BAB V PENUTUP. kritik sastra itu sendiri. Berbagai maacam pendapat mengenai manfaat kritik sastra

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif

PANCASILA Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana ilmu pengetahuan bidang lain, sastra sebagai ilmu memiliki

BAB I ANALISIS CERITA NOVEL NIJUSHI NO HITOMI KARYA SAKAETSUBOI DILIHAT DARI SEGI PRAGMATIK

BAB 1 PENDAHULUAN. XVIII dan XIX. Universitas Indonesia

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

I. PENDAHULUAN. Nenden Lilis Aisiyah (cerpenis dan pengajar di Jurusan Pendidikan Bahasa dan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, Jabrohim, dkk. (2003:4) menjelaskan yaitu, Bahasa memang media

SILABUS. : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Matakuliah & Kode : Pengantar Kajian Sastra, INA 412 SKS : Teori 4 Praktik 0

SOSIOLOGI SASTRA SEBAGAI PENDEKATAN DALAM PENELITIAN SASTRA (Metode Penelitian Sastra)

BAB I PENDAHULUAN. sejarah ataupun teori sastra, atau pengetahuan di luar kesastraan, misalnya sosial

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra lahir dari hasil kreatifitas dan imajinasi manusia, serta pemikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian sastra sampai saat ini dipandang masih terbatas pada teks sastra.

BAB I PENDAHULUAN. untuk diteladani. Berdasarkan isi karya sastra itu, banyak karya sastra yang dipakai

Judul : Struktur sastra dan aspek sosial novel toenggoel karya Eer Asura Nama : Umri Nur aini

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1).

RESEPSI SISWA TERHADAP PUISI CINTAKU JAUH DI PULAU KARYA CHAIRIL ANWAR. Oleh Buyung Munaris Kahfie Nazaruddin

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif peran sastrawan dan faktor-faktor yang melingkupi seorang sastrawan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni (Wellek dan Warren,

BAB I PENDAHULUAN. melalui ekspresi yang berupa tulisan yang menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendekatan-Pendekatan dalam Karya Sastra

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu usaha untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan terutama pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala. Kaitan tersebut dilakukan oleh peneliti berdasarkan observasinya.

I. PENDAHULUAN. memberikan kesan tersendiri bagi para pembacanya. Selain itu, dalam membaca

BUKU RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER KRITIK SASTRA I (BDI 2133) Pengampu: Drs. Heru Marwata, M.Hum.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ditemukan tujuh novel yang menghadirkan citra guru dan memiliki tokoh guru, baik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. aspek-aspek kemasyarakatannya, baik yang berhubungan denga penciptanya, gambaran

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi pembelajaran sastra yang saat ini terjadi di sekolah belum

BAB I PENDAHULUAN. Naskah drama merupakan karangan yang berisi kisah. Bahkan kadang juga

BAB 1 MENGENAL KRITIK SASTRA

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan sebuah ungkapan atau pikiran seseorang yang dituangkan

BAB I PENDAHULUAN. persoalan yang melingkupinya. Persoalan-persoalan ini bila disatukan tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang diterapkan oleh pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan teori sastra. Perkembangan kritik sastra akan menjadi catatan

BAB I PENDAHULUAN. yang memberikan ajaran bagi kehidupan manusia dan memberikan. penyimpangan sosial, dan pengalaman hidup (Semi, 1988: 7-8).

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. analisis unsur intrinsiknya, yaitu unsur-unsur yang membangun karya sastra,

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan ini dapat diperoleh dengan latihan yang intensif dan bimbingan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile

BAB I PENDAHULUAN. sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena itu, bagi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, Sastra merupakan. lukisan ataupun karya lingkungan binaan/arsitektur.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra diciptakan oleh sastrawan. Pikiran, perasaan, kreativitas, serta

I PENDAHULUAN... 1 A. 1 B. 5 C. 5 D. 5 E. 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA... 8 A.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan. Oleh karena itu kiranya tidaklah terlalu berlebihan bila dikatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik

BEBERAPA PENDEKATAN PENGKAJIAN SASTRA. Hartono, M. Hum. PBSI FBS UNY

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. peneliti memaparkan mengenai penelitian-penelitian yang pernah menganalisis tokoh utama

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Sudut pandang teori materialisme historis dalam filsafat sejarah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan keterampilan menulis dan hasil dari produk menulis itu.

d. bersifat otonom e. luapan emosi yang bersifat tidak spontan

BAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA

I. PENDAHULUAN. membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Melalui karya sastra, seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial

BAB I PENDAHULUAN. berarti tulisan, istilah dalam bahasa Jawa Kuna berarti tulisan-tulisan utama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan karya sastra dari zaman dahulu hingga sekarang tentunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa. Melalui karya sastra manusia bisa mengetahui sejarah berbagai hal,

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Imam Faisal Ruslan, 2013

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat. Persaingan antar organisasi semakin kompetitif dimana masing-masing

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB I PENDAHULUAN. manusiawi dan tidak adil di negerinya sendiri. Gesekan-gesekan sosial akibat

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini subjeknya adalah lirik lagu dalam album musik Klakustik karya

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. sudah banyak yang meneliti, diantaranya : unsur-unsur intrinsik dalam novel 鸿 三代中国女人的故事

BAB 3 METODE PENELITIAN. Penelitian Representasi Budaya Populer dalam Novel B-Jell Cheers Karya

DAFTAR ISI ABSTRAK. KATA PENGANTAR.. UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR TABEL. DAFTAR DIAGRAM.. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. uraian-uraian atau kalimat dan bukan angka-angka. Pendekatan ini adalah

BAB 2 LANDASAN TEORI. 12 Universitas Indonesia

BAB V PENUTUP. Hasil penelitian ini membuktikan dugaan hipotesis dapat diterima yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan fenomena sosial budaya yang melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi atau berinteraksi.

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu

OBJEK MATERIAL DAN FORMAL FILSAFAT ILMU

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa konsep, yaitu:

Transkripsi:

142 BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Kritik sastra dikatakan sebagai ilmu sebab memiliki landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Landasan ontologis yang berkaitan dengan apa pada kritik sastra mengacu pada berbagai macam teori sastra. Teori struktural, struktural dinamik, struktural genetik, hingga teori postmodern. Landasan epistemologis, berkaitan dengan bagaimana atau metode yang digunakan dalam kritik sastra. Sementara landasan aksiologis berkaitan dengan manfaat dari ilmu kritik sastra itu sendiri. Berbagai maacam pendapat mengenai manfaat kritik sastra telah banyak dikemukakan para pakar. Sebagai ilmu, kritik sastra memungkinkan memiliki paradigmanya sendiri. Thomas Khun mengemukakan bahwa paradigma terdiri atas generalisasi simbolik, model, nilai-nilai, dan ekslemplar. Konsep paradigma tersebut dapat diaplikasikan kepada orientasi atau teori mimetik, pragmatik, eskpresif dan objektif M.H. Abrams. Pengungkapan unsur paradigma kepada orientasi atau teori kritik sastra 128

143 Abrams, membuktikan bahwa orientasi atau teori tersebut merupakan sebuah paradigma. Melalui sudut pandang paradigma tersebut, dapat ketahui berbagai macam paradigma yang terdapat dalam Citra Manusia Indonesia dalam Karya Sastra Pramoedya Ananta Toer dan Tergantung Pada Kata karya A. Teeuw. Ditemukan bahwa paradigma kritik mimetik, paradigma kritik pragmatik, paradigma kritik eskpresif, dan pradigma kritik objektif. Keempat paradigma kritik sastra itu terdapat pada CMIdKSPAT, sementara dalam TPK, hanya terdapat paradigma kritik yang ditemukan, yakni paradigma kritik mimetik, paradigma kritik ekspresif dan paradigma kritik objektif. Ditemukan dua pola paradigma kritik sastra A. Teeuw, yakni pola kombinasi dan pola dominasi. Pola kombinasi terdiri atas kombinasi unsur paradigma dan kombinasi paradigma. Kombinasi unsur paradigma dibagi menjadi dua katagori, yakni kombinasi yang dimulai dari dugaan paradigma kritik mimetik dan kombinasi yang dimulai dari dugaan paradigma kritik eskpresif. Kombinasi yang bersintesis itu akibat dari persinggungan unsur paradigma, yakni generalisasi simbolik. Persinggungan itu terjadi akibat latar belakang teori Abrams yang berpijak pada teori estetika romantik. Hubungan yang saling tarik menarik dan tampak seolah kontradiktif, sebagai akibat dari proses dialektika, menjadi salah satu sebab munculnya paradigma kritik itu mengalami kombinasi yang bersintesis. Pola dominan yang ditemukan dalam kritik sastra A. Teeuw, pada CMIdKS adalah kombinasi paradigma kritik mimetik dan paradigma kritik ekspresif yang bersintesis sebagai yang dominan, dengan paradigma kritik objektif sebagai yang

144 minor. Sementara dalam TPK, paradigma kritik objektif menjadi dominan, sedangkan kombinasi antara paradigma kritik mimetik dengan paradigma kritik eskpresif, tidak dominan. 5.2 Implikasi Kritik sastra Indonesia selama ini mengalami sejarah panjang. Berbagai persoalan yang terjadi di dalamnya menjadi petunjuk bagaimana arah kritik sastra Indonesia berada. Melalui keberadaan kritik sastra, secara linier dan teoretis dapat pula diketahui bagaimana kualitas karya sastra. Hal itu disebabkan antara karya sastra dan kritik satra tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Keduanya saling berelasi dan mendukung. Namun, realitas yang terjadi seringkali tidak menunjukkan kepada keadaan semacam itu. Di satu sisi, ketika perkembangan karya sastra begitu besar, kehadiran kritik sastra berbanding terbalik, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Kuantitas yang dimaksud adalah menyangkut berbagai tulisan kritik yang diciptakan atau ditulis. Sementara dari sisi kualitas, memiliki dua kemungkinan. Pertama, berkaitan dengan bobot kritik dan kedua, berkaitan dengan kredibiltas seorang kritikus. Sepeninggal H.B. Jassin dan A. Teeuw, kritikus sastra Indonesia tidak ditemukan kembali, merupakan sebuah paradigma dalam artian sempit. Namun demikian, hal itu telah menegaskan bagaimana sesungguhnya kewibawaan seorang kritikus harus benar-benar diperhatikan.

145 Persoalan yang tidak kalah penting menyangkut posisi seorang kritikus adalah mengenai cara atau metode yang digunakan di dalam melakukan kritik. Peristiwa perdebatan kritik aliran kritikus akademis dengan para kritikus yang merangkap sebagai sastrawan, menjadi peristiwa yang menegaskan bahwa cara atau metode kritik menjadi perhatian yang tidak boleh disingkirkan. Antara penghayatan yang totalitas dalam memahami karya sastra, dan penggunaan cara yang objektif sifatnya, terjadi di dalam sejarah kritik sastra. Penggunaan cara yang objektif, yang kemudian dimaknai dan dapat dilihat di dalam dunia kritik sastra, menjadi sebuah paradigma tersendiri. Bahwa kajian yang masih menggunakan sudut pandang intrinsik dan ekstrinsik karya sastra masih terus dipergunakan dalam memahami karya sastra. Hal itu jelas akan berimplikasi kepada perkembangan kritik sastra yang seharusnya bergerak dan melangkah lebih jauh. Terutama, sebagaimana yang Easthope lakukan, kritik sastra harus dapat menjadi kerja praktik penandaan. Meskipun, sisi lain dari praktik semacam ini akan berimplikasi pula pada kemunculan kritik sastra yang mudah ditemui. Sebab, antara sastra dan yang bukan sastra sudah sulit lagi untuk dipetakan. Diperlukan berbagai upaya dalam meningkatkan kesemarakan kritik sastra. Di antara cara yang dapat dilakukan ialah melihat lebih jauh lagi bagaimana bentuk dan cara operasionalisasi dalam kerja kritik sastra. Objek-objek material yang tidak lagi harus berkutat pada teks (buku) sastra, menjadi alternatif untuk dilakukan. Tema-tema yang berada di luar kesastraan murni, harus dicoba dilirik

146 untuk mendapatkan berbagai segi kemungkinan hadirnya genre kesastraan yang baru. Persoalan mengenai distribusi teks buku sastra, misalnya, dapat dikaji untuk melihat sejauh mana peran penguasa (pemerintah) dalam menjalankan fungsi kontrolnya kepada warganya. Apakah berfungsi untuk meningkatkan kualitas ataukah malah sebaliknya, membelenggu kualitas sumber daya warganya. Persoalan semacam ini, yang menggabungkan lintas disipliner, akan membawa kepada kritik sastra yang tidak monoton. Di sisi yang lain, pemantapan terhadap teori kesastraan, yang di dalamnya termasuk teori mengenai kritik sastra, juga harus diperhatikan dengan baik. Aneka kemungkinan bahwa teori maupuan kritik sastra yang selama ini masih mengacu kepada perkembangannya di luar Indonesia, harus mulai dipikirkan lagi. Meskipun, pada tahun 80-an, upaya untuk mencari dan menentukan teori dan kritik sastra yang benar-benar khas Indonesia telah dilakukan, namun bentuk konkret dari upaya itu masih belum ada. Persoalan paradigmatisasi dalam kesastraan Indoensia, kini perlu untuk dipertimbangkan kembali. Berbagai bentuk kajian yang selama ini masih mengacu pada teori-teori yang terparadigmakaan, perlu untuk dikaji kembali demi kelangsungan ilmu sastra yang terarah dan produktif. Mengingat, selama ini, kecenderungan ilmu sastra, terutama kritik sastra dalam kalangan akademis maupun di luar itu, mengalami berbagai macam polemik dan sejarah yang panjang.

147 Mengacu pada konsep teoretis mengenai paradigma, akan membantu memudahkan berbagai persoalan itu secara lebih baik, meskipun hal itu tidak menjadi jaminan akan konsep teori maupun kerja kritik yang ideal. Namun, tiadanya keidealan kritik itulah yang kemudian membuat laju perkembangan ilmu sastra semakin lebih baik dan berkembang.