BAB I PENDAHULUAN. Penyalahgunaan dan ketergantungan NAZA (Narkotika, alkohol dan zat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN AKTUALISASI DIRI PADA REMAJA PECANDU NARKOBA DI PANTI REHABILITASI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sedang berkembang (developing

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak orang dan terus menerus dibicarakan dan dipublikasikan. Bahkan,

DAFTAR PUSTAKA. Agustiani, H. (2006). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Refika Aditama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akronim dari NARkotika, psikotropika, dan Bahan Adiktif lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. dari waktu ke waktu. Humas Badan Narkotika Nasional RI (2016) telah

DUKUNGAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DALAM PENYEMBUHAN PASIEN NAPZA DI RUMAH SAKIT JIWA PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA


BAB I PENDAHULUAN. Disisi lain, apabila disalahgunakan narkoba dapat menimbulkan ketergantungan dan

BAB I PENDAHULUAN. coba-coba (bereksperimen) untuk mendapatkan rasa senang. Hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. saja fenomena - fenomena yang kita hadapi dalam kehidupan sehari - hari dalam

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan berbagai macam jenis obat dan zat adiktif atau yang biasa disebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lainya. Banyak jenis NAPZA yang besar manfaatnya untuk kesembuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seseorang yang mengkonsumsinya (Wikipedia, 2013). Pada awalnya, alkohol

BAB I PENDAHULUAN. menggolongkan perbedaan antara jenis obat psikotropika dan obat narkotika, serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah penyalahgunaan narkoba, khususnya di Indonesia, saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan suatu proses perkembangan antara masa anakanak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengguna Narkoba. Pengguna napza atau penyalahguna napza adalah individu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. medis merupakan suatu bentuk penyalahgunaan yang dapat berakibat fatal di

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih mudah dengan berbagai macam kepentingan. Kecepatan

2015 PUSAT REHABILITASI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PRIA

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar tahun dan

BAB I PENDAHULUAN. yang luar biasa (Extra Ordinary Crime). Permasalahan ini tidak hanya menjadi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tidaknya hubungan antara variabel satu dengan variabel yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan pesat, secara garis besar masalah kesehatan jiwa. Masalah psikososial membutuhkan kemampuan penyesuaian dan

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Perancangan Interior Panti Rehabilitasi Penyalahgunaan Narkoba

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang terdapat di Kabupaten Gorontalo, tepatnya jalan Raya Limboto No 10,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) di satu

BAB I PENDAHULUAN. tetapi belum dapat disebut orang dewasa. Taraf perkembangan ini pada umumnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. Panti Rehabilitasi Ketergantungan NAPZA Arsitektur Perilaku. Catherine ( ) 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengkonsumsi alkohol dapat berpengaruh langsung pada lingkungan masyarakat

BAB II METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun elektronik sering menunjukkan adanya kasus penyalahgunaan NAPZA.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kepribadiannya. Sebagai bentuk pengembangan diri

HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KEMATANGAN EMOSIONAL SISWA KELAS XI SMA NEGERI PUNUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Ratna Indah Sari Dewi 1. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Syedza Saintika Padang 1 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada remaja biasanya disebabkan dari beberapa faktor

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. korelasional dengan pendekatan ex post facto dan survey. Metode asosiatif

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya) bukan merupakan hal yang baru, baik di negara-negara maju maupun di

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan itu juga telah dipelajari secara mendalam. terjadi pada manusia, dan pada fase-fase perkembangan itu fase yang

BAB I PENDAHULUAN. tergolong makanan jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. diulang kembali. Hal-hal yang terjadi di masa awal perkembangan individu akan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalangunaan narkoba di Indonesia telah menjadi ancaman

BAB I PENDAHULUAN. penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya. juga dianggap sebagai pelanggaran hukum.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. Lingkungan Keluarga dengan Perilaku Empati siswa kelas X SMA Negeri 1 Tibawa

METODE PENELITIAN. nikah, peneliti menggunakan tipe penelitian eksplanatori dengan metode

persepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang 2

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan zat psiko aktif merupakan masalah yang sering terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. positif ataupun negatif. Perilaku mengonsumsi minuman beralkohol. berhubungan dengan hiburan, terutama bagi sebagian individu yang

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, ketiga hal tersebut dapat mempengaruhi kehidupan manusia baik secara

Manusia itu tida.k dilahirkan dengan suatu sikap pandangan ataupun sikap

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan narkoba di Indonesia akhir-akhir ini

BAB III METODE PENELITIAN. hubungan locus of control dengan stres kerja karyawan CV. Duta Malang. Metode

BABI. Pada masa sekarang, diketahui bahwa banyak sekali larangan dan. himbauan yang berupa tulisan maupun lisan, baik di media cetak ataupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan (Presiden RI, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun

III. METODE PENELITIAN. tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2006:2). Metode penelitian yang digunakan

BAB III METODE PENELITIAN. terikat. Yaitu Layanan Bimbingan Belajar dengan Motivasi Belajar. kelas VII Di SMP Pendowo Ngablak yang berjumlah 39 siswa.

KERANGKA PEMIKIRAN. Penderita ketergantungan terhadap NAZA sangat sulit untuk pulih secara normal

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang sering digambarkan sebagai masa yang paling indah dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. (NAPZA) kian mengerikan sekaligus memprihatinkan.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data Pusat Penelitian Kesehatan Puslitkes Universitas

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Menurut Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang

2014 PENDAPAT PESERTA ADIKSI PULIH TENTANG PELAYANAN DAN REHABILITASI SOSIAL DI RUMAH CEMARA

2011, No sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2

BAB III METODE PENELITIAN

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Optimisme..., Binta Fitria Armina, F.PSI UI, 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang

Fokus Pagi Edisi Sabtu, 27 Juni 2009 Tema: Narkoba Topik : Permasalahan Narkoba di Lingkungan Masyarakat

BAB III METODE PENELITIAN. peneliti. Angka-angka yang terkumpul sebagai hasil penelitian kemudian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. (NAPZA) atau yang lebih sering dikenal masyarakat dengan NARKOBA

BAB 1 PENDAHULUAN. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif. Sugiyono (2012: 14) mengemukakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. dan zat adiktif (NAPZA) masih merupakan masalah yang banyak

BAB III PENYAJIAN DATA. 2 Klaten. Try Out ini dimaksud untuk mengetahui adanya item-item yang. tidak memenuhi validitas dan realibilitas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjadi masalah baru di negara kita. Melalui The World Program of Action for

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan narkotika di Indonesia menunjukkan gejala yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Lieben und arbeiten, untuk mencinta dan untuk bekerja.

METODE PENELITIAN. dirancang untuk mencari informasi yang jelas tentang gejala-gejala pada saat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pada program pengalihan narkoba, yaitu program yang mengganti heroin yang. dipakai oleh pecandu dengan obat lain yang lebih aman.

NASKAH PUBLIKASI SIKAP REMAJA TERHADAP PENYALAHGUNAAN OBAT DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan dan ketergantungan NAZA (Narkotika, alkohol dan zat adiktif) atau juga yang lebih dikenal dengan sebutan NARKOBA di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data yang diluarkan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) diperkirakan bahwa jumlah pengguna NAZA di Indonesia telah mencapai angka 2,9 juta sampai 3,6 juta orang atau setara dengan 1,5% jumlah penduduk Indonesia (Irwan, 2008; Kusnadi, 2008;). Selain itu, berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Universitas Indonesia yang dilakukan selama kurun waktu 2004-2006 menyebutkan bahwa angka rata-rata penyalahgunaan NAZA dikalangan pelajar SLTP sebanyak 4,0 persen, SLTA 6,5 persen dan mahasiswa 6,0 persen, dan lebih parahnya lagi penggunaan di kalangan pelajar SD diperkirakan hampir mencapai 8.000 orang (Waluyo, 2007). Menurut Hawari (2006) angka-angka ini bukanlah jumlah yang sebenarnya dari penyalahgunaan/ketergantungan NAZA, angka sebenarnya mungkin jauh lebih besar sepuluh kali lipat dari angka-angka tersebut. Atau dengan kata lain bila ditemukan 1 orang mengalami penyalahgunaa/ketergantungan terhadap NAZA, maka masih ada 10 orang lainnya yang tidak terdata secara resmi (Hawari, 2006). Meningkatnya jumlah pengguna NAZA di masyarakat dapat disebabkan oleh banyak faktor yang saling mempengaruhi satu sama lainnya (Hawari, 2006; 1

2 Suryani, 2008). Faktor faktor ini antara lain faktor letak geografi Indonesia, faktor ekonomi, faktor kemudahan memperoleh obat, faktor keluarga dan masyarakat, faktor kepribadian serta faktor fisik dari individu yang menyalahgunakannya. Selain itu, meningkatnya jumlah penggunaan NAZA di masyarakat juga dapat dimungkinkan karena penggunaan NAZA secara terus menerus dapat mengakibatkan ketergantungan bagi pemakainya, dan sukar untuk melepaskan diri (Sarafino; 1990; Willis, 2008). Ketergantungan atau kecanduan yang disebabkan oleh NAZA bukan hanya ketergantungan secara fisik saja melainkan juga ketergantungan secara psikis (Veronida, 2002). Ketergantungan terhadap NAZA ditandai dengan keinginan kuat untuk menggunakannya, tidak dapat mengendalikan pemakaiannya, toleransi pemakaian yang semakin meningkat, timbul gejala putus obat, dan tidak dapat menikmati kesenangan hidup lainnya tanpa NAZA (Hawari, 2006; Joewana, 2001). Selain dapat menyebabkan kecanduan/ketergantungan, NAZA juga dapat memberikan dampak yang negatif bagi para penggunanya, baik dalam aspek fisik, psikologis, sosial maupun spiritual (Gorski, 2001; Lidianti, 2003). Efek negatif yang timbulkan oleh penggunaan NAZA dapat bervariasi, tergantung pada jenis dan cara menggunaan NAZA itu sendiri (Hawari, 2006; Willis, 2008). Ketergantungan fisik yang diakibatkan oleh penggunaan NAZA pada umumnya dapat dihilangkan dalam kurun waktu yang relatif lebih singkat, dibandingkan untuk menghilangkan ketergantungan secara psikis (Lidianti, 2003). Pada umumnya ketergantungan fisik dapat dihilangkan dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama, yakni sekitar beberapa hari hingga beberapa minggu, namun

3 tidak demikian halnya dengan ketergantungan secara psikis (Veronida, 2002). Ketergantungan psikis membutuhkan waktu yang bertahun-tahun untuk dapat menghilangkannya. Pulih dari ketergantungan secara psikis merupakan hal yang jauh lebih sulit untuk dicapai oleh seorang pecandu, dibandingkan dengan pemulihan secara fisik (Veronida, 2002). Oleh sebab itu, maka dibutuhkanlah motivasi yang tinggi untuk pulih dalam diri pecandu untuk dapat lepas dari ketergantungannya terhadap NAZA dan membangun kembali kehidupannya (Davison, dkk, 2006). Motivasi merupakan satu faktor psikologis yang ada dalam diri seseorang yang berfungsi sebagai penggerak untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan (Chaplin, 2002). Menurut Victor H. Vroom, motivasi merupakan suatu akibat dari hasil yang ingin dicapai oleh seseorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya tersebut (Wangmuba, 2009). Sedangkan menurut Gorski (2001), pulih atau pemulihan adalah sebuah proses perkembangan yang melalui serangkaian tahapan atau langkah yang dilalui oleh seorang pecandu untuk mengendalikan kecanduannya serta merubah perilakunya yang merusak menuju pada pencapai kesehatan fisik, psikis, sosial dan spiritual guna mencapai kebermaknaan hidup dan ketenangan jiwa. Sehingga dapat dikatakan bahwa motivasi untuk pulih adalah suatu akibat dari hasil yang ingin dicapai oleh seorang pecandu untuk dapat menghadapi kecanduannya dan mengarahkan tindakannya tersebut untuk mencapai kesehatan fisik, psikis, sosial dan spiritual guna mencapai kebermaknaan hidup dan ketenangan jiwa.

4 Seorang pecandu yang termotivasi untuk pulih, ia akan berusaha untuk berhenti menggunakan NAZA, atau berobat ke panti rehabilitasi dan mengikuti program-program pemulihan secara sungguh-sungguh. Pada umumnya, para pecandu yang berada di panti-panti rehabilitasi memiliki keingian untuk pulih, namun tingkat motivasinya berbeda-beda, sehingga proses dan waktu yang dibutuhkan untuk pulih pun berbeda-beda. Berdasarkan hasil interview yang dilakukan oleh penulis dengan pekerja sosial yang bertugas sebagai pendamping pecandu pada studi awal diperoleh hasil bahwa seorang pecandu yang berada di panti rehabilitasi pada umumnya memiliki keinginan atau motivasi untuk pulih dalam dirinya. Namun tingkat motivasi yang dimiliki oleh tiap pecandu berbedabeda (Damayanti, 2009). Pecandu yang memiliki motivasi tinggi untuk pulih akan mengikuti program-program yang ada secara sungguh-sungguh dan ketika pecandu itu telah diizinkan pulang atau kembali ke masyarakat, ia dapat beradaptasi dan tidak kembali tergoda untuk menggunakan NAZA kembali (relapse). Masih menurut pendamping pecandu tersebut, tidak mudah bagi seseorang yang telah terjerat NAZA untuk dapat melepaskan diri secara total dari jeratan NAZA tersebut. Hal ini disebabkan karena penggunaan NAZA merupakan sugesti atau Craving dari dalam diri orang tersebut (Hawari, 2006). Perasaan sugesti atau Craving ini akan terus ada dalam diri pecandu sepanjang hidupnya. Namun hal ini dapat dihindari atau ditekan asalkan orang tersebut memiliki keyakinan yang kuat dan menilai atau memandang dirinya secara positif.

5 Veronida (2002) dalam penelitiannya, menyebutkan bahwa tingkat motivasi untuk pulih dalam diri pecandu ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan juga faktor kepribadian dari pecandu itu sendiri. Salah satu faktor kepribadian dari dalam diri pecandu yang dapat mempengaruhi tingkat motivasi untuk pulih yaitu penilaian terhadap dirinya sendiri atau disebut juga dengan konsep diri. Menurut William H. Fitt (1971) konsep diri merupakan suatu persepsi seseorang terhadap diri yang diamati, dialami, dan dinilai oleh orang tersebut. Konsep diri merupakan sesuatu yang penting artinya dalam kehidupan seseorang, karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) yang digunakan oleh orang tersebut untuk menentukan bagaimana orang tersebut bertindak dalam berbagai situasi dan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan adanya konsep diri maka individu menyadari karakteristik yang dimilikinya, yang dilihat, diamati, dan dinilai oleh dirinya sendiri (Fitt, 1971). Seseorang yang memiliki konsep diri positif maka akan menunjukan tingkah laku yang positif, sikap yang optimis, merasa dirinya bahwa dirinya mempunyai nilai dan berharga. Sedangkan seseorang yang memiliki konsep diri yang negatif cenderung merasa diri tidak berharga, pesimis, dan kurang memiliki keyakinan dan kepercaya diri (Armanto, 1998). Perbedaan tingkat motivasi dan juga perbedaan konsep diri seperti yang telah diungkapkan di atas juga terdapat di Balai Pemulihan Sosial Pamardi Putera, Lembang. Balai Pemulihan Sosial Pamardi Putera, Lembang merupakan salah satu panti rehabilitasi NAZA miliki pemerintah yang berada di bawah naungan Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat. Ketika masuk pertama kali di tempat ini, pada

6 umumnya para pecandu telah memiliki keinginan/motivasi untuk pulih dari NAZA, namun tingkat motivasi itu masih rendah. Biasanya tingkat motivasi yang dimiliki oleh pecandu tersebut akan berubah setelah pecandu menjalani proses rehabilitasi dan mengikuti program-program atau kegiatan-kegiatan yang ada di tempat ini. Metode rehabilitasi yang diterapkan di Balai Pemulihan Sosial Pamardi Putera, Lembang adalah metode terapi komunitas (Therapetic Community). Prinsip yang mendasari dilaksanakannya terapi komunitas adalah bahwa setiap orang dapat berubah dari perilaku negatif ke perilaku positif, dengan memberikan perhatian, perlindungan, dan mendukung perkembangan secara fisik, mental, emosional, dan spiritual yang seimbang, dengan penuh cinta kasih, dan rasa saling menghargai terhadap setiap individu dan komunitas secara keseluruhan (Setara, 2007). Di tempat ini, pecandu dibagi menjadi dua kelompok besar yang dibagi berdasarkan perbedaan jenis kelamin, yaitu kelompok laki-laki dan kelompok wanita. Setiap kelompok memiliki peers counselor (pecandu yang telah pulih dan diangkat sebagai pendamping bagi para pecandu) dan juga pekerja sosial yang berperan sebagai fasilitator bagi para pecandu mereka untuk mencapai kepulihan. Di tempat rehabilitas ini para resident diajarkan untuk memahami, menerima, dan menghargai diri sendiri dan orang lain. Di tempat rehabilitasi ini juga, pecandu diajarkan bagaimana cara mengungkapkan segala permasalahan mereka dan cara mengatasi permasalahan mereka dengan cara yang lebih baik, dengan tidak menggunakan NAZA maupun kekerasan lagi. Pecandu diberikan tanggung jawab terhadap diri sendiri, orang lain dan juga kelompok. Selain itu, di

7 tempat rehabilitasi ini pecandu juga diberikan keterampilan-keterampilan lainnya yang mungkin dapat membantu pecandu untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan asalnya lagi. Dengan mengikuti program-program atau kegiatankegiatan tersebut diharapkan akan tumbuh keyakinan dalam diri pecandu bahwa dirinya memiliki kemampuan dan juga berhak untuk dihargai. Pecandu yang memiliki keyakinan dan motivasi yang tinggi untuk pulih, akan mengikuti program-program yang ada secara aktif dan juga sungguh-sungguh. Namun tidak demikian halnya dengan pecandu yang memiliki motivasi untuk pulih yang rendah. Para pecandu yang memiliki motivasi untuk pulih yang rendah umumnya akan lebih banyak menyendiri dan tidak sungguh-sungguh mengikuti programprogram yang ada. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai motivasi untuk pulih pada pecandu NAZA, yang dilakukan oleh Lidianti (2003) dan Pramesti (2003) diperoleh hasil bahwa locus of control dan dukungan sosial yang diterima oleh para pecandu memiliki hubungan yang signifikan dengan motivasi untuk pulih pada para pecandu yang sedang menjalani rehabilitasi. Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Veronida (2002) diketahui bahwa self-esteem yang dimiliki oleh seorang pecandu yang sedang mengikuti program rehabilitasi tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap tingkat motivasi untuk pulih pada pecandu tersebut. Namun dalam banyak penelitian mengenai konsep diri, diperoleh hasil bahwa konsep diri memiliki hubungan yang signifikan dengan berbagai hal, antara lain yaitu konsep diri memiliki pengaruh atau hubungan yang signifikan terhadap

8 kecemasan berbicara di muka umum, Penerimaan sosial, kompetensi sosial, dan juga burn out (kejenuhan kerja) (Armanto, 1998; Lidyana, 2004; Pebriani, 2009). Selain itu juga, penelitian mengenai hubungan antara konsep diri dengan motivasi lebih banyak dilakukan dalam bidang industri dan kependidikan. Penelitianpenelitian ini antara lain, penelitian yang dilakukan oleh Neneng (2003), Rola (2006), dan Latifi (2009) diperoleh hasil bahwa konsep diri berpengaruh atau memiliki hubungan yang signifikan dengan motivasi kerja, motivasi berprestasi dan juga motivasi belajar. Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan konsep diri terhadap motivasi kerja dan belajar tersebut, maka penulis mengasumsikan bahwa konsep diri mungkin juga akan memiliki hubungan yang signifikan dengan motivasi untuk pulih pada para pecandu NAZA. Oleh sebab itu, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Hubungan Antara Konsep Diri dengan Motivasi Untuk Pulih Pada Pecandu NAZA. 1. 2. Rumusan Masalah NAZA merupakan sekumpulan bahan/zat yang dapat menyebabkan ketergantungan apabila digunakan secara terus menerus. Ketergantungan yang ditimbulkan oleh penggunaan NAZA bukan hanya ketergantungan secara fisik saja, melainkan juga ketergantungan secara psikologis. Waktu yang dibutuhkan untuk menghilangkan ketergantungan secara fisik biasanya relatif lebih singkat dibandingkan waktu yang dibutuhkan untuk menghilangkan ketergantungan secara psikologis. Oleh sebab itu, maka dibutuhkanlah motivasi/dorongan kuat dari dalam diri pecandu tersebut untuk dapat pulih dan mengatasi

9 ketergantungannya tersebut. Salah satu faktor dari dalam diri pecandu yang dapat mempengaruhi tingkat motivasi untuk pulih dari pecandu yaitu konsep diri. Atas dasar permasalahan tersebut di atas, maka penulis membuat pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran umum tingkat konsep diri yang dimiliki oleh pecandu NAZA? 2. Bagaimana gambaran umum tingkat motivasi untuk pulih yang dimiliki oleh pecandu NAZA? 3. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat konsep diri dengan tingkat motivasi untuk pulih pada pecandu NAZA? 4. Seberapa besarkah kontribusi tingkat konsep diri turut menentukan tingkat motivasi untuk pulih pada pecandu NAZA? 1. 3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui tentang : 1. Gambaran umum tingkat konsep diri yang dimiliki oleh pecandu NAZA. 2. Gambaran umum tingkat motivasi untuk pulih yang dimiliki oleh pecandu NAZA. 3. Adanya hubungan yang signifikan antara tingkat konsep diri dengan tingkat motivasi untuk pulih pada pecandu NAZA. 4. Besarnya konstribusi tingkat konsep diri turut menentukan tingkat motivasi untuk pulih pada pecandu NAZA.

10 1. 4. Kegunaan Penelitian 1.4. 1. Kegunaan Teoritis Secara teoretis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran untuk memperkaya khasanah ilmu psikologi, terutama bidang psikologi klinis, kepribadian dan psikologi perkembangan. 1.4. 2. Kegunaan Praktis Dalam tataran praktis, penelitian ini diharapkan : 1. Bagi responden, penelitian ini memberikan gambaran tentang konsep diri dan motivasi untuk pulih yang dimiliki oleh pecandu NAZA dan memberikan penyuluhan kepada responden untuk dapat menumbuhkan motivasi diri untuk pulih. 2. Bagi Lembaga Sosial yang terkait, hasil ini dapat memberikan arahan pada program pencegahan dan pemulihan dari kecanduan NAZA. 1. 5. Asumsi Penelitian Berdasarkan pemaparan yang dikemukakan di atas, penulis menarik beberapa asumsi sebagai berikut: 1. Seseorang yang mengalami ketergantungan terhadap NAZA akan sulit untuk melepaskan diri dari jeratan NAZA tersebut. 2. Motivasi untuk pulih pada pecandu NAZA merupakan sesuatu yang sangat penting yang harus dimiliki oleh seorang pecandu untuk dapat melepaskan diri dari keterikatan dengan NAZA tersebut

11 3. Salah satu faktor dari dalam diri pecandu yang yang dapat mempengaruhi tingkat motivasi untuk pulih dari ketergantungannya terhadap NAZA yaitu penilaian terhadap dirinya sendiri atau yang disebut dengan konsep diri. Dengan adanya konsep diri yang positif yang dimiliki oleh pecandu maka semakin tinggi pula motivasi untuk pulih yang dimiliki oleh pecandu tersebut. 1. 6. Hipotesis H 0 : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan motivasi untuk pulih pada pecandu NAZA. H 0 : ρ = 0 H a : Terdapat hubungan yang siginifikan antara konsep diri dengan motivasi untuk pulih pada pecandu NAZA. H a : ρ 0 Hipotesis penelitian ini akan diuji pada α = 0,05 1. 7. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik studi korelasional (correlation study). Metode ini bertujuan untuk menjelaskan peristiwa dan kejadian yang berlangsung pada saat penelitian dilaksanakan serta untuk menemukan ada tidaknya hubungan antara variabel yang satu dengan variabel lainnya, dan jika terdapat hubungan maka seberapa erat dan seberapa berartinya hubungan tersebut (Arikunto, 1997:51).

12 Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini yaitu variabel konsep diri sebagai variabel X dan variabel motivasi untuk pulih sebagai variabel Y. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner atau angket. Kuesioner ini terdiri atas dua macam, yaitu kuesioner untuk mengukur konsep diri pada pecandu NAZA dan kuesioner untuk mengukur motivasi untuk pulih pada pecandu NAZA. Kedua kuesioner ini sebelumnya telah diuji terlebih dahulu kevalidan dan reliabilitasnya. Hasil data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data berskala interval, maka teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini teknik korelasi product moment dari Pearson, yang akan dijelas kan lebih rinci pada BAB III. Adapun rumus dari product moment dengan rumus adalah sebagai berikut ini: r P = [ N X N XY ( X )( Y ) 2 2 ( X ) ][ N Y 2 ( Y ) 2 ] (Arikunto, 1997:186) 1. 8. Lokasi dan Sampel Penelitian Subyek yang menjadi sampel dalam penelitian adalah seluruh pecandu NAZA (resident) yang sedang menjalani program rehabilitan di Balai Pemulihan Sosial Pamardi Putera, Lembang yang berjumlah 67 Orang.