BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Asuransi untuk jaman sekarang sangat dibutuhkan oleh setiap perorangan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupan, manusia memerlukan berbagai jenis dan macam

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya krisis perekonomian di Indonesia yang berdampak sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi era globalisasi, berbagai sektor kehidupan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini sangat banyak merek mobil yang digunakan di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Semakin banyaknya orang yang ingin menjaga kondisi tubuhnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang, yang

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat setiap orang berlomba-lomba

BAB 1 PENDAHULUAN. industri semakin meningkat. Banyak perusahaan perusahaan baru yang

PETUNJUK PENGISIAN. #### Selamat Mengerjakan ####

BAB 1 PENDAHULUAN. Era globalisasi dengan segala kemajuan teknologi yang mengikutinya,

BAB II URAIAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia merupakan aset yang paling penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini, persaingan dalam dunia industri semakin meningkat. Salah

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya jumlah lembaga pendidikan yang ada di Indonesia baik negeri maupun

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Stres Kerja

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan-tujuan organisasi serta memiliki

BAB I PENDAHULUAN. dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang kredit serta memberikan suatu kredit.

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir ini, negara Indonesia sedang mengalami

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Guna memenuhi kebutuhan hidup dan mempertahankan kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. sama yang dilakukan secara teratur dan berulang-ulang dengan sekelompok

BAB I PENDAHULUAN. Seringkali kebutuhan ekonomi menjadi kebutuhan yang penting bagi manusia

BAB I PENDAHULUAN. bergerak dalam bidang asuransi. Selama tahun 2007, total pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang memiliki tujuan tertentu

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan baru semakin memperburuk suasana. Dalam sebuah survei yang dilakukan Princeton Survey Research

BAB I PENDAHULUAN. Selain tekanan yang berasal dari lingkungan kerja, lingkungan keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. sangatlah berpengaruh terhadap perkembangan suatu organisasi. Ketika sumber

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit Ridogalih berdiri pada tahun 1934 yang memulai pelayanan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. semakin kompleksnya permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2000 adalah awal dimulainya abad 21 yang dipandang sebagai abad

BAB I PENDAHULUAN. banyak hal-hal yang tidak terduga seperti kecelakaan, bencana alam, bahkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan

BAB I PENDAHULUAN. dari persyaratan akhir pendidikan akademisnya pada program strata satu (Kamus

Bisma, Vol 1, No. 9, Januari 2017 FAKTOR-FAKTOR STRES KERJA PADA CV SUMBER HIDUP PONTIANAK

STRES KERJA. Sumber: Stephen P. Robbins, Organizational Behavior, 4 th. Ed., Prentice-Hall of India Private Limited New Delhi ,1990

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan munculnya situasi kompetitif dalam rangka mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai aspek bidang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. utama yang tidak dapat digantikan oleh unsur apapun.

BAB 1 PENDAHULUAN. Bagi masyarakat modern, bekerja merupakan suatu tuntutan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia merupakan komponen yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bekerja sebagai buruh pabrik memiliki tantangan tersendiri terutama bagi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Oleh karena itu, pemeliharaan kesehatan merupakan suatu upaya. pemeriksaan, pengobatan atau perawatan di rumah sakit.

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu bisnis yang bergerak di bidang jasa adalah perbankan. Di era

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Latin, yaitu stringere, yang memiliki arti keluar dari kesukaan (draw tight).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbulnya tuntutan efisiensi dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam menghadapi persaingan di era globalisasi perusahaan dituntut untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Zaman modern yang penuh dengan pengaruh globalisasi ini, kita dituntut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Persaingan dalam dunia kerja semakin ketat. Hal tersebut menuntut perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. kinerja karyawan semakin baik. Salah satu tindakan yang penting dan harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. untuk mencari hubungan antar variabel. Variabel-variabel dalam penelitian

BAB I PENDAHULUAN. heran bila kesadaran masyarakat awam tentang pentingnya pendidikan berangsurangsur

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan terdiri atas rumah sakit pemerintah yang meliputi rumah sakit yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dan juga merupakan faktor krisis yang dapat menentukan maju

BAB 1 PENDAHULUAN. kepentingan diri sendiri tetapi juga untuk kepentingan yang memberi manfaat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangkan kualitas produknya. Karyawan merupakan harta terpenting bagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. seseorang. Menurut Wexley dan Yukl (2005: 129) kepuasan kerja adalah cara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karyawan. Wujud nyata perusahaan yang secara langsung berpengaruh. terhadap keberadaan karyawan yaitu masalah stress karyawan.

Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru di Madrasah Aliyah Al-Mursyid Kota Bandung

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mahasiswa fakultas psikologi dan kesehatan yang sedang mengambil program

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Stres adalah realita kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari. Stres

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan modern yang makin kompleks, manusia akan cenderung

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelayanan rawat inap merupakan kegiatan yang dilakukan di ruang rawat inap

HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN PRESTASI KERJA PADA KARYAWAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama,

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Komitmen Organisasi. karyawan memihak pada suatu organisasi dan tujuan-tujuannya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perusahaan untuk mencapai tujuannya, sehingga perusahaan melakukan berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres Kerja. Stres kerja merupakan interaksi antara seseorang dengan situasi lingkungan

BAB II URAIAN TEORITIS. Imatama (2006) yang berjudul Pengaruh Stress Kerja Terhadap kinerja

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam. yang memiliki lebih sedikit jumlah pegawai yang puas.

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya. Sumber hiburan dapat terbagi atas media cetak, media online, dan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang sangat mendasar untuk perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara kepuasan..., Widiana Sasti Kirana, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. untuk menyelesaikan berbagai permasalahan tersebut adalah adversity

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Salvatore Maddi dan Deborah Khosaba (2005) dalam buku Resilience At

BAB I PENDAHULUAN. bermacam-macam, berkembang dan berubah. Seseorang bekerja karena

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjalankan tugas dan pekerjaanya. SDM merupakan modal dasar pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya dalam rangka mendapatkan kebebasan itu. (Abdullah, 2007

BAB I PENDAHULUAN. sendiri atau mempunyai dunia sendiri (Galih A, 2008:17). Autisma pada anak -anak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan saat ini adalah

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk memproduksi barang atau jasa, serta bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Tujuan organisasi diantaranya adalah mempertahankan, mengembangkan, dan meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Untuk dapat mencapai tujuan organisasi tersebut diperlukan upaya-upaya yang signifikan baik oleh karyawan maupun oleh perusahaan itu secara menyeluruh. Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, persaingan dalam dunia bisnis semakin ketat khususnya pada sektor industri dan perdagangan. Berbagai perusahaan berupaya untuk menciptakan produk-produk yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan mengutamakan kepraktisan. Produk-produk yang diciptakan juga diharapkan dapat menjangkau setiap lapisan masyarakat, sesuai dengan tingkat kebutuhan dan nilai-nilai kepraktisan. Salah satu sektor industri yang banyak menarik perhatian adalah industri automotif. Industri automotif di Indonesia memperlihatkan perkembangan yang menggembirakan, meskipun persaingan pasar di dalamnya sangatlah ketat. Untuk dapat bersaing di sektor industri dan perdagangan, perusahaan dituntut untuk melaksanakan kegiatan usahanya dengan lebih baik lagi serta mengoptimalkan sumber daya-sumber daya yang ada. Sumber daya manusia

2 merupakan aset utama perusahaan yang selalu berperan aktif dalam setiap kegiatan organisasi, baik sebagai perencana, pelaku, bahkan sebagai penentu terwujudnya tujuan perusahaan. Sumber daya manusia dari perusahaan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah sales. Tugas utamanya adalah menginformasikan kepada konsumen bahwa suatu produk telah dihasilkan, mempromosikan, serta memasarkannya. Dengan demikian seorang sales mempunyai peran penting sebagai ujung tombak perusahaan dalam memasarkan produknya langsung kepada konsumen. Profesi sebagai sales bukanlah pekerjaan yang mudah, karena selain harus bersaing dengan sesama rekan sekerjanya dalam memenuhi target yang telah ditetapkan oleh perusahaan, juga harus bersaing dengan sales dari perusahaan lain yang menjual produk serupa. Untuk dapat memenuhi tugasnya, para sales harus memiliki kemampuan berkomunikasi dan memiliki pemahaman tentang produk yang ditawarkan dengan baik, serta memiliki komitmen untuk mencapai target yang ditetapkan oleh perusahaan. Dalam upaya memenuhi target tersebut, para sales tidak selalu dapat mencapainya. Bekerja dengan sistem target seperti itu, bukanlah sesuatu yang mudah sehingga tidak heran jika para sales menafsirkannya sebagai stressor. Pemenuhan target ini merupakan stressor terberat yang dirasakan oleh para sales, berdampak kepada munculnya ketegangan-ketegangan baik secara fisik maupun psikis dan akhirnya berpengaruh terhadap perilakunya sehari-hari maupun perilaku bekerjanya. Idealnya, tuntutan kerja sebanding dengan

3 kemampuan yang dimiliki sales sehingga akan memunculkan mekanisme yang saling mendukung. Apabila tuntutan kerja dirasakan terlalu berat, maka dapat menimbulkan ketegangan-ketegangan dan kemudian dimanifestasikan menjadi keluhan fisik, seperti meningkatnya laju detak jantung, pernapasan menjadi tidak teratur, dan sakit kepala. Bersamaan dengan itu muncul pula keluhan psikis seperti merasa cemas, mudah marah, bosan dan kecenderungan menunda tugas. Selain keluhan-keluhan di atas, tuntutan kerja yang dirasakan terlalu berat dapat juga menimbulkan gejala perilaku seperti meningkatnya merokok, mengkonsumsi alkohol, bicara cepat, gelisah dan gangguan tidur. Keadaan tersebut menurut Stephen P.Robbins, 2002 mencerminkan situasi stres. Perusahaan X yang berdomisili di kota Bandung, bergerak dalam bidang automotif khususnya transportasi darat dan merupakan kantor cabang penjualan mobil yang mempekerjakan tenaga penjualan atau sales dalam menjalankan roda bisnisnya. Berkaitan dengan tugas memasarkan produk tersebut, seorang sales dituntut mampu memenuhi target penjualan yang ditetapkan oleh perusahaan, yaitu harus mampu menjual barang produksi minimal satu unit kendaraan dalam waktu satu bulan. Apabila target itu tidak terpenuhi, maka akan diakumulasikan pada bulan berikutnya, yang berarti sales itu harus mampu memasarkan dua unit kendaraan, begitu seterusnya hingga kurun waktu tiga bulan. Akan tetapi apabila dalam kurun waktu tiga bulan berturut-turut seorang sales tidak mampu menjual produk sesuai target, maka akan mengalami pemotongan gaji sebesar 10 % atau menghadapi hal terburuk yaitu disarankan mengundurkan diri dari perusahaan tempatnya bekerja. Tentu saja keadaan ini mengundang tekanan atau stres.

4 Dalam menghadapi situasi stres dibutuhkan suatu kemampuan untuk bertahan atas segala tekanan yang ada dan memiliki kemampuan untuk mengatasi kesulitan yang dihadapinya. Seberapa besar kemampuan untuk mengatasi tekanan, kesulitan, dan persaingan merupakan indikator dari adversity quotient (Paul G. Stoltz, PhD, 2000). Menurut Paul G. Stoltz, Ph.D. (2000) Adversity Quotient merupakan pola dalam menghadapi kesulitan yang selanjutnya menentukan bagaimana reaksi orang bersangkutan saat berhadapan dengan situasi sulit itu. Berdasarkan informasi dari seorang HRD dan supervisor pada PT X, didapatkan keterangan bahwa masalah yang dihadapi oleh sebagian besar sales adalah tuntutan untuk memenuhi target penjualan. Adanya target perusahaan yang dinilai sales melebihi batas kemampuan untuk merealisasikannya, berdampak kepada munculnya keluhan berupa gangguan fisik seperti sakit sehingga jarang masuk kerja, pusing saat bekerja, dan mudah merasa lelah. Selain itu, ada sales yang mengalami gangguan psikis seperti tidak bersemangat dalam bekerja, malas, uring-uringan atau marah tanpa alasan yang jelas. Para sales PT. X yang menghayati target sebagai tekanan atau stres, memerlukan Adversity Quotient (AQ) dalam derajat tertentu agar mampu mengubah tekanan kerja menjadi tantangan. Begitu juga dengan pengalaman yang dirasakan oleh para sales pada PT. X, dituntut untuk memenuhi target yang dapat menimbulkan stres. Setiap sales akan menanggapi stres dengan cara yang berbeda-beda. Perbedaaan tersebut berkaitan dengan derajat adversity quotient dari sales. Sales yang mempunyai AQ tinggi akan menanggapi kesulitan sebagai suatu tantangan, sehingga dapat memacu diri agar dapat merespon kesulitan-

5 kesulitan tersebut dan mampu bangkit kembali untuk mengerahkan energinya ke arah yang lebih baik. Sedangkan sales yang memiliki AQ rendah akan menanggapi stres sebagai suatu hambatan dan karenanya akan memandang hambatan tersebut sebagai sumber kesulitan dalam pekerjaannya. Berdasarkan keterangan di atas peneliti melakukan wawancara kepada lima orang sales dan menunjukkan hasil berikut: dua orang sales (40 %) mengatakan dirinya merasa kelelahan saat bekerja, khususnya bila harus bekerja di lapangan dalam upaya mencari dan memasarkan produk langsung kepada konsumen. Bekerja di lapangan tidaklah mudah karena dihadapkan pada berbagai kesulitan seperti sulit mendapatkan konsumen, sulit mengajak konsumen tertarik dan seringkali menerima penolakan dari konsumen. Hambatan-hambatan tersebut akan membuat para sales kurang bersemangat bekerja di lapangan. Pernyataan dari kedua sales di atas menunjukkan bahwa mereka mengalami keluhan psikis karena kelelahan dan kurang bersemangat bekerja. Keluhan psikis tersebut menunjukkan gejala stres karena adanya kesulitan yang dihadapi, dan menunjukkan AQ yang rendah karena kesulitan tersebut direspon sebagai suatu hambatan. Tiga orang sales (60 %) yang lain mengatakan bahwa dirinya cemas akan mengalami pemotongan gaji sebesar 10%, bila tidak memenuhi target meskipun dua orang diantaranya telah berusaha sedemikian rupa. Seorang lainnya mengatakan senang dapat mengerjakan semua pekerjaannya dan berusaha mengerjakannya sebaik mungkin walaupun sering merasa lelah dan pusing saat bekerja, karena menurutnya pemenuhan target tersebut merupakan kewajiban

6 setiap pekerja, sales tersebut merasa yakin bahwa dengan melaksanakan tugas yang diberikan oleh perusahaan dirinya mendapatkan penghargaan dan pujian dari perusahaannya. Pernyataan dari ketiga sales tersebut menunjukkan bahwa mereka mengalami stres (lelah dan pusing saat bekerja, dan saat menghadapi kendala dalam mencapai target). Namun menanggapi kesulitan itu sebagai tantangan karena tetap mengerjakan tugasnya sebaik mungkin. Kenyataan ini menunjukkan bahwa mereka memiliki adversity quotient yang tinggi. Berdasarkan hasil wawancara di atas, peneliti menemukan adanya variasi bagaimana sales mengatasi stres kerja dengan derajat adversity quotient yang berbeda-beda. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut apakah terdapat hubungan antara adversity quotient dan stres kerja pada sales PT X Bandung. I.2. Identifikasi Masalah Dari uraian di atas, maka masalah yang akan diteliti diidentifikasikan Apakah terdapat hubungan antara adversity quotient dan stres kerja pada sales PT X Bandung. I.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran mengenai adversity quoetient dan stres kerja pada sales PT. X Bandung.

7 1.3.2. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara adversity quotient dan stres kerja pada sales PT X Bandung. I.4. Kegunaan 1.4.1. Kegunaan Teoretis Sebagai informasi tambahan bagi ilmu psikologi khususnya Psikologi Industri dan Organisasi untuk menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan adversity quotient dan stres kerja. Sebagai informasi tambahan bagi peneliti lain yang akan mengadakan penelitian mengenai hubungan antara adversity quotient dan stres kerja. 1.4.2. Kegunaan Praktis Memberikan informasi kepada sales mengenai peran adversity quotient dalam mengatasi kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Sebagai bahan masukan bagi perusahaan yang memiliki karyawan dengan derajat adversity quotient rendah dan derajat stres kerja yang tinggi, sehingga dapat melaksanakan pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia.

8 1.5. Kerangka Pikir Seorang sales dalam suatu perusahaan mempunyai tugas utama yaitu memasarkan, mempromosikan, serta menginformasikan kepada konsumen bahwa suatu produk telah dihasilkan. Begitu juga pada perusahaan automotif di PT X, tugas seorang sales adalah memasarkan produknya, seperti memberikan pengenalan/produk knowledge kepada pelanggan, menyusun sasaran penjualan/target, membuat analisa area penjualan, serta sebagai jembatan komunikasi dua arah antara pembeli dan perusahaan. Dalam menjalankan proses pemasarannya itu sales dituntut untuk mencapai target tertentu. Pada dasarnya target yang ditetapkan itu tidaklah mudah untuk dicapai karena memerlukan usaha-usaha yang tidak kenal lelah dan daya juang yang tinggi. Demikian juga, untuk dapat memenuhi target, sales dihadapkan pada kesulitan-kesulitan beragam seperti mencari konsumen ke lokasi-lokasi tertentu, menghubungi konsumen, mempengaruhi dan mengajak konsumen agar tertarik pada produk yang dipasarkannya. Adanya kewajiban untuk memenuhi target serta faktor kesulitan yang dihadapi ketika memasarkan produk, merupakan stressor bagi para sales. Stressor tersebut akan menimbulkan stres. Menurut Stephen P.Robbins (2002), stres adalah suatu kondisi dinamik ketika seorang individu dihadapkan kepada suatu peluang, kendala, atau tuntutan yang dikaitkan dengan sesuatu yang sangat diinginkan dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai ketidakpastian dan memiliki makna penting. Setiap sales akan mengalami stres dengan derajat yang berbeda-

9 beda. Perbedaan derajat stres tersebut berhubungan dengan potensi yang dimiliki oleh sales dalam menghadapi kesulitan. Menurut Stephen P. Robbins (2002), ada beberapa faktor yang mempengaruhi stres. Faktor pertama yaitu faktor lingkungan yang mencakup diantaranya ketidakpastian ekonomis, ketidakpastian politis dan ketidakpastian teknologis. Faktor kedua yaitu faktor organisasi yang mencakup diantaranya tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan antar pribadi, struktur organisasi, kepemimpinan organisasi, dan tahap hidup organisasi. Sedangkan faktor yang ketiga yaitu faktor individual yang mencakup masalah keluarga, masalah ekonomi, dan masalah kepribadian. Faktor individual salah satu faktor yang dinyatakan penting mempengaruhi stres yang merupakan kecenderungan dasar dari seseorang, yang berarti gejala stres yang diungkapkan oleh seseorang pada pekerjaannya itu sebenarnya berasal dari kepribadian orang tersebut. Ketiga faktor tersebut dapat menimbulkan konsekuensi stres yang muncul dalam sejumlah cara yang dirasakan maupun ditampilkan oleh seseorang berupa gejala-gejala, yaitu gejala fisiologis yang dapat menciptakan perubahanperubahan fisiologis seperti meningkatnya laju detak jantung, pernapasan menjadi tidak teratur, dan dapat menimbulkan sakit kepala. Kemudian gejala psikologis, seperti menimbulkan ketegangan, kecemasan, menjadi mudah marah, bosan, dan cenderung menunda tugas. Selain itu gejala stres juga dikaitkan pada gejala perilaku, seperti perubahan dalam produktivitas, absensi, tingkat keluarnya karyawan, perubahan pola makan, meningkatnya merokok, mengkonsumsi alkohol, bicara menjadi cepat, gelisah dan gangguan tidur.

10 Setiap individu memiliki perbedaan individual dalam melayani suatu tuntutan atau stressor yang dihadapinya. Perbedaan individual yang dimiliki seperti persepsi, pengalaman kerja, dukungan sosial, keyakinan akan ruang kendali serta permusuhan, merupakan perantara antara stressor yang dihadapi sales dengan dengan gejala stres sebagai akibat dari stres yang dirasakan oleh sales (Stephen Robbins, 2002). Persepsi merupakan suatu hal yang dapat memperlunak suatu hubungan antara suatu kondisi stres potensial dan reaksi seorang sales dalam kondisi tertentu. Apa yang dipersepsikan oleh seorang sales sebagai suatu lingkungan kerja yang efisien dan menantang dapat dipandang oleh orang lain sebagai ancaman atau tuntutan. Perbedaan individual yang kedua adalah pengalaman kerja, merujuk kepada lama bekerja seorang sales apakah dapat mempengaruhi sales tersebut dalam menghadapi situasi sulit yang dihadapinya, pengalaman kerja merupakan indikator yang sangat baik dalam menguruangi stres. Perbedaan individual yang ketiga adalah keyakinan akan ruang kendali, yang merujuk kepada keyakinan seorang sales dalam menghadapi situasi penuh stres, apakah sales mampu atau tidak mengendalikan situasi tersebut. Perbedaan individual keempat adalah dukungan sosial. Dukungan sosial bertindak sebagai suatu pereda yang mengurangi efek negatif dari pekerjaan yang dianggap dapat menyebabkan stres. Perbedaan individual yang terakhir adalah permusuhan. Sales yang memiliki kepribadian tipe A lebih besar kemungkinan mengalami stres, baik didalam maupun diluar pekerjaannya.

11 Setiap sales memiliki perbedaan individual masing-masing yang akan menentukan penilaian atau penghayatan sales terhadap stressor. Individu akan menilai situasi atau peristiwa (stressor) yang dihadapinya dengan sumber daya yang dimilikinya melalui proses kognitif. Proses kognitif akan memberikan bobot terhadap stres yang dialaminya, apakah situasi atau peristiwa tertentu (stressor) dianggap oleh sales sebagai suatu hal yang mengancam atau tidak dan akan menentukan keharusan seseorang terhadap stres, sehingga apabila sales PT X Bandung berhadapan dengan stressor di lingkungan kerja yang sama, akan tetapi penghayatan setiap sales akan berbeda-beda. Proses kognitif dapat mempengaruhi tinggi rendahnya stres yang dialami sales PT X Bandung terhadap sumber stres (stressor). Dengan demikian, melalui proses kognitif sales PT X Bandung dapat menilai apakah stressor yang dihadapinya dianggap sebagai hal yang dapat membahayakan kesejahteraan atau tidak. Menurut Stoltz (2000) derajat stres yang dialami oleh sales akan berbedabeda, hal ini tergantung dari derajat adversity quotient yang dimilikinya. Adversity quotient (AQ) adalah pola seseorang ketika menghadapi kesulitan yang selanjutnya menentukan bagaimana reaksi orang tersebut terhadap kesulitan itu. Sales yang memiliki AQ tinggi diasumsikan akan dapat mengelola stres yang dialaminya, ini berarti ketika menemui kesulitan, dirinya akan segera bangkit kembali dan mampu mengatasi kesulitan tersebut dengan cara menghadapinya dan menjadikan sebagai suatu tantangan. Sales dengan AQ tinggi juga akan mampu menyelesaikan masalah maupun kesulitan-kesulitannya tanpa menyalahkan rekan

12 kerja, atasan, ataupun keadaan, ikut mengambil bagian dalam penanganan masalah perusahaan demi kemajuan perusahaan. Sedangkan sales yang memiliki AQ rendah diasumsikan cenderung kurang mampu meminimalisasikan stres karena sales kurang memiliki kemampuan untuk mengatasi kesulitan yang dihadapinya, dan menunjukkan sikap mudah menyerah serta sales menganggap target sebagai sesuatu yang berat. Menurut Stoltz (2000) tinggi rendahnya AQ seseorang ditentukan oleh empat dimensi, yaitu Control, Ownership, Reach dan Endurance. Dimensi pertama yaitu Control (C = kendali), yang merujuk kepada sejaumana sales merasa dapat mengendalikan dan berusaha mengatasi kesulitan. Kendali diawali dengan pemahaman bahwa sesuatu, apapun itu, dapat diselesaikan dengan baik. Semakin tinggi kendali yang dimiliki sales PT X maka akan semakin besar kemungkinan merasa dirinya memiliki kendali yang kuat atas peristiwa-peristiwa yang buruk, semakin besar kemampuan untuk bertahan menghadapi kesulitankesulitan, dan tetap teguh serta cepat dalam mencari penyelesaian masalah. Sebaliknya makin rendah kendali yang dimiliki sales PT X maka akan semakin besar kemungkinannya merasa bahwa peristiwa-peristiwa buruk berada di luar kendali dan mengakibatkan ketidakberdayaan. Kendali yang rendah memiliki pengaruh yang buruk dan menimbulkan ketidakmampuan dalam usaha mencari penyelesaian untuk mengatasi kesulitan. Hal ini dapat berpengaruh terhadap kemampuan sales dalam mengelola stres. Semakin tinggi kendalinya, maka kemungkinan besar sales semakin mampu mengelola stresnya dan akan berusaha bertahan dalam mengatasi kesulitan

13 tersebut. Sebaliknya, semakin rendah kendali sales maka kemungkinan besar akan semakin sulit untuk mengelola stres dan cenderung sulit untuk mencari penyelesaian kesulitan yang dihadapinya. Dimensi kedua yaitu Ownership (O = kepemilikan). Dimensi ini berhubungan dengan sejauhmana seseorang mau bertanggung jawab untuk memperbaiki situasi sulit yang dihadapi tanpa memperdulikan penyebabnya. Ini berarti dimensi ini berhubungan dengan rasa bersalah dan tanggung jawab yang harus dipikul. Semakin tinggi perasaan memiliki maka sales PT X akan semakin peduli dengan kesulitan-kesulitan yang dialami perusahaan tanpa mempersoalkan penyebabnya dan merasa bertanggung jawab untuk ikut memperbaiki keadaan. Semakin rendah perasaan memiliki maka sales PT X akan semakin tidak peduli dan merasa tidak bertanggung jawab dengan persoalan yang timbul disekitar lingkungan pekerjaannya. Semakin tinggi skor ownership maka para sales cenderung semakin mampu mengatasi dan memecahkan kesulitan, karena sales memandang kesulitan yang dialaminya sebagai tanggung jawabnya tanpa mempedulikan akibatnya dan tidak menjadikannya sebagai suatu beban yang dapat menimbulkan suatu tekanan (stres), begitu juga sebaliknya. Dimensi yang ketiga yaitu Reach (R = jangkauan). Dimensi ini berhubungan dengan sejauhmana akibat dari kesulitan yang dirasakan terbatas pada situasi tertentu atau mempengaruhi bidang kehidupan lainnya. Semakin tinggi jangkauan yang dimiliki maka sales PT X akan mampu membatasi masalah yang sedang dihadapi, dan tidak mempengaruhi bagian lain dalam

14 kehidupannya sehingga lebih mudah dan terarah dalam mengatasinya serta tidak memperburuk kehidupan secara keseluruhan. Semakin rendah tingkat jangkauan yang dimiliki maka sales PT X akan semakin mudah terbebani oleh masalah karena penghayatannya akan masalah tersebut cenderung negatif dan meluas sehingga masalah-masalah tersebut akan memperburuk keseluruhan hidupnya yang akan menimbulkan ketidakberdayaan untuk mengambil tindakan menyelesaikan masalah. Semakin tinggi skor reach yang dimiliki sales, maka sales akan cenderung lebih mampu mambatasi masalahnya sehingga lebih mudah dan terarah dalam mengatasinya, kemampuan tersebut akan mengurangi kendala serta tekanan yang dialami oleh sales, sehingga kemungkinan mampu mengatasi stres yang dialaminya, begitu juga sebaliknya. Dimensi keempat yaitu Endurance (E = daya tahan). Dimensi ini berhubungan dengan anggapan seseorang tentang berapa lama akibat dari kesulitan akan berlangsung. Semakin tinggi daya tahan yang dimiliki para sales PT X akan semakin menganggap bahwa suatu kesulitan hanya berlangsung sementara saja sehingga akan berusaha untuk mengatasi dan melewatinya. Semakin rendah daya tahan yang dimiliki maka sales PT X akan menganggap bahwa usaha yang dilakukannya tidak banyak bermanfaat untuk memperbaiki keadaan. Perbedaan tingkat endurance (bertahan) akan menentukan seberapa besar daya tahan sales dapat bertahan dalam menghadapi kesulitan. Semakin tinggi skor sales dalam dimensi endurance maka akan menentukan seberapa besar

15 kemampuan sales untuk meyakini bahwa suatu kesulitan hanya akan berlangsung sementara, karena sales mempunyai daya tahan sehingga kemungkinan besar akan mengurangi tingkat stres pada sales, begitupun sebaliknya Menurut Stephen P. Robbins (2002), ada beberapa cara untuk mengelola stres, yaitu melalui dua pendekatan (individual dan organisasional). Pendekatan individual dapat dilakukan dengan cara pengelolaan waktu, ini dapat membantu individu dalam mengatasi ketegangan yang timbul akibat tuntutan pekerjaan, selain itu juga dalam bentuk latihan fisik yang dapat menangani stres yang berlebihan. Sedangkan pendekatan organisasional dapat dilakukan dengan cara memiliki penetapan tujuan dan mendapatkan umpan balik (feedback).

16 SKEMA

17 I.6. Asumsi-asumsi - Sales PT. X dihadapkan kepada tuntutan pencapaian target berupa penjualan produk perusahaan - Target dari PT. X mengundang tanggapan beragam dari para sales. - Pola tanggapan yang berbeda-beda itu ditentukan oleh derajat adversity quotient setiap sales. - AQ yang dimiliki sales ditentukan oleh tinggi rendahnya skor CORE dari sales - Nilai AQ yang dimiliki sales akan menentukan derajat stres dari sales tersebut I.7. Hipotesis Penelitian Dalam penelitian ini hipotesis yang dikemukakan yaitu : Terdapat hubungan antara adversity quotient dan stres kerja pada sales PT X Bandung.