BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TUGAS HUKUM LAUT INTERNASIONAL KELAS L PERMASALAHAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Hukum Laut Indonesia

APEK HUKUM WILAYAH NEGARA INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah merupakan salah satu dari tiga unsur mutlak yang harus dimiliki oleh suatu negara. Malcolm N.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMANFAATAN DAN PENGENDALIAN RUANG KAWASAN PERBATASAN LAUT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2010 TENTANG TUNJANGAN OPERASI PENGAMANAN BAGI

Mahendra Putra Kurnia

PENDAHULUAN. samudera Hindia dan samudera Pasifik dan terletak di antara dua benua yaitu

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 5. A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan evolusi batas maritim nasional di Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN

Ketika Capres bicara Kedaulatan, Batas Maritim dan Laut China Selatan. I Made Andi Arsana, Ph.D.

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Persengketaan muncul akibat penerapan prinsip yang berbeda terhadap penetapan

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum

xii hlm / 14 x 21 cm

BAB III LARANGAN MERUSAK ATAU MENGHILANGKAN TANDA TANDA BATAS NEGARA DI INDONESIA DAN SANKSI HUKUMNYA

xvii MARITIM-YL DAFTAR ISI

maka dunia internasional berhak untuk memakai kembali wilayah laut Indonesia dengan bebas seperti sebelumnya 298.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Masalah Penetapan Batas Landas Kontinen dan Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Oleh : Danar Widiyanta 1

Ambalat: Ketika Nasionalisme Diuji 1 I Made Andi Arsana 2

BAB IV ANALISIS. 4.1 Analisis Terhadap Penentuan Datum, Titik Dasar dan Garis Pangkal

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN HUKUM LAUT TERHADAP WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Sejarah Perundingan Batas Maritim Indonesia Singapura

BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III PENUTUP. tahun 2006 tentang tim nasional pembakuan rupa bumi. Saat ini ada

PRINSIP EQUITABLE DALAM PENETAPAN MARITIME BOUNDARY DELIMITATION ANTARA INDONESIA DENGAN SINGAPURA PASCA PENGESAHAN PERJANJIAN PERBATASAN TAHUN 2016

Sayidiman Suryohadiprojo. Jakarta, 24 Juni 2009

BAB I PENDAHULUAN. Ambalat adalah blok laut seluas Km2 yang terletak di laut

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamb

POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II

TINJAUAN YURIDIS PENYELESAIAN SENGKETA PULAU BATU PUTEH (PEDRA BRANCA) ANTARA MALAYSIA- SINGAPURA MELALUI MAHKAMAH INTERNASIONAL TAHUN 2008

Gambar 2. Zona Batas Maritim [AUSLIG, 2004]

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN EVITA KARINA PUTRI JATUHNYA PESAWAT AIR ASIA DENGAN NOMOR PENERBANGAN QZ8501

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap negara pada prinsipnya mempunyai kedaulatan penuh atas

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Sejarah Peraturan Perikanan. Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN dan luas perairannya Indonesia adalah Negara

SISTEMATIKA PEMAPARAN

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN ARSIP TERJAGA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.388, 2010 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Tunjangan Operasi Pengamanan. Petugas. Pulau Kecil. Terluar.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan

PENERAPAN UNCLOS 1982 DALAM KETENTUAN PERUNDANG UNDANGAN NASIONAL, KHUSUSNYA ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA. Oleh : Ida Kurnia * Abstrak

KONFLIK PERBATASAN INDONESIA DAN MALAYSIA (Studi Kasus: Sengketa Blok Ambalat) Moch Taufik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MASALAH PERBATASAN NKRI

TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

PERENCANAAN KAWASAN PESISIR

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

BAB I PENDAHULUAN. warga negaranya atau orang yang berada dalam wilayahnya. Pelanggaran atas

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan (archipelagic

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011

SENGKETA-SENGKETA PERBATASAN DI WILAYAH DARAT INDONESIA. Muthia Septarina. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjaga keamanan nasional sekaligus memenuhi kepentingan nasional.

KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, laut adalah kumpulan air asin

MENEGOSIASIKAN BATAS WILAYAH MARITIM INDONESIA DALAM BINGKAI NEGARA KEPULAUAN

STATUS PULAU BUATAN YANG DIBANGUN DI DALAM ZONA EKONOMI EKSKLUSIF TERHADAP PENETAPAN LEBAR LAUT TERITORIAL DAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

Peluang dan Tantangan Penyelesaian Batas Maritim Indonesia: Tinjauan Legal dan Teknis

penting dalam menciptakan hukum internasional sendiri.

Perkembangan Hukum Laut dan Wilayah Perairan Indonesia

Kata Kunci : Yurisdiksi Indonesia, Penenggelaman Kapal Asing, UNCLOS

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Kedaulatan ialah kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh suatu negara untuk secara bebas melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan kepentingannya asal saja kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan suatu negara secara eksplisit maupun implisit tampak dari eksistensi batas-batas wilayahnya. Tanpa adanya batas-batas wilayah, suatu negara akan sulit diakui keberadaannya di dunia internasional sekaligus eksistensinya sebagai subjek hukum internasional 5. Berkaitan dengan kedaulatan hukum negara, sebagai sebuah entitas yang berdaulat, negara memiliki kewenangan untuk menetapkan sendiri batas wilayahnya 6. Terkait dengan wilayah, negara memiliki wilayah darat, laut, dan udara. Untuk mempertahankan kedaulatan wilayah tersebut maka pemerintah harus membentuk dan menetapkan aturan yang jelas mengenai ketentuan perbatasan negara. Tujuan adanya kejelasan ketentuan perbatasan ini adalah untuk menjamin keutuhan wilayah dan kejelasan terhadap pemberlakuan yurisdiksi negara pada wilayah tersebut, sebagaimana telah disebutkan bahwa perbatasan-perbatasan merupakan salah satu manifestasi penting dalam kedaulatan teritorial. 4 Boer Mauna, Hukum Internasional : Pengertian, Peranan, dan Fungdi dalam Era Dinamika Global, EdisiKe-2, Bandung : Alumni, 2005, hal. 23. 5 Suryo Sakti Hadiwijoyo, Batas Wilayah Negara Indonesia: Dimensi, Permasalahan, dan Strategi Penanganan (Sebuah Tinjauan Empiris dan Yuridis), Jogjakarta: Gava Media, 2008, hal. 81 6 Ibid, hal. 79

Hukum Internasional menghormati peranan penting dari wilayah negara seperti yang tercermin dalam prinsip penghormatan terhadap integritas dan kedaulatan suatu wilayah negara (territorial integrity and sovereignity) yang dimuat dalam berbagai produk hukum internasional 7. Meskipun demikian dalam menetapkan batas wilayahnya, suatu negara harus tetap berkoordinasi dengan negara tetangga yang berbatasan langsung dengan wilayahnya, baik berbatasan di wilayah darat maupun laut, sehingga penetapan dan penegasan batas tersebut wajib memperhatikan kewenangan otoritas negara lain. Sebagai negara kepulauan, Indonesia berbatasan langsung dengan beberapa negara, baik perbatasan darat maupun perbatasan laut. Kawasan perbatasan Indonesia terdiri dari perbatasan darat yang berbatasan langsung dengan negaranegara Malaysia, Papua New Guinea (PNG), dan Republik Demokratik Timor Leste (RDTL), serta perbatasan laut yang berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Republik Demokratik Timor Leste, dan Papua New Guinie (PNG). 8 Perbatasan antara Indonesia dengan Singapura, serta perairan di sekitarnya merupakan satu diantara sekian banyak perbatasan negara yang patut mendapat suatu perhatian, karena memuat potensi-potensi konflik baik dari aspek geografis, politik, dan ekonomi. Hal ini dikarenakan oleh letak perbatasan antara kedua negara yang berada di perairan Selat Singapura, yang memiliki posisi yang strategis karena berada pada jalur perdagangan dunia. Kawasan ini merupakan 7 Ibid. 8 Ibid, hal. 105.

kawasan yang ramai karena banyak kapal yang lewat dan singgah, sehingga negara manapun yang menguasai kawasan ini perekonomiannya akan dapat berkembang dengan pesat. Potensi yang dimiliki kawasan perairan inilah yang mendorong Indonesia maupun Singapura untuk mempertahankan klaim yang mereka ajukan. Indonesia dan Singapura dipisahkan oleh laut sehingga batas kedua Negara tersebut berupa batas maritim. Berbicara tentang kedaulatan (sovereignity) atas laut adalah mengenai kedaulatan dari suatu negara tertentu atas bagian tertentu dari laut 9. Apabila di wilayah daratan, mungkin akan mudah untuk menentukan perbatasan suatu negara dengan negara yang lain. Namun, lain halnya di wilayah lautan yang begitu luas, sangat sulit untuk menentukan batas wilayah suatu negara. Penentuan batas negara di wilayah laut mengacu pada Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS). Permasalahan batas maritim antara Indonesia dan Singapura timbul karena adanya tumpang tindih klaim yang diajukan kedua negara. Berdasarkan pertimbangan pertahanan dan keamanan serta integritas Indonesia sebagai negara kepulauan, maka Indonesia menetapkan lebar laut teritorialnya sejauh 12 mil laut dari garis pangkal. Ketetapan lebar laut teritorial ini tertuang dalam Deklarasi Djuanda yang dikeluarkan pada tanggal 13 Desember 1957. Sedangkan Singapura, yang dulunya merupakan daerah jajahan Inggris, dalam menetapkan lebar laut teritorialnya meniru peraturan penetapan lebar laut teritorial Inggris yaitu berdasarkan teori Cornelius. Teori Cornelius menetapkan lebar laut teritorial suatu negara sejauh 9 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Laut Bagi Indonesia, Jakarta: Sumur Bandung, 1991, hal. 10

jangkauan rata-rata tembakan meriam yaitu 3 mil laut. Singapura mengeluarkan penetapan lebar laut teritorialnya sejauh 3 mil laut dari garis pangkal juga sejak tahun 1957. Tumpang tindih klaim lebar laut teritorial yang diajukan Indonesia dan Singapura terjadi karena lebar laut yang memisahkan kedua negara kurang dari 15 mil dari garis pangkal masing-masing negara. Ketidakjelasan batas negara Indonesia-Singapura mengakibatkan tidak jelasnya batas-batas kedaulatan antara kedua negara. Sebagai negara yang memiliki kedekatan letak geografis dan untuk menjaga hubungan bilateral mereka, kedua negara tidak menginginkan permasalahan ini menjadi konflik terbuka sehingga keduanya sepakat untuk menyelesaikan sengketa ini dengan cara damai, yaitu melalui perundingan bilateral. Pada tahun 1973, Indonesia dan Singapura untuk pertama kalinya mengadakan perundingan bilateral untuk menyelesaikan persoalan batas maritim tersebut. Penentuan batas maritim antara Indonesia dan Singapura terbagi dalam tiga bagian, yaitu bagian barat, tengah dan timur. Bagian timur dibagi lagi atas 2, yaitu bagian timur 1 (Batam-Changi), dan bagian timur 2 (South Ledge Middle Rock Pedra Branca). Perundingan yang dilakukan pada tahun 1973 ini hanya berhasil menetapkan batas maritim Indonesia-Singapura bagian tengah saja, dengan Pulau Nipa sebagai median line-nya. Indonesia kemudian meratifikasi kesepakatan ini pada 3 Desember 1973, sedangkan Singapura baru meratifikasinya pada 29

Agustus 1974. 10 Dalam perundingan tersebut, kedua negara sepakat akan mengadakan perundingan lanjutan untuk menyelesaikan batas maritim kedua negara di bagian barat dan timur Selat Singapura. Perundingan lanjutan tersebut cukup lama baru bisa dilakukan kembali. Hal ini karena pemerintah Singapura selalu menghindar bila diajak berunding mengenai masalah ini. Baru pada awal tahun 2005, mulai dilakukan lagi perundingan untuk membahas segmen yang belum disepakati. 11 Selama kurun waktu tersebut, Singapura telah melakukan reklamasi terhadap pantainya. Reklamasi tersebut membuat wilayah negara Singapura semakin luas. Perluasan wilayah pantai Singapura akan mengubah garis batas Singapura, sedangkan terkikisnya Pulau Nipa (di Batam) dapat mengubah garis batas perairan Indonesia. Perubahan status kewilayahan suatu negara menimbulkan dampak terhadap kedaulatan negara atas wilayah tersebut, khususnya dampak yuridis terhadap kedaulatan negara termasuk di dalamnya masalah kewarganegaraan penduduk yang bertempat tinggal di wilayah tersebut. Hal inilah yang membuat pemerintah Indonesia khawatir dan terus mengupayakan agar segera melakukan perundingan dengan Singapura. Dalam perundingan tersebut, posisi dasar yang diambil Indonesia yakni menolak hasil reklamasi sebagai garis pangkal baru. Selain itu, Indonesia juga mengambil posisi untuk menggunakan referensi pantai asli (original geographic feature) peta 10 Eka Christiningsih Tanlain., Dampak Reklamasi Pantai Singapura Terhadap Batas Maritim Indonesia-Singapura, Skripsi S1 Ilmu Hubungan Internasional fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Jember, 2006, hal. 63 11 Sekretariat Negara Republik Indonesia, http://www.setneg.go.id, diakses tanggal 10 Maret 2016

1973 dan UNCLOS 1982. 12 Perundingan yang ditandatangani di Jakarta pada tanggal 10 Maret 2009 ini berhasil menetapkan batas maritim Indonesia- Singapura bagian barat (Nipa-Tuas). Perundingan ini diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 2010. Pada tahun 2011, pemerintah Indonesia dan Singapura kembali mengadakan perundingan lanjutan mengenai penetapan batas maritim kedua negara. Setelah melalui 10 pertemuan dalam kurun waktu 2011-2014, kedua negara berhasil menyepakati batas laut wilayah di bagian timur 1 Selat Singapura, mencakup area perairan Batam (Indonesia) dan Changi (Singapura). Penandatanganan perjanjian ini dilakukan di Singapura pada tanggal 3 September 2014. Namun, hingga saat ini Perjanjian internasional antara Indonesia dan Singapura ini belum diratifikasi oleh Indonesia. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengangkat skripsi yang berjudul: EKSISTENSI BATAS WILAYAH INDONESIA DENGAN SINGAPURA PASCA PENANDATANGANAN PERJANJIAN PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH DI BAGIAN TIMUR SELAT SINGAPURA. I. Rumusan Masalah Untuk mengetahui masalah yang diteliti agar tidak terjadi keambiguan dalam skripsi ini, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : 12 Ibid.

1. Bagaimanakah konsepsi hukum Internasional mengenai kedaulatan teritorial suatu negara? 2. Bagaimanakah perjanjian penetapan batas wilayah Indonesia dan Singapura di Selat Singapura? 3. Bagaimanakah eksistensi dari batas wilayah Indonesia dengan Singapura pasca penandatangan perjanjian penetapan garis batas laut wilayah di bagian timur Selat Singapura? J. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah memformulasikan apa yang ingin diketahui atau ditentukan dalam melaksanakan penelitian dan dapat dinyatakan secara spesifik apa yang akan dilakukan dalam penelitian sehingga akan jelas apa yang akan dihasilkan oleh penelitian. 13 Penelitian ini dibuat dengan maksud dapat menjawab masalah penelitian yang telah dirumuskan. Adapun tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : a. Untuk mengetahui konsepsi hukum Internasional mengenai kedaulatan teritorial suatu negara. b. Untuk mengetahui perjanjian penetapan batas wilayah Indonesia dan Singapura di Selat Singapura. 13 Dr. Ir. Masyhuri, MP., dan Drs. M. Zainuddin, MA., Metodologi Penelitian : Pendekatan Praktis dan Aplikatif, Bandung : Refika Aditama, 2009, hal. 91

c. Untuk mengetahui bagaimana eksistensi dari batas wilayah Indonesia dengan Singapura pasca ditandatanganinya perjanjian penetapan garis batas laut wilayah di bagian timur Selat Singapura. 2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang ingin diperoleh penulis dari penelitian ini yaitu : a. Secara Teoritis Manfaat teoritis dari penulisan ini adalah memberikan sumbangsih terhadap perkembangan hukum internasional khususnya hukum laut internasional dalam penetapan batas maritim antarnegara, serta dapat memperluas wawasan tentang wilayah perbatasan maritim negara. b. Secara Praktis Manfaat praktis dari penulisan ini adalah menjadi acuan dalam berpikir bagi upaya dan dampak penetapan garis batas Laut Wilayah Indonesia dan Singapura, sebagai masukan kepada pemerintah Indonesia dan Singapura dalam melaksanakan perjanjian penetapan garis batas Laut Wilayah tersebut. K. Keaslian Penulisan Skripsi yang berjudul Eksistensi Batas Wilayah Indonesia dengan Singapura Pasca Penandatangan Perjanjian Penetapan Garis Batas Laut Wilayah di Bagian Timur Selat Singapura ini belum pernah ditulis, sehingga tulisan ini asli dalam hal tidak ada judul yang sama. Dengan demikian keaslian penulisan ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penulisan ini disusun berdasarkan literaturliteratur yang berkaitan dengan pengaturan hukum laut internasional yang

membahas tentang Laut Wilayah. Skripsi ini ditulis berdasarkan refleksi serta pemahaman selama berada di bangku perkuliahan, terutama pada saat berada dan menjadi bagian dari Departemen Hukum Internasional dengan menggunakan berbagai referensi. Dalam proses penulisan skripsi ini juga diperoleh data dari buku-buku, jurnal ilmiah, media cetak, dan media elektronik. Jika ada kesamaan pendapat dan kutipan, hal itu semata-mata digunakan sebagai referensi dan penunjang yang diperlukan demi penyempurnaan skripsi ini. L. Tinjauan Kepustakaan Data-data yang tersaji dalam skripsi ini seluruhnya adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh penulis dengan menelaah sejumlah literatur yang relevan dengan masalah-masalah yang sedang dikaji dalam penulisan penelitian ini yang diperoleh melalui buku dan akses dari internet. Untuk menghindari adanya pengertian ganda, maka penulis memberikan batasan pengertian dari penulisan judul skripsi yang diambil dari sudut hukum, penafsiran secara etimologi, maupun dari pendapat para sarjana terhadap beberapa hal yang akan dipaparkan dalam tulisan ini, antara lain: Kedaulatan : Kedaulatan yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah sovereignity berasal dari kata Latin superanus berarti yang teratas (Mochtar Kusumaatmadja, 2008:16). Yang berarti bahwa terhadap suatu wilayah tertentu otoritas tertinggi berada pada Negara terkait. Laut Wilayah : Laut Wilayah atau lebih dikenal dengan Laut Teritorial adalah jalur laut selebar 12 (dua belas) mil laut yang diukur dari garis pangkal kepulauan

Indonesia sebagaimana dimaksud pasal 5 14. Pasal 5 yang dimaksud adalah tentang ketentuan dan tata cara penarikan garis pangkal kepulauan Indonesia. Definisi laut teritorial yang terdapat dalam UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia ini adalah mengikuti ketentuan yang tercantum dalam UNCLOS 1982. Perjanjian Intenasional : Menurut Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsabangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu Eksistensi : Eksistensi adalah kata yang berasal dari bahasa Latin yaitu existere yang memiliki arti: muncul, ada, timbul dan berada. Hal ini kemudian melahirkan empat penjelasan baru tentang eksistensi, antara lain 1. Eksistensi adalah apa yang ada. 2. Eksistensi adalah apa yang memiliki. 3. Eksistensi adalah segala sesuatu yang dialami dengan penekanan bahwa sesuatu itu ada. 4. Eksistensi adalah kesempurnaan. 16 : 15. M. Metode Penelitian 1. Jenis dan Sifat Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian hukum normatif (legal research), yaitu penelitian yang mengacu pada berbagai perangkat hukum internasional yang terdapat di berbagai sumber terkait. Sifat penelitian ini adalah 14 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia 15 Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Edisi kedua, Cetakan ke-1, Bandung: Alumni, 2003, hal. 117 16 Pengertian Eksistensi Menurut Para Ahli, http://www.pengertianmenurutparaahli.net/pengertianeksistensi-menurut-para-ahli/, diakses pada tanggal 20 Maret 2016

penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang teliti tentang keadaan yang menjadi objek penelitian dan selanjutnya mencoba untuk memberikan pemecahan masalahnya. 2. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan dengan metode studi kepustakaan (library research) yaitu mengumpulkan berbagai data yang penting dan berhubungan dengan ruang lingkup penelitian. Materi tersebut diperoleh dari berbagai bahanbahan kepustakaan berupa buku-buku, jurnal ilmiah, media cetak, media elektronik, serta dokumen konvensi yang erat kaitannya dengan permasalahan yang ada di skripsi ini. 3. Sumber Data a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang merupakan landasan utama yang digunakan dalam penelitian ini. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) 1982, Perjanjian Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Selat Singapura Tahun 1973, Perjanjian Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Bagian Barat Selat Singapura Tahun 2009, dan Perjanjian Penetapan Garis batas Laut Wilayah Kedua Negara di Bagian Timur Selat Singapura tahun 2014. b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang menunjang dan memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku, karya tulis dan jurnal ilmiah serta pendapat para ahli hukum internasional.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, berupa Kamus Hukum. 4. Analisis Data Analisis data dalam penulisan ini adalah secara kualitatif. Analisis dilakukan dengan menggunakan data yang diperoleh melalui studi kepustakaan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang relevan dengan penelitian ini, lalu kemudian di analisis dan dikualifikasikan dengan tujuan untuk mendapatkan jawaban dari rumusan permasalahan. N. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan pemahaman dalam upaya mendapatkan jawaban atas rumusan permasalahan, maka pembahasan akan diuraikan secara garis besar melalui sistematika penulisan. Pada bagian ini terdapat ringkasan garis besar dari lima bab dan setiap bab terdiri dari beberapa sub-bab. Sistematika penulisannya adalah: BAB I: PENDAHULUAN Bab I ini terdiri dari Latar Belakang yang mengawali pemilihan judul penelitian. Dilanjutkan dengan Rumusan Masalah, dan diikuti dengan Tujuan Penulisan serta Manfaat Penelitian. Bab ini juga akan membahas mengenai Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, serta Metode Penelitian yang digunakan, diakhiri dan diuraikan di dalam Sistematika Penulisan. BAB II: KONSEPSI HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI KEDAULATAN TERITORIAL NEGARA

Bab II dibahas mengenai Teori Kedaulatan Teritorial Negara dalam Hukum Internasional, yang menguraikan Pengertian Kedaulatan Teritorial Negara dan Macam-macam Kedaulatan Negara. Kemudian dibahas tentang Konsep Hukum Internasional dalam Penetapan Perbatasan Darat yang menguraikan Cara Memperoleh Wilayah, kemudian akan dibahas bagaimana Konsep Hukum Internasional dalam Penetapan Perbatasan Laut yang menguraikan Sejarah dari Hukum Laut Internasional dan Konsep Negara Kepulauan yang merupakan salah satu dasar dalam menentukan perbatasan Indonesia dengan Singapura yang adalah batas maritim. Selanjutnya dibahas juga Kedaulatan Indonesia berdasarkan UNCLOS. BAB III: TINJAUAN ATAS PERJANJIAN ANTARA INDONESIA DENGAN SINGAPURA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH KEDUA NEGARA DI SELAT SINGAPURA Bab III ini membahas tentang Sejarah dan Perkembangan Penetapan Batas Wilayah Indonesia dengan Singapura, serta faktor-faktor yang mendorong kedua negara menyelesaikan persoalan Batas Wilayah Maritim. Dilanjutkan dengan Konsep Hukum Internasional dalam penetapan perbatasan laut yang diatur dalam UNCLOS 1982. Kemudian dibahas juga Upaya Pemerintah dalam penanganan wilayah perbatasan dengan Singapura, yang terdiri atas Perjanjian Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Selat Singapura Tahun 1973, Perjanjian Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Bagian Barat Selat Singapura Tahun 2009, dan Perjanjian Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Bagian Timur Selat Singapura Tahun 2014.

BAB IV: EKSISTENSI BATAS WILAYAH INDONESIA-SINGAPURA PASCA PENANDATANGANAN PERJANJIAN PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH DI BAGIAN TIMUR SELAT SINGAPURA Bab IV ini dibahas mengenai eksistensi batas wilayah Indonesia dengan Singapura pasca penandatangan perjanjian penetapan garis batas laut wilayah di bagian timur Selat Singapura, yang menguraikan mengenai Potensi Konflik antara Indonesia dan Singapura dikarenakan beberapa hal, yakni potensi konflik akibat dari perbedaan pemahaman terhadap UNCLOS 1982 dan juga potensi konflik akibat perluasan wilayah negara Singapura pasca reklamasi yang dilakukan oleh Singapura. Kemudian yang menjadi inti dari pembahasan yaitu batas wilayah Indonesia dengan Singapura pasca penandatangan perjanjian penetapan garis batas laut wilayah di bagian timur Selat Singapura, serta dampak dari perjanjian garis batas laut wilayah di bagian timur Selat Singapura bagi Indonesia. BAB V: PENUTUP Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran. Sebagai bagian akhir dari skripsi, maka dalam bab ini dirangkum intisari dari hasil penelitian yang telah dilakukan, serta memberikan saran terhadap penetapan garis batas laut teritorial antara Indonesia dengan Singapura.