KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG SUMBERDAYA TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN WISATA SNORKELING

dokumen-dokumen yang mirip
By : ABSTRACT. Keyword : Coral Reef, Marine Ecotourism, Beralas Pasir Island

KERUSAKAN TERUMBU KARANG KARIMUNJAWA AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI BATUBARA

KESESUAIAN PERAIRAN UNTUK WISATA SELAM DAN SNORKELING DI PULAU BIAWAK, KABUPATEN INDRAMAYU

3. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Jenis dan Sumber Data

3. METODE PENELITIAN

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

3. METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian berada di dalam wilayah Kabupaten Administratif

3. METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG SEBAGAI EKOWISATA BAHARI DI PULAU DODOLA KABUPATEN PULAU MOROTAI

THE CORAL REEF CONDITION IN BERALAS PASIR ISLAND WATERS OF GUNUNG KIJANG REGENCY BINTAN KEPULAUAN RIAU PROVINCE. By : ABSTRACT

KESESUAIAN EKOWISATA SNORKLING DI PERAIRAN PULAU PANJANG JEPARA JAWA TENGAH. Agus Indarjo

PEMETAAN KAWASAN EKOWISATA SELAM DI PERAIRAN PULAU PANJANG, JEPARA, JAWA TENGAH. Agus Indarjo

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

SPERMONDE (2017) 3(1): ISSN: STUDI PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PULAU PASIR PUTIH KABUPATEN POLEWALI MANDAR

Faudila Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH,

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. *

JOURNAL OF MARINE RESEARCH Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014, Halaman Online di:

PERSENTASE TUTUPAN DAN TIPE LIFE FORM TERUMBU KARANG DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG

KESESUAIAN EKOWISATA SELAM DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan

Karakteristik Pulau Kecil: Studi Kasus Nusa Manu dan Nusa Leun untuk Pengembangan Ekowisata Bahari di Maluku Tengah

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA PANTAI, SELAM DAN SNORKELING DI PULAU BERHALA KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISI DAYA DUKUNG PEMANFAATAN PULAU GILI LABAK DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

PERSENTASE TUTUPAN KARANG DI PERAIRAN MAMBURIT DAN PERAIRAN SAPAPAN KABUPATEN SUMENEP PROVINSI JAWA TIMUR

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

Kajian Kesesuaian dan Daya Dukung Wilayah Pesisir Pantai Bandengan Jepara, sebagai Upaya Optimalisasi Pengembangan Kegiatan Wisata Bahari

KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP BERDASARKAN PERSEN TUTUPAN DI PULAU KARANG PROVINSI SUMATERA UTARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN

Jenis data Indikator Pengamatan Unit Sumber Kegunaan

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODE KERJA. Penelitian ini dilakukan pada Bulan Juli sampai dengan Bulan Oktober Lokasi

Ahmad Bahar *1, Fredinan Yulianda 2, Achmad Fahrudin 3

STUDI KESESUAIAN PANTAI LAGUNA DESA MERPAS KECAMATAN NASAL KABUPATEN KAUR SEBAGAI DAERAH PENGEMBANGAN PARIWISATA DAN KONSERVASI

KONDISI TERUMBU KARANG PADA LOKASI WISATA SNORKELING DI KEPULAUAN KARIMUNJAWA, JAWA TENGAH

KAJIAN KESESUAIAN SUMBERDAYA TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI KELURAHAN PULAU ABANG KOTA BATAM BUDY HARTONO

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

THE CORAL REEF CONDITION IN SETAN ISLAND WATERS OF CAROCOK TARUSAN SUB-DISTRICT PESISIR SELATAN REGENCY WEST SUMATERA PROVINCE.

PERSENTASE TUTUPAN KARANG HIDUP DI PULAU ABANG BATAM PROVINSI KEPULAUAN RIAU

STRATEGI KONSERVATIF DALAM PENGELOLAAN WISATA BAHARI DI PULAU MAPUR, KABUPATEN BINTAN, KEPULAUAN RIAU 1

Bentuk Pertumbuhan dan Kondisi Terumbu Karang di Perairan Teluk Tomini Kelurahan Leato Selatan Kota Gorontalo

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Wisata Kawasan Pantai Labombo Kota Palopo

PEMODELAN DAYA DUKUNG PEMANFAATAN PULAU SAPUDI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Triyadi Purnomo *, Sigid Hariyadi, Yonvitner

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISA KESESUAIAN KAWASAN DAN DAYA DUKUNG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PULAU PASUMPAHAN KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

ANALISIS PENGELOLAAN TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PULAU PONCAN KOTA SIBOLGA, SUMATERA UTARA 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang


LINE INTERCEPT TRANSECT (LIT)

TINJAUAN KELAYAKAN EKOLOGI PULAU BERAS BASAH KOTA BONTANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA BAHARI

JAKARTA (22/5/2015)

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

3 BAHAN DAN METODE. KAWASAN TITIK STASIUN SPOT PENYELAMAN 1 Deudap * 2 Lamteng * 3 Lapeng 4 Leun Balee 1* PULAU ACEH

ANALISIS KESESUAIAN EKOWISATA BAHARI KATEGORI SNORKELING DI PULAU GILI GENTING KABUPATEN SUMENEP

3 METODOLOGI PENELITIAN

KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU MATAS TAMAN NASIONAL TELUK CENDERAWASIH

3 METODOLOGI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. yang mencapai pulau dengan panjang pantai sekitar km 2 dan luas

No : Hari/tanggal /jam : Nama instansi : Alamat Instansi : Nama responden yang diwawancarai Jabatan

Gambar 3 Lokasi penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

ANALISIS STATUS TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BAHARI DI DESA TELUK BUTON KABUPATEN NATUNA 1

Bayu Putra Utama Irawan 1) Aras Mulyadi 2) Elizal 2) ABSTRACT

ANALYSIS OF BUTTERFLY FISH (CHAETODONTIDAE) ABUNDANCE IN THE CORAL REEF ECOSYSTEM IN BERALAS PASIR ISLAND BINTAN REGENCY ABSTRACT

PEMETAAN KONDISI TERUMBU KARANG DI DESA SUMBERKENCONO KABUPATEN BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Korelasi Tutupan Terumbu Karang dengan Kelimpahan Relatif Ikan Famili Chaetodontidae di Perairan Pantai Pasir Putih, Situbondo

Coral reef condition in several dive points around Bunaken Island, North Sulawesi

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

STUDI KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN UNTUK REKREASI PANTAI DI PANTAI PANJANG KOTA BENGKULU

KAJIAN DAYA DUKUNG FISIK WISATA DANAU DI PANTAI PASIR PUTIH PARBABA KABUPATEN SAMOSIR

STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STRATEGI PENGELOLAANNYA (STUDI KASUS PERAIRAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU)

BAB III METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

PENGARUH KEDALAMAN TERHADAP MORFOLOGI KARANG DI PULAU CEMARA KECIL, TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

3. METODE PENELITIAN

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA PANTAI, SELAM DAN SNORKELING DI PULAU BERHALA KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU

KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU KARANG CONGKAK KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN WISATA BAHARI DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR

Kajian Kesesuaian Wisata Selam dan Snorkeling di Perairan Tulamben, Karangasem, Bali

Kesesuaian Wisata Pantai Berpasir Pulau Saronde Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

Transkripsi:

KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG SUMBERDAYA TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN WISATA SNORKELING DAN DIVING DI PULAU BERALAS PASIR DESA TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN (Suitability and Capability Resources Reefs for Snorkeling and Diving Tourism Development in White Sand Island Village Teluk Bakau Bintan regency) ABSTRAK LAMRIA HOTMIAN LUMBANTORUAN Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2017 di perairan Pulau Beralas Pasir Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan dengan tujuan mengetahui kondisi perairan dan potensi sumberdaya terumbu karang untuk pengembangan wisata snorkeling dan diving di Pulau Beralas Pasir, mengetahui tingkat kesesuaian dan daya dukung sumberdaya terumbu karang serta mengetahui persepsi masyarakat dan pengunjung untuk pengembangan wisata snorkeling dan diving di Pulau Beralas Pasir. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dengan teknik pengambilan sampel secara purposive sampling yang terdiri dari 3 titik stasiun pengamatan. Berdasarkan hasil pengamatan potensi kecerahan perairan memiliki kecerahan berkisar 90-100%, tutupan komunitas karang berkisar 29,23 53,56%, jumlah jenis life form karang sebanyak 6-7 jenis, jenis ikan karang sekitar 7-17 jenis, kecepatan arus 20-80 cm /detik, kedalaman terumbu karang sekitar 2-10 meter serta lebar hamparan datar karang sekitar 13-30 meter. Kesesuaian wisata snorkeling dan diving di perairan Pulau Beralas Pasir pada stasiun I dan II merupakan kawasan yang sesuai untuk dilakukan pengembangan wisata snorkeling dan diving, sedangkan pada stasiun III tidak sesuai karena memiliki nilai skor yang rendah dari beberapa parameter. Daya dukung terumbu karang untuk pengembangan wisata snorkeling dan diving di perairan Pulau Beralas Pasir pada stasiun I dan II untuk wisata snorkeling dan diving pada stasiun I maksimum 23 orang/hari dan untuk stasiun II maksimun 22 orang/hari, sementara daya dukung pada stasiun III tidak dihitung karena stasiun III tidak sesuai untuk dilakukan pengembangan wisata snorkeling dan diving. Kata kunci : kesesuaian, daya dukung, terumbu karang, wisata snorkeling dan diving, Pulau Beralas Pasir, Bintan ABSTRACT The study was conducted in May 2017 in the waters of White Sand Island Village Bakau Bintan district with the aim of knowing the condition of the waters and the potential of coral reef resources for tourism development snorkeling and diving on the island of White Sand Island, and as well as to know the perception of the people and visitors for the development of snorkeling and diving tours in White Sand Island. The research method used is survey method with sampling technique by purposive sampling consisting of 3 point observation station. Based on observations of potential water transparency has a brightness range from 90-100%, cover the coral communities ranged from 29.23 to 53.56%, the number of types of life form as much as 6-7 species of coral, reef fish species

around 7-17 type, flow rate 20-80 cm / sec, the depth of coral reef about 2-10 meters and wide coral reef flat about 13-30 meters. Travel suitability snorkeling and diving in the waters of White Sand Island at stations I and II is an appropriate area to do snorkeling and diving tourism development, while at the third station not appropriate because it has a low score value of some parameters. Carrying capacity of coral reefs for tourism development snorkeling and diving in the waters of White Sand Island at stations I and II for snorkeling and diving at the station I a maximum of 23 people / day and for stations II maximum 22 people / day, while the carrying capacity of the station III is not calculated because station III is not suitable for the development of snorkeling and diving tours. Keywords: suitability, carrying capacity, coral reef, snorkeling and diving tours, White Sand Island, Bintan snorkeling dan diving memiliki PENDAHULUAN sejumlah keterbatasan/kerentanan Kabupaten Bintan merupakan secara fisik dan ekologis dengan salah satu kabupaten yang ada di lokasi yang luasnya relatif terbatas, Provinsi Kepulauan Riau yang sehingga perlu diperhatikan menjadi Kawasan Konservasi kesesuaian dan daya dukung Perairan Daerah (KKPD) sesuai (carrying capacity) lingkungan untuk Surat Keputusan Bupati Bintan pengembangan wisata, karena Nomor 36/VIII/2007 dengan luas aktivitas manusia yang paling wilayah 472.905 ha dan memiliki dominan penyebab kerusakan potensi terumbu karang yang bisa dikembangkan untuk pembangunan ekosistem terumbu karang. Melalui pendekatan ekologi dari ekosistem bidang kelautan dan perikanan, terumbu karang yang akan dikaji terutama untuk wisata bahari. Pulau untuk melihat persentase luasan Beralas Pasir merupakan bagian dari tutupan karang hidupnya, jumlah Kawasan Konservasi Perairan jenis life-form karang dan jumlah Daerah (KKPD) Bintan yang sedang jenis ikan karang. dikembangkan menjadi kawasan Sumberdaya terumbu karang wisata yang dikelola oleh PT. memiliki 3 fungsi yakni fungsi Indobintan Trijaya telah dibuka ekologis, fungsi ekonomis dan fungsi untuk umum sejak Bulan September sosial budaya. Secara ekologis, Tahun 2015. Sepanjang tahun 2015 ekosistem terumbu karang sampai saat ini wisatawan lokal maupun manca negara meningkat merupakan daerah atau habitat bagi berbagai jenis biota perairan, sebagai setiap tahunnya untuk melakukan pelindung pantai dan hempasan beberapa kegiatan olah raga seperti wisata pantai, banana boat, flying kite, transparent canoe, diving dan ombak. Secara ekonomi, ekosistem terumbu karang dapat memberikan manfaat ekonomi bagi kelangsungan snorkeling. hidup manusia, khususnya Jumlah pengunjung pada tahun masyarakat pesisir. Sedangkan 2015 sebanyak 50 orang, pada tahun secara sosial, ekosistem terumbu 2016 sebanyak 10.000 orang dan karang menyediakan nilai-nilai jumlah pengunjung mulai Bulan estetika dan keindahan yang dapat Januari sampai dengan Juni 2017 dinikmati oleh manusia. Ketiga sudah mencapai 4.000 orang. Wisata fungsi tersebut sangat berperan

dalam pengembangan wisata snorkeling dan diving berbasiskan konservasi serta pengembangan wisata snorkeling dan diving diharapkan dapat mengangkat kehidupan sosial-ekonomi masyarakat setempat. Pendekatan sosial-ekonomi ini untuk melihat manfaat langsung dari ekosistem terumbu karang bagi kehidupan masyarakat setempat dan persepsi masyarakat serta upaya masyarakat dalam mendukung pengembangan wisata snorkeling dan diving di Pulau Beralas Pasir. Pulau Beralas Pasir merupakan salah satu tempat wisata yang sedang dikembangkan sebagai kawasan wisata dengan aktivitas wisatawan snorkeling dan diving, sehingga dikhawatirkan aktivitas ini dapat merusak ekosistem terumbu karang. Pemanfaatan sumberdaya terumbu karang tanpa adanya perencanaan yang matang akan dapat mengancam kelestarian ekosistem sumberdaya itu sendiri yang selanjutnya juga akan berpengaruh terhadap ketersediaan sumberhayati laut yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Pemanfaatan potensi sumberdaya terumbu karang mutlak harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip konservasi, pelestarian dan pemanfaatan yang berkelanjutan. Menindaklanjuti prinsip-prinsip konservasi tersebut maka perlu diteliti tingkat kesesuaian dan daya dukung kawasan untuk melakukan pembatasan jumlah pengunjung dalam melakukan kegiatan snorkeling dan diving di Pulau Beralas Pasir. Adapun tujuan penelitian ini adalah : Mengetahui kondisi perairan dan potensi sumberdaya terumbu karang untuk pengembangan wisata snorkeling dan diving di Pulau Beralas Pasir, Mengetahui tingkat kesesuaian dan daya dukung sumberdaya terumbu karang untuk pengembangan wisata snorkeling dan diving di Pulau Beralas Pasir, Mengetahui persepsi masyarakat dan pengunjung untuk pengembangan wisata snorkeling dan diving di Pulau Beralas Pasir. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan selama dua bulan yaitu pada Bulan Mei sampai dengan Juni 2017 di Pulau Beralas Pasir Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan di Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD). Alat dan Bahan Penelitian Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta dasar (basemap) yang sudah didigitasi, perahu motor, peralatan scuba diving set, snorkel, camera bawah air, roll meter, Global Positioning Systems (GPS), frame, sabak, pensil, harddisk eksternal, komputer laptop, piranti lunak Coral Point Count with Excel extension (CPCe) versi 4.1. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survei yang dilakukan secara langsung di lapangan, kemudian dilakukan pengukuran dan pengumpulan informasi/data situasi dan kondisi di lapangan pada tiga stasiun yang ditentukan pada lokasi penelitian yang di mana penentuan stasiun ditentukan berdasarkan purpossive sampling. Selanjutnya data tersebut dianalisis dengan menggunakan program Microsoft Excel untuk dijadikan data primer

yang disajikan secara deskriptif, sedangkan data sekunder merupakan data atau informasi pendukung dari buku, jurnal serta informasi/literatur dari berbagai instansi pemerintah yang bersangkutan. Data Terumbu Karang Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer melalui pengamatan langsung dilapangan untuk melihat kondisi terumbu karang yang terdiri dari tutupan komunitas karang dan jumlah jenis (life-form) karang, yang disajikan secara deskriptif. Data sekunder diperoleh dari pihak terkait dan literatur. Pengambilan data primer terumbu karang di lapangan dilakukan dengan penyelaman menggunakan peralatan scuba dengan menggunakan metode transek kuandrat. Metoda pencacahan terumbu karang mengacu pada metoda Underwater Photo Transect (UPT) (Giyanto et al., 2010; Giyanto, 2012a; Giyanto, 2012b). Data Ikan Karang Ikan karang adalah ikan yang hidup berasosiasi dengan terumbu karang. Terumbu karang sebagai habitat ikan karang untuk mencari makan, berlindung, memijah dan tempat asuhan. Dengan demikian dilihat dari aspek biologi dan perilakunya ikan karang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesesuaian habitatnya (Giyanto et al. 2014). Metode yang digunakan dalam melakukan pemantauan ikan karang adalah metode Underwater Visual Census (UVC) (English et al. 1997). Pemantauan dilakukan di garis transek yang sama dengan kegiatan penelitian karang, agar sekaligus mendapatkan data bentik yang menggambarkan habitatnya. Sensus dilakukan pada garis transek sepanjang 70 m dengan lebar pengamatan 5 m, terdiri dari sebelah kiri transek 2,5 m dan sebelah kanan transek 2,5 m. Analisis Data Persentase Tutupan Terumbu Karang Kondisi terumbu karang dianalisis dengan menggunakan analisis photo perangkat lunak CPCe versi 4.1. (Coral Point Count with Excel extension (Kohler, Gill. 2006). Analisis data dilakukan terhadap setiap frame dengan cara melakukan pemilihan sampel titik acak (random point). Jumlah titik acak yang digunakan adalah sebanyak 30 buah untuk setiap framenya dan sudah representative untuk menduga persentase tutupan kategori dan substrat (Giyanto et al. 2010). Berdasarkan proses analisis foto yang dilakukan terhadap setiap frame foto yang dilakukan, maka dapat diperoleh nilai persentase tutupan kategori untuk setip frame dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut : ( ) ( ) Nilai persentase tutupan karang hidup dapat ditentukan kriteria kondisi tutupan terumbu karang menurut (English et al. 1994) Tutupan Karang Hidup (%) Kriteria Penilaian 75 100 Sangat Baik 50 74,9 Baik 25 49,9 Cukup Baik 0 24,9 Kurang Baik Sumber : (English et al., 1994)

Analisis Matriks Kesesuaian Wisata Snorkeling dan Diving Kesesuaian wisata snorkeling mempertimbangkan 7 (tujuh) parameter. Parameter kesesuaian wisata snorkeling antara lain kecerahan perairan, tutupan karang, jenis life-form, jenis ikan karang, kecepatan arus, kedalaman terumbu karang dan lebar hamparan datar karang (Yulianda, 2007). Kesesuaian wisata diving mempertimbangkan 6 (enam) parameter. Parameter kesesuaian wisata diving antara lain kecerahan perairan, tutupan komunitas karang (karang keras, karang lunak dan biota lain), jenis life-from, jenis ikan karang, kecepatan arus, dan kedalaman terumbu karang. Menentukan indeks kesesuaian pemanfaatan untuk wisata Snorkeling/diving diformulasikan sebagai berikut : ( ) Dimana : IKW = Indeks Kesesuaian Wisata Ni = Nilai parameter ke-i (Bobot x Skor) Nmaks = Nilai maksimum dari suatu kategori wisata Ketentuan untuk kelas kesesuaian kegiatan wisata Snorkeling/diving adalah sebagai berikut : S1 = Sangat sesuai, dengan IKW 83 100 % S2 = Sesuai, dengan IKW 50 - < 83 % S3 = Tidak sesuai, dengan IKW < 50% Pengolahan data dengan menggunakan Microsof Office Excel 2010. Kelas kesesuaian dibagi dalam tiga kelas, yang didefenisikan sebagai berikut : 1) Kelas S1 : Sangat Sesuai (Highly Suitable) : Kawasan ekosistem terumbu karang tidak mempunyai pembatas yang berat untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata snorkeling dan diving secara lestari, atau hanya mempunyai faktor pembatas yang kurang berarti dan tidak terpengaruh secara nyata terhadap kondisi kawasan tersebut, serta tidak menambah masukan (input) untuk dikembang sebagai objek wisata snorkeling dan diving. 2) Kelas S2 : Sesuai (Suitable) : kawasan ekosistem terumbu karang yang mempunyai pembatas agak berat untuk pemanfaatan sebagai kawasan wisata snorkeling dan diving secara lestari. Faktor pembatas tersebut akan mengurangi pemanfaatan kawasan tersebut, sehingga diperlukan upaya tindakantindakan tertentu dalam membatasi pemanfaatan dan mengupayakan konservasi dan rehabilitasi 3) Kelas S3 : Tidak Sesuai (Not Suitable): kawasan ekosistem terumbu karang yang mengalami tingkat kerusakan yang tinggi, sehingga tidak memungkinkan untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata snorkeling dan diving. Untuk itu sangat disarankan untuk dilakukan perbaikan dengan teknologi tinggi dengan tambahan biaya dan perlu waktu yang lama untuk memulihkannya melalui konservasi dan rehabilitasi kawasan tersebut.

Analisis Nilai Daya Dukung Kawasan Menurut Yulianda. (2007), konsep daya dukung ekowisata mempertimbangkan dua hal, yaitu (1) kemampuan alam untuk mentolerir gangguan atau tekanan dan manusia, dan (2) standar keaslian sumberdaya alam. Analisis daya dukung ditujukan pada pengembangan wisata snorkeling dan diving dengan memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir, pantai dan pulau-pulau kecil secara lestari. Daya dukung kawasan (DDK) adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia, dapat dilihat pada rumus: Lp Wt DDK Kx x Lt Wp Keterangan: DDK = Daya dukung kawasan wisata (orang/hari) K = Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area Lp = Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan Lt = Unit area untuk kategori tertentu Wt = Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu. Potensi ekologis pengunjung ditentukan oleh kondisi sumberdaya dan jenis kegiatan yang akan dikembangkan. Luas suatu area yang dapat digunakan oleh pengunjung mempertimbangkan kemampuan alam mentolerir pengunjung sehingga keaslian tetap terjaga. Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt) Jenis Kegiatan Pengunjung (Orang) Unit Area (Lt) Snorkeling 1 500 m 2 Diving 2 2000 m 2 Sumber : Yulianda (2007) Ket Setiap 1 orang dalam 100 m x 5 m Setiap 2 orang dalam 200m x 10m Dalam melakukan kegiatan ekowisata, setiap pengunjung akan memerlukan ruang gerak yang cukup luas untuk melakukan aktivitas seperti snorkeling dan diving untuk menikmati keindahan pesona alam bawah laut, sehingga perlu adanya prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata. Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata Jenis Kegiatan Waktu Yang Dibutuhkan Wp- (jam) Snorkeling 3 6 Diving 2 8 Sumber : Yulianda (2007) Total Waktu 1 Hari Wt-(jam) Analisis Persepsi dan Sikap Masyarakat dalam Pengembangan Wisata Snorkeling dan Diving di Pulau Beralas Pasir Analisis persepsi masyarakat ini dilakukan dengan meminta kepada masyarakat memberikan penilaian tentang terumbu karang terkait dengan kegunaan dan manfaat terumbu karang yang ada di Pulau Beralas Pasir. Data hasil wawancara kepada masyarakat dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan tabulasi dan disajikan dalam bentuk grafik.

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Teluk Bakau adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau. Menurut kantor Desa Teluk Bakau (2015), secara geografis Desa Teluk Bakau memiliki ketinggian tanah dari permukaan laut sekitar 10 m dengan luas wilayah 112,12 km 2 dengan batas wilayah sebelah Utara: Desa Malang Rapat; sebelah Selatan: Kelurahan Kawal; sebelah Barat: Desa Toa Paya Utara; sebelah Timur: Laut Natuna Utara. Desa Teluk Bakau memiliki sumberdaya kelautan dan perikanan yang sangat potensial. Sebagian masyarakat Desa Teluk Bakau berprofesi sebagai nelayan. Berdasarkan hasil pengamatan dan informasi yang diperoleh di lapangan wilayah perairan Desa Teluk Bakau, memiliki zona laut litoral atau pesisir, yaitu bagian laut yang terletak antara pasang naik dan pasang surut. Pada waktu pasang naik, bagian ini merupakan laut dan pada saat pasang surut bagian ini merupakan daratan. Wilayah perairan di Desa Teluk Bakau merupakan salah satu kawasan konservasi lamun dan memiliki 3 pulau yakni Pulau Beralas Pasir memiliki luas sekitar 6 ha, Pulau Beralas Bakau memiliki luas sekitar 7 ha dan Pulau Nikoi memiliki luas sekitar 12 ha yang dijadikan sebagai tempat wisata. Umumnya masyarakat Desa Teluk Bakau dari suku Melayu yang masih kental budayanya dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Disamping suku Melayu terdapat juga beragam suku-suku pendatang lainnya seperti, Jawa, Baweyan, Madura, Bugis, Tionghoa, Batak, Buton. Mata pencaharian penduduk Desa Teluk Bakau beragam antara lain: Pegawai Negeri Sipil, Nelayan, Pengusaha pengolahan ikan, Pengumpul/penampung ikan, Wiraswasta, Karyawan swasta, Tukang, Petani dan lain-lain. Kondisi Perairan dan Potensi Terumbu Karang untuk Pengembangan Wisata Snorkeling dan Diving di Perairan Pulau Beralas Pasir Pulau Beralas Pasir merupakan salah satu pulau yang tidak berpenghuni yang berada di wilayah Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) sesuai Surat Keputusan Bupati Bintan Nomor 36/VIII/2007 dengan luas wilayah 472.905 ha yang memiliki potensi terumbu karang yang bisa dikembangkan untuk pembangunan bidang kelautan dan perikanan, terutama untuk pengembangan wisata bahari. Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kabupaten Bintan khususnya kawasan perairan laut Pesisir Timur Kecamatan Gunung Kijang dan Kecamatan Bintan Timur diprioritaskan untuk mendukung kegiatan perikanan berkelanjutan dan pariwisata bahari. Pulau Beralas Pasir dapat ditempuh sekitar + 10 menit dari darat menyebrang pulau dengan menggunakan speed boat. Pulau Beralas Pasir sedang dikembangkan menjadi kawasan wisata yang dikelola oleh PT. Indobintan Trijaya telah dibuka untuk umum sejak September Tahun 2015.

Ada beberapa kegiatan wisata olah raga yang ditawarkan oleh PT. Indobintan Trijaya seperti wisata pantai, island tour, transparent canoe, camping, barberque night, outbound games, diving dan snorkeling. Pulau Beralas Pasir merupakan pulau datar yang memiliki pasir putih dan terdapat juga beberapa vegetasi seperti pohon cemara, mangrove, waru laut dan ilalang. Topografi perairan Pulau Beralas Pasir berupa perairan dengan dasar yang landai dengan substrat pasir dan ekosistem terumbu karang yang berasosiasi dengan ekosistem lamun. Kecerahan Perairan di Pulau Beralas Pasir Kecerahan erat kaitannya dengan kegiatan wisata bawah air (diving), kecerahan yang baik pada suatu perairan laut sangat diperlukan untuk melihat pemandangan bawah laut (Mansyur, 2000). Kecerahan perairan pada ekosistem terumbu karang merupakan salah satu parameter penting dalam menentukan baik atau tidaknya kondisi lingkungan perairan terumbu karang untuk pengembangan suatu wilayah sebagai kawasan wisata snorkeling dan diving. Kecerahan perairan di Pulau Beralas Pasir berkisar 92,50% - 100% dimana kedalaman lokasi penelitian berkisar antara 2-10 m sehingga sangat potensial dan sesuai untuk wisata snorkeling dan diving (Yulianda, 2007). Tutupan Komunitas Karang di Perairan Pulau Beralas Pasir Tutupan komunitas karang merupakan salah satu parameter dengan bobot tertinggi dalam menentukan tingkat kesesuaian suatu wilayah untuk dijadikan pengembangan wisata snorkeling dan diving (Yulianda, 2007). Komponen tutupan komunitas karang meliputi Hard Coral Acropora, Hard Coral Non Acropora, Other Biota (OT), dan Algae. Dilihat dari tutupan komunitas karang di perairan Pulau Beralas Pasir termasuk dalam kategori baik dan cukup baik dengan persentase tutupan karang hidup pada masing-masing stasiun pengamatan berkisar antara 29,23-53,56%. Pengamatan yang dilakukan di perairan Pulau Beralas Pasir persentase tutupan karang hidupnya mencapai 53,56% pada stasiun I termasuk dalam kriteria baik (English et al., 1994) dengan lebar hamparan karang sekitar 30 m, dan pada stasiun II mencapai 29,23% termasuk dalam kriteria cukup baik (English et al., 1994) dengan lebar hamparan karang sekitar 13 m serta pada satasiun III mencapai 33,95% dengan kriteria cukup baik (English et al., 1994). Jenis terumbu karang hidup yang terdapat pada lokasi penelitian di perairan Pulau Beralas Pasir terdiri dari bentuk pertumbuhan (life-form) karang yaitu Acropora branching (ACB), Acropora Digitate (ACD), Acropora Encrusting (ACE), Acropora Submassive (ACS), Coral Encrusting (CE), Coral Submassive (CS), Coral Foliose (CF), Coral massive (CM), Coral Mushroom (CMR). Potensi tutupan komunitas karang perairan Pulau Beralas Pasir pada stasiun I berada pada kriteria baik untuk dikembangkan wisata snorkeling dan diving sedangkan untuk stasiun II dan III berada pada kriteria cukup baik. Stasiun II dan III

berada pada kriteria cukup baik karena karang hidup jenis hard coral (acropora) dan hard coral (non acroprora) memiliki persentase life-form yang rendah. Rendahnya tutupan karang hidup pada stasiun II dan III karena adanya aktifitas manusia dimana kawasan tersebut awalnya merupakan kawasan penangkapan ikan sehingga jangkar yang diturunkan dilokasi terumbu karang berakibat karang patah dan alat tangkap yang digunakan tidak ramah lingkungan serta menangkap ikan dengan cara pengeboman karang. Jumlah Jenis Life-Form Karang di Perairan Pulau Beralas Pasir Pola sebaran terumbu karang di perairan Pulau Beralas Pasir umumnya menyebar, dan jumlah jenis life-formnya lebih banyak pada stasiun II dan stasiun III yang terletak pada sisi pulau yang berhadapan dengan Pulau Nikoi dan berbatasan dengan Laut Natuna Utara dengan jenis karang Acropora branching (ACB), Acropora Digitate (ACD), Acropora Tabulate (ACT), Coral Encrusting (CE), Coral Foliose (CF), Coral massive (CM), dan Coral Submassive (CS). Jumlah jenis life-form karang yang ditemukan di perairan Pulau Beralas Pasir secara keseluruhan adalah sebanyak 7 jenis life-form, sedangkan pada stasiun I terdapat 6 jenis life-form yaitu jenis Acropora Digitate (ACD), Acropora Submassive (ACS), Coral Encrusting (CE), Coral Foliose (CF), Coral massive (CM), dan Coral Mushroom (CMR) dengan letak stasiun menghadap daratan Bintan. Persentase terumbu karang mati (Dead Coral with Alga) lebih tinggi pada stasiun III sebesar 51,60% kemudian pada stasiun II sebesar 45,64%. Terumbu karang mati (Dead Coral with Alga). Dead Coral with Alga yakni karang yang masih berdiri, stuktur ketelnya masih terlihat tetapi sudah ditumbuhi alga. Tingginya terumbu karang mati yang telah ditumbuhi alga di perairan Pulau Beralas Pasir diduga karena disebabkan aktifitas nelayan dengan penggunaan alat tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan serta penggunaan bom dan racun yang dapat mengakibatkan kerusakan terhadap terumbu karang sehingga karang mati. Jenis Ikan Karang di Perairan Pulau Beralas Pasir Ikan karang merupakan kelompok terbesar biota yang berasosiasi pada terumbu karang. Terumbu karang yang merupakan habitat ikan karang yang berfungsi sebagai tempat memijah (spawning ground), mencari makan (feeding ground), berlindung dan tempat asuhan, sehingga dilihat dari aspek biologi, habitat dan perilakunya ikan karang dapat dijadikan sebagai salah satu indikator kesehatan terumbu karang. Jumlah jenis ikan karang tertinggi terdapat pada stasiun I dan stasiun II dengan jumlah 17 jenis dan jumlah jenis ikan karang terendah terdapat pada stasiun III dengan jumlah 7 jenis. Jumlah individu ikan indikator, ikan target dan ikan mayor pada stasiun I sebanyak 65 ekor per 350 m 2, dan jumlah individu ikan indikator, ikan target dan ikan mayor pada stasiun II sebanyak 82 ekor per 350 m 2, sedangkan jumlah individu ikan indikator, ikan target dan ikan mayor pada stasiun III sebanyak 91 ekor per 350 m 2.

Kecepatan Arus di Perairan Pulau Beralas Pasir Arus merupakan salah satu parameter penting dalam menentukan kesesuaian suatu kawasan untuk dijadikan kawasan ekowisata bahari kategori wisata snorkeling dan diving, karena untuk snorkeling dan diving membutuhkan perairan yang tenang dan tidak terdapat arus yang bersifat menarik (Nontji, 2007). Kecepatan arus perairan Pulau Beralas Pasir berkisar antara 20-80 cm/dtk dengan kecepatan arus tertinggi berada pada stasiun III yang berhadapan langsung dengan Laut Natuna Utara. Kecepatan arus merupakan faktor fisik yang berpengaruh langsung pada bentuk pertumbuhan karang. Arus yang kuat mengalir secara teratur akan mampu merubah bentuk pertumbuhan karang lebih kearah bentuk pertumbuhan mengerak(encrusting) (Supriharyono, 2000). Kedalaman Terumbu Karang di Perairan Pulau Beralas Pasir Menurut Yulianda. (2007), kedalaman terumbu karang merupakan salah satu parameter kesesuaian wisata untuk kategori snorkeling dan diving dan merupakan parameter ke enam dari tujuh parameter kesesuaian untuk kategori wisata snorkeling. Kedalaman terumbu karang pada masing-masing stasiun pengamatan berbeda-beda dimana stasiun I kedalamannya berkisar antara 2-5 m, untuk stasiun II berkisar 4-7 m dan pada stasiun III berkisar antara 5-10 m. Pada stasiun III merupakan stasiun pengamatan yang memiliki kedalaman perairan yang curam. Lebar Hamparan Datar Karang di Perairan Pulau Beralas Pasir Lebar hamparan karang pada stasiun I + 30 m dengan luas terumbu karang berdasarkan hasil interpretasi citra satelit memiliki luas + 5.608 m 2, stasiun II lebar hamparan terumbu karang + 13 m dengan luas terumbu karang berdasarkan hasil interpretasi citra satelit memiliki luas + 5.107 m 2 dan pada stasiun III lebar hamparan terumbu karang + 27 m dengan luas terumbu karang berdasarkan hasil interpretasi citra satelit memiliki luas + 6.057 m 2. Matriks Kesesuaian Wisata Snorkeling untuk Pengembangan Wisata di Perairan Pulau Beralas Pasir Menurut Yulianda. (2007), ketentuan untuk kelas kesesuaian kegiatan wisata snorkeling adalah S1 = Sangat sesuai, dengan IKW 83 100 %, S2 = sesuai, dengan IKW 50 - < 83 %, S3 = Tidak sesuai, dengan IKW < 50%. Berdasarkan hasil perhitungan tingkat kesesuaian wisata snorkeling pada stasiun I memiliki nilai i n d e k s k e s e s u a i a n ( I K W ) 37 (64,91%), se h i n g g a t ingkat kesesuaian wisata snorkeling pada stasiun I berada pada kategori sesuai (S2), sehingga pengembangan wisata snorkeling sesuai. Stasiun II memiliki nilai I K W 29 (50,88%). Tingkat kesesuaian wisata snorkeling pada stasiun II berada pada kategori sesuai (S2), sehingga pengembangan wisata snorkeling sesuai untuk dikembangkan dan pada stasiun III memiliki I K W 20 (35,09%). Tingkat kesesuaian wisata snorkeling pada stasiun III berada pada kategori tidak sesuai (S3), sehingga pengembangan wisata

snorkeling tidak sesuai untuk dikembangkan Matriks Kesesuaian Wisata Diving untuk Pengembangan Wisata di Perairan Pulau Beralas Pasir Persentase live hard coral cover adalah persentase dari jumlah karang keras hidup di sebuah lokasi, dan ini telah diketahui dapat mempengaruhi minat berekreasi ke suatu lokasi penyelaman (Pendleton LH 1994; (Williams; & Polunin 2000). Berdasarkan hasil perhitungan tingkat kesesuaian wisata diving pada stasiun I memiliki nilai i n d e k s k e s e s u a i a n ( I K W ) 36 (66,67%). Tingkat kesesuaian wisata diving pada stasiun I berada pada kategori sesuai (S2), sehingga pengembangan wisata diving sesuai untuk dikembangkan. Stasiun II memiliki nilai i n d e k s k e s e s u a i a n ( I K W ) 29 (53,70%). Tingkat kesesuaian wisata diving pada stasiun II berada pada kategori sesuai (S2), sehingga pengembangan wisata diving sesuai untuk dikembangkan dan pada stasiun III memiliki nilai i n d e k s k e s e s u a i a n ( I K W ) 26 (48,15%). Tingkat kesesuaian wisata diving pada stasiun III berada pada kategori tidak sesuai (S3), sehingga pengembangan wisata diving tidak sesuai untuk dikembangkan. Daya Dukung Kawasan (DDK) Sumberdaya Terumbu Karang untuk Pengembangan Wisata Snorkeling dan Diving di Perairan Pulau Beralas Pasir Daya dukung kawasan (DDK) adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Hasil penelitian menunjukkan daya dukung kawasan untuk wisata snorkeling dan diving maksimum 23 orang/hari dengan area pemanfaatan seluas 5.681 m 2 pada stasiun I, sedangkan untuk stasiun II daya dukung kawasan untuk wisata snorkeling dan diving maksimum 20 orang/hari dengan area pemanfaatan seluas 5.107 m 2 dan untuk stasiun III tidak dihitung daya dukung kawasan untuk kategori wisata snorkeling dan diving karena nilai indeks kesesuaian wisata pada stasiun tersebut tidak sesuai untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata snorkeling dan diving. Persepsi dan Sikap Masyarakat untuk Pengembangan Wisata Snorkeling dan Diving Di Perairan Pulau Beralas Pasir Persepsi dan sikap masyarakat untuk pengembangan wisata snorkeling dan diving di perairan Pulau Beralas Pasir dibagi menjadi empat kategori yakni: pengetahuan tentang konservasi, ketersediaan/ keterlibatan masyarakat, persetujuan masyarakat dan harapan masyarakat. Persepsi dan sikap masyarakat untuk pengembangan wisata snorkeling dan diving di perairan Pulau Beralas Pasir Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan maka ditinjau dari segi pengetahuan masyarakat mengenai konservasi 32% yang mengetahuinya, dan ditinjau dari segi ketersediaaan /keterlibatan masyarakat untuk pengembangan wisata 34% yang menyatakan bersedia untuk terlibat, sedangkan bila ditinjau dari segi persetujuan masyarakat bahwa perairan Pulau Beralas Pasir dilakukan pengembangan wisata snorkeling dan diving 34% yang menyatakan setuju.

Pengembangan wisata snorkeling dan diving di perairan Pulau Beralas Pasir, masyarakat berharap agar pemanfaatan terumbu karangnya dapat berkelanjutan, dapat menyewakan kapal untuk wisatawan, adanya perbaikan pelabuhan/ jembatan, pelebaran pelabuhan/ jembatan, memberikan pembatas pelabuhan/ jembatan, perbaikan jalan, penerangan jalan, membuka lapangan pekerjaan baru serta mendirikan Badan Usaha Milik Desa. Persepsi Pengunjung untuk Pengembangan Wisata Snorkeling dan Diving di Perairan Pulau Beralas Pasir Persepsi pengunjung untuk pengembangan wisata snorkeling dan diving ditinjau dari segi pengetahuan pengunjung tentang kawasan Pulau Beralas Pasir sebagai kawasan wisata bahari diperoleh informasi melalui teman sebanyak 34% dan melalui media sosial sebanyak 66%. Persepsi pengunjung untuk pengembangan wisata snorkeling dan diving ditinjau dari segi aktivitas wisatawan di Pulau Beralas Pasir yang meliputi snorkeling sebanyak 29%, diving tidak ada dan wisata pantai sebesar 71%. ditinjau dari segi pengetahuan tentang terumbu karang, 69% yang mengetahui tentang terumbu karang dan 31% yang tidak tahu tentang terumbu karang. Persepsi Pemerintah untuk Pengembangan Wisata Snorkeling dan Diving di Perairan Pulau Beralas Pasir Persepsi pemerintah terhadap pengembangan wisata bahari untuk kategori snorkeling dan diving pada dasarnya pemerintah mendukung pengembangannya dimana dengan adanya pengembangan wisata snorkeling dan diving maka diharapkan pengelola dapat melindungi, menjaga, merehabilitasi serta memanfaatkan terumbu karang dengan baik sehingga konsep konservasi dapat dijalankan untuk dapat pemanfaatannya berkelanjutan dan lestari. Terkait dengan adanya Undangundang Nomor 01 Tahun 2014 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) maka pada pasal 16 ayat 1 menyebutkan bahwa pemanfaatan ruang dari sebagian perairan pesisir dan pulau-pulau kecil secara menetap wajib memiliki izin lokasi. Selanjutnya pada Pasal 17 ayat 1 menjelaskan bahwa izin lokasi sebagaimana dimaksud diberikan berdasarkan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) dan Pasal 9 ayat 5 menyebutkan bahwa RZWP3K ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Persepsi Pengelola untuk Pengembangan Wisata Snorkeling dan Diving di Perairan Pulau Beralas Pasir Terkait dengan adanya Undang- Undang Nomor 01 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil terkait Pasal 16 ayat 1 menyebutkan bahwa pemanfaatan ruang laut dari sebagian perairan pesisir dan pulau-pulau kecil secara menetap wajib memiliki izin lokasi, namun sampai saat ini PT. Indobintan Trijaya belum memiliki izin tersebut. Pihak pengelola Pulau Beralas Pasir setuju dilakukan pengembangan wisata snorkeling dan diving. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada lokasi pengamatan di Perairan Pulau Beralas Pasir dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kondisi perairan dan potensi terumbu karang di perairan Pulau Beralas Pasir sangat potensial untuk pengembangan wisata snorkeling dan diving didukung dengan kecerahan perairan, tutupan komunitas karang, jumlah jenis life form karang, jenis ikan karang, kecepatan arus, kedalaman terumbu karang serta lebar hamparan datar karang. 2. Kesesuaian wisata snorkeling dan diving di perairan Pulau Beralas Pasir yaitu pada stasiun I dan II merupakan kawasan yang sesuai untuk dilakukan pengembangan wisata snorkeling dan diving, sedangkan pada stasiun III tidak sesuai. 3. Daya dukung terumbu karang untuk pengembangan wisata snorkeling dan diving di perairan Pulau Beralas Pasir yaitu pada stasiun I dan II mempunyai kemampuan alam untuk mentolerir ganguan akibat aktivitas manusia/daya dukungnya untuk wisata snorkeling dan diving untuk stasiun I maksimum 23 orang/hari dan untuk stasiun II maksimun 22 orang/hari, sementara daya dukung untuk stasiun III tidak dihitung karena stasiun III tidak sesuai untuk dilakukan pengembangan wisata snorkeling dan diving. 4. Persepsi dan sikap masyarakat untuk pengembangan wisata snorkeling dan diving di perairan Pulau Beralas Pasir Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan mayoritas masyarakat menyatakan setuju untuk dikembangkan. 5. Persepsi pengunjung untuk pengembangan wisata snorkeling dan diving di perairan Pulau Beralas Pasir menyatakan setuju untuk dikembangkan. Saran Saran yang dapat diberikan oleh peneliti antara lain adalah : 1. Wisata Snorkeling dan diving layak dikembangkan karena adanya dukungan secara ekologis dan sosial. 2. Melihat rendahnya lebar hamparan karang di perairan Pulau Beralas Pasir maka perlu dilakukan transplantasi karang untuk menambah lebar hamparan karang serta perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang transplantasi karang yang sesuai dengan kondisi perairan di Pulau Beralas Pasir 3. Membuat lokasi penyelaman baru (dive site new) dalam bentuk taman terumbu karang (coral garden) dari hasil transplantasi karang. 4. Peneliti menyarankan kepada pengelola agar dapat membatasi wisatawan untuk melakukan wisata snorkeling dan diving, jumlah pengunjung maksimum 23 orang/hari pada stasiun I dan 20 orang/hari untuk stasiun II serta untuk meningkatkan daya dukung kawasan terumbu karang maka perlu dilakukan transplantasi karang dengan menyesuaikan perizinan pengelolaan wilayah pesisir sesuai dengan amanat Undangundang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undangundang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Pasal 16 ayat (1) dinyatakan

bahwa pemanfaatan ruang dari sebagian perairan pesisir dan pulau-pulau kecil secara menetap wajib memiliki izin lokasi. DAFTAR PUSTAKA English S, Wilkinson C, Baker VJ. (editors) (1994). Survey Manual for Tropical Marine Resources. ASEANAustralia. Marine Science Project. Australian Institute of Marine Science, Townsville. English S., Wilkinson C., Baker, V.J., 1997. 2 nd Ed. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Australia; ASEAN-Australia Marine Science Project. 368+Xii Pp. Giyanto., Soedharma, D., Suharsono., Iskandar, B.H., 2012a.. Kajian tentang panjang transek dan jarak antar pemotretan pada penggunaan metode transek foto bawah air. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. Giyanto., Soedharma, D., Suharsono., Iskandar, B.H., 2012b.. Penilaian Kondisi Terumbu Karang dengan Metode Transek Foto Bawah Air. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. Kohler, K. E. G. 2006., Coral Point Count with Excel extensions (CPCe): avisual basic program for the determination of coral and substrate coverange using random point count methodology. Comput Geosci. Mansyur, K., 2000. Studi Kelayakan Beberapa Parametereter Fisika dan Kimia Oseanografi Untuk Mendukung Eksistensifikasi Budidaya Rumput Laut Teluk Laikang Kecamatan Mangarobombang Kabupaten Takalar. Universitas Hasanuddin, Makassar. Nontji. A., 2007. Laut Nusantara. Jakarta: Penerbit Djambatan Pendleton, L.H., 1994. Environmental quality and recreational demand in a Caribbean coral reef, 22, 399 404. Supriharyono. 2007. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Penerbit Djambatan. Jakarta. 10 + 129. Veron, J.E.N., J. D.T., 1979. Coral and Coral Communities of Lord Howe Island Part. Australian Institute of Marine Science, Ed. Townsville. Veron, J. E. N., 1995. Corals of Australian and Indo-Pacific. Australia: Angus and Robertson. Veron, J. E. N., 2000. Coral of the World, Volume 1. Australian Institut of Marine Science and CRR Qld Pty Ltd., Ed. Townsville, Australia. Williams;, I., & Polunin N. 2000., Differences between protected and unprotected reefs of the western Caribbean in attributes preferred by dive tourists., 382 391.

Yulianda, F., 2007. Ekowisata Bahari sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Berbasis Konservasi. Makalah Seminar Sains Pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor.