BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: b. Memori : 8192 MB. c. Sistem Model : Lenovo G40-45

EKSTRAKSI CIRI TRANSFORMASI CURVELET DISKRIT UNTUK MENDETEKSI KERUSAKAN PERMUKAAN BUAH MANGGIS SKRIPSI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. fold Cross Validation, metode Convolutional neural network dari deep learning

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Prosesor : Intel Core i5-6198du (4 CPUs), ~2.

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III PENGOLAHAN DATA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengembangan Sistem Pengenalan Wajah 2D

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II STUDI PUSTAKA

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C-

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR...

Model Citra (bag. 2)

Pendekatan Statistik Pada Domain Spasial dan Frekuensi untuk Mengetahui Tampilan Citra Yustina Retno Wahyu Utami 1)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. ada beberapa cara yang telah dilakukan, antara lain : akan digunakan untuk melakukan pengolahan citra.

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kuliah 4 Pengolahan Titik (2) Indah Susilawati, S.T., M.Eng.

BAB III METODE PENELITIAN

3. BAB II STUDI PUSTAKA

SAMPLING DAN KUANTISASI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

PRAPROSES CITRA MENGGUNAKAN KOMPRESI CITRA, PERBAIKAN KONTRAS, DAN KUANTISASI PIKSEL

Pertemuan 2 Representasi Citra

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel pengujian menggunakan sebanyak 1 buah sampel beras A, 7 buah

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II IDENTIFIKASI DAERAH TERKENA BENCANA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

Journal of Control and Network Systems

(IMAGE ENHANCEMENT) Peningkatan kualitas citra di bagi menjadi dua kategori yaitu :

BAB II CITRA DIGITAL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

HALAMAN PERNYATAAN. Yogyakarta, Yang menyatakan, Fiddin Yusfida A la

5. IDENTIFIKASI JENIS TANAMAN. Pendahuluan

Watermarking dengan Metode Dekomposisi Nilai Singular pada Citra Digital

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pengolahan citra (image processing) telah banyak dipakai di berbagai

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI UNTUK MENDESAIN KARTU UCAPAN

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan bulan September

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN

DAFTAR ISI BAB II TINJAUAN PUSTAKA...4

BAB 3 ANALISIS DAN KEBUTUHAN ALGORITMA

Pengenalan Bahasa Isyarat Tangan Menggunakan Metode PCA dan Haar-Like Feature

BAB IV IMPLEMENTASI DAN HASIL PENGUJIAN

KULIAH 1 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA PENGANTAR MATRIKS

BAB 3 PERALATAN DAN PROSEDUR PENELITIAN

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

BAB II LANDASAN TEORI. titiktitik penyusun citra itu sendiri. Titik-titik tersebut disebut dengan pixel. Banyaknya

PERANCANGAN APLIKASI PENGURANGAN NOISE PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN METODE FILTER GAUSSIAN

Ekstraksi Pola Iris Mata Berwarna Biru dan Cokelat dengan Metode GrayLevel Cooccurrence Matrix Yunia Mentari a, Nurhasanah a)*, Iklas Sanubary a)

6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA. Pendahuluan

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH

BAB II TI JAUA PUSTAKA

KULIAH 2 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA HISTOGRAM CITRA

EKSTRAKSI CIRI TEKSTUR CITRA WAJAH PENGGUNA NARKOTIKA MENGGUNAKAN METODE GRAY LEVEL CO-OCCURANCE MATRIX. Abstrak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HALAMAN JUDUL DETEKSI INDEKS KEMATANGAN BUAH MANGGIS MENGGUNAKAN METODE SUPPORT VECTOR MACHINE TUGAS AKHIR

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB IV PENGUJIAN SISTEM. koordinat pada tiap-tiap area, akses pixel, contrast streching, histogram. yang

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI. menawarkan pencarian citra dengan menggunakan fitur low level yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Implementasi Deteksi Copy-move Forgery pada Citra menggunakan Metode Histogram of Oriented Gradients (HOG)

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

Identifikasi Tanaman Buah Berdasarkan Fitur Bentuk, Warna dan Tekstur Daun Berbasis Pengolahan Citra dan Learning Vector Quantization(LVQ)

DETEKSI CACAT PERMUKAAN BUAH MANGGIS BERBASIS PENGOLAHAN CITRA MENGGUNAKAN METODE KLASIFIKASI SUPPORT VECTOR MACHINE

BAB 3 PERANCANGAN PROGRAM. dilanjutkan dengan rancangan cetak biru untuk program yang akan dibangun.

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Prinsip Kerja Sistem Prinsip kerja sistem diawali dengan pembacaan citra rusak dan citra tidak rusak yang telah terpilih dan dikumpulkan pada folder tertentu. Kumpulan citra tersebut kemudian diproses dengan melakukan pra pengolahan citra dan ekstraksi ciri yang akan menghasilkan nilai tertentu. Kumpulan citra dibagi menjadi citra latih dan citra uji dengan data set yang ditentukan dari 4-Fold Cross Validation. Metode Linear Discriminant Analysis dilakukan untuk melakukan proses latih. Pada tahap uji, data yang baru dipetakan pada model area latih sehingga hasilnya akan terletak pada area tertentu dan dapat terklasifikasi. 4.2 Hasil Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan di Laboratorium Pasca Panen, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Total data yang digunakan adalah 120 citra. Dari data total 120 citra tersebut merupakan gabungan dari citra latih dan citra uji, dari 120 citra tersebut terdiri dari 60 citra rusak dan 60 citra tidak rusak. Citra ini mempunyai kualitas yang bervariasi yaitu: kelas ekstra, kelas I, dan kelas II. Kelas ekstra yaitu manggis yang bermutu super, kelas I yaitu manggis yang bermutu baik, kelas II yaitu manggis yang tidak termasuk dalam kelas ekstra dan kelas I. Contoh citra rusak dan tidak rusak ditampilkan pada Gambar 4.2. 40

41 (a) Citra manggis rusak (b) Citra manggis tidak rusak Gambar 4. 1 Contoh citra manggis rusak dan tidak rusak 4.3 Hasil Perancangan Program 4.3.1 Resize Citra Data diambil menggunakan kamera digital dengan jarak yang sama sekitar 50 cm dan resolusi yang sama. Pada pengambilan gamabar data, dalam satu foto berisi empat buat manggis pada kelas yang sama. Hal ini dilakukan untuk mempersingkat waktu pengambilan data. Kemudian dilakukan resize untuk masing-masing buah manggis dengan ukuran citra diubah menjadi 512x512 piksel. Hasil resize ditunjukan pada Gambar 4.3. (a) Citra manggis sebelum dicrop (b) Citra manggis setelah dicrop dan diresize Gambar 4. 2 Proses resize citra

42 4.3.2 Konversi RGB ke Grayscale Setelah citra diresize, mode warna citra diubah dari RGB (Red Green Blue) menjadi mode warna grayscale dengan tujuan untuk menyederhanakan citra input sehingga mengurangi waktu pemrosesan. Gambar citra grayscale dari permukaan buah manggis ditampilkan pada gambar 4.4 dan gambar 4.5 (a) Citra RGB (b) Citra grayscale Gambar 4. 3 Hasil konversi citra manggis rusak ke citra grayscale (a) Citra RGB (b) Citra grayscale Gambar 4. 4 Hasil konversi citra manggis tidak rusak ke citra grayscale 4.3.3 Transformasi Curvelet Citra dalam format grayscale kemudian ditransformasi pada frekuensi subgambar dimana komponennya dihasilkan dengan cara menguraikan citra grayscale sehingga menghasilkan kurva-kurva nilai matriks dari citra gambar.

43 Dari transformasi curvelet yang telah dilakukan akan didapatkan nilai-nilai hasil transformasi curvelet. Nilai dari transformasi curvelet berisi informasi tentang dekomposisi dari citra hasil transformasi yang telah terkompresi. Hasil dari transformasi curvelet adalah beberapa buah koefisien yaitu coefficient curvelet dan curva dari coeficient curvelet yang disajikan pada gambar 4.6 dan gambar 4.7 (a) Citra grayscale rusak (b) Hasil transformasi curvelet Gambar 4. 5 Proses transformasi curvelet pada citra rusak (a) Citra grayscale tidak rusak (b) Hasil transformasi curvelet Gambar 4. 6 Proses transformasi curvelet pada citra tidak rusak Gambar 4.5 (b) merupakan citra hasil transformasi curvelet diskrit pada citra rusak, citra cacat tersebut di dekomposisi menggunakan transformasi curvelet dan menghasilkan koefisien curvelet. Koefisien curvelet tersusun dari

44 kurva-kurva yang terbentuk jadi satu. Dari kumpulan kurva tersebut menghasilkan nilai yang akan digunakan untuk menentukan nilai ekstraksi ciri dari citra rusak. Gambar 4.6 (b) merupakan citra hasil transformasi curvelet diskrit pada citra tidak rusak, citra tidak rusak tersebut di dekomposisi menggunakan transformasi curvelet dan menghasilkan koefisien curvelet. Dari hasil transformasi curvelet citra rusak dan tidak rusak terlihat sama secara fisik dan sulit dibedakan apakah citra tersebut rusak atau tidak karena sudah berbentuk irisan kurva-kurva yang secara kasat mata berbentuk sama. Nilai hasil transformasi curvelet selanjutnya digunakan untuk membentuk nilai ekstraksi ciri dari masing-masing citra. 4.3.4 Ekstraksi Ciri Ekstraksi ciri merupakan suatu proses pengambilan ciri unik dari citra permukaan manggis kedalam sebuah nilai tertentu. Ekstraksi ciri dihitung dari koefisien curvelet yang telah diperoleh dari proses transformasi curvelet dan akan menghasilkan nilai yang diperlukan. Hasil dari ekstraksi ciri ini akan digunakan sebagai bahan analisis untuk menentukan permukaan buah yang rusak atau tidak rusak.

45 a. Mean Mean merupakan nilai rata-rata atau rata-rata dari array. Input array, ditentukan sebagai vector, matriks, atau array multidimensi. Jika A adalah skalar, maka mean(a) returns A. Jika A adalah matriks dari 0 ke 0, berarti mean(a) returns NaN. Dimensi untuk beroperasi ditentukan sebagai skalar bilangan bulat positif. Jika tidak ada nilai yang ditentukan, maka defaultnya adalah dimensi array pertama yang ukurannya tidak sama dengan 1. Dimensi dim menunjukkan dimensi yang panjangnya menjadi 1. Ukuran (M,dim) adalah 1, sedangkan ukuran semua dimensi lainnya tetap sama. Pertimbangan array masukan dua dimensi, A. Jika dim = 1, maka mean (A, 1) returns sebuah vektor baris yang berisi mean elemen di setiap kolom. Gambar 4. 7 mean(a,1) Jika dim = 2, berarti (A, 2) returns vektor kolom yang berisi rata-rata elemen di setiap baris. Gambar 4. 8 mean(a,2)

46 Mean A ketika dim lebih besar dari ndims(a) atau bila ukuran (A,dim) adalah 1. Gambar 4. 9 Scatter plot citra ekstraksi ciri Mean Pada ekstraksi ciri mean menunjukkan grafik scatter dari nilai rata-rata kurva dari koefisien hasil transformasi curvelet diskrit. Sumbu X menunjukkan banyaknya gambar dari citra rusak dan tidak rusak, sedangkankan sumbu Y menunjukkan nilai rata-rata. Simbol x biru menunjukkan hasil nilai rata-rata dari citra tidak rusak, sedangkan simbol o merah menunjukkan hasil nilai rata-rata dari citra rusak. b. Energy Energy menyatakan tingkat keseragaman piksel-piksel suatu citra. Semakin tinggi nilai energy, maka semakin seragam teksturnya. Matlab

47 menerapkan operasi eksponensiasi ke setiap elemen vektor (atau matriks) secara terpisah, ini disebut sebagai elemen demi elemen eksponen. Gambar 4. 10 Scatter plot citra ekstraksi ciri Energy Pada ekstraksi ciri energy menunjukkan grafik scatter dari nilai energy hasil transformasi curvelet diskrit. Sumbu X menunjukkan banyaknya gambar dari citra rusak dan tidak rusak, sedangkankan sumbu Y menunjukkan nilai energy. Simbol x biru menunjukkan hasil nilai energy dari citra tidak rusak, sedangkan simbol o merah menunjukkan hasil nilai energy dari citra rusak. c. Entropy Entropy adalah ukuran statistik keacakan piksel-piksel suatu citra yang dapat digunakan untuk mengkarakterisasi tekstur gambar masukan. E = entropi(i) returns E, nilai skalar yang mewakili entropi citra grayscale I. Entropi adalah ukuran statistik keacakan yang dapat digunakan untuk mengkarakterisasi tekstur gambar masukan. Entropi didefinisikan sebagai

48 sum(p. log2 (p)), dimana p berisi jumlah histogram yang dikembalikan dari imhist. Secara default, entropi menggunakan dua bins untuk array logis dan 256 bins untuk uint8, uint16, atau double array. Fungsi entropi memperlakukannya sebagai gambar grayscale multidimensional dan bukan sebagai gambar RGB. Gambar 4. 11 Scatter plot citra ekstraksi ciri Entropy Pada ekstraksi ciri entropy menunjukkan grafik scatter dari nilai entropy hasil transformasi curvelet diskrit. Sumbu X menunjukkan banyaknya gambar dari citra rusak dan tidak rusak, sedangkankan sumbu Y menunjukkan nilai entropy. Simbol x biru menunjukkan hasil nilai entropy dari citra tidak rusak, sedangkan simbol o merah menunjukkan hasil nilai entropy dari citra rusak.

49 d. Standard Deviation Standar deviasi adalah akar kuadrat dari varian. Nilai standard deviation dihasilkan dari setiap nilai komponen kurva dari koefisien curvelet pada citra. Input array, ditentukan sebagai vektor, matriks, atau array multidimensi. Jika A adalah skalar, maka std(a) kembali 0. Jika A adalah array kosong dari 0 ke 0, maka std(a) returns NaN. Dimensi untuk beroperasi, ditentukan sebagai skalar bilangan bulat positif. Jika tidak ada nilai yang ditentukan, maka defaultnya adalah dimensi array pertama yang ukurannya tidak sama dengan 1. Dimensi dim menunjukkan dimensi yang panjangnya direduksi menjadi 1. Ukuran (S,dim) adalah 1, sedangkan ukuran semua dimensi lainnya tetap sama. Pertimbangan array masukan dua dimensi, A. Jika dim = 1, maka std(a,0,1)returns sebuah vektor baris yang berisi standard deviasi elemen di setiap kolom. Gambar 4. 12 std (A, 0,1) Jika dim = 2, maka std(a,0,2) returns vektor kolom yang berisi standard deviasi elemen pada setiap baris. Gambar 4. 13 std(a, 0, 2)

50 Jika dim lebih besar dari ndims(a), maka std(a) returns sebuah array angka nol dengan ukuran yang sama dengan A. Gambar 4. 14 Scatter plot citra ekstraksi ciri Standard Deviation Pada ekstraksi ciri standard deviation menunjukkan grafik scatter dari nilai standard deviation hasil transformasi curvelet diskrit. Sumbu X menunjukkan banyaknya gambar dari citra rusak dan tidak rusak, sedangkankan sumbu Y menunjukkan nilai standard deviation. Simbol x biru menunjukkan hasil nilai standard deviation dari citra tidak rusak, sedangkan simbol o merah menunjukkan hasil nilai standard deviation dari citra rusak. e. Variance Variance adalah kuadrat dari standar deviasi. Variance memberi ukuran deviasi sinyal dari nilai meannya. Input array, ditentukan sebagai vektor,

51 matriks, atau array multidimensi. Dimensi untuk beroperasi, ditentukan sebagai skalar bilangan bulat positif. Jika tidak ada nilai yang ditentukan, maka defaultnya adalah dimensi array pertama yang ukurannya tidak sama dengan 1. Dimensi dim menunjukkan dimensi yang panjangnya direduksi menjadi 1. Ukuran (V,dim) adalah 1, sedangkan ukuran semua dimensi lainnya tetap sama. Pertimbangan array masukan dua dimensi, A. Jika dim = 1, maka var(a,0,1) returns vektor baris yang berisi varians elemen di setiap kolom. Gambar 4. 15 var (A, 0,1) Jika dim = 2, maka var(a, 0,2) returns vektor kolom yang berisi varians elemen di setiap baris. Gambar 4. 16 var (A, 0,2) var returns sebuah array angka nol dengan ukuran yang sama dengan A ketika dim lebih besar dari ndims(a).

52 Gambar 4. 17 Scatter plot citra ekstraksi ciri Variance Pada ekstraksi ciri variance menunjukkan grafik scatter dari nilai variance hasil transformasi curvelet diskrit. Sumbu X menunjukkan banyaknya gambar dari citra rusak dan tidak rusak, sedangkankan sumbu Y menunjukkan nilai variance. Simbol x biru menunjukkan hasil nilai variance dari citra tidak rusak, sedangkan simbol o merah menunjukkan hasil nilai variance dari citra rusak. f. Sum Sum merupakan jumlah elemen array. Input array, ditentukan sebagai vektor, matriks, atau array multidimensi. Jika A adalah skalar, maka sum(a) returns A. Jika A adalah matriks 0 ke 0, maka sum(a) akan returns 0. Dimensi untuk beroperasi, ditentukan sebagai skalar bilangan bulat positif. Jika tidak ada nilai yang ditentukan, maka defaultnya adalah dimensi array pertama yang ukurannya tidak sama dengan 1. Dimensi dim menunjukkan

53 dimensi yang panjangnya direduksi menjadi 1. Ukuran (S, dim) adalah 1, sedangkan ukuran semua dimensi lainnya tetap sama. Pertimbangkan array masukan dua dimensi, A. sum(a,1) beroperasi pada elemen berturutan di kolom A dan returns vektor baris dari jumlah setiap kolom. Gambar 4. 18 sum(a,1) sum(a,2) beroperasi pada elemen berturutan di baris A dan returns vektor kolom dari jumlah setiap baris. Gambar 4. 19 sum(a,2) sum returns A bila dim lebih besar dari ndims(a) atau bila ukuran (A,dim) adalah 1.

54 Gambar 4. 20 Scatter plot citra ekstraksi ciri Sum Pada ekstraksi ciri sum menunjukkan grafik scatter dari nilai sum hasil transformasi curvelet diskrit. Sumbu X menunjukkan banyaknya gambar dari citra rusak dan tidak rusak, sedangkankan sumbu Y menunjukkan nilai sum. Simbol x biru menunjukkan hasil nilai sum dari citra tidak rusak, sedangkan simbol o merah menunjukkan hasil nilai sum dari citra rusak. g. Correlation Correlation menyatakan ukuran hubungan linear dari nilai graylevel piksel ketetanggan. Blok korelasi menghitung korelasi silang dua array input N-D sepanjang dimensi pertama. Perhitungannya bisa dilakukan dalam domain waktu atau domain frekuensi. Anda dapat menentukan domain melalui parameter domain komputasi. Dalam domain waktu, blok tersebut menggabungkan sinyal masukan pertama, u, dengan konjugat kompleks yang

55 terbentuk dari sinyal input kedua, v. Dalam domain frekuensi, untuk menghitung korelasi silang. Gambar 4. 21 Scatter plot citra ekstraksi ciri Correlation Pada ekstraksi ciri correlation menunjukkan grafik scatter dari nilai correlation hasil transformasi curvelet diskrit. Sumbu X menunjukkan banyaknya gambar dari citra rusak dan tidak rusak, sedangkankan sumbu Y menunjukkan nilai correlation. Simbol x biru menunjukkan hasil nilai correlation dari citra tidak rusak, sedangkan simbol o merah menunjukkan hasil nilai correlation dari citra rusak. h. Contrast Contrast menyatakan kandungan variasi lokal pada citra. Semakin tinggi nilai contrast maka semakin tinggi tingkat kekontrasannya. Fungsi kontras meningkatkan kontras gambar. Ini menciptakan colormap abu-abu baru, cmap, yang memiliki distribusi intensitas yang hamper sama. Ketiga elemen

56 di setiap baris identik. cmap = contrast(x) returns colormap abu-abu yang panjangnya sama dengan colormap saat ini. Jika ada unsur NaN atau Inf di X, panjang colormap meningkat. cmap = contrast(x,m) returns colormap abu-abu m-by-3. Gambar 4. 22 Scatter plot citra ekstraksi ciri Contrast Pada ekstraksi ciri contrast menunjukkan grafik scatter dari nilai contrast hasil transformasi curvelet diskrit. Sumbu X menunjukkan banyaknya gambar dari citra rusak dan tidak rusak, sedangkankan sumbu Y menunjukkan nilai contrast. Simbol x biru menunjukkan hasil nilai contrast dari citra tidak rusak, sedangkan simbol o merah menunjukkan hasil nilai contrast dari citra rusak. i. Homogeneity Homogeneity menyatakan ukuran kedekatan setiap elemen dari cooccurrence matrix. Homogeneity menjelaskan sifat-sifat kumpulan data, atau beberapa kumpulan data. Hubungan dengan keabsahan asumsi yang sering kali mudah bahwa sifat statistik dari satu bagian dari keseluruhan dataset sama dengan bagian lainnya. Dalam meta-analisis, yang menggabungkan data

57 dari beberapa penelitian, homogenitas mengukur perbedaan atau kesamaan antara beberapa penelitian. Gambar 4. 23 Scatter plot citra ekstraksi ciri Homogeneity Pada ekstraksi ciri homogeneity menunjukkan grafik scatter dari nilai homogeneity hasil transformasi curvelet diskrit. Sumbu X menunjukkan banyaknya gambar dari citra rusak dan tidak rusak, sedangkankan sumbu Y menunjukkan nilai homogeneity. Simbol x biru menunjukkan hasil nilai homogeneity dari citra tidak rusak, sedangkan simbol o merah menunjukkan hasil nilai homogeneity dari citra rusak. Dari hasil ekstraksi ciri dapat disimpulkan bahwa ekstraksi ciri dengan variance dan standard deviation memiliki perbedaan nilai yang lebih terlihat antara citra rusak dan citra tidak rusak. Sehingga dapat digunakan untuk menentukan nilai akurasi yang lebih sesuai dengan nilai akurasi secara manual.

58 4.3.5 Klasifikasi dan Validasi Dalam penelitian ini klasifikasi menggunakan Linear Discriminant Analysis (LDA) dan menggunakan validai 4-Fold Cross Validation. Data yang dipakai pada penelitian ini yaitu 120 citra. Data tersebut digunakan pada dua tahapan dalam klasifikasi yaitu tahap latih/training dan tahap uji/testing. Dari 120 data tersebut terdiri dari 60 citra rusak dan 60 citra tidak rusak. Kemudian data tersebut dibagi menjadi 4 fold dengan masing-masing fold terdapat 30 citra dari kombinasi 15 citra rusak dan 15 citra tidak rusak. Pembagian kelas ini bertujuan untuk mempermudah proses validasi sehingga menghasilkan akurasi yang maksimal. Setelah mendapatkan data hasil dari ekstraksi ciri, selanjutnya data ekstraksi ciri tersebut disimpan dalam database dengan ekstansi file.mat. Setelah data tersimpan, data ekstraksi ciri dilatih dengan menggunakan fungsi LDATrain untuk menghasilkan data latih, kemudian data latih digunakan untuk menguji citra uji. a. Hasil Klasifikasi dan Validasi Fold-1 Pada fold-1 data latih berjumlah 120 citra yang terdiri dari 60 citra rusak dan 60 citra tidak rusak. Sedangkan data uji berjumlah 30 citra. Tahap klasifikasi pada fold-1 menggunakan model LDA yaitu nilai dari setiap ekatraksi ciri untuk menghasilkan data latih. Berikut plot hasil ke-9 ekstraksi ciri dari fold-1:

59 (a) Plot mean fold-1 (b) Plot energy fold-1 (c) Plot entropy fold-1 (d) Plot standard deviation fold-1 (e) Plot variance fold-1 (f) Plot sum fold-1

60 (g) Plot correlation fold-1 (h) Plot contrast fold-1 (i) Plot homogeneity fold-1 Gambar 4. 24 Plot ekstraksi ciri fold-1 Hasil dari ekstraksi ciri fold-1 ditunjukan pada gambar 4.16 (d) dan (e) yaitu data ekstraksi ciri standard deviation dan variance memiliki sebaran data dengan pola yang terpisah berdasarkan klasifikasi citra rusak dan tidak rusak sehingga pada pola grafik tidak saling berhimpitan, sedangkan untuk data ekstraksi ciri yang lain yaitu mean, energy, entropy, sum, correlation, contrast, dan homogeneity memiliki sebaran data pola yang belum terpisah berdasarkan klasifikasi citra rusak dan tidak rusak sehingga pada plot grafik saling berhimpitan.

61 Dari data latih/training fold-1 akan digunakan sebagai data uji untuk pengklasifikasian citra. Hasil pada tahap ini adalah program menghasilkan jumlah akurasi data pada flod-1. Berikut tabel hasil akurasi dari proses pengujian pada citra uji fold-1 Tabel 4. 1 Hasil akurasi fold-1 Ekstraksi Ciri Hasil Deteksi Jumlah Tidak Rusak Total Error Rusak Akurasi Mean 15 15 30 6 80% Energy 15 15 30 8 73,3% Entropy 15 15 30 7 76,7% Standard Deviation 15 15 30 3 90% Variance 15 15 30 4 86,7% Sum 15 15 30 6 80% Correlation 15 15 30 15 50% Contrast 15 15 30 8 73,3% Homogeneity 15 15 30 7 76,6% Dari data tabel 4.1 diperoleh akurasi pengujian dari citra uji pada fold-1. Dari masing-masing ekstraksi ciri terdapat error saat pengujian. Ada beberapa citra yang secara visual diklasifikasi sebagai citra rusak, sedangkan hasil pengujian menggunakan program diklasifikasi sebagai citra tidak rusak. Persamaan nilai akurasi pada beberapa fitur terjadi karena faktor pencahayaan pada saat pengambilan data yang mempengaruhi ekstraksi ciri citra.

62 b. Hasil Klasifikasi dan Validasi Fold-2 Pada fold-2 data latih berjumlah 120 citra yang terdiri dari 60 citra rusak dan 60 citra tidak rusak. Sedangkan data uji berjumlah 30 citra. Tahap klasifikasi pada fold-2 menggunakan model LDA yaitu nilai dari setiap ekatraksi ciri untuk menghasilkan data latih. Berikut plot hasil ke-9 ekstraksi ciri dari fold-2: (a) Plot mean fold-2 (b) Plot energy fold-2 (c) Plot entropy fold-2 (d) Plot standard deviation fold-2

63 (e) Plot variance fold-2 (f) Plot sum fold-2 (g) Plot correlation fold-2 (h) Plot contrast fold-2 (i) Plot homogeneity fold-2 Gambar 4. 25 Plot ekstraksi ciri fold-2

64 Hasil dari ekstraksi ciri fold-2 ditunjukan pada gambar 4.17 (c), (d) dan (e) yaitu data ekstraksi ciri entropy, standard deviation dan variance memiliki sebaran data dengan pola yang terpisah berdasarkan klasifikasi citra rusak dan tidak rusak sehingga pada pola grafik tidak saling berhimpitan, sedangkan untuk data ekstraksi ciri yang lain yaitu mean, energy, sum, correlation, contrast, dan homogeneity memiliki sebaran data pola yang belum terpisah berdasarkan klasifikasi citra rusak dan tidak rusak sehingga pada plot grafik saling berhimpitan. Dari data latih/training fold-2 akan digunakan sebagai data uji untuk pengklasifikasian citra. Hasil pada tahap ini adalah program menghasilkan jumlah akurasi data pada flod-2. Berikut tabel hasil akurasi dari proses pengujian pada citra uji fold-2 Tabel 4. 2 Hasil akurasi fold-2 Ekstraksi Ciri Hasil Deteksi Jumlah Tidak Rusak Total Error Rusak Akurasi Mean 15 15 30 6 80% Energy 15 15 30 7 76,7% Entropy 15 15 30 7 76,7% Standard Deviation 15 15 30 3 90% Variance 15 15 30 4 86,7% Sum 15 15 30 6 80% Correlation 15 15 30 15 50% Contrast 15 15 30 8 73,3% Homogeneity 15 15 30 6 80% Dari data tabel 4.2 diperoleh akurasi pengujian dari citra uji pada fold-2. Dari masing-masing ekstraksi ciri terdapat error saat pengujian. Ada beberapa citra yang secara visual diklasifikasi sebagai citra rusak, sedangkan

65 hasil pengujian menggunakan program diklasifikasi sebagai citra tidak rusak. Persamaan nilai akurasi pada beberapa fitur terjadi karena faktor pencahayaan pada saat pengambilan data yang mempengaruhi ekstraksi ciri citra. c. Hasil Klasifikasi dan Validasi Fold-3 Pada fold-3 data latih berjumlah 120 citra yang terdiri dari 60 citra rusak dan 60 citra tidak rusak. Sedangkan data uji berjumlah 30 citra. Tahap klasifikasi pada fold-3 menggunakan model LDA yaitu nilai dari setiap ekatraksi ciri untuk menghasilkan data latih. Berikut plot hasil ke-9 ekstraksi ciri dari fold-3: (a) Plot mean fold-3 (b) Plot energy fold-3 (c) Plot entropy fold-3 (d) Plot standard deviation fold-3

66 (e) Plot variance fold-3 (f) Plot sum fold-3 (g) Plot correlation fold-3 (h) Plot contrast fold-3 (i) Plot homogeneity fold-3 Gambar 4. 26 Plot ekstraksi ciri fold-3

67 Hasil dari ekstraksi ciri fold-3 ditunjukan pada gambar 4.18 (c), (d) dan (e) yaitu data ekstraksi ciri entropy, standard deviation dan variance memiliki sebaran data dengan pola yang terpisah berdasarkan klasifikasi citra rusak dan tidak rusak sehingga pada pola grafik tidak saling berhimpitan, sedangkan untuk data ekstraksi ciri yang lain yaitu mean, energy, sum, correlation, contrast, dan homogeneity memiliki sebaran data pola yang belum terpisah berdasarkan klasifikasi citra rusak dan tidak rusak sehingga pada plot grafik saling berhimpitan. Dari data latih/training fold-3 akan digunakan sebagai data uji untuk pengklasifikasian citra. Hasil pada tahap ini adalah program menghasilkan jumlah akurasi data pada flod-3. Berikut tabel hasil akurasi dari proses pengujian pada citra uji fold-3 Tabel 4. 3 Hasil akurasi fold-3 Ekstraksi Ciri Hasil Deteksi Jumlah Tidak Rusak Total Error Rusak Akurasi Mean 15 15 30 7 76,7% Energy 15 15 30 9 70% Entropy 15 15 30 8 73,3% Standard Deviation 15 15 30 3 90% Variance 15 15 30 3 90% Sum 15 15 30 7 76,7% Correlation 15 15 30 15 50% Contrast 15 15 30 11 63,3% Homogeneity 15 15 30 6 80% Dari data tabel 4.3 diperoleh akurasi pengujian dari citra uji pada fold-3. Dari masing-masing ekstraksi ciri terdapat error saat pengujian. Ada beberapa citra yang secara visual diklasifikasi sebagai citra rusak, sedangkan hasil pengujian

68 menggunakan program diklasifikasi sebagai citra tidak rusak. Persamaan nilai akurasi pada beberapa fitur terjadi karena faktor pencahayaan pada saat pengambilan data yang mempengaruhi ekstraksi ciri citra. d. Hasil Klasifikasi dan Validasi Fold-4 Pada fold-4 data latih berjumlah 120 citra yang terdiri dari 60 citra rusak dan 60 citra tidak rusak. Sedangkan data uji berjumlah 30 citra. Tahap klasifikasi pada fold-4 menggunakan model LDA yaitu nilai dari setiap ekatraksi ciri untuk menghasilkan data latih. Berikut plot hasil ke-9 ekstraksi ciri dari fold-4: (a) Plot mean fold-4 (b) Plot energy fold-4 (c) Plot entropy fold-4 (d) Plot standard deviation fold-4

69 (e) Plot variance fold-4 (f) Plot sum fold-4 (g) Plot correlation fold-4 (h) Plot contrast fold-4 (i) Plot homogeneity fold-4 Gambar 4. 27 Plot ekstraksi ciri fold-4

70 Hasil dari ekstraksi ciri fold-4 ditunjukan pada gambar 4.18 (d), (e) dan (f) yaitu data ekstraksi ciri standard deviation, variance dan sum memiliki sebaran data dengan pola yang terpisah berdasarkan klasifikasi citra rusak dan tidak rusak sehingga pada pola grafik tidak saling berhimpitan, sedangkan untuk data ekstraksi ciri yang lain yaitu mean, energy, entropy, correlation, contrast, dan homogeneity memiliki sebaran data pola yang belum terpisah berdasarkan klasifikasi citra rusak dan tidak rusak sehingga pada plot grafik saling berhimpitan. Dari data latih/training fold-4 akan digunakan sebagai data uji untuk pengklasifikasian citra. Hasil pada tahap ini adalah program menghasilkan jumlah akurasi data pada flod-4. Berikut tabel hasil akurasi dari proses pengujian pada citra uji fold-4 Tabel 4. 4 Hasil akurasi fold-4 Ekstraksi Ciri Hasil Deteksi Jumlah Tidak Rusak Total Error Rusak Akurasi Mean 15 15 30 5 83,3% Energy 15 15 30 3 90% Entropy 15 15 30 5 83,3% Standard Deviation 15 15 30 1 96,7% Variance 15 15 30 3 90% Sum 15 15 30 5 83,3% Correlation 15 15 30 15 50% Contrast 15 15 30 7 76,7% Homogeneity 15 15 30 4 86,7%

71 Dari data tabel 4.4 diperoleh akurasi pengujian dari citra uji pada fold-4. Dari masing-masing ekstraksi ciri terdapat error saat pengujian. Ada beberapa citra yang secara visual diklasifikasi sebagai citra rusak, sedangkan hasil pengujian menggunakan program diklasifikasi sebagai citra tidak rusak. Persamaan nilai akurasi pada beberapa fitur terjadi karena faktor pencahayaan pada saat pengambilan data yang mempengaruhi ekstraksi ciri citra. 4.4 Hasil Pengujian Hasil pengujian dilakukan pada 120 citra yang terdiri dari 60 citra rusak dan 60 citra tidak rusak yang dibagi menjadi 4-fold menggunakan klasifikasi LDA dan validasi 4-Fold Cross Validation. Masing-masing fold diuji sehingga menghasilkan persentase akurasi keseluruhan dari ke-4 fold. Secara lengkap persentase akurasi keseluruhan dirunjukan pada tabel 4.5 Tabel 4. 5 Hasil Pengujian Persentase Akurasi Ekstraksi Ciri Hasil Persentase Akurasi Fold 1 Fold 2 Fold 3 Fold 4 Rerata Mean 80% 80% 76,7% 83,3% 80% Energy 73,3% 76,7% 70% 90% 77,5% Entropy 76,7% 76,7% 73,3% 83,3% 77,5% Standard Deviation 90% 90% 90% 96,7% 91,7% Variance 86,7% 86,7% 90% 90% 88,4% Sum 80% 80% 76,7% 83,3% 80% Correlation 50% 50% 50% 50% 50% Contrast 73,3% 73,3% 63,3% 76,7% 71,7% Homogeneity 76,7% 80% 80% 86,7% 80,8% Secara keseluruhan dapat disimpulkan pengujian pada 120 citra uji yang terbagi atas 4-fold cross validation menghasilkan akurasi yang beragam dari setiap ekstraksi ciri. Pada ekstraksi ciri mean didapat rata-rata dari fold-1 sampai

72 fold-4 yaitu 80%, energy menghasilkan rata-rata sebesar 77.5%, entropy menghasilkan rata-rata sebesar 77.5%, standard deviation menghasilkan rata-rata sebesar 91.7%, variance menghasilkan rata-rata sebesar 88.4%, sum menghasilkan rata-rata sebesar 80%, correlation menghasilkan rata-rata sebesar 50%, contrast menghasilkan rata-rata sebesar 71.7%, dan homogeneity menghasilkan rata-rata sebesar 80.8%. Dari ke sembilan ekstraksi ciri tersebut ekstraksi ciri standard deviation dan variance memiliki nilai akurasi tertinggi, sehingga dapat digunakan dengan baik untuk membuat sistem pendeteksi kualitas permukaan buah manggis.