BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di zaman yang semakin maju dan modern, teknologi semakin canggih dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. membangun kehidupan sosial dan kehidupan bermasyarakat secara luas bagi seorang anak.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam menjalani suatu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pakaian yang ketinggalan zaman, bahkan saat ini hijab sudah layak

BAB I PENDAHULUAN. individu saling mengenal, memahami, dan menghargai satu sama lain. Hubungan

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. individual yang bisa hidup sendiri tanpa menjalin hubungan apapun dengan individu

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan orang lain. Manusia dianggap sebagai makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar lawan

BAB V POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PARTISIPAN INDONESIA DALAM PERSEKUTUAN DOA SOLAFIDE

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya diperoleh gambaran bahwa

2015 PENGARUH DATING ANXIETY DAN KESEPIAN TERHADAP ADIKSI INTERNET PADA DEWASA AWAL LAJANG DI KOTA BANDUNG

kemudian ia semakin yakini setelah ia berada di bangku perkuliahan. Perasaan ingin dilindungi merupakan alasan mengapa James tertarik kepada sesama je

Lampiran 1. Nama: Silantoro Nugroho (Aan) Jenis Kelamin: Laki-laki. Umur: 26. Daftar Pertanyaan Wawancara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hubungan sosial yaitu hubungan berpacaran atau hubungan romantis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Manusia merupakan mahluk sosial, yang berarti dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil penelitian Yahoo!-TNSNet Index, aktivitas internet yang paling

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

BAB I PENDAHULUAN. bijaksana. Seiring dengan bergulirnya waktu, kini bermilyar-milyar manusia

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhannya, terutama kebutuhan interpersonal dan emosional. Selain bertumbuh secara

Lika-liku Mencari Pasangan Hidup yang Seiman. Ditulis oleh Krismariana Senin, 30 Januari :02

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam

Transkrip Wawancara dengan Anak Korban Broken Home

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari mulai lahir sampai dengan meninggal dunia. Dari semua fase

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tugas perkembangan yang sangat penting yaitu mencapai status

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. biasa atau persahabatan yang terjalin dengan baik. Kecenderungan ini dialami

LAMPIRAN. Pedoman Wawancara. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman yang melaju sangat pesat dan persaingan global

BAB I PENDAHULUAN hingga (Unicef Indonesia, 2012). Menurut Departemen Sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu

BAB II. 1. Pasangan WE dan ET (Mahasiswa perantauan asal Riau)

BAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. bertemu dalam waktu yang cukup lama. Long Distance Relationship yang kini

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama penyimpangan perilaku seks bebas. Di zaman modern ini banyak sekali

Jalani kehidupan Penuh badai menghadang Akan mudah dijelang Dengan hadirnya seseorang

a. Berapa lama mereka menikah b. Apa yang diharapkan dari hubungan pernikahan yang sedang dijalani 4. Perbedaan Tingkat Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesepian tanpa adanya teman cerita terlebih lagi pada remaja yang cendrung untuk

PEDOMAN WAWANCARA. Eksistensi Komunitas Lesbian Di Kota Bandung. (Suatu Fenomenologi Tentang Eksistensi Komunitas Lesbian Di Kota Bandung)

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku seksual pranikah kerap menjadi sorotan, khususnya di kalangan para

BAB I PENDAHULUAN. ketika ia dilahirkan, baik ia dilahirkan sebagai orang kaya atau miskin, berkulit

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan pada saat individu mengalami kesulitan (Orford, 1992). Dukungan

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam bertingkah laku selalu berhubungan dengan lingkungan tempat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jejaring sosial. Direktur Pelayanan Informasi Internasional Ditjen Informasi dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kekerasan dalam pacaran bukan hal yang baru lagi, sudah banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial, dimana

LAMPIRAN II VERBATIM DAN FIELD NOTE RESPONDEN IC

BAB I PENDAHULUAN. Individu dalam tahapan dewasa awal memiliki tugas perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat. Tidak hanya dengan menggunakan komputer atau laptop saja, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. antar manusia menjadi lebih luas dan tidak lagi mengenal batas-batas wilayah dan

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua penduduk di dunia ini hidup dalam unit-unit keluarga. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi yang semakin pesat dan canggih memudahkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Komunikasi Antar Pribadi Pada Pasangan Romantis Pasca Perselingkuhan

Pedoman Wawancara Proses Komunikasi Antarpribadi Efektif Pegawai P2TP2A Kabupaten Serdang Bedagai dengan Anak Korban Kekerasan Seksual

BAB I PENDAHULUAN. paling menarik dari percepatan perkembangan seorang remaja adalah

EKSISTENSI LESBIAN DI MASYARAKAT

LAMPIRAN. Pertanyaan pada bagian I merupakan pernyataan yang berhubungan dengan identitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil survei yang dilakukan Hotline Pendidikan dan Yayasan Embun

Sumber : diakses pada 18 November pukul WIB

BAB I PENDAHULUAN. dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam sejarah manusia, belum. ditemukan seorang manusia yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan sebuah hal penting dalam sebuah kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN. situs ini semua bisa mengakses apapun dan berkomunikasi dengan siapa pun.

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

Mungkin banyak yang berpikir, Ah kalo cuma kenalan doang, gue juga bisa.

Lampiran 3. Verbatim Subjek 1. Waktu Wawancara : Sabtu, 08 Februari 2014 PENELITI (P) SUBJEK1 (YS)

106 intisari-online.com

Bab 2. Landasan Teori

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana karakteristik komunikasi interpersonal orang tua tunggal dalam mendidik

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi sangat pesat khususnya di bidang informasi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan impian setiap manusia, sebab perkawinan dapat membuat hidup

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Individu yang memasuki tahap dewasa awal memiliki berbagai tugas perkembangan. Salah satu tugas perkembangan dewasa awal adalah mencari cinta (Santrock, 2009: 24). Lebih lanjut Santrock memaparkan bahwa berdasarkan psychosocial stages dari Erik Erikson, individu pada tahap dewasa awal harus melewati tahap intimacy versus isolation. Tugas individu pada tahap ini adalah membentuk sebuah hubungan yang hangat dan intim dengan pasangan karena individu diciptakan untuk saling mencintai dan mencari pasangan. Ketika seseorang melewati tahap ini tanpa memiliki pasangan, maka ia akan merasa terisolasi dalam hidup. Dalam penelitian ini, pasangan diartikan dalam relasi pacaran. Ketika menjalin suatu hubungan romantis, maka pada mulanya diperlukan daya tarik awal yang disebut dengan attraction (Santrock, 2009: 449). Salah satu hal yang menciptakan attraction atau ketertarikan itu sendiri adalah familiarity (Brehm, dalam Santrock, 2009: 449). Familiarity merupakan perasaan saling mengenal, saling mengerti, dan lebih dekat. Seberapa lama individu saling mengenal dan bersama berkaitan erat dengan intensitas familiarity-nya, yang melihat seberapa saling kenal satu sama lain antar individu. Dalam kehidupan sehari-hari, individu pada umumnya mendapatkan pasangan dari lingkungan sekeliling yang cukup dikenalnya, seperti teman kerja, teman sekolah maupun teman sehari-hari. Hal ini berarti hubungan dimulai dengan seseorang yang saling mengenal dan berdekatan sehingga dapat menjalin hubungan romantis. Namun, pada kenyataannya tidak semua orang yang menjalin hubungan romantis diawali dengan familiarity. Sebuah artikel ( Cari Jodoh melalui Situs Dating Online 1

2 menjadi Tren Baru, 2015) menjelaskan tentang fenomena ini. Artikel memaparkan fakta bahwa terjadi peningkatan jumlah anggota masyarakat Indonesia yang mencari pasangan atau pacaran melalui media internet. Tercatat dari Januari 2015, kenaikan pencarian pasangan dari media internet dari 85.000 menjadi 200.000 individu. Dalam artikel dijelaskan bahwa 3 pasangan yang telah bertemu di media internet memulai hubungan romantis sampai dengan menikah. Berdasarkan artikel tersebut, dapat disimpulkan bahwa pandangan masyarakat tentang pencarian pasangan atau pacaran mulai berubah yaitu masyarakat mulai mencari pacar melalui media online. Berbicara tentang hubungan romantis melalui media internet, peneliti melihat bahwa hubungan cinta di media online dapat dipindah dari dunia maya menuju ke dunia nyata. Pemikiran peneliti didukung dengan hasil penelitian Parks & Floyd (Whitty & Carr, 2006: 10) yang melakukan penelitian di sebuah news group. News group merupakan forum diskusi antar pengguna yang mendiskusikan berita atau suatu artikel. Parks & Floyd menemukan bahwa 7,9% dari 60,7% yang mengakui dirinya mempunyai personal relationship adalah individu yang mempunyai romantic relationship. Hasil penelitian ini menunjukkan ada individu yang menjalani hubungan romantis di media internet. Berdasarkan artikel di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian masyarakat tentang mencari pasangan melalui media online dating service sudah mulai berubah. Namun demikian belum semua masyarakat mempunyai pendapat yang sama. Dalam masyarakat masih ditemukan adanya pemikiran tabu dan aneh jika berkenalan dan menjalin hubungan dengan orang yang tidak dikenal sebelumnya melalui media sosial. Hal ini didukung oleh sebuah artikel ( Christian Sugiono: Orang Indonesia Masih Tabu Dengan Online Dating, 2013) yang mengatakan bahwa masih susah menghilangkan pandangan masyarakat Indonesia yang melihat online dating sebagai hal

3 yang negatif. Masyarakat umumnya menggunakan media sosial untuk mendapatkan pasangan. Mengenai jenis media sosial itu sendiri menurut artikel Berapa Jumlah Pengguna Facebook dan Twitter di Indonesia? (2015), ditemukan bahwa media sosial yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah Facebook (69 juta anggota sampai tahun 2015) dan melewati Twitter (50 juta anggota). Hal inilah yang mendorong peneliti untuk memfokuskan penelitian pada media sosial facebook sebagai media online mendapatkan pasangan. Parks dan Floyd (Joinson, 1996: 136) mengatakan bahwa hubungan romantis yang dimulai di media internet memiliki tahapan yang sama pada beberapa kasus. Hubungan romantis bermula dari ruangan public, yaitu semua orang bisa melihat atau membaca. Lalu dilanjutkan ke private domain seperti e-mail, mereka bisa lebih privat dalam berinteraksi. Setelah privat domain maka tahap selanjutnya adalah telepon, berinteraksi dengan suara. Di tahap akhir adalah bertemu langsung satu sama lain di dunia nyata. Namun demikian, tentu tidak semua hubungan mengikuti tahap yang sama seratus persen dan terkadang berhenti di tengah-tengah tahap. Salah satu hal yang unik dalam mencari pasangan melalui internet adalah self disclosure tiap individu didepan layar komputer. Menurut Holmes dan Rempel (dalam Myers, 2007: 326), self disclosure adalah suatu hubungan di mana individu dapat menempatkan rasa kepercayaan lebih dahulu daripada ketakutan pada orang lain. Holmes dan Rempel menyatakan bahwa individu dapat dengan bebas membuka diri kepada individu lain tanpa takut kehilangan hubungan dengan individu tersebut. Dalam penelitian ini, self disclosure mendekatkan orang yang mencari pasangan melalui internet dengan lebih mudah. Self disclosure membuat seseorang dapat membuka diri secara bebas kepada orang yang berada di sisi lain pemakai internet. Self disclosure membuat orang yang mencari pasangan dapat mengenal satu

4 sama lain (familiartity) dan muncul ketertarikan (attraction) untuk menjalin hubungan yang lebih dekat. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa self disclosure merupakan salah satu tahap yang dilalui individu untuk mendapatkan pasangan dari internet. Bila dikaitkan dengan teori Park and Floyd maka individu akan dapat berlanjut ke private domain jika mampu membangun self disclosure yang baik dengan pasangan. Proses menjalin hubungan dan mendapatkan pasangan melalui media internet terbagi menjadi tiga, yaitu courters, cyberflirts, dan maintainer (Joinson, 2003: 134). Peristiwa ketika orang-orang mulai mendapatkan pasangan dari media sosial dan secara tidak sengaja maupun merencanakan pertemuan disebut dengan courters. Courters mengembangkan hubungan mereka melalui obrolan, surat elektronik, telepon dan pada akhirnya bertemu secara langsung. Hubungan ini ada kemungkinan untuk berlanjut dan dapat berkembang lebih intim dari ruangan publik ke ruangan pribadi. Individu yang hanya ingin mendapatkan pasangan di internet saja, tetapi tidak dibawa ke dunia nyata termasuk dalam cyberflirts. Pasangan yang menjalin hubungan cinta di dunia maya karena dipisahkan oleh tempat yang jauh setelah bertemu di dunia nyata dan tidak dapat bertemu, tetapi tetap berusaha mempertahankan hubungannya dengan long distance relationship masuk ke kategori yang disebut maintainer. Peneliti melakukan wawancara kepada 2 orang partisipan (1 orang perempuan dan 1 orang laki-laki) yang mendapatkan pasangan melalui media sosial. Dengan perkataan lain, partisipan merupakan courters. Hasil wawancara ini digunakan sebagai data awal. Partisipan pertama, R, sejak awal memiliki rencana untuk mencari kenalan melalui Facebook, tetapi bukan mencari pacar. Sedangkan partisipan kedua, C, secara tidak sengaja berkenalan dengan pasangan melalui Facebook.

5 Partisipan R menjelaskan bahwa awal mula hubungannya adalah sekadar pertemanan. R dikenalkan oleh teman dekatnya karena merasa bahwa R dan perempuan yang dikenalkan sangat cocok. Berikut kutipan wawancara peneliti dengan R: Satu dia kalau saya secara pribadi kan pacaran itu kan orientasi saya kan lebih serius dalam artian bisa sampai menikah. Nah secara itu dia memang kalau kamu pacaran apa yang kamu inginkan. Ya pasti yang lebih serius karena kan usia. Kan namanya sudah sama-sama dewasa, yak an, pasti kan maunya lebih serius. Oh, berarti cocok. Terus yang kedua, ditanya kalau misalnya kamu, misalnya di rumah itu gimana relasi mu dengan orang tua. Dia bilang ya sama-sama orang tua juga mengerti dia. Ada waktu juga untuk keluarga.. Ya karena itu ya aku sayang sama keluarga ku juga. Dari situ ya saya juga suka dengan seorang perempuan yang maksudnya sayang juga sama keluarga.. Karena saya kan orang nya kan juga sayang sama keluarga. Jadi cocok, kan. Terus yang ketiga saya tanya ee kira-kira ee apakah kamu punya keinginan untuk berpacaran. Iya dia bilang. Oo berarti ya sudah. Berarti sesuai dengan pernyataan dia yang pertama. Jadi dari situ saya pikir. Oo berarti dia bener-bener. Jadi cocok ya sudah (R1, 356-399) Saat ditanya peneliti mengenai sejauh mana keluarga mengetahui hubungan R dengan pasangannya di media sosial, R menjawab: yang pasti temenku yang ngenalin itu satu. Yang kedua pasti orang tua. Tapi orangtua e mama yaa. Mama yang lebih tau (R1, 1437-1440) Pada partisipan C, partisipan mulai bisa menjalani hubungan berpacaran karena terbiasa berkomunikasi dengan pasangan sehingga lamalama timbul rasa percaya. Berikut cuplikan wawancara:

6 Hmm mungkin aku nya nyaman sama dia itu kalau aku bisa mulai terbuka sama dia. Jadi kalau aku kenal orang awal ga mungkin langsung terbuka kan. Tapi setelah mungkin karena sering ngomong ngobrol atau sering cerita-cerita gitu lama kelamaan semakin dekat baru aku bisa terbuka sama dia. Jadi setelah nyaman itu aku bisa terbuka dan akhirnya ya otomatis semakin dekat Hasil wawancara dengan kedua partisipan menunjukkan tentang self disclosure mereka. Hasil wawancara dengan partisipan R menunjukkan bahwa dirinya tidak kesulitan untuk terbuka dengan pasangannya. Permasalahannya lebih dengan pihak keluarga dan teman partisipan. Hal ini terlihat dari tidak ada yang mengetahui sama sekali dari keluarga tentang hubungan partisipan lelaki kecuali ibu dari partisipan. enggak. Saudara nggak, papa juga engga. Karena papa juga maksudnya kan papa orang nya fleksibel sih ya, terserah mau pacaran yang penting orangnya positif, apalagi bisa membangun ya terserah. Papa nggak seberapa ngurusin. Dan papa juga yaa kalau missal diajakin cerita ya juga sih rasanya kok ga mungkin yaa, papa juga orang nya juga pendiem. Lebih cenderung enaknya sama mama. Mama orang nya bisa kasih kabaran. (R1, 899-912) Pada partisipan R pun terlihat bahwa sulit untuk terbuka pada teman di dunia nyata. Yang mengetahui hubungan partisipan hanya orang yang mengenalkan partisipan dengan pasangan partisipan. kalau dari sekeliling ku yang tau saya relasi dengan dia sih ga da. Baru kamu. Kalau misal nya yang ee kalau dia sih yaa yang tau temenku ini sama temen-temen dia yang sahabat-sahabat deket sih tahu. (R1, 1380-1386)

7 Pada partisipan C, partisipan memiliki situasi yang mirip dengan partisipan R dimana mereka sama-sama terbuka dengan teman, seperti terlihat di cuplikan wawancara ini: Sama temen sih hubungannya baik lah jadi eemm punya teman yag banyak juga mereka orangnya baik2 maksudnya emm ga yang sifatnya negative kaya gitu2 ga sih, lebih bisa nerima aku juga. Terus ee sering cerita2 bareng sering sharing bareng kaya gitu. (C1, 770-777) Beberapa penelitian sebelumnya yang mengkaji tentang self disclosure. Penelitian dipaparkan berikut ini Chou (2006: 547-561) pada 1.367 remaja menunjukkan bahwa semakin tinggi anonymity, maka semakin tinggi keinginan untuk melakukan sexual self disclosure. Artinya, ketika identitas pengguna internet tidak diketahui atau tersembunyi, pengguna internet anonim tersebut akan lebih terbuka untuk membagi informasi seksualnya dan juga akan cenderung lebih sering memberi respon kepada informasi seksual yang dibagikan pengguna internet lain. Punyanunt-Carter (2006: 329-331) memberikan gambaran bagaimana perilaku self disclosure pada mahasiswa di internet. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa perempuan lebih cenderung berhati-hati dalam menunjukkan perilaku self disclosure yang dilakukan di internet daripada laki-laki karena bagi perempuan, keterbukaan (menunjukkan ekpresi) berkaitan dengan kedekatannya dengan orang lain. Namun, perempuan juga jauh lebih terbuka dan lebih jujur dalam mengkomunikasikan informasi pribadi di internet daripada laki-laki. Selain itu, pria lebih cenderung untuk terbuka atau menampilkan pernyataan negatif, sedangkan perempuan cenderung menampilkan kata-kata yang positif dan suportif.

8 Fenomena yang berkembang di Indonesia, yaitu mendapatkan pasangan dari internet dan hasil wawancara dengan partisipan terkait self disclosure menarik perhatian peneliti untuk melakukan penelitian Dinamika Self Disclosure Courters yang Menjalani Hubungan romantis melalui Media Sosial. Sejauh ini umumnya penelitian mengkaji tentang anonymity daripada self disclosure namun dalam penelitian ini justru mencoba menemukan dinamika self disclosure yang terjadi secara nyata pada informan. Peneliti berharap dapat menemukan dinamika self disclosure pada individu yang mendapatkan pasangan dari media internet. Manfaat yang didapat dari penelitian ini juga berhubungan dengan penilaian masyarakat terhadap orang yang mendapat pasangan dari internet, dimana masyarakat bisa memperbaiki penilaian mereka. Selain itu, hasil penelitian juga dapat sebagai informasi bagi individu yang mendapat pasangan melalui media internet sebagai referensi. 1.2. Fokus Penelitian Penelitian dengan judul Dinamika Self Disclosure Courters yang Menjalani Hubungan Romantis melalui Media Sosial memfokuskan pada dinamika self disclosure courters sebelum menjalin hubungan romantis, ketika menjadi hubungan romantis, dan dampak yang terjadi setelah seseorang melakukan self disclosure terhadap pasangan. Peristiwa ketika orang-orang mulai mendapatkan pasangan dari media sosial dan secara tidak sengaja maupun merencanakan pertemuan disebut dengan courters. Courters mengembangkan hubungan mereka melalui obrolan, surat elektronik, telepon dan pada akhirnya bertemu secara langsung. Hubungan ini ada kemungkinan untuk berlanjut dan dapat berkembang lebih intim dari ruangan publik ke ruangan pribadi.

9 Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan pada individu yang menjalin hubungan romantis melalui media sosial Facebook dengan pertimbangan bahwa media sosial ini memiliki pengguna terbanyak di Indonesia. Peneliti menentukan individu courters dengan pertimbangan bahwa individu courters berarti individu yang mendapatkan pasangan secara sengaja atau tidak sengaja melalui dunia maya. Oleh karena itu, pertanyaan dalam penelitian ini adalah Bagaimana dinamika self disclosure courters yang menjalani hubungan romantis melalui melalui media sosial? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi dinamika self disclosure courters yang menjalani hubungan romantis melalui melalui media sosial. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu: 1.4.1. Manfaat teoritik Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu psikologi, terutama psikologi sosial terkait dinamika self disclosure courters yang menjalani hubungan romantis melalui melalui media sosial (Facebook). 1.4.2. Manfaat praktis Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat praktis bagi berbagai pihak berikut ini: a. Partisipan (courters yang menjalin hubungan romantis melalui media sosial)

10 Partisipan mampu memahami dinamika self-disclosure dirinya dalam menjalani hubungan romantis melalui media sosial, khususnya facebook. b. Keluarga dan orang terdekat partisipan Keluarga dan orang terdekat courters yang menjalin hubungan romantis melalui media sosial dapat memahami. c. Penelitian selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan bagi penelitianpenelitian yang berkaitan dengan self disclosure courters.