BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Kepuasan Pelanggan Menurut Gerson (2004, p3), kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan bahwa harapannya telah terpenuhi atau terlampaui. Sedangkan menurut Supranto (2001, p233), kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakannya dengan harapannya. Kepuasan pelanggan bermakna perbandingan antara apa yang diharapkan konsumen dengan apa yang dirasakan konsumen ketika menggunakan produk atau jasa tersebut. Bila konsumen merasakan performa produk atau jasa sama atau melebihi ekspektasinya, berarti mereka puas. Sebaliknya jika performa produk atau jasa kurang dari ekspektasinya, berarti mereka tidak puas. Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efesien dan lebih efektif. Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efesien. Hal ini terutama sangat penting bagi pelayanan publik. Terdapat lima determinan kualitas jasa dalam Supranto (2001, p233) yaitu : a. Keandalan (reliability) adalah kemampuan untuk melakukan pelayanan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. b. Keresponsifan (responsiveness) adalah kesediaan untuk membantu pelanggan dan menyediakan pelayanan yang dijanjikan. 7
8 c. Keyakinan (assurance) adalah pengetahuan dan perilaku karyawan serta kemampuan untuk menginspirasikan kepercayaan dan keyakinan. d. Empati (emphaty) adalah syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan. e. Berwujud (tangibles) adalah fasilitas fisik, peralatan, dan penampilan dari personil. Menurut Armstrong dan Kotler (2004), terdapat empat metode yang dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen yaitu : a. Sistem keluhan dan saran Untuk mengidentifikasikan masalah maka perlu dikumpulkan informasi langsung dari konsumen dengan cara menyediakan kotak saran. Informasi yang terkumpul merupakan masukan untuk melakukan peningkatan. b. Survei kepuasan konsumen Survei kepuasan konsumen dapat dilakukan dengan cara survei melalui kuisioner maupun wawancara. c. Ghost shopping Metode ini digunakan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan produsen pesaing dan membandingkannya dengan produsen yang bersangkutan. d. Analisis kehilangan konsumen Tingkat kehilangan konsumen menunjukkan kegagalan produsen dalam memuaskan konsumennya. Produsen perlu menganalisis dan
9 memahami mengapa konsumen tersebut berhenti mengkonsumsi produk atau jasa. Pada pendidikan di universitas, yang menjadi pelanggan adalah mahasiswa. Mahasiswa merupakan pihak yang mendapatkan pelayanan jasa dari universitas. Sedangkan yang merupakan pihak produsen adalah universitas. Bentuk pelayanan yang diberikan dari universitas kepada mahasiswa adalah pendidikan. 2.2. Kepuasan Akademik Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2008), akademi adalah lembaga pendidikan tinggi kurang lebih tiga tahun lamanya yang mendidik tenaga profesi. Sedangkan akademik adalah hal-hal yang bersifat akademi. Jadi, kepuasan akademik adalah kepuasan yang dirasakan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan pendidikan. 2.3. Pendidikan Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2008), pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
10 kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan darinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi dalam diri tiap manusia sehingga menghasilkan manusia yang berkualitas, kompeten, dan memiliki kemampuan. Pendidikan dapat diperoleh melalui jalur formal maupun non formal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang misalnya kursus. 2.4. Kualitas Pendidikan Menurut Goetsch dan Davis dalam Tjiptono (2005, p10), kualitas didefinisikan sebagai kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, sumber daya manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Lovelock dalam Laksana (2008, p88) mendefinisikan kualitas sebagai tingkat mutu yang diharapkan, dan pengendalian keragaman dalam mencapai mutu tersebut untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Jika digabungkan dengan pengertian pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional, kualitas pendidikan adalah tingkat mutu dari suatu usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran. Kualitas pendidikan suatu universitas sangat berpengaruh terhadap kualitas lulusan dari universitas tersebut. Pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan lulusan yang unggul, berkualitas, kompeten, dan
11 memiliki kemampuan dalam suatu bidang. Sebaliknya, pendidikan yang kurang berkualitas akan menghasilkan lulusan yang kurang kompeten di bidangnya. 2.5. Uji Validitas dan Reliabilitas Validitas adalah tingkat keandalan dan kesahihan alat ukur yang digunakan. Menurut Sugiyono (2004; p137), instrumen dikatakan valid jika dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Uji validitas berguna untuk mengetahui apakah ada pernyataanpernyataan pada kuesioner yang harus dibuang/diganti karena dianggap tidak relevan. Teknik untuk mengukur validitas kuesioner adalah dengan menghitung korelasi antar data pada masing-masing pernyataan dengan skor total, memakai rumus korelasi Product Moment Pearson, sebagai berikut : Keterangan : r xy = koefisien korelasi Pearson n = jumlah sampel x = variabel pertama y = variabel kedua Pengujian signifikan hasil korelasi menggunakan uji t. Rumus mencari t hitung yang digunakan adalah : 2 1
12 Keterangan : t hitung = koefisien korelasi r xy = koefisien korelasi Pearson n = jumlah sampel Kriteria untuk menentukan signifikan dengan membandingkan t hitung dan t tabel. Jika t hitung > t tabel, maka dapat kita simpulkan bahwa butir pertanyaan tersebut valid. Menurut Azwar (2001), reliabilitas adalah sejauh mana alat ukur yang digunakan dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Suatu hasil pengukuran dapat dipercaya jika pelaksanaan pengukuran terhadap objek selama beberapa kali mendapatkan hasil yang sama. Uji reliabilitas dapat dilakukan menggunakan beberapa metode, salah satunya adalah metode alpha Cronbach. Rumus untuk metode alpha Cronbach adalah : 1 1 Keterangan : r = koefisien reliabilitas instrumen / koefisien alpha Cronbach k = jumlah pertanyaan 2 σ b = varian dari pertanyaan 2 σ t = total varian
13 Menurut Triton (2005), koefisien alpha Cronbach dapat diinterpretasikan sebagai berikut : - 0,00-0,20 = kurang reliabel - 0,21 0,40 = agak reliabel - 0,41 0,60 = cukup reliabel - 0,61-0,80 = reliabel - 0,81 1,00 = sangat reliabel 2.6. Analisis Cluster Menurut Supranto (2004, p142), analisis cluster merupakan suatu kelas teknik, dipergunakan untuk mengklasifikasi objek atau kasus (responden) ke dalam kelompok yang relatif homogen, yang disebut klaster (clusters). Menurut Supranto (2004, p147-161), prosedur dalam melakukan analisis cluster adalah sebagai berikut : 1. Merumuskan masalah Hal yang paling penting di dalam perumusan masalah analisis cluster ialah pemilihan variabel-variabel yang akan digunakan untuk pengklasteran (pembentukan cluster). Pada dasarnya set variabel yang dipilih harus menguraikan kemiripan (similarity) antara objek, yang benar-benar relevan dengan masalah. 2. Memilih ukuran jarak atau similaritas Oleh karena tujuan pengklasteran ialah untuk mengelompokkan objek yang mirip dalam cluster yang sama, maka beberapa ukuran diperlukan untuk mengakses seberapa mirip atau berbeda objek-objek tersebut. Pendekatan
14 yang paling biasa ialah mengukur kemiripan dinyatakan dalam jarak antara pasangan objek. Objek dengan jarak yang lebih pendek antara mereka akan lebih mirip satu sama lain dibandingkan dengan pasangan dengan jarak yang lebih panjang. Ukuran kemiripan yang paling biasa dipakai ialah euclidean distance atau nilai kuadratnya. The euclidean distance ialah akar dari jumlah kuadrat perbedaan/ deviasi di dalam nilai untuk setiap variabel. Rumus euclidean distance :, (2.1) Keterangan : d = jarak p = dimensi data x = titik data pertama y = titik data kedua 3. Memilih suatu prosedur peng-cluster-an Prosedur peng-cluster-an bisa hierarki dan juga non-hierarki. a. Metode Hirarki Metode hirarki dibagi menjadi dua yaitu : Metode Agglomerative Dalam metode agglomerative tiap observasi pada mulanya dianggap sebagai cluster tersendiri sehingga terdapat cluster sebanyak jumlah observasi. Kemudian dua cluster yang terdekat kesamaannya digabung menjadi suatu cluster baru, sehingga jumlah cluster berkurang satu pada tiap tahap.
15 Metode agglomerative dibagi menjadi tiga yaitu : o Linkage Method Single Linkage Rumus single linkage : min, (2.2) Complete Linkage Rumus complete linkage : max, (2.3) Average Linkage Rumus average linkage : (2.4) o Variance Method o Centroid Method Metode Divisive Metode divisive dimulai dari satu cluster besar yang mengandung seluruh observasi, selanjutnya observasi-observasi yang paling tidak memiliki kesamaan dipisahkan dan dibentuk cluster-cluster yang lebih kecil. Proses ini dilakukan hingga tiap observasi menjadi cluster sendiri-sendiri. b. Metode Non Hirarki Masalah utama dalam metoda non hirarki adalah bagaimana memilih bakal cluster. Bakal cluster pertama adalah observasi pertama dalam set data tanpa missing value. Bakal kedua adalah observasi lengkap
16 berikutnya (tanpa missing data) yang dipisahkan dari bakal pertama oleh jarak minimum khusus. Metode non hirarki dibagi tiga, yaitu : Sequential Threshold Metode ini dimulai dengan memilih bakal cluster dan menyertakan seluruh objek dalam jarak tertentu. Jika seluruh objek dalam jarak tersebut disertakan, bakal cluster kedua terpilih, kemudian proses terus berlangsung seperti sebelumnya. Parallel Threshold Metode ini memilih beberapa bakal cluster secara simultan pada permulaannya dan menandai objek-objek dengan jarak permulaan ke bakal terdekat. Optimizing Partitioning Metode ketiga ini mirip dengan kedua metode sebelumnya kecuali pada penandaan ulang terhadap objek-objek. 4. Menentukan banyaknya cluster Isu pokok/ utama dalam analisis cluster ialah menentukan berapa banyaknya cluster. Sebetulnya tidak ada aturan yang baku untuk menentukan berapa sebetulnya banyaknya cluster, namun demikian ada beberapa petunjuk yang bisa dipergunakan yaitu : a. Pertimbangan teoritis, konseptual, praktis, mungkin bisa diusulkan/ disarankan untuk menentukan berapa banyaknya cluster yang sebenarnya.
17 b. Di dalam peng-cluster-an hierarki, jarak di mana cluster digabung bisa dipergunakan sebagai kriteria. c. Di dalam peng-cluster-an non-hierarki, rasio jumlah varian dalam cluster dengan jumlah varian antar cluster dapat diplotkan melawan banyaknya cluster. d. Besarnya relatif cluster seharusnya berguna/ bermanfaat. 5. Menginterpretasi dan memprofil cluster Menginterpretasi dan memprofil cluster meliputi pengkajian mengenai centroids yaitu rata-rata nilai objek yang terdapat dalam cluster pada setiap variabel. Nilai centroid memungkinkan kita untuk menguraikan setiap cluster dengan cara memberikan suatu nama atau label. 6. Mengakses keandalan dan kesahihan Beberapa pertimbangan perlu diberikan dalam analisis cluster, jangan sampai ada pemecahan peng-cluster-an diterima tanpa beberapa penilaian tentang keandalan dan kesahihannya. 2.7. Rekayasa Perangkat Lunak (RPL) Menurut Pressman (2005, p54) rekayasa perangkat lunak adalah sebuah teknologi yang terdiri dari lapisan-lapisan, yaitu: 1. Fokus pada kualitas (a quality focus) 2. Proses (process) 3. Metode (method) 4. Alat bantu (tools) Tujuan RPL adalah:
18 a. memperoleh biaya produksi perangkat lunak yang rendah b. menghasilkan pereangkat lunak yang kinerjanya tinggi, andal dan tepat waktu c. menghasilkan perangkat lunak yang dapat bekerja pada berbagai jenis platform d. menghasilkan perangkat lunak yang memiliki biaya perawatan yang rendah Fase-fase dalam RPL adalah : - Fase definisi (definition phase) berfokus pada apa (what). Pada definisi ini pengembang perangkat lunak harus mengidentifikasi informasi apa yang akan diproses, fungsi dan unjuk kerja apa yang dibutuhkan, tingkah laku sistem seperti apa yang diharapkan, interface yang akan dibangun, batasan desain apa yang ada, dan kriteria validasi apa yang dibutuhkan untuk mendefinisikan sistem yang sukses. Kebutuhan (requirement) kunci dari sistem dan perangkat lunak yang didefinisikan. - Fase pengembangan (development phase) berfokus pada bagaimana (how), yaitu selama masa pengembangan perangkat lunak, teknisi harus mendefinisikan bagaimana data dikonstruksikan, bagaimana fungsi-fungsi diimplementasikan sebagai sebuah arsitektur perangkat lunak, bagaimana detail prosedur akan diimplementasikan, bagaimana interface ditandai (dikarakterisasi), bagaimana rancangan akan diterjemahkan ke dalam bahasa pemrograman (atau bahasa non prosedural), serta bagaimana pengujian akan dilakukan. - Fase pemeliharaan (maintenance phase) berfokus pada perubahan (change), yang dihubungkan dengan koreksi kesalahan, penyesuaian yang dibutuhkan
19 ketika lingkungan perangkat lunak berkembang, serta perubahan sehubungan dengan perkembangan yang disebabkan oleh perubahan kebutuhan pelanggan. - Adaptasi Dari waktu ke waktu, lingkungan original (contohnya CPU, sistem operasi, aturan-aturan bisnis, karakteristik produk eksternal) di mana perangkat lunak dikembangkan akan terus berubah. Pemeliharaan adaptif (adaptif maintenance) menghasilkan modifikasi kepada perangkat lunak untuk mengakomodasi perubahan pada kebutuhan fungsionalitas originalnya. - Perkembangan (enhancement) Ketika perangkat lunak dipakai, pelanggan akan mengenali fungsi-fungsi tambahan yang memberi mereka keuntungan. Perfective maintenance memperluas perangkat lunak sehingga melampaui kebutuhan fungsi originalnya. - Pencegahan Keadaan perangkat lunak semakin memburuk sehubungan dengan waktu, dan karena itu, preventive maintenance yang sering juga disebut rekayasa perangkat lunak, harus dilakukan untuk memungkinkan perangkat lunak melayani kebutuhan para pemakainya. Pada dasarnya preventive maintenance melakukan perubahan pada program komputer sehingga bisa menjadi lebih mudah untuk dikoreksi, disesuaikan dan dikembangkan. 2.7.1. Waterfall Model
20 Model ini disebut juga sebagai classic life cycle. Disebut dengan waterfalll karena tahap yang pertama harus dilalui dan diselesaikan terlebih dahulu untuk dapat melanjutkann ke tahapan selanjutnya. Tahapan-tahapaadalah sebagai berikut dalam waterfall model menurut Pressman (2005,p79) : Kelebihan dari model Waterfall adalah : Mudah diaplikasikan Jika semua kebutuhan sistem dapat didefinisikann secara utuh dan benar sejak awal proyek, maka software engineering dapat berjalan dengan baik tanpa masalah. Walaupun dalam pengumpulan kebutuhan tidak selalu dapat didefinisikan secara utuh seperti yang diinginkan akan tetapi masalah yang timbul saat pengumpulan kebutuhan sistem ketika awal proyek tidak mengeluarkan biaya yang besar dalam hal uang, waktu dan usaha. Kekurangan dari model Waterfall adalah :
21 Karena pendekatan yang dilakukan secara urut / sequential, maka ketika suatu tahap terhambat maka tahap berikutnya tidak dapat dikerjakan dengan baik Ketika terdapat masalah, maka proses harus dihentikan dan harus dicari tahu apa dan dari mana masalahnya berasal beserta solusinya terlebih dahulu karena tidak dapat melanjutkan ke tahap berikutnya. Pengerjaan model memakan waktu yang cukup lama karena prosesnya hanya dapat berlanjut ke tahap selanjutnya jika tahap sebelumnya sudah selesai (tidak dapat dikerjakan secara bersamaan) 2.8. Unified Modeling Language (UML) Menurut Pressman (2005, p167), UML menyediakan banyak diagram yang dapat digunakan untuk analisis dan desain pada level sistem dan software. Beberapa model UML yang digunakan dalam penelitian ini adalah use case diagram, activity diagram, dan sequence diagram. 2.8.1. Use Case Diagram Menurut Pressman (2005, p218), use case menangkap interaksi yang terjadi antara produsen dan konsumen dari informasi dan sistem itu sendiri. Komponen-komponen yang terdapat dalam use case diagram adalah sebagai berikut : a. Actor berperan sebagai user terhadap sistem.
22 b. Use case merupakan bagian dari skenario yang terikat bersamasama dengan tujuan umum user. c. Use case relationship merupakan penghubung antara actors dan use cases. d. Include dipakai untuk mengulang user ke dalam 2 atau lebih, untuk memisahkan use cases dan untuk menghindari perulangan. e. Generalization dipakai untuk mendeskripsikan variasi dari tindakan dan merupakan keinginan user. f. Extend digunakan untuk mendeskripsikan variasi dari tindakan dan user menginginkan bentuk yang lebih terkontrol. 2.8.2. Activity Diagram Menurut Pressman (2005, p223), activity diagram merupakan penambahan dari use case dengan menyediakan representasi grafikal dari interaksi dalam scenario yang spesifik. Sama seperti flowchart, activity diagram menggunakan persegi panjang yang bersisi tumpul untuk mengimplikasikan fungsi sistem yang spesifik, tanda panah untuk merepresentasikan aliran dari sistem, belah ketupat untuk menggambarkan percabangan keputusan, dan garis horizontal untuk mengindikasikan aktivitas paralel yang terjadi. 2.8.3. Sequence Diagram Menurut Pressman (2005, p251), sequence diagram mengindikasikan bagaimana suatu kejadian menyebabkan perpindahan
23 dari suatu objek ke objek lainnya. Setelah suatu kejadian diidentifikasikan menggunakan use case, selanjutnya adalah perancangan sequence diagram. Sequence diagram merepresentasikan kelas-kelas kunci dan kejadian yang menyebabkan perpindahan dari kelas ke kelas. 2.9. Interaksi Manusia dan Komputer (IMK) Menurut Shneiderman (2010, p22), setiap manusia yang menjadi pengguna berkomunikasi dan berkolaborasi dengan komputer melalui user interface. Komunikasi ini dapat dilakukan dengan adanya dukungan pengembangan teknologi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Menurut Shneiderman (2010, p32) terdapat lima faktor manusia terukur yang dapat dijadikan sebagai pusat evaluasi yaitu : 1. Waktu belajar, berapa lama waktu yang diperlukan user untuk mempelajari cara yang relevan untuk melakukan suatu tugas? 2. Kecepatan kinerja, berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengerjakan suatu tugas? 3. Tingkat kesalahan user, berapa banyak dan apakah jenis kesalahan yang dapat terjadi saat user mengerjakan tugas tersebut? 4. Daya ingat, bagaimana user mengatur pengetahuan setelah beberapa waktu misalnya setelah 1 jam, hari atau minggu? 5. Kepuasan subjektif, seberapa banyak user menyukai penggunaan bermacam aspek dalam antarmuka?