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA 2.1. Peningkatan Kualitas Batubara Berdasarkan peringkatnya, batubara dapat diklasifikasikan menjadi batubara peringkat rendah (low rank coal) dan batubara peringkat tinggi (hard coal). Batubara peringkat rendah seperti lignite dan sub-bituminous memiliki kandungan air yang tinggi dan kandungan karbon yang rendah sehingga memiliki nilai kalor yang rendah (Gambar 2.1). Gambar 2.1. Klasifikasi batubara berdasar peringkat [3] [40] Salah satu cara untuk meningkatkan nilai kalor batubara kualitas rendah tersebut adalah dengan pengurangan kandungan air (pengeringan). Kandungan air padatan yang memiliki tekanan uap yang kurang dari tekanan uap jenuh pada temperatur padatan disebut sebagai bound moisture. Kandungan air tersebut terikat dalam ikatan kimia atau terjebak dalam struktur mikro padatan. Kelebihan kandungan air padatan selain bound moisture disebut sebagai unbound moisture. Ketika suatu padatan basah dialiri dengan suatu gas, maka kandungan air dalam padatan tersebut akan berkurang hingga tekanan parsial air padatan sama dengan 19

tekanan parsial uap dalam gas yang mengalir tersebut [4]. Ketika kondisi tersebut tercapai, maka padatan dan gas dikatakan berada dalam kondisi setimbang, dan kandungan air padatan pada kondisi tersebut disebut sebagai equillibrium moisture content (X eq dalam Gambar 2.2). Istilah yang umum digunakan untuk menyatakan besar X eq tersebut adalah inherent moisture. Free moisture dalam Gambar 2.2 adalah kandungan air padatan selain inherent moisture. Gambar 2.2. Ilustrasi berbagai jenis kandungan air padatan [5] Hambatan utama dalam usaha pengurangan kandungan air batubara peringkat rendah adalah equillibrium moisture content batubara peringkat rendah dengan udara yang tinggi. Hal ini mengakibatkan tekanan parsial uap udara menjadi lebih tinggi daripada tekanan air batubara kering (bila batubara tersebut dikeringkan dengan pengeringan menggunakan udara panas biasa). Ketika batubara kering tersebut disimpan dalam suatu ruangan biasa, kandungan air batubara kembali bertambah karena batubara menyerap kandungan uap dalam udara ruangan untuk mencapai kesetimbangan. Dari hambatan penyerapan air kembali inilah kemudian muncul berbagai metoda untuk meningkatkan kualitas batubara peringkat rendah (upgrading batubara) dimana batubara yang dihasilkan tidak menyerap air kembali (re-adsorpsi). Gambar 2.3 menunjukkan beberapa jenis metoda upgrading batubara tersebut beserta temperatur dan tekanan prosesnya. 20

Gambar 2.3. Berbagai metoda upgrading batubara [6]. Teknologi peningkatan kualitas batubara (untuk selanjutnya disebut Coal Upgrading Technology / CUT) merupakan salah satu metoda upgrading batubara yang dikembangkan oleh Pusat Rekayasa Industri Institut Teknologi Bandung. Seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.3, metoda ini menggunakan temperatur dan tekanan proses yang lebih rendah dari metoda upgrading batubara lain. CUT juga telah melalui berbagai tahap pengembangan, mulai dari penelitian skala laboratorium hingga saat ini telah sampai pada tahap commissioning pabrik CUT skala pilot (untuk selanjutnya disebut CUT Pilot Plant / CPP). CPP memiliki kapasitas pengolahan batubara 7 ton/jam. CPP direncanakan akan dikembangkan lebih lanjut menjadi pabrik CUT skala komersial (untuk selanjutnya disebut CUT Commercial Plant / CCP) dengan kapasitas pengolahan batubara 150 ton/jam. 2.2. Proses CUT Proses upgrading batubara dengan metoda CUT terdiri dari pengeringan menggunakan fluidized bed dengan media uap superpanas (fluidized bed superheated steam drying) yang dilanjutkan dengan pelapisan tar yang berasal 21

dari batubara itu sendiri. Permukaan batubara akan tertutup dengan lapisan tar sehingga batubara tidak menyerap air kembali (Gambar 2.4). Gambar 2.4. Proses upgrading batubara CUT [7] Penggunaan teknik fluidized bed memiliki kelebihan antara lain efisiensi pertukaran panas yang tinggi dan produk yang isotermal (karena tingkat pencampuran padatan yang tinggi) [8]. Penggunaan uap superpanas dalam pengeringan batubara akan menghindari resiko adanya pembakaran sehingga temperatur akhir batubara setelah mengalami proses fluidisasi dapat diatur. Meskipun memiliki kelebihan-kelebihan tersebut, metoda pengeringan menggunakan fluidized bed dengan media pemanas uap superpanas memiliki kekurangan antara lain [9] : 1. Membutuhkan sistem yang kompleks 2. Konsumsi daya yang tinggi. Daya tersebut utamanya diperlukan untuk mengatasi penurunan tekanan dalam bed yang tinggi akibat kebutuhan untuk men-suspensi seluruh padatan dalam bed 3. Potensi atrisi (atrition) yang tinggi, dan dalam beberapa kasus terjadi granulasi atau aglomerasi pada padatan yang diproses 4. Fleksibilitas yang rendah dan adanya potensi defluidization bila padatan yang masuk terlalu basah Untuk meningkatkan efisiensi proses secara keseluruhan, metoda CUT dikembangkan lebih lanjut melalui penggunaan fluidized bed bertingkat dengan tekanan dan temperatur yang berbeda dalam tiap tingkat. Dengan menggunakan sistem tersebut, penggunaan energi kembali (energy recovery) antar tingkat proses dapat dicapai melalui penggunaan kandungan air batubara yang menguap dalam satu tingkat bed (tangki fluidized bed) sebagai pemanas batubara dalam pada 22

tingkat bed yang lain. Kandungan air batubara yang menguap dialirkan dalam pipa-pipa pemanas yang diletakkan di dalam bed (untuk selanjutnya disebut internal heater). Pipa pemanas tersebut juga membantu mengendalikan pergerakan partikel batubara dan media pemanasnya selama mengalami proses fluidisasi dalam bed. 2.3 CPP Kapasitas 7 Ton/jam CPP dibangun atas kerjasama PT. LAPI ITB dengan PT. Pamapersada Nusantara (PT. PAMA). Pabrik tersebut dibangun di daerah Banjarmasin, Kalimantan Selatan. CPP didesain dengan kapasitas pengolahan batubara sebesar 5.000 ton/bulan (ekivalen dengan 7 ton/jam), serta mengurangi kandungan air batubara dari 30% (terhadap massa kering) menjadi 5% (terhadap massa kering) [10]. Literatur mengenai rancangan awal CPP ada dalam [10] sedang literatur mengenai tahap prakomissioning dan pengujian subsistem CPP tersebut dapat dilihat dalam [11]. 2.3.1 Proses Pengolahan Batubara dan Subsistem CPP Secara umum, sistem CPP terdiri dari 5 subsistem pabrik (Gambar 2.5). Batubara basah yang akan di-upgrade diterima dan disimpan dalam stockpile di subsistem pengolahan awal. Batubara kemudian dikurangi ukurannya (size reduction) hingga sesuai dengan kebutuhan proses pengeringan dan pemanasan dengan fluidized bed superheated steam drying yang dilakukan dalam subsistem pengering. Energi pengeringan utama yang diperlukan subsistem pengering didapat dari oli panas yang selalu disirkulasi dan dipanaskan kembali oleh subsistem penyedia panas. Batubara yang telah kering dan panas (batubara yang keluar dari subsistem pengering) kemudian dibriket dan disimpan dalam subsistem pembriketan dan penyimpanan. Selain pelapisan tar, proses pembriketan batubara juga ditujukan untuk mempermudah proses pengangkutan batubara. Subsistem terakhir yang ada dalam CPP adalah subsistem pengolahan air. Subsistem ini mengolah limbah yang dihasilkan oleh CCP, dimana mayoritas limbah tersebut berasal dari kandungan air batubara yang menguap dalam subsistem pengering. Limbah tersebut masuk ke dalam subsistem pengolahan air 23

dalam bentuk cair karena telah berkondensasi dalam pipa pemanas bed dalam subsistem pengering. Gambar 2.5. Diagram pengelompokan subsistem CPP 2.3.2 Subsistem Pengolahan Awal Selain stockpile, subsistem pengolahan awal (Gambar 2.6) juga terdiri dari peralatan pengurangan ukuran batubara (roll crusher dan cage mill), peralatan klasifikasi ukuran batubara (vibrating screen), dan peralatan pengangkut batubara (conveyor dan bucket elevator). Hopper tank dalam Gambar 2.6 adalah hopper bed fluidisasi tingkat pertama (subsistem pengering). Gambar 2.6. Subsistem Pengolahan Awal CPP [11] 24

Proses pengolahan batubara utama dalam subsistem pengolahan awal adalah proses pengurangan ukuran batubara hingga sesuai dengan kebutuhan ukuran batubara dalam proses fluidisasi dalam subsistem pengering, yaitu batubara dengan diameter rata-rata 0,4 mm. Batubara mentah yang berukuran 50 mm dikurangi ukurannya menjadi 10 mm menggunakan roll crusher. Batubara tersebut kemudian dikurangi ukurannya lagi hingga mencapai diameter rata-rata 0,4 mm menggunakan cage mill. Besar ukuran tersebut ditentukan oleh kebutuhan rancangan proses fluidisasi dalam subsistem pengering. Agar batubara yang menuju subsistem pengering benar-benar berukuran kurang dari 0,4 mm, batubara halus yang keluar dari cage mill kemudian diayak menggunakan vibrating screen. Batubara yang tidak lolos vibrating screen kemudian dimasukkan kembali ke dalam cage mill menggunakan konveyor untuk dihancurkan kembali. Batubara halus dialirkan menuju subsistem pengering menggunakan satu rangkaian belt conveyor dan bucket elevator. Bucket elevator tersebut diperlukan karena beda ketinggian hopper bed fluidisasi dalam subsistem pengering dengan subsistem pengolahan awal mencapai 20 m [11]. 2.3.3. Subsistem Pengering Proses pengeringan dan pemanasan batubara secara kontinyu dalam subsistem pengering terdiri dari 3 tingkat proses pada tekanan dan temperatur yang berbeda. Tiap tingkat proses tersebut dilakukan dalam satu fluidized bed tunggal. Ketiga fluidized bed tersebut terpisah satu sama lain dan disusun secara seri (Gambar 2.7). Gambar 2.7. Susunan tiga bed CPP [11] 25

Skema untuk satu tingkat proses pengeringan dan pemanasan batubara CPP ditunjukkan dalam Gambar 2.8a. Batubara masuk ke dalam bed melalui rotary vane untuk mengatasi beda tekanan antara sisi inlet rotary vane dan tekanan di dalam bed. Uap superpanas yang merupakan media fluidisasi dialirkan dari bawah bed sehingga partikel batubara menjadi terfluidisasi di dalam bed. Energi pemanasan dan pengeringan batubara didapatkan dari penurunan kalor uap pem-fluidisasi tersebut dan penurunan kalor fluida pemanas internal heater. Uap fluidisasi dalam jumlah tertentu selalu disirkulasi oleh blower dan dipanaskan kembali oleh preheater. Kelebihan uap sirkulasi yang berasal dari penguapan kandungan air batubara dikeluarkan melalui katup yang dipasang setelah siklon. Fungsi siklon dalam Gambar 2.8a adalah untuk menangkap partikel batubara halus yang ikut terbawa dalam uap sirkulasi. Batubara yang ditangkap oleh siklon kemudian dicampur dengan batubara kering yang telah keluar dari bed. Kecepatan operasi fluidisasi dalam bed CPP merupakan kecepatan terminal rata-rata partikel kering [10]. Ketika batubara mencapai freeboard yang memiliki luas penampang besar daripada luas penampang bed, maka reduksi kecepatan partikel akan menyebabkan batubara yang telah kering tersebut jatuh ke samping dan pada akhirnya menuju pipa outlet batubara (Gambar 2.8b). Gambar 2.8. (a) Skema satu tingkat proses pengeringan, dan (b) Skema bed pengering CPP 26

Kondisi operasi tiap tingkat proses pengeringan dan pemanasan CPP ditunjukkan dalam Tabel 2.1. Susunan ketika bed dalam Tabel 2.1 tersebut dapat dilihat dalam Process Flow Diagram CPP pada Lampiran A. Dalam diagram tersebut, kelebihan uap sirkulasi dalam bed 3 digunakan sebagai fluida pemanas internal heater bed 2 sedangkan kelebihan uap sirkulasi bed 2 digunakan sebagai fluida pemanas internal heater bed 1. Fluida pemanas preheater bed 1, bed 2, bed 3, serta internal heater bed 3 adalah oli panas yang disuplai oleh subsistem penyedia panas. Tabel 2.1. Kondisi operasi tiap tingkat proses fluidisasi dalam bed CPP [12]. Besaran Satuan Bed 1 Bed 2 Bed 3 temperatur masuk batubara ke dalam bed C 30 80 140 Temperatur batubara keluar bed C 70 140 220 Tekanan bed bar 1 1,5 4,761 Laju aliran massa batubara kg/s 2,084 1,924 1,683 Fluida pengering - udara uap superpanas uap superpanas Laju aliran massa fluida pengering kg/s 2,68 1,834 3,315 temperatur masuk fluida pengering C 70 174 231 temperatur keluar fluda pengering C 70 140 220 fluida pemanas internal heater - uap uap oli temperatur masuk fluida internal heater C 127.1 220 300 temperatur keluar fluida internal heater C 80 150 230 tekanan fluida internal heater bar 1,5 4,761 5 2.3.4 Subsistem Pembriketan dan Penyimpanan Batubara kering (kandungan air 5% (terhadap massa kering)) dan panas (220 C) yang keluar dari subsistem pengering kemudian dijadikan briket menggunakan sebuah binderless briquetting machine (Gambar 2.9). Briket tersebut kemudian diangkut dengan rangkaian conveyor tertutup menuju tempat 27

penyimpanan batubara kering. Rangkaian conveyor tersebut juga dilengkapi dengan exhaust fan untuk proses pendinginan briket [11]. Gambar 2.9. Mesin briket tipe roll press yang digunakan CPP [11] 2.3.5. Subsistem Penyedia Panas Oli panas yang diperlukan oleh subsistem pengering didapatkan dari subsistem penyedia panas. Setelah melewati subsistem pengering, oli yang telah menjadi dingin tersebut kemudian dipompa oleh pompa sirkulasi dan dipanaskan kembali dalam sebuah thermal oil heater sebelum dialirkan kembali ke subsistem pengering. Pemanasan dalam thermal oil heater didapatkan dari pembakaran batubara. Sebelum dibuang ke udara bebas melalui cerobong asap (chimney), gas hasil pembakaran batubara yang keluar dari thermal oil heater disaring terlebih dahulu menggunakan baghouse filter (Gambar 2.10). air preheater baghouse filter chimney oli panas ke subsistem pengering oli dingin dari subsistem pengering circulation pump thermal oil heater batubara fan abu udara luar fan Gambar 2.10. Skema subsistem penyedia panas CPP [11] 28

Dalam rancangan awal CPP, energi yang diperlukan oleh subsistem pengering tidak didapatkan dari penurunan kalor oli panas, tetapi didapatkan dari penurunan kalor uap yang disuplai oleh boiler. Karena sistem CPP dinilai merupakan sistem yang kecil, maka pada tahap Front End Engineering Detail Design (FEED) CCP, penggunaan boiler tersebut digant dengan penggunaan thermal oil heater seperti pada Gambar 2.10. 2.3.6 Subsistem Pengolahan Air Kelebihan uap sirkulasi dalam bed CPP yang telah digunakan sebagai fluida pemanas internal heater bed dialirkan menuju subsistem pengolahan air. Penurunan kalor yang dialami uap tersebut menyebabkan uap tersebut berkondensasi selama mengalir dalam pipa internal heater bed (lihat Tabel 2.1). Kondensat ini merupakan air limbah utama yang dihasilkan oleh proses pengolahan batubara dalam CPP. Dalam subsistem pengolahan air, kondensat dari subsistem pengering tersebut dialirkan ke dalam cooling pond (Gambar 2.11 dan 2.12), tempat pendinginan dan penampungan sementara air kondensat. Kondensat tersebut kemudian dicampur dengan air limbah yang berasal dari stockyard batubara dalam settling pond 1. Stockyard dalam subsistem pengolahan awal merupakan satu tempat terbuka biasa sehingga ketika terjadi hujan, limpasan air hujan dari stockyard tersebut merupakan air kotor. Di dalam settling pond 1, campuran air kotor tersebut dicampur dengan tawas untuk mengkoagulasi kandungan polutan air. Endapan tersebut akan mengendap sepanjang aliran air limbah dari settling pond 1 hingga settling pond 3. Air yang ada di settling pond 3 merupakan air yang dapat dibuang ke badan air penerima. 2.4. CCP Kapasitas 150 Ton/jam CCP kapasitas 150 ton/jam direncanakan merupakan pengembangan pertama CPP dalam skala komersial. Definisi pengembangan tersebut diantaranya adalah, 1. peningkatan kapasitas pengolahan batubara 29

2. penggunaan ukuran partikel batubara yang lebih besar (saat batubara mengalami proses pengeringan dan pemanasan) 3. tekanan maksimum dalam proses pengeringan yang lebih rendah 4. penggunaan peralatan pembangkit daya yang menggunakan turbin. 5. penggunaan sistem penanganan debu (dust handling) Gambar 2.11. Skema subsistem pengolahan air CPP Gambar 2.12. Subsistem pengolahan air CPP [11] Desain CCP kapasitas 150 ton/jam utamanya didasarkan pada rancangan CPP dan disesuaikan dengan pengembangan rancangan di atas. Beberapa pengalaman yang didapatkan selama tahap perencanaan, pembangunan, pengujian, dan operasional CPP juga merupakan dasar perancangan CCP. 30