BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1 Dra.Ny.Singgih D.Gunarsa, Psikologi Untuk Keluarga, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1988 hal. 82

BAB IV. Refleksi Teologis

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. 2000, p.11

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya mengenai penyelengaraan

BAB I PENDAHULUAN. ada sebagian kecil orang yang memilih untuk hidup sendiri, seperti Rasul Paulus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Ratna Megawangi, Membiarkan Berbeda?, Bandung, Penerbit Mizan, 1999, p. 101

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. baik. Berbagai jenis pekerjaan dijalani untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Obor Indonesia, 1999, p Jane Cary Peck, Wanita dan Keluarga Kepenuhan Jati Diri dalam Perkawinan dan Keluarga, Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Totok S. Wiryasaputra, Pendampingan Pastoral Orang Sakit, Seri Pastoral 245, Pusat Pastoral Yogyakarta,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri juga memiliki tugas

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

BAB IV ANALISIS DATA DAN REFLEKSI TEOLOGIS. Di dalam pasal 1 Undang-Undang No.1, 1974 menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan

Laporan Penulisan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan perumahan tetapi juga non. (ketetapan-ketetapan MPR dan GBHN 1998).

BAB I PENDAHULUAN. gender yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun

UKDW BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. gagasan anti poligami (Lucia Juningsih, 2012: 2-3). keterbelakangan dan tuntutan budaya.

BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK. dibahas dengan menggunakan perspektif teori pengambilan keputusan.

8. Sebutkan permasalahan apa saja yang biasa muncul dalam kehidupan perkawinan Anda?...

BAB V REFLEKSI TEOLOGIS

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB 4 PENUTUP. pengguna Sterilisasi dan Rumah Sakit Umum Daerah Haulussy Ambon.

BAB V PENUTUP. Pada bab ini dipaparkan tentang (1) kesimpulan dan (2) saran :

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. Berdasarkan penelitian dan analisa yang telah penulis lakukan maka ada beberapa hal

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

Pentingnya peran saksi dalam pernikahan (Suatu tinjauan terhadap pendampingan saksi nikah di jemaat GMIT Efata Benlutu)

I. PENDAHULUAN. Perkawinan didefinisikan sebagai suatu ikatan hubungan yang diakui secara

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

LAMPIRAN. A. Foto-foto. Kedua gambar diatas adalah ketua sinode pertama (gambar paling atas) dan juga

BAB IV KESIMPULAN. atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

Bab I PENDAHULUAN. Perubahan tersebut juga berimbas kepada Gereja. Menurut Tata Gereja GKJ, Gereja adalah

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tanda dari kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Yang berlandaskan

BAB I PENDAHULUAN. Seni atau salah satu jenis kesenian sebagai hasil karya manusia, seringkali

Dalam rangka mewujudkan kehidupan bergereja yang lebih baik, GKJ Krapyak mempunyai strategi pelayanan kemajelisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nurul Khoeriyah, 2013

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan

1. LATAR BELAKANG MASALAH

PROGRAM PELATIHAN PRA PERNIKAHAN BAGI PASANGAN USIA DEWASA AWAL

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

Bab I Pendahuluan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. kelompok yang rentan untuk terbawa arus adalah para remaja. Kenapa? Tak lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai individu, bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang Masalah. kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang dewasa muda diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai Runggun dan termasuk di dalam lingkup Klasis Jakarta-Bandung.

Bab 1. Pendahuluan. Dalam menjalani kehidupan, manusia memiliki kodrat. Kodrat itu antara lain; lahir,

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Kategorial bisa digolongkan berbagai macam, misalnya kategorial usia (anak, remaja, pemuda, dewasa, lansia),

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya, setiap manusia diciptakan sebagai makhluk

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

I.1. PERMASALAHAN I.1.1.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dr. Harun, Iman Kristen (Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia), 2001, hlm

BAB V PENUTUP. terjadi tiga macam kekerasan, meliputi kekerasan psikis, fisik, dan. penelantaran rumah tangga namun kekerasan psikis lebih dominan.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1976, p. 5

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006)

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lihat sila pertama dalam Dasar Negara Indonesia: Pancasila

BAB II LANDASAN TEORI

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Kata gender berasal dari kata genus yang berarti jenis atau tipe, dikemudian hari diartikan sebagai jenis kelamin, yaitu pembedaan antara lakilaki dan perempuan yang dibentuk melalui proses sosial dan budaya yang panjang. Dengan kata lain, jender adalah peran dan kedudukan seseorang yang dikonstruksikan oleh masyarakat dan budayanya karena seseorang lahir sebagai laki-laki dan seseorang lahir sebagai perempuan. Bayi yang baru lahir dengan jenis kelamin tertentu misalnya laki-laki dikontruksikan, diberi pemahaman oleh masyarakat bahwa laki-laki itu akan menjadi kepala keluarga. Dia akan menjadi pencari nafkah, menjadi orang yang menentukan. Demikian pula dengan bayi yang lahir dengan jenis kelamin perempuan. Bayi perempuan akan diberi pemahaman oleh budaya dan masyarakat sebagai ibu rumah tangga, sebagai istri, sebagai orang yang dilindungi dan sebagainya. Jadi, kedudukan kepala keluarga, seperti juga kedudukan ibu rumah tangga bukan datang dengan sendirinya tetapi diberikan oleh masyarakat 1. Akibat yang paling jelas terasa dari pemahaman mengenai pandangan ini ada dalam kehidupan rumah tangga. Biasanya suami lebih dihormati oleh anggota keluarga yang lain bahkan suamilah yang disebut sebagai kepala keluarga. Peran seorang istri dalam keluarga nampaknya kurang diperhatikan dan dihargai. Bahkan dalam budaya Jawa misalnya istri dikenal sebagai konco wingking (teman di belakang) dari sang suami, artinya bahwa tugas istri sebatas mengurusi urusan dapur dan keperluan rumah tangga lainnya. Dalam pemahaman budaya ini, seorang istri berkewajiban mengurus rumah tangganya, dan walaupun suaminya yang menjadi kepala keluarga, suami itu lebih mengutamakan hal-hal 1 Yufita Rahardjo, Seksualitas Manusia dan Masalah Gender dalam Seksualitas, Kesehatan Reproduksi dan Ketimpangan Gender (Seri Kesehatan Reproduksi, Kebudayaan dan Masyarakat), Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1996, hlm 260.

2 yang terjadi diluar rumah tangga dan jarang sekali menaruh perhatian pada masalah seharihari rumah tangganya 2. Konsep dan makna hidup berumah tangga seperti inilah yang masih dipegang orang sampai saat ini yaitu konsep patriarkal di mana suami atau laki-laki menjadi kepala keluarga, penanggung jawab kehidupan rumah tangga sekaligus pencari nafkah. Sedangkan istri atau perempuan yang mengurusi rumah tangga (memasak, mencuci, dan lain sebagainya), melayani suami dan terutama merawat anak-anak. Namun makin berkembangnya kemajuan zaman yang disertai bertambahnya jumlah wanita yang mempunyai keterampilan dalam bidang tertentu serta adanya kesempatan dalam masyarakat untuk aktif mengisi berbagai peranan, membuat wanita merasa tidak puas dengan hanya menjadi istri dan ibu tumah tangga. Artinya ketika perempuan mempunyai kesempatan untuk memperoleh pendidikan setinggi-tingginya dan kesempatan untuk mengekspresikan dirinya lewat pekerjaan, maka setidaknya peran istri menjadi tidak lagi dapat dilaksanakan dengan baik lagi. Dalam arti peran seorang istri untuk melayani suaminya bahkan untuk mengurusi rumah tangganya tidak lagi dapat dilaksanakan dengan baik karena kesibukan pekerjaannya. Salah satu akibat lain dari realita ini adalah pada anak-anaknya kelak. Dengan hadirnya seorang anak, tentu masalah akan bertambah pula, termasuk masalah ekonomi, yang berarti bertambahnya pengeluaran yang harus pula diimbangi dengan pemasukan yang lebih besar, sedangkan sumber nafkah biasannya justru berkurang, karena istri mengurangi waktu bekerjanya untuk mengurus dan merawat anak. Untuk mengatasi hal ini biasanya pasangan suami-istri memutuskan untuk bekerja. Sedangkan tugas mengasuh dan merawat anak diserahkan pada pengasuh. Dengan demikian maka pendidikan keluarga di rumah menjadi tidak berjalan dengan baik 3. Selama ini dalam pembinaan pra-nikah yang dilaksanakan di Wilayah Klasis Bandung, terutama di GKI Guntur, Bandung, belum ada materi yang secara khusus berbicara mengenai hal tersebut. Ketika menjelaskan konsep dan makna pernikahan, dasar Alkitabiah yang dipakai sebagai landasan teologisnya adalah Efesus 5 : 22-23 di mana suami atau kaum laki- 2 Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, Balai Pustaka, Jakarta, 1994, hlm 145. 3 Dra.Ny. Singgih D Gunarsa, Psikologi Untuk Keluarga, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2003, hlm 29.

3 laki menjadi lebih tinggi kedudukannya dan istri atau kaum perempuan hanya sebatas teman yang harus menurut dan tunduk pada suami 4 di samping materi lain berupa pemahaman dasar mengenai makna pernikahan kristiani, pernikahan dari sudut pandang hukum, psikologi dan seksualitas. Menurut penyusun ini sudah tidak sesuai lagi dengan realita yang ada di mana perempuan pun punya kesempatan untuk lebih maju dari laki-laki, baik dalam hal pendidikan maupun pekerjaan apalagi di kota besar di mana persaingan antara laki-laki dan perempuan lebih bebas dan terbuka. 1.2 Pokok Permasalahan Pokok keprihatinan tidak selalu bersumber pada masalah disharmoni yang diakibatkan tidak adanya komunikasi mesra dalam sebuah keluarga. Yang sebenarnya paling penting adalah bagaimana mempersiapkan mental dan spiritual terbentuknya keluarga baru, yakni sebuah pernikahan. Pernikahan bukanlah sekedar bersatunya dua orang manusia berlainan jenis yang mempertalikan kehidupan mereka secara sah, baik menurut agama maupun undang-undang yang berlaku. Pernikahan berkaitan erat dengan eksistensi manusia dan semua aspek kehidupan manusia. Sebuah pernikahan haruslah dipersiapkan secara matang dan terencana sejak dini karena persiapan ini merupakan salah satu langkah awal bagi pasangan suami-istri dalam menjalani kehidupan rumah tangganya. Lewat persiapan ini pula pasangan suami-istri diberikan pegangan agar lebih siap untuk mengambil tindakan dan mengatur perjalanan rumah tangga mereka. Persiapan yang baik berarti awal yang baik, dan awal yang baik memberikan arah yang baik dalam menghadapi liku-liku kehidupan. Salah satu persiapan yang dilakukan adalah dengan mengikuti pembinaan pra-nikah. Pembinaan pra-nikah selain merupakan salah satu syarat bagi calon pasangan untuk dapat diberkati secara gerejawi pernikahannya 5, juga merupakan sesuatu yang penting diketahui oleh calon pasangan. Dalam pembinaan pra-nikah ini dijelaskan mengenai pernikahan Kristiani dari segi teologi, hukum, kesehatan, seksual, ekonomi dan psikologi dalam hidup berumah tangga. Termasuk dijelaskan mengenai perubahan peran laki-laki dan perempuan setelah pernikahan, yaitu bahwa laki-laki akan menjadi seorang suami dan perempuan menjadi seorang istri. 4 Pdt. Jimmy Mc Setiawan, Kumpulan Karangan, 25 Tahun Pelayanan di GKI Guntur Bandung, Bandung, Bina Media Informasi, 2004, hlm 77. 5 Tata Gereja Gereja Kristen Indonesia Bab X, Pasal 29 (ayat 2), Badan Majelis Sinode GKI, Jakarta, 2003.

4 Selama ini konsep patriarkal di mana suami yang dilayani oleh istri mempunyai pengaruh yang kuat di masyarakat. Suami sebagai kepala keluarga berarti dia yang bekerja, mencari nafkah, dan bertanggung jawab atas biaya hidup keluarganya, sedangkan istri sebagai kepala rumah tangga yang mengurusi segala kegiatan di rumah dan bertanggung jawab atas berlangsungnya kegiatan rumah tangga (mis: memberikan kopi pada suami, memasak, mencuci, dan lain-lain). Ketika keduanya bekerja, maka konsep patriarkal yang seperti ini nampaknya sudah kurang relevan lagi. Jika demikian, maka sudah menjadi tugas gereja untuk menyadarkan kembali warga gereja dalam memahami konsep dan makna hidup berumah tangga dalam ikatan pernikahan Kristiani. Bagaimana rumusan konsep makna ini terkait dengan masalah kesempatan bagi sang istri untuk memperoleh pendidikan yang setinggi-tingginya serta masalah kesempatan bagi sang istri untuk dapat mengekspresikan dirinya sebebas-bebasnya melalui pekerjaan? Bagaimana peran gereja dalam mengatasi masalah ini? Bagaimana kurikulum yang jelas dan tepat bagi pembinaan pra-nikah ini? 1.3 Batasan Masalah Untuk mengarahkan pembahasan, agar tidak terlalu meluas, maka penulis membatasi permasalahan dan pembahasan pada hal-hal berikut: - Materi yang diberikan berupa rumusan tentang konsep makna pernikahan dan disampaikan dalam bentuk desain kurikulum dalam pembinaan pra-nikah. - Calon pasangan suami-istri yang dimaksud adalah mereka yang mengikuti pembinaan pra-nikah dan keduanya (laki-laki dan perempuan) sama-sama bekerja. - Pembinaan yang dimaksud berupa pembinaan Pra-Nikah yang diselenggarakan oleh masing-masing gereja dalam rangka membekali dan mempersiapkan calon pasangan. - Sebagai sampel, penulis akan melakukan pengamatan di GKI Guntur, Bandung dalam rangka melihat seberapa jauh keterlibatan dan peran gereja dalam membina dan membekali calon pasangan suami-istri dalam hal konsep dan pemahaman mereka mengenai hidup berumah tangga.

5 1.4 Judul dan Alasan Pemilihan Judul Berdasarkan uraian diatas, maka penulis menetapkan judul sebagai berikut : Konsep Makna Hidup Berumah Tangga (Desain Kurikulum Pembinaan Pra-Nikah di GKI Guntur) Penulis menetapkan judul tersebut dengan pertimbangan bahwa sudah seharusnya baik gereja maupun calon pasangan memikirkan kembali konsep dan pemahaman mereka mengenai hidup berumah tangga. Hal ini penting disampaikan ketika mereka mengikuti pembinaan pranikah karena dari konsep makna pernikahan yang mereka punyai ini akan berpengaruh terhadap dinamika kehidupan rumah tangga mereka. Bagaimana mereka memahami pasangannya, penghargaan satu terhadap yang lain dan bagimana menciptakan suasana keluarga yang harmonis. Selain itu masih sedikitnya perhatian dari berbagai pihak, termasuk gereja, mengenai masalah ini. Penulis memilih GKI Guntur, Bandung sebagai sempel pengamatan dan pelaksanaan desain kurikulum ini karena menurut penulis, di GKI Guntur cukup banyak pasangan muda yang akan menikah dan keduanya bekerja. Selain itu kota Bandung merupakan kota yang besar sehingga persaingan untuk mendapatkan pekerjaan baik bagi kaum laki-laki maupun perempuan cukup besar. 1.5 Metode Penulisan Metode yang dipakai penulis adalah metode deskriptif-analitis. Maksudnya penulis akan mendeskripsikan data, prinsip, pendapat dan gagasan sehubungan dengan permasalahan yang ada, yaitu bagaimana pandangan masyarakat mengenai makna hidup berumah tangga dan bagaimana makna hidup berumah tangga dalam kacamata teologi Kristiani. Kemudian menganalisa keduanya agar dapat memberikan suatu masukan dan manfaat bagi pembinaan pra-nikah dan diterapkan dalam bentuk desain kurikulum. Dalam pembahasan ini, penulis memakai study literatur dan pengumpulan data-data melalui observasi dan wawancara kepada calon pasangan suami-istri yang sudah mengikuti pembinaan pra-nikah dan keduanya bekerja, sebagai dasar analisis tetapi hanya mendapatkan gambaran secara acak yang

6 berkaitan dengan materi bina pra-nikah. Sebagai sempel, penulis akan melakukan pengamatan di GKI Guntur, Bandung dalam rangka melihat seberapa jauh keterlibatan dan peran gereja dalam membina dan membekali calon pasangan suami-istri dalam hal konsep dan pemahaman mereka mengenai hidup berumah tangga. 1.6 Tujuan Penulisan Tujuan yang hendak dicapai adalah 1. Menganalisa konsep makna hidup berumah tangga yang selama ini berkembang dan dipahami oleh gereja, kkhususnya di GKI Guntur, Bandung. 2. Merumuskan konsep makna hidup berumah tangga dalam pernikahan Kristiani yang disampaikan melalui sebuah desain kurikulum pada pembinaan pra-nikah bagi calon pasangan suami-istri. Dan diharapkan dapat dipakai atau diaplikasikan pada pembinaan pra-nikah di GKI Guntur Bandung.. 1.7 Sistematika Penulisan skripsi ini dibagi atas : BAB I : Pendahuluan Berisi penjelasan mengenai latar belakang masalah, pokok permasalahan, batasan masalah, judul, alasan pemilihan judul, metode penulisan, tujuan penulisan dan sistematika penulisan. BAB II : Konsep Makna Hidup Berumah Tangga Secara Umum Berisi mengenai penjelasan konsep dan makna pernikahan yang lama dan yang berkembang di masyarakat serta pola-pola hubungan suami-istri. Selain itu dijelaskan pula faktor-faktor yang melatarbelakangi munculnya pemahaman seperti itu, misalnya dari faktor sosial, budaya dan ekonomi serta dijelaskan pula akibat yang ditimbulkannya. BAB III : Makna dan Hakekat Pernikahan Secara Teologis Kristiani Berisi penjelasan mengenai bagaimana konsep dan makna pernikahan yang ideal dalam suatu hidup berumah tangga, berdasarkan situasi dan

7 kondisi yang berkembang saat ini. Yaitu bahwa dalam hidup berumah tangga baik suami maupun istri adalah mitra bagi yang lain, tidak ada posisi yang lebih tinggi atau rendah di antara suami-istri. Dari penjelasan ini akan muncul rumusan baru mengenai konsep dan makna pernikahan menurut kacamata Kristiani. Konsep ini kemudian dikaitkan dengan konsep Shared Crhistian Praxis menurut Thomas Gromme. BAB IV : Desain Kurikulum Pembinaan Bagi Calon Pasangan Suami-Istri Melalui Pembinaan Pra-nikah Berisi penjelasan mengenai model pembinaan yang tepat dan jelas berdasarkan analisa dan kenyataan yang ada dalam bentuk desain kurikulum. Dijelaskan pula pengertian desain kurikulum berdasarkan teori Wychoff, unsur-unsur yang harus terdapat dalam kurikulum dan juga materi pembelajaran dalam beberapa kali pertemuan. Termasuk contoh desain kurikulum yang dapat dipakai bagi pembinaan pra-nikah di GKI Guntur Bandung. BAB V : Penutup Berisi penjelasan mengenai kesimpulan, usulan serta sumbangan saran.