BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Analisis daya saing ekspor beberapa komoditas pertanian dengan berbagai pendekatan parameter komparatif, trade mapping, tren pertumbuhan, kontribusi devisa dan sebaran geografis menunjukkan bahwa salah satu komoditas yang memiliki indeks komposit daya saing tertinggi dan mempunyai prospek untuk dikembangkan secara nasional adalah kakao (Sufri, 2007; Faisal Assad dkk., 2009). Oleh karena itu, Kementerian Pertanian telah menetapkan kakao sebagai salah satu komoditas unggulan dari sub-sektor perkebunan. Eksistensinya akan terus dipertahankan dan bahkan akan diperluas di masa datang. Kakao merupakan salah satu komoditi yang cukup banyak dimanfaatkan pada dunia industri. Biji kakao dapat diolah menjadi berbagai macam produk. Hal ini dikarenakan biji kakao mengandung cita rasa dan warna khas yang sangat digemari dan banyak diminati. Salah satu produk hilir dari biji kakao adalah bubuk kakao yang kemudian dapat diolah menjadi beberapa produk baru yang bernilai ekonomi tinggi. Pengguna terbesar produk olahan biji kakao adalah industri makanan dan minuman yang semakin tumbuh akibat pertambahan penduduk dan kesejahteraan masyarakat. Salah satu komoditas perkebunan yang burkembang di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah kakao. Perkembangan kakao cukup pesat, menurut data Direktorat Jenderal Perkebunan, luas areal penanaman kakao di 1
2 Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2011 mencapai 5.430 ha dengan produksi 875 ton, pada tahun 2012 (angka sementara) walaupun luas areal penanaman kakao berkurang menjadi 4.861 ha namun produksinya meningkat menjadi 1.140 ton dengan pertumbuhan produksi kakao 34,91 %. Hampir keseluruhan areal perkebunan kakao di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah perkebunan rakyat. Pembangunan ekonomi kerakyatan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan perekonomian daerah dalam konsep pemberdayaan masyarakat melalui pemanfaatan sumberdaya lokal menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Namun kendala utamanya adalah produk kakao yang dihasilkan oleh para petani masih dijual dalam bentuk primer, yaitu biji kakao kering, sehingga nilai tambah tidak diterima oleh petani, tetapi dinikmati oleh pengusaha baik di Indonesia maupun di negara pengimpor biji kakao. Selain itu industri pengolahan skala kecil dan menengah juga belum berkembang, padahal sudah diperkenalkan industri pembuatan makanan dan minuman cokelat dengan skala kecil dan menengah namun memiliki kapasitas produksi dan kebutuhan energi yang besar sehingga tidak dapat diterapkan oleh petani kakao. Salah satu usaha pemecahannya adalah pengembangan mutu kakao dan pengembangan pengolahan biji kakao menjadi produk hilir yang lebih siap pakai atau siap saji. Penguasaan dan pengembangan serta penerapan ilmu dan teknologi kakao perlu ditingkatkan untuk mendapatkan nilai tambah dari biji kakao. Sumber daya alam yang ada sangat mendukung memungkinkan untuk mencapai hasil yang lebih baik, baik dari segi kualitas maupun kuantitas (Haryadi dan Supriyanto, 2012).
3 Nilai tambah bagi para petani kakao dapat ditingkatkan apabila dikembangkan proses pengolahan kakao secara sederhana menggunakan teknologi alat tepat guna, sehingga para petani kakao dapat menghasilkan produk hilir kakao yang memiliki nilai tawar ekonomi lebih tinggi. Perlu dipersiapkan langkah yang nyata umtuk mengembangkan industri pengolahan kakao secara sederhana dalam skala rumah tangga sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat lokal. Langkah awal yang perlu dilakukan adalah melakukan penelitian untuk menyiapkan sarana dan teknologi pengolahan produk primer (biji kakao kering) secara tradisonal, sehingga dihasilkan model industri pengolahan biji kakao kering secara sederhana untuk menghasilkan produk sekunder yang memiliki nilai tawar lebih tinggi. Kemudian dilakukan pelatihan terhadap para petani dan melakukan praktek pengolahan kakao yang memanfaatkan teknologi alat pengolahan yang sesederhana mungkin dalam skala kecil (rumah tangga). Pada proses pengolahan biji kakao secara sederhana ini nantinya dapat dihasilkan produk bubuk kakao, lemak kakao, dan kulit biji kakao. Perdagangan biji kakao kering perkebunan rakyat pada saat ini didominasi oleh biji kakao kering yang memiliki mutu rendah. Salah satu penyebab rendahnya mutu biji kakao kering perkebunan rakyat adalah tidak dilakukannya fermentasi pada biji kakao. Biji kakao kering yang tidak difermentasi akan memiliki keping biji berwarna ungu, memiliki rasa pahit dan sepat yang dominan, serta tidak memiliki senyawa bakal cita rasa khas kakao yang kuat. Sedangkan biji kakao kering yang difermentasi akan memiliki keping biji berwarna cokelat, memiliki rasa pahit dan sepat yang tidak dominan, serta terbentuk senyawa bakal
4 cita rasa khas kakao yang dominan. Fermentasi tidak hanya bertujuan untuk membebaskan biji kakao dari pulp dan mematikan biji, namun juga untuk menghasilkan asam amino dan gula reduksi yang merupakan komponen senyawa bakal cita rasa khas kakao sehingga biji kakao akan memiliki kualitas yang lebih baik. Penyebab lain rendahnya mutu biji kakao kering perkebunan rakyat adalah terlalu asamnya biji kakao. Asam yang berlebihan pada biji kakao kering dapat menghasilkan rasa dan aroma asam yang kuat pada produk olahan kakao, sehingga dapat mengurangi rasa dan aroma khas kakao. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi asam berlebihan pada biji kakao kering adalah dengan melakukan perendaman dan pencucian serta pengeringan pada biji kakao kering. Sebagian asam yang ada pada biji kakao kering akan terlarut pada air yang digunakan untuk merendam dan mencuci biji kakao kering, selain itu pada saat pengeringan akan ada asam asam bersifat volatil yang menguap. Harapannya program ini mendapat respon positif dari masyarakat lokal sehingga dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai proses pengolahan biji kakao menjadi produk sekunder (bubuk kakao) dan petani kakao dapat mengolah biji kakao yang dihasilkan menjadi produk sekunder secara sederhana. Oleh karena itu, usaha pembangunan industri pengolahan kakao dalam skala kecil (rumah tangga) merupakan alternatif yang memiliki peluang tinggi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan membuka peluang kesempatan kerja.
5 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menyusun model industri pengolahan kakao bubuk secara sederhana sehingga dapat diaplikasikan oleh petani kakao untuk memperoleh nilai tambah. Untuk mencapai tujuan umum tersebut, penelitian ini memiliki tujuan khusus, antara lain: 1. Menyusun prototipe produk hasil proses pengolahan bubuk kakao secara sederhana. 2. Menyusun prototipe proses pengolahan bubuk kakao secara sederhana. 3. Menyusun model alat industri pengolahan bubuk kakao secara sederhana yang dapat diterapkan oleh petani kakao dalam skala rumah tangga. 4. Melakukan evaluasi ekonomi untuk mengetahui apakah model industri pengolahan kakao bubuk skala rumah tangga tersebut layak dioperasikan atau tidak. 1.3. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik bagi penulis, ilmu pengetahuan maupun masyarakat, terkait dengan proses pengolahan biji kakao kering menjadi kakao bubuk secara sederhana. Manfaat penelitian ini bagi penulis adalah melatih penulis untuk meneliti sebuah permasalahan, berani mengutarkan pendapat, dan yang paling utama utama adalah penulis dilatih untuk berpikir secara ilmiah. Penelitian ini disusun untuk memenuhi tugas wajib jenjang Strata-1 untuk memperoleh gelar sarjana bagi penulis. Penulis juga dapat mengetahui lebih spesifik tentang proses pengolahan bubuk kakao dan penyusunan profil industri hilir bubuk kakao. Manfaat penelitian ini bagi ilmu pengetahuan adalah
6 memberikan informasi mengenai pengaruh bahan mentah (biji kakao kering) dan proses perendaman terhadap kualitas bubuk kakao yang dihasilkan. Manfaat penelitian ini bagi masyarakat adalah dihasilkannya model pengolahan produksi kakao bubuk secara sederhana sehingga dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai proses pengolahan biji kakao serta dapat diterapkan dalam skala rumah tangga.