BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
DESKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA PUNCAK MANDIRI KECAMATAN SUMALATA KABUPATEN GORONTALO UTARA JURNAL OLEH

BAB I PENDAHULUAN. bentuk upaya pengentasan kemiskinan dalam masyarakat. kesejahteraan di wilayah tersebut. Dengan demikian, kemiskinan menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang

I. PENDAHULUAN. Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan pengangguran yang tinggi, keterbelakangan dan ketidak

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemiskinan menjadi salah satu masalah di Indonesia sejak dahulu hingga

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. poranda, ditandai dengan banyaknya pemutusan hubungan kerja dan

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. pun manusia dan bangsa di dunia ini yang tidak membutuhkan kehidupan yang sedang

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997.

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. usaha ekonomi desa, pengembangan Lembaga Keuangan Desa, serta kegiatankegiatan

PERANAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN DALAM PEMBINAAN USAHA KERAJINAN KERIPIK TEMPE DI KABUPATEN NGAWI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Keterbelakangan menurut Chamber (1987) ialah rasa tidak berdaya

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk

BAB I PENDAHULUAN memiliki tujuan yang mulia yaitu melindungi segenap Bangsa Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), oleh karena itu

Kebijakan Desentralisasi dalam Kerangka Membangun Kualitas Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah di Tengah Tantangan Globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. paket kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian dari Pembangunan ekonomi merupakan upaya-upaya yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 124 TAHUN 2001 TENTANG KOMITE PENANGGULANGAN KEMISKINAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang muncul sebagai dampak dari krisis moneter dan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di

BAB I PENDAHULUAN. menerus di bidang fisik, ekonomi dan lingkungan sosial yang dilakukan oleh

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KONSEPSI PENGEMBANGAN BADAN USAHA MILIK MASYARAKAT DESA MELALUI LEMBAGA KEUANGAN MASYARAKAT MANDIRI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Modul ke: OTONOMI DAERAH. 12Teknik. Fakultas. Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi MKCU

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan pemerintahan di Indonesia semakin pesat dengan adanya era

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebagai Kota yang telah berusia 379 tahun, Tanjungbalai memiliki struktur

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyentuh kalangan bawah (grass rooth). Semula harapan ini hanya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Kemiskinan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ditentukan oleh pemerintah pusat, perencanaan dan kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia yang berada di masing masing Provinsi dengan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. model kecakapan hidup terintegrasi dengan nilai-nilai budaya lokal dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi saat ini telah banyak perubahan dalam berbagai bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Berdasarkan ketentuan ini

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari tingkat perkembangan pembangunan

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. masih menggunakan IGO dan IGOB. IGO dan IGOB merupakan warisan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. adalah penanggulangan kemiskinan yang harus tetap dilaksanakan Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi

BAB I PENDAHULUAN. berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dari situasi sebelumnya. Otonomi Daerah yang juga dapat dimaknai

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi adalah sektor UKM (Usaha Kecil Menengah). saat ini para pelaku UKM masih kesulitan dalam mengakses modal.

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DI SURAKARTA. (Studi Empiris di Surakarta Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan APBN 2013 memberikan alokasi yang cukup besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Banyak permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kemiskinan menjadi salah satu alasan rendahnya Indeks Pembangunan

Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

I. PENDAHULUAN. penerima program pembangunan karena hanya dengan adanya partisipasi dari

BAB I PENDAHULUAN. yang diyakini mampu memberikan nafas segar dari keterpurukan politik

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam

SAMBUTAN KEPALA DESA

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

EVALUASI KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENERAPKAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. bagi pengembangan daerah baik pemerintah maupun masyarakat daerah.

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang bersifat universal. Di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam mewujudkan good governance. Hal ini tercermin dari kinerja

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. hakekatnya ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan menjadi salah satu ukuran terpenting untuk mengetahui tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga. Sebagai suatu ukuran agregat, tingkat kemiskinan di suatu wilayah lazim digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan di wilayah tersebut. Dengan demikian, kemiskinan menjadi salah satu tema utama pembangunan. Keberhasilan dan kegagalan pembangunan acapkali diukur berdasarkan perubahan pada tingkat kemiskinan (Suryahadi dan Sumarto, 2001: 12). Kemiskinan terjadi karena kemampuan masyarakat pelaku ekonomi tidak sama, sehingga terdapat masyarakat yang tidak dapat ikut serta dalam proses pembangunan atau menikmati hasil-hasil pembangunan. Selain itu, kemiskinan merupakan masalah pembangunan yang ditandai dengan pengangguran, keterbelakangan, dan keterpurukan. Masyarakat miskin lemah dalam kemampuan berusaha dan mempunyai akses yang terbatas kepada kegiatan sosial ekonomi (Undang Undang Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Propenas). Permasalahan kemiskinan sangat kompleks dan upaya penanggulangannya harus dilakukan secara komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu (Hendriwan, 2003: 24). Tantangan utama dalam jangka pendek untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk miskin tersebut melalui pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar, peningkatan dan pengembangan usaha ekonomi produktif, serta penyediaan jaminan dan perlindungan sosial. Perlu dilakukan penanggulangan kemiskinan secara komprehensif dan terpadu agar terjadi perbaikan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin (Undang Undang Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Propenas). Dalam upaya penanggulangan kemiskinan ada dua strategi utama yang ditempuh. Pertama, melindungi keluarga dan kelompok masyarakat miskin melalui pemenuhan kebutuhan pokok mereka. Kedua, memberdayakan mereka 1

agar mempunyai kemampuan untuk melakukan usaha dan mencegah terjadinya kemiskinan baru (UU No. 25 Tahun 2000 tentang Propenas). Menurut Remi dan Tjiptoherijanto (2002) program pengentasan kemiskinan yang dijalankan mendapatkan kritik antara lain tentang transparansi program, dana yang kebanyakan tidak diterima oleh kelompok yang ditargetkan. Program tersebut masih merupakan kebijakan yang terpusat dan seragam dan memposisikan masyarakat sebagai obyek dalam keseluruhan proses (Kementrian Kokesra, 2004: 2) Pemerintah menyadari bahwa kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan tidak hanya tergantung kepada kebijakan ekonomi makro saja. Kebijakan ekonomi mikro bahkan kebijakan ekonomi sosial harus dilakukan bersama-sama dengan kebijakan ekonomi makro untuk menanggulangi kemiskinan (Remi dan Tjiptoherijanto, 2002: 44) Upaya pengentasan kemiskinan perlu tertuang dalam tiga arah kebijaksanaan, yaitu kebijaksanaan tidak langsung untuk menciptakan kondisi yang kondusif, kebijaksanaan langsung yang ditujukan kepada masyarakat miskin dan kebijaksanaan khusus untuk memperluas upaya penanggulangan kemiskinan. Penyebab kemiskinan dapat terjadi karena kondisi alamiah dan ekonomi, kondisi struktural dan sosial, serta kondisi kultural (budaya). Kemiskinan alamiah dan ekonomi timbul akibat keterbatasan sumber daya alam, manusia, dan sumber daya lain sehingga peluang produksi relatif kecil dan tidak dapat berperan dalam pembangunan. Kemiskinan struktural dan sosial disebabkan hasil pembangunan yang belum merata, tatanan kelembagaan dan kebijakan dalam pembangunan. Sedangkan kemiskinan kultural (budaya) disebabkan sikap atau kebiasaan hidup yang merasa kecukupan sehingga menjebak seseorang dalam kemiskinan. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Propenas menyebutkan berdasarkan penyebabnya kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kemiskinan kronis (chronic poverty) yang disebabkan: (1) sikap dan kebiasaan hidup masyarakat yang tidak produktif; (2) keterbatasan sumber daya dan keterisolasian; dan (3) rendahnya taraf pendidikan dan derajat kesehatan, terbatasnya lapangan kerja, dan ketidakberdayaan masyarakat, dan kemiskinan 2

sementara (transient poverty) yang disebabkan (1) perubahan siklus ekonomi dari kondisi normal menjadi krisis ekonomi; (2) perubahan yang bersifat musiman seperti kasus kemiskinan nelayan dan pertanian tanaman pangan; dan (3) bencana alam atau dampak dari suatu kebijakan. Sejak diberlakukannya UU No. 8 tahun 2008 (Revisi UU No. 32 Tahun 2004) tentang Pemerintahan Daerah maka daerah diberi keleluasaan untuk menekankan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan serta dengan memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. UU ini sebagai landasan hukum bagi tiap daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Masyarakat diberi peran yang lebih besar dalam pembangunan daerah. Selain itu masyarakat dituntut berkreativitas dan berinovasi dalam mengelola potensi daerah serta memprakarsai pembangunan daerah. Sejalan dengan perkembangan kemampuan rakyat dalam pembangunan dan berkurangnya campur tangan pemerintah pusat terhadap daerah, maka pembangunan seharusnya diarahkan untuk merubah kehidupan rakyat menjadi lebih baik. Perencanaan dan implementasi pembangunan seharusnya merupakan usaha untuk memberdayakan rakyat sehingga mereka mempunyai akses terhadap sumber-sumber ekonomi. Model pembangunan yang melibatkan masyarakat dapat juga disebut dengan model pembangunan partisipatif. Pelaksanaan pembangunan partisipatif merupakan konsekuensi logis dari tuntutan reformasi dan keterbukaan yang diinginkan oleh masyarakat sejak tumbangnya rejim orde baru, yang juga didukung oleh prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang tertuang dalam UU No. 8 tahun 2008 (Revisi UU No. 32 Tahun 2004) tentang Pemerintahan Daerah yang mengamanatkan pentingnya dilaksanakan otonomi daerah, demokratisasi, partisipasi masyarakat serta desentralisasi kewenangan untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan di tingkat daerah. Berdasarkan Pedoman Umum Proyek Pemberdayaan Masyarakat untuk Pembangunan Desa (PMPD) Tahun 2004, dari berbagai kebijakan dan program pembangunan yang telah dilaksanakan pemerintah. Namun sangat disayangkan, jumlah penduduk miskin di perdesaan menunjukkan angka yang sangat signifikan. 3

Menurut data dari Kantor Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat pada Juli tahun 2008, penduduk miskin yang berada di perdesaan sekitar 63,47% dari total penduduk miskin di Indonesia, atau sekitar 22,19 juta jiwa (Depbudpar, 2008). Banyak hal telah dilakukan pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan, akan tetapi masih menemui jalan buntu, seperti Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) belum dapat memberikan hasil yang spektakuler. Turunnya berbagai bantuan tersebut belum ditindaklanjuti dengan manajemen program yang tepat. Untuk menciptakan keberdayaan dan kemandirian masyarakat, tidak cukup dengan stimulan dana saja. Semestinya stimulan dana tersebut dibarengi dengan kemampuan manajemen dan pengorganisasian yang baik. (Ambar Teguh Sulistiyani, 2004: 19) Hampir seluruh negara berkembang 10-30% dari masyarakat yang mampu menikmati kesejahteraan hidup, sisanya mayoritas di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan sangat jelas nampak pada kehidupan masyarakat yang umumnya berada di desa, terutama di Desa Puncak Mandiri Kecamatan Sumalata Kabupaten Gorontalo Utara. Menurut Permanasari (2011: 1) faktor-faktor yang mempengaruhi penduduk miskin tersebut adalah terbatasnya pengetahuan masyarakat, keterbatasan sarana dan prasarana, dan atau kurang optimal pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti bahwa pemberdayaan masyarakat yang ada di Desa Puncak Mandiri Kecamatan Sumalata di berbagai bidang tidak terlepas dari berbagai hambatan yang menyertainya. Hambatan yang sering muncul adalah sulitnya untuk mensinergiskan berbagai pemberdayaan itu dalam suatu program yang terpadu. Dengan memusatkan pada satu dimensi, pengembangan akan mengabaikan kekayaan dan kompleksitas kehidupan manusia dan pengalaman masyarakat. Tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa berbagai tindakan untuk memberdayakan masyarakat tidak bisa disinergiskan. Pengertian terpadu tidak berarti semua jenis kegiatan pemberdayaan dilakukan secara serentak. Pengembangan masyarakat secara terpadu dapat digambarkan sebagai serangkaian kegiatan pemberdayaan yang dilakukan secara sistematis dan saling melengkapi. Pemberdayaan bukanlah program yang dapat dilaksanakan dalam 4

jangka waktu singkat atau bersifat temporer. Pemberdayaan harus dilaksanakan secara berkesinambungan dengan terus mengembangkan jenis-jenis kegiatan yang paling tepat untuk komunitas. Di samping itu, program pemberdayaan yang dilaksanakan banyak diwarnai oleh kendala, baik yang berasal dari kepribadian individu dalam komunitas masyarakat maupun yang berasal dari sistem sosial di masyarakat, dimana muncul ketergantungan suatu komunitas terhadap orang lain (misalnya terhadap pendamping sosial) menyebabkan proses pemandirian masyarakat membutuhkan waktu yang cenderung lebih lama, serta masyarakat yang kurang melakukan hubungan dengan masyarakat luar sehingga menyebabkan kurangnya mendapat informasi tentang perkembangan dunia. Hal ini mengakibatkan masyarakat tersebut terasing dan tetap terkurung dalam pola-pola pemikiran yang sempit dan lama. Selain itu mereka cenderung tetap mempertahankan tradisi yang tidak mendorong kearah kemajuan. Banyak upaya yang telah dilakukan dalam mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat mulai dari peran serta masyarakat, pemerintah, dan penentuan strategi program pemberdayaan yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat agar mampu hidup secara mandiri. Namun dalam kenyataannya, upaya tersebut belum mampu memberikan pengaruh terhadap perubahan kualitas hidup masyarakat. Apabila hal tersebut diabaikan, maka akan memberikan kerugian besar bagi masyarakat menyangkut peningkatan taraf hidup serta eksistensinya dalam kahidupan masyarakat sekaligus mempengaruhi peningkatan pembangunan daerah yang dapat mengakibatkan kerugian negara. Berkaitan dengan hal di atas, maka peneliti akan melakukan penelitian dengan formulasi judul yaitu Deskripsi Faktor-faktor yang mempengaruhi Pemberdayaan Masyarakat Desa Puncak Mandiri Kecamatan Sumalata Kabupaten Gorontalo Utara. 5

1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang maka dapat diidentifikasi beberapa masalah penelitian yaitu sebagai berikut: 1. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi pemberdayaan masyarakat Desa Puncak Mandiri Kecamatan Sumalata Kabupaten Gorontalo Utara? 2. Bagaimana cara meningkatkan pemberdayaan masyarakat di Desa Puncak Mandiri Kecamatan Sumalata Kabupaten Gorontalo Utara? 3. Bagaimana tingkat kesadaran masyarakat terhadap kegiatan pemberdayaan yang dilaksanakan di Desa Puncak Mandiri Kecamatan Sumalata Kabupaten Gorontalo Utara? 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pemberdayaan masyarakat Desa Puncak Mandiri Kecamatan Sumalata Kabupaten Gorontalo Utara. 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan faktorfaktor yang mempengaruhi pemberdayan masyarakat Desa Puncak Mandiri Kecamatan Sumalata Kabupaten Gorontalo Utara. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Mampu memberikan sumbangan konsep teroritis dalam pembangunan wilayah melalui deskripsi faktor pemberdayaan masyarakat. b. Penelitian ini juga diharapakan dapat dijadikan bahan referensi bagi penelitian lanjutan yang mengkaji masalah yang serupa baik dilingkungan Universitas Negeri Gorontalo maupun dilingkungan Instansi Pemerintah atau yang lainya. 6

2. Manfaat Praktis a. Menyajikan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pemberdayaan masyarakat di desa Puncak Mandiri Kecamatan Sumalata Kabupaten Gorontalo Utara. b. Sebagai upaya kontribusi pada Pemerintah Daerah dalam mengatasi masalah pemberdayaan masyarakat. 7