BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI BAB KESIMPULAN VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV ANALISIS TINGKAT RISIKO BENCANA GEMPA BUMI DI WILAYAH KOTA BENGKULU

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

MEMAHAMI PERINGATAN DINI TSUNAMI

BAB IV. Kajian Analisis

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

BAB 4 ANALISIS RISIKO BENCANA TSUNAMI DI KOTA PADANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

Malahayati Dusun TGK.Disayang Dusun Teuku Teungoh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PEDAHULUAN. yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 ).

DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar 1.1. Indonesia terletak pada zona subduksi (

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Kerangka Pikir Studi...

Penyebab Tsunami BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

menyiratkan secara jelas tentang perubahan paradigma penanggulangan bencana dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dilintasi lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

BAB 3 PERUMUSAN INDIKATOR - INDIKATOR BENCANA TSUNAMI DI KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kawasan pesisir merupakan prioritas utama sebagai pusat pengembangan

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH

Dalam Memperkuat Struktur Bangunan Sekolah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aktivitas di kawasan ini menjadi semakin tinggi. Hal ini akan

STUDI TINGKAT AKSESIBILITAS MASYARAKAT MENUJU BANGUNAN PENYELAMATAN (SHELTER) PADA DAERAH RAWAN TSUNAMI (STUDI KASUS: KOTA PAINAN, SUMATERA BARAT)

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

PENYEBAB TERJADINYA TSUNAMI

BAB I PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia secara geografis terletak di 6 LU - 11 LS dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP

[ Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia] 2012

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. CATATAN DOSEN PEMBIMBING... iii. LEMBAR PERNYATAAN... iv. MOTTO... v. KATA PENGANTAR...

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada Pasal 1 ayat

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Sebaran episenter gempa di wilayah Indonesia (Irsyam dkk, 2010). P. Lombok

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berpotensi rawan terhadap bencana longsoranlahan. Bencana longsorlahan akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan Jepang merupakan dua buah negara yang sering kali diterjang

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Jembatan yang dibahas terletak di Desa Lebih Kecamatan Gianyar

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PANDUAN PENCEGAHAN BENCANA ABRASI PANTAI

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

5.1.1 Bencana Lainnya A. Bencana Angin Puting Beliung Berdasarkan data yang diperoleh terdapat kejadian bencana yang diakibatkan oleh bencana angin

BAB I PENDAHULUAN. Modul tinjauan umum manajemen bencana, UNDRO

PENGENALAN. Irman Sonjaya, SE

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

BAB I PENDAHULUAN I-1

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah

POTENSI KERUSAKAN GEMPA BUMI AKIBAT PERGERAKAN PATAHAN SUMATERA DI SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA. Oleh : Hendro Murtianto*)

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM,

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat kepadatan penduduk nomor empat tertinggi di dunia, dengan jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Undang- bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MITIGASI BENCANA BENCANA :

I PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

186 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdaasarkan hasil analisis dari tingkat risiko bencana dapat disimpulkan bahaya faktor utama dalam menentukan risiko bahaya gempa bumi di kota bengkulu adalah faktor bahaya, hal ini disebabkan karena faktor bahaya sangat berpotensi merusak atau mengancam kehidupan manusia, kehilangan harta-benda, kehilangan mata pencaharian, kerusakan lingkungan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari uraian berikut: 1. Tingkat bahaya gempa bumi tinggi yaitu seluas 5.153,174 Ha (sekitar 33,42% dari total luas wilayah secara keseluruhan), Sedangkan wilayah yang memiliki tingkat risiko Sedang dengan total luas wilayah yaitu seluas 3.907,069 Ha (sekitar 25,34% dari total luas wilayah secara keseluruhan), sedangkan untuk wilayah dengan tingkat risiko Rendah yaitu dengan total seluas 6.361.071 Ha (sekitar 41,25% dari total luas wilayah secara keseluruhan) 2. Tingkat kerentanan faktor kerentanan fisik, sosial kependudukan dan ekonomi diperoleh hasil bahwa wilayah yang memiliki tingkat kerentanan tinggi adalah seluas 7.144,343 Ha (sekitar 40% dari total luas wilayah secara keseluruhan), Wilayah yang memiliki tingkat kerentanan sedang seluas 4.590,043 Ha (sekitar 29,76% dari total luas wilayah secara keseluruhan), sedangkan untuk wilayah dengan tingkat kerentanan rendah yaitu dengan total seluas 4.938,818 Ha (sekitar 31% dari total luas wilayah secara keseluruhan). 3. Tingkat ketahanan diperoleh hasil bahwa wilayah yang memiliki tingkat ketahanan tinggi seluas 6.302,267 Ha (sekitar 40,87% dari total luas wilayah secara keseluruhan). Wilayah yang memiliki tingkat ketahanan Sedang seluas 3.226.858 Ha (sekitar 20,92% dari total luas wilayah secara keseluruhan), sedangkan tingkat ketahanan Rendah seluas 5.474,455 Ha (sekitar 35,50% dari total luas wilayah secara keseluruhan).

187 5.2 Rekomendasi Rekomendasi disusun berdasarkan peta tingkat risiko yang menunjukkan tingkat, letak dan sebaran risiko terhadap bencana gempa bumi, berupa arahan tindakan kegiatan pada kondisi yang sedang berlangsung (existing activity). Arahan-arahan tersebut merupakan upaya pencegahan dan pengendalian dalam mengurangi kerugian dan kerusakan akibat dampak yang ditimbulkan oleh peristiwa gempa bumi. Upaya untuk mengurangi risiko bencana dapat dilakukan dengan mengurangi kerentanan dan meningkatkan kapasitas/ketahanan. Untuk merumuskan upaya/tindakan terhadap kegiatan dilakukan dengan mengevaluasi besaran/nilai indikator-indikator dari faktor kerentanan dan faktor ketahanan/kapasitas. Upaya ini diarahkan pada zonasi kecamatan-kecamatan yang pada bagian wilayahnya memiliki risiko tinggi terhadap bencana gempa bumi. Tindakan yang perlu diambil dalam jangka panjang sebaiknya rehabilitasi diintegrasikan dalam penataan ruang dengan memperhatikan faktor daya dukung tanah dan batuan. 1) Zona yang memiliki risiko tinggi terhadap bahaya gempa bumi, didaerah aluvium (zona tidak leluasa) hendaknya tidak dibangun gedung bertingkat, kalaupun terpaksa dibangun gedung semacam ini konstruksinya harus tahan gempa dan mengacu kepada standarisasi yang telah dikeluarkan oleh badan geologi, yaitu mengacu kepada peta tematik geologi teknik dengan karakterisitik keteknikan yang mempunyai daya dukung tanah untuk pondasi dangkal (kedalaman 2m dan lebar 1,2m) antara 3,20 11,20 ton/m2. Daya dukung pondasi dalam, yaitu untuk kedalaman 5 m antara 7,016 19,392 ton/tiang, kedalaman 8 m antara 11,622 25,126 ton/tiang, kedalaman 10 m antara 32,388 58,496 ton/tiang, kedalaman 12 m antara 26,459 27,062 ton/tiang, kedalaman 14 m antara 32,505 33,359 ton/tiang, dan kedalaman 15 m antara 35,591 36,658 ton/tiang, nilai penurunan tanah antara 0,69 1,49 cm.. 2) Zona tingkat risiko tinggi sebaiknya permukiman penduduk di daerah yang berpotensi tsunami hendaknya dipisahkan dari fasilitas penagkapan ikan, karena perahu nelayan dapat menjadi benda yang menghacurkan rumah

188 bila tsunami datang. Pepohonan harus ditanam ditepi pantai dan dibuat semacam jalur hijau. Benda-benda yang akan mengapung seperti tangki bahan bakar dan lain-lain perlu dijauhkan letaknya dari tempat permukiman. Pembangunan tanggul secara teoritis dapat dilakukan namun hal itu tidak mungkin karena faktor bahaya dan efisiensi. Karang laut dapat membantu mengurangi tsunami, karena itu harus dipelihara dan tidak diambil. Pengambilan karang dekat permukiman sama sekali tidak diperbolehkan, lahan antara jalan raya dan pantai sebaiknya dihijaukan dan ditanami pohon keras dan pohon bakau. 3) Penerapan sandi bangunan (builiding code) yang ketat. Tata cara membangun rumah anti gempa secara sederhana perlu dimasyarakatkan. Informasi yang sudah ada pada instansi pemerintah perlu disebarluaskan dan para pengawas bangunan perlu untuk mendalami untuk kemudian penerapannya dengan keras. Khusus untuk bangunan umum seperti rumah sakit, sekolah tempat beribadat, kantor tempat pertemuan dan lain-lain yang dipakai oleh banyak orang bersama-sama, perlu konstruksi yang sangat tahan terhadap gempa karena korban yang akan jatuh akan banyak apabila bangun tersebut runtuh. 4) Kecamatan-kecamatan yang posisi geografisnya berdekatan dengan laut, penduduk perlu menghindarkan diri dari pembangunan permukiman yang terletak terlalu dekat dengan pantai, garis pantai sejauh 100-200 meter perlu meningkatkan ketahanan indikator vegetasi pelindung dengan pembuatan zone sabuk hijau pada sepanjang pesisir pantai yang ada di Kota Bengkulu. Kalaupun terdapat bangunan ditepi pantai perlu dibuat diatas tiang beton 3-5 meter, dengan bagian bawah bangunan tetap terbuka untuk memungkinkan air pasang lewat melalui bawah bangunan ini. 5) Pengembangan kota saat ini berada pada zona cukup leluasa hingga zona tidak layak. Ada beberapa kendala yang perlu dipertimbangkan pada zona tersebut yaitu faktor kebencanaan geologi seperti gempa bumi dan tsunami yang terdapat disebagian kecamatan yang menjadikan zona tersebut mempunyai risiko bahaya cukup tinggi, sebaiknya pengembangan

189 infrastruktur lebih diarahkan kepada zona leluasa (zona dengan tingkat risiko rendah terhadap ancaman bahaya gempa bumi), serta daerah kecamatan yang terlah terdeliniasi berpotensi tinggi terhadap risiko bencana sebaikanya ditingkatkan kewaspadaan dan pengetahuan tentang bahaya yang akan di alami melalui sosialisasi secara terus menerus, selain itu perlu juga adanya peningkatan infrastruktur penunjang dalam menghadapi adanya ancaman bencana seperti kendaraan sarana angkut dan penambahan jaringan jalan agar lebih mempermudah akses penduduk untuk mencapai tempat evakuasi, dan dianggap juga perlu adanya infrastruktur semacam shellter sementara escape building yang dibangun berdasrakan dengan standarisasi bangunan tahan gempa dan tsunami di wilayah kecamatan yang terdeliniasi bencana ikutan tinggi yaitu tsunami dengan berdasar kepada kecepatan tsunami yang sampai di daratan dengan estimasi waktu kurang dari 10-20 menit ke daratan sehingga dianggap perlu adanya escape building untuk meningkatkan ketahanan/kapasitas dalam melawan atau meredam dampak korban jiwa akibat dari adanya bencana. 5.3 Studi Lanjutan Adanya keterbatasan dalam studi ini baik yang menyangkut keterbatasan dalam menggunakan metode analisis dan keterbatasan materi yang dikaji, hasil analisis studi ini bukan merupakan bentuk kajian yang menyeluruh. Untuk itu diperlukan pengamatan dan kajian-kajian lainnya yang bersifat melengkapi keterbatasan materi yang ada di dalam studi ini. Dengan menyadari keterbatasan dalam analisis studi ini, maka kiranya perlu dilakukan studi-studi penelitian lanjutan yang dapat melengkapi, sehingga yang dilakukan dalam studi ini dapat menjadi lebih komprehensif. Adapun saran untuk studi-studi lanjutan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Hasil studi penelitian lanjutan tentang kebencanaan akan lebih lengkap dengan memadukan kajian terhadap jenis bahaya lain seperti kebakaran, perubahan

190 pengaliran (drainage modifications), perubahan air bawah tanah (ground water mofications), dan sebagainya. 2. Studi penelitian lanjuntan yang membahas masalah kerentanan fisik infrastruktur yang berupa kepadatan bangunan yang berasal dari pengolahan citra satelit untuk mendapatkan data yang lebih akurat. 3. Studi lanjutan penelitian yang lebih teknis mengenai ketahanan bangunan terhadap gempa bumi. 4. Studi penelitian yang mengkaji mengenai volume kendaraan dan waktu tundaan apabila adanya risiko bencana, dan seberapa cepat waktu untuk mencapai ke daerah aman atau tinggi. 5. Studi penelitian lanjutan tentang tingkat risiko bencana yang mengkaji mengenai faktor kerentanan dengan indikator sistem dan kelembagaan. 6. Studi penelitian lanjutan yang membahas perlu adanya kajian tentang jalur evakuasi yang bersifat siang dan malam hal ini di asumsikan karena tingkat kesiapan penduduk terhadap risiko bencana berbeda antara siang dan malam. 7. Studi penelitian lanjutan mengenai perhitungan nilai kerusakan struktural dan kerugian ekonomis yang diakibatkan bencana. 8. Studi lanjutan mengenai early warning system (peringatan dini) sebagai faktor untuk mengurangi tingkat risiko akibat suatu bencana (besaran ancaman dan bencana yang dapat dikurangi dengan adanya unsur peran dan manfaat peringatan dini).