BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. medis merupakan suatu bentuk penyalahgunaan yang dapat berakibat fatal di

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lainya. Banyak jenis NAPZA yang besar manfaatnya untuk kesembuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. Disisi lain, apabila disalahgunakan narkoba dapat menimbulkan ketergantungan dan

BAB I PENDAHULUAN. Adiktif lainnya. Kata lain yang sering dipakai adalah Narkoba (Narkotika,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) di satu

HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWA TENTANG NAPZA DI SMK BATIK 1 SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja. Perubahan yang dialami remaja terkait pertumbuhan dan perkembangannya harus

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan narkotika di Indonesia menunjukkan gejala yang

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya) bukan merupakan hal yang baru, baik di negara-negara maju maupun di

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sosial dimana mereka tinggal.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih mudah dengan berbagai macam kepentingan. Kecepatan

BAB I PENDAHULUAN. Panti Rehabilitasi Ketergantungan NAPZA Arsitektur Perilaku. Catherine ( ) 1

BAB I PENDAHULUAN. saja fenomena - fenomena yang kita hadapi dalam kehidupan sehari - hari dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan pergaulan masyarakat di Indonesia mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. (NAPZA) kian mengerikan sekaligus memprihatinkan.

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan narkoba di Indonesia akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. tergolong makanan jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan,

BAB I PENDAHULUAN. coba-coba (bereksperimen) untuk mendapatkan rasa senang. Hal ini terjadi karena

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya (Waluyo, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan (Presiden RI, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Dan Zat Adiktif (Abdul & Mahdi, 2006). Permasalahan penyalahgunaan

BAB 1 : PENDAHULUAN. bahan aktif lainya, dimana dalam arti luas adalah obat, bahan atau zat. Bila zat ini masuk

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sedang berkembang (developing

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

Ratna Indah Sari Dewi 1. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Syedza Saintika Padang 1 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana tertuang dalam

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Perancangan Interior Panti Rehabilitasi Penyalahgunaan Narkoba

BAB I PENDAHULUAN. kurang baik ataupun sakit. Kesehatan adalah kunci utama keadaan

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAB I PENDAHULUAN. pasar narkoba terbesar di level Asean. Menurut United Nation Office on Drugs and

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan zat psiko aktif merupakan masalah yang sering terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. pada program pengalihan narkoba, yaitu program yang mengganti heroin yang. dipakai oleh pecandu dengan obat lain yang lebih aman.

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan masyarakatnya. Kondisi masyarakat yang sehat dan cerdas akan. tantangan global di masa kini dan di masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

persepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang 2

2014 PENDAPAT PESERTA ADIKSI PULIH TENTANG PELAYANAN DAN REHABILITASI SOSIAL DI RUMAH CEMARA

BAB 1 PENDAHULUAN. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak orang dan terus menerus dibicarakan dan dipublikasikan. Bahkan,

BAB I PENAHULUAN. A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN AKTUALISASI DIRI PADA REMAJA PECANDU NARKOBA DI PANTI REHABILITASI

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalangunaan narkoba di Indonesia telah menjadi ancaman

BAB 1 : PENDAHULUAN. Narkoba(Narkotika dan obat/bahan berbahaya) sebagai kelompok obat, bahan, atau zat

DUKUNGAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DALAM PENYEMBUHAN PASIEN NAPZA DI RUMAH SAKIT JIWA PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. mengancam hampir semua sendi kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara. Masalah

KENAKALAN REMAJA PENYALAHGUNAAN NAPZA DENGAN ADL (ACTIVITY DAILY LIVING) PADA NARAPIDANA REMAJA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA PAMEKASAN ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KECEMASAN PADA LANJUT USIA DI PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI KOTA SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. (NAPZA) atau yang lebih sering dikenal masyarakat dengan NARKOBA

2017, No Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tam

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akronim dari NARkotika, psikotropika, dan Bahan Adiktif lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, ketiga hal tersebut dapat mempengaruhi kehidupan manusia baik secara

BAB I PENDAHULUAN. Menurut American Diabetes Association / ADA (2011) DM adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kepribadiannya. Sebagai bentuk pengembangan diri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan pesat, secara garis besar masalah kesehatan jiwa. Masalah psikososial membutuhkan kemampuan penyesuaian dan


BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengguna Narkoba. Pengguna napza atau penyalahguna napza adalah individu yang

BAB I PENDAHULUAN. (Afrika Selatan), D joma (Afrika Tengah), Kif (Aljazair), Liamba (Brazil) dan Napza

PELAKSANAAN TUGAS INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR DI PUSKESMAS PERKOTAAN RASIMAH AHMAD BUKITTINGGI

SOSIALISASI INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR (IPWL) OLEH : AKBP AGUS MULYANA

BAB I PENDAHULUAN. Padahal deteksi dini dan penanganan yang tepat terhadap depresi dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. adalah penyebab sepertiga kematian pada anak-anak muda di beberapa bagian

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan

PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN. kecakapan untuk menghindari penyalahgunaan narkoba. Informasi mengenai

KECERDASAN EMOSI DAN PENERIMAAN DIRI PADA KORBAN NARKOBA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. serius. Hal ini dibuktikan dengan jumlah kasus narkoba yang meningkat setiap tahun.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gangguan fungsi mental berupa frustasi, defisit perawatan diri, menarik diri

Fokus Pagi Edisi Sabtu, 27 Juni 2009 Tema: Narkoba Topik : Permasalahan Narkoba di Lingkungan Masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat, serta mampu menangani tantangan hidup. Secara medis, kesehatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I. mengatakan DKI Jakarta merupakan kota dengan kasus penyalahgunaan. narkoba terbesar di Indonesia. Tingkat prevalensi penyalahgunaan narkoba di

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi hambatan maupun tantangan yang dihadapi dan tentunya pantang

BAB I PENDAHULUAN. jika masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2

Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum

BAB 1 PENDAHULUAN. konsekuen dan konsisten. Menurut NIDA (National Institute on Drug Abuse), badan

BAB I PENDAHULUAN. kanak-kanak menuju masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO (2007) adalah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya yang lebih dikenal dengan

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obat-obatan dengan tujuan medis secara legal diresepkan oleh dokter atau tenaga medis untuk mengobati penyakit. Namun, pemakaian obat tanpa petunjuk medis merupakan suatu bentuk penyalahgunaan yang dapat berakibat fatal di kemudian hari apabila penggunaannya tak terkontrol. Masalah penyalahgunaan NAPZA kini telah menjadi ancaman nasional yang harus diperhatikan bersama dalam hal pencegahan dan penanganannya. Jumlah kasus NAPZA tahun 2007 2011 yang berhasil ditemukan oleh POLRI adalah 138.475 kasus. Sementara itu, hingga tahun 2011, BNN berhasil mengungkap kasus tindak pidana NAPZA dan prekursornya sebanyak 152 kasus sejak ditetapkannya UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, September 2009 lalu (BNN, 2012). Berdasarkan data BNN (2012), jumlah tersangka kasus NAPZA yang berhasil diungkap tahun 2007 2011 adalah sejumlah 189.294 orang dengan jenis narkoba terbanyak yang disalahgunakan adalah ganja, shabu-shabu dan minuman keras. Dari total angka tersebut, 173.268 di antaranya adalah laki-laki dan sebanyak 16.026 wanita. Hal ini semakin mengkhawatirkan karena berdasarkan temuan BNN tersebut, sebesar 47.5 % tersangka kasus NAPZA tersebut merupakan kalangan generasi muda yang berusia 16 29 tahun. Dilansir dari Badan Narkotika Nasional melalui pernyataan ketua umumnya, Gories Mere, total penyalahguna NAPZA di Indonesia tahun 2008 1

2 adalah 1,99%. Dan meningkat menjadi 2.2% dari total penduduk pada tahun 2011. Dalam kurun waktu satu tahun, jumlah penyalahguna NAPZA sudah meningkat menjadi 2.8% atau setara 5.8 juta jiwa (www.kompas.com, 2012). Dari penelitian yang dilakukan BNN dan Universitas Indonesia, prevalensi penyalahguna NAPZA adalah 2.44% yakni 4.32 juta jiwa penduduk Indonesia. Perkiraan peningkatan jumlah prevalensi penyalahguna NAPZA tahun 2013 bisa mencapai 2.56% atau 4.58 juta orang dan tahun 2014 sekitar 2.68% atau 4.85 juta orang. Jumlah tersebut diprediksi masih akan terus meningkat menjadi 5.1 juta orang pada tahun 2015 atau naik 34 persen dari total penyalahguna pada tahun 2011 (www.kompas.com, 2012). Di Yogyakarta sendiri, kepala Badan Narkotika Nasional wilayah Yogyakarta, Budi Harso mengatakan jumlah pengguna NAPZA pada 2008 diperkirakan mencapai 68 ribu orang atau 2,72 persen. Sedangkan pada 2011, pengguna NAPZA mencapai 69 ribu atau 2,8 persen. Ditilik dari angka yang cukup besar tersebut, diperkirakan pengguna NAPZA di Yogyakarta pada 2015 mencapai 109.675 orang (www.tempo.co, 2013). NAPZA kini bukan hanya menyerang kalangan ekonomi menengah ke atas, bahkan kalangan anak-anak jalananpun kini tak luput dari jerat kekang NAPZA. Berdasarkan temuan BNN, berbagai kalangan dan institusi yang banyak terlibat kasus NAPZA sejak 2007-2011 adalah PNS (0.7%), Polisi/TNI (0.7%), swasta (42.3%), wiraswasta (24.4%), buruh (10.4%), tani (2.3%), mahasiswa (1.7%) dan pelajar 1.7% kasus (BNN, 2012). Hal ini membuktikan bahwa dewasa ini, NAPZA telah berhasil menjerat berbagai kalangan dan institusi. Apabila hal ini terus

3 dibiarkan luput dari perhatian, maka dalam hitungan waktu, Indonesia akan kehilangan generasi penerusnya. Martono (2006) mengatakan bahwa tergantung pada jenis dan cara pemakaiannya, penyalahgunaan NAPZA dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti HIV/AIDS, hepatitis B/C, pengerasan hati, radang jantung, pikun, depresi, dan psikosis. Selain itu juga berakibat pada memburuknya hubungan dengan keluarga, masalah keuangan, terlibat perbuatan ilegal, kecelakaan atau bahkan kematian. Temuan Profesor Dadang Hawari menyebutkan bahwa alasan menggunakan NAPZA pada umumnya adalah untuk menghilangkan rasa cemas, kesedihan, depresi, rasa tertekan dan ketakutan serta sulit tidur (Gunawan, 2006). Beratnya beban kehidupan yang dihadapi setiap orang menyebabkan timbulnya tekanan, konflik, kecemasan, maupun stres. Sekarang ini, tak jarang kaum intelektual yang tidak mampu mengelola stres dengan baik, sehingga berakibat dalam kesalahan pengambilan keputusan untuk mengatasi stres tersebut (Mahendra, 2010). Seringkali keputusan yang diambil justru membawa ke keadaan yang lebih terpuruk misalnya penyalahgunaan NAPZA. Penyalahgunaan NAPZA erat kaitannya dengan stres karena stres muncul akibat adanya stresor (Wulandari, 2006). Kecanduan berawal dari ketidakmampuan mengatasi kesulitan hidup, sehingga salah satu pelarian yang ditempuh adalah melupakan permasalahan tersebut dengan mengkonsumsi Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif berbahaya lainnya (Wulandari dkk, 2009).

4 Dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dijelaskan bahwa setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menyalahgunakan Narkotika Golongan I, II atau III untuk diri sendiri baik dalam bentuk tanaman ataupun bukan tanaman merupakan tindak pidana. Hal ini selaras dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 yang mengatur mengenai Psikotropika. Dalam kedua Undang-undang tersebut juga telah jelas diatur mengenai hukuman pidana dan hukuman denda terkait penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika. Penanganan kasus penyalahgunaan ini tidak hanya dengan menjatuhkan pidana tetapi juga perlu direhabilitasi secara medik dan sosial. Narapidana yang telah terbukti menyalahgunakan NAPZA maupun yang sedang menunggu putusan sidang ditempatkan di lembaga pemasyarakatan untuk mendapatkan pembinaan. Yogyakarta sendiri telah memiliki sebuah lembaga pemasyarakatan Narkotika yang khusus memberikan pembinaan terhadap narapidana kasus penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika. Lembaga Pemasyarakatan Narkotika ini terletak di daerah Pakembinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman. Lapas Narkotika Yogyakarta ini dalam melaksanakan pembinaan warga binaan penyalahguna NAPZA bekerjasama dengan Rumah Sakit Ghrasia. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan tujuan dari Sistem Pemasyarakatan yaitu Re- Integrasi Sosial yang di implementasikan dalam pembinaan dan pembimbingan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan termasuk rehabilitasi medis dan sosial sehingga dengan demikian terjadi penggabungan unsur pidana dan rehabilitasi (www.lapasnarkotika-yogya.com, 2013).

5 Meskipun telah menjalani rehabilitasi dan pembinaan, narapidana ataupun penyalahguna tersebut akan tetap mengalami stres akibat berbagai tekanan baik dari dalam diri maupun dari lingkungan. Survei awal penelitian Siburian (2010) di Pusat Rehabilitasi Sosial Pamardi Putra Sehat Mandiri Semarang mendapatkan hasil bahwa dari 37 orang yang diikutsertakan dalam survei awal tersebut, 17 orang di antaranya menyatakan mengalami stres dan depresi selama menjalani proses rehabilitasi. Keadaan yang terisolasi, rasa bosan dan kemungkinan adanya kekerasan fisik menjadi stresor pervasif bagi warga binaan (Brown & Ireland, 2005). Distres akan meningkat pada minggu-minggu awal di lembaga pemasyarakatan dan menurun seiring dengan adaptasi. Namun tidak menutup kemungkinan warga binaan akan terus mengalami tingkat stres yang signifikan (Brown & Ireland, 2005). Stres kronis meningkat pada penyalahguna zat (Moos et al.,1989; Tate et al., 2006) dan hal ini erat kaitannya dengan kejadian relaps penggunaan zat (Brown et al., 1990; Tate et al., 2006, 2008 dalam Cole, 2010). Stres ini dapat menjadi pemicu terjadinya relaps meskipun mantan penyalahguna telah keluar dari pusat rehabilitasi atau lembaga pemasyarakatan. Lebih lanjut dikemukakan bahwa salah satu faktor yang dapat menyebabkan mantan pecandu mengalami relaps adalah pasien mengalami stres atau frustasi yang akan membuatnya kembali melarikan diri pada narkoba (Hawari dalam Wulandari, 2009). Menurut hasil penelitian Ariskasuci (dalam Pantjalina, 2012) seorang mantan pecandu yang kembali ke lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal,

6 dan lingkungan kerja mengalami hambatan dalam berinteraksi akibat stigma negatif dalam masyarakat. Pantjalina (2012) menjelaskan lebih lanjut bahwa apabila pecandu dalam kondisi stres atau apabila menghadapi tekanan baik dari dalam dirinya maupun dari luar maka besar kemungkinan pecandu tersebut akan mengalami relaps. Menurut Ziyad (dalam Bayani&Hafizhoh, 2011) untuk sembuh dari ketergantungan, seorang pecandu harus memiliki kecerdasan adversitas, yaitu kemampuan untuk bertahan dalam menghadapi kesulitan dan mengubah tantangan menjadi peluang (Stoltz, 2000). Penelitian Ekasari dan Hafizhoh (2009) menyebutkan bahwa rendahnya tingkat kecerdasan adversitas pengguna dihubungkan dengan alasan utama menggunakan NAPZA yaitu ketidakmampuan mengatasi masalah dan kesulitan hidup yang dihadapi, menyebabkan rendahnya intensi atau dorongan untuk sembuh dari pengaruh NAPZA. Sehingga apabila individu memiliki kecerdasan adversitas yang tinggi, individu tersebut akan mampu menghadapi kesulitan atau hambatan yang ditemui. Berdasarkan studi pendahuluan berupa wawancara yang telah dilakukan pada tanggal 29 April 2013 dengan Kasubsi BIMKEMASWAT yang menangani pembinaan dan perawatan warga binaan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika diperoleh hasil bahwa kapasitas LP mampu menampung hingga 474 warga binaan. Sementara total warga binaan adalah 327 orang. Aktivitas pembinaan setiap hari dimulai pukul 7 pagi hingga 5 sore berupa piket membersihkan lingkungan LP dan pembekalan berbagai keterampilan hidup. Para warga binaan diberikan kebebasan untuk memilih keterampilan yang ingin dikuasai seperti

7 perbengkelan, salon, laundry, menjahit, dan berbagai keterampilan lainnya. Warga binaan juga mendapatkan hak untuk ditemui oleh keluarga dan orang-orang terdekatnya pada hari kerja kecuali jumat selama 15 menit meskipun tidak dapat berinteraksi secara bebas karena dipisahkan oleh sekat. Warga binaan boleh ditemui secara bebas pada hari-hari besar seperti Lebaran, Hari Kemerdekaan dan Hari Ulang Tahun Lembaga Pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan juga dilengkapi dengan fasilitas poliklinik dengan 2 dokter umum dan 2 perawat serta dibantu oleh beberapa tahanan pendamping untuk menangani kasus ringan. Sementara untuk kasus yang perlu penanganan khusus akan dirujuk ke rumah sakit yang lebih memadai dengan pengawasan khusus oleh petugas. Sementara hasil studi pendahuluan berupa wawancara dengan salah seorang warga binaan pada tanggal 19 Juni 2013 diperoleh kesimpulan bahwa warga binaan merasakan tekanan dan stres meskipun tidak sampai mengganggu aktivitasnya dalam mengikuti pembinaan di lembaga pemasyarakatan. Rasa tertekan dan stres tersebut dirasakan karena terbatasnya interaksi dengan dunia luar dan orang-orang terdekatnya. Warga binaan hanya bisa berinteraksi dengan sesama warga binaan dan petugas. Rutinitas pembinaan di lembaga pemasyarakatan juga terkadang menimbulkan rasa bosan bagi warga binaan, meskipun pihak petugas lembaga pemasyarakatan telah berusaha melengkapi berbagai fasilitas di lembaga pemasyarakatan demi kenyamanan warga binaan. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis merasa perlu meneliti hubungan antara kecerdasan adversitas dengan tingkat stres

8 pada penyalahguna NAPZA di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas II A Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat disimpulkan bahwa alasan terbesar seseorang menyalahgunakan NAPZA adalah karena mengalami stres atau tekanan akibat kurang mampu dalam mengatasi kesulitan hidupnya. Bahkan tekanan atau stres tersebut juga yang dapat menyebabkan seseorang mengalami relaps atau kekambuhan dan kembali menggunakan NAPZA. Sedangkan kecerdasan adversitas menilai kemampuan seseorang dalam menghadapi kesulitan hidupnya. Sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat hubungan antara kecerdasan adversitas dengan tingkat stres pada penyalahguna NAPZA di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas II A Yogyakarta. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kecerdasan adversitas dengan tingkat stres pada penyalahguna NAPZA di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas II A Yogyakarta. 2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui tingkat kecerdasan adversitas pada penyalahguna NAPZA di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas II A Yogyakarta. b. Untuk mengetahui tingkat stres pada penyalahguna NAPZA di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas II A Yogyakarta.

9 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Menambah khasanah ilmu kesehatan jiwa dan ilmu keperawatan jiwa, terutama mengenai hubungan antara kecerdasan adversitas dan tingkat stres pada penyalahguna NAPZA. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Perawat Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam upaya meningkatkan profesionalisme dan mutu pelayanan keperawatan, khususnya perawatan psikologi dan kejiwaan untuk pasien penyalahguna NAPZA baik pasien baru maupun pasien relaps. b. Bagi Pusat Rehabilitasi terkait Memberikan masukan untuk perencanaan dan pengembangan kesehatan dalam memberikan pelayanan yang komprehensif khususnya bagi sisi psikologi pasien rehabilitasi NAPZA baik pasien baru maupun pasien relaps. Selain itu diharapkan dapat melihat pentingnya melatih komponenkomponen kecerdasan adversitas dan mekanisme pertahanan diri dari stres pada penyalahguna NAPZA supaya membantu proses pemulihan dan memberikan bekal kepada pasien agar tetap bertahan meskipun telah keluar dari pusat rehabilitasi maupun lembaga pemasyarakatan. c. Bagi Klien, Keluarga dan Masyarakat Sebagai informasi mengenai bahaya penyalahgunaan NAPZA dan meningkatkan komponen-komponen kecerdasan adversitas serta

10 mekanisme pertahanan diri dari stres atau tekanan akibat masalah hidup supaya mempercepat masa pemulihan dan tetap bertahan meskipun telah keluar dari pusat rehabilitasi maupun lembaga pemasyarakatan. d. Bagi Peneliti Meningkatkan keilmuan peneliti dalam penelitian selanjutnya. E. Keaslian Penelitian Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian mengenai hubungan antara kecerdasan adversitas dengan tingkat stres pada penyalahguna NAPZA belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian tentang penyalahgunaan NAPZA dengan kecerdasan adversitas dan tingkat stres yang pernah dilakukan yaitu : 1. Wulandari et al., (2009) meneliti tentang kecerdasan adversitas dan intensi sembuh pada pengguna narkoba di panti rehabilitasi di Semarang. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan teknik purposive sampling dalam pengambilan sampelnya. Hasil dari penelitian tersebut adalah adanya hubungan yang signifikan antara kecerdasan adversitas dengan intensi sembuh. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah pada variabel independen kecerdasan adversitas dan metode penelitian yang menggunakan pendekatan cross-sectional. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan peneliti dengan penelitian Wulandari adalah variabel dependen, tempat penelitian dan teknik pengambilan sampel. Variabel penelitian ini adalah tingkat stres. Penelitian Wulandari dilakukan di pusat rehabilitasi di Semarang, sedangkan peneliti akan melakukan penelitian

11 di lembaga pemasyarakatan narkotika Yogyakarta dengan teknik simple random sampling. 2. Penelitian Wulandari (2006) mengenai hubungan antara dukungan sosial dengan stres pada narapidana penyalahguna NAPZA di lembaga pemasyarakatan Wirogunan Yogyakarta. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara dukungan sosial dengan stres. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah pada variabel dependen yaitu stres dan metode penelitian yang menggunakan pendekatan cross-sectional. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti terletak pada variabel independen. Penelitian Wulandari menggunakan variabel independen dukungan sosial, sementara peneliti variabel penelitian ini adalah kecerdasan adversitas. Perbedaan lainnya terletak pada tempat dilakukannya penelitian. Wulandari melakukan penelitian di lembaga pemasyarakatan Wirogunan Yogyakarta sementara peneliti akan melakukan penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas II A Yogyakarta dengan teknik simple random sampling. 3. Penelitian Hajidah (2009) meneliti hubungan antara emotional quotient dan adversity quotient dengan tingkat stres pada korban lumpur lapindo di Pengungsian Baru Desa Kedungsolo Porong Sidoarjo. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa Emotional Quotient dan Adversity Quotient secara bersama-sama mempengaruhi tingkat stres korban lumpur lapindo. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah pada variabel terikat tingkat stres. Sedangkan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan

12 peneliti adalah pada variabel bebas dan teknik pengambilan sampel. Penelitian Hajidah meneliti tentang variabel bebas Emotional Quotient dan Adversity Quotient sedangkan variabel bebas peneliti hanya kecerdasan adversitas. Selain itu, responden penelitian yang menjadi target peneliti adalah penyalahguna NAPZA di lembaga pemasyarakatan. Sedangkan responden penelitian Hajidah adalah korban lumpur lapindo.