TINJAUAN PUSTAKA. familia Andropogonae. Banyak ahli berpendapat bahwa tanaman tebu berasal dari

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan,

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014).

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. lahan pasir pantai Kecamatan Ambal Kabupaten Kebumen dengan daerah studi

TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Pasir Pantai. hubungannya dengan tanah dan pembentukkannya.

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelapa Sawit(Elaeis guineensis) tanaman kelapa sawit diantaranya Divisi Embryophyta Siphonagama, Sub-devisio

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung,

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara

TINJAUAN PUSTAKA. yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara ini maka akan

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN

TINJAUAN PUSTAKA. Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Kelas: Monocotyledoneae, Tanaman tebu terdiri dari akar, batang, daun dan bunga.

Kesesuaian Lahan Jagung Pada Tanah Mineral dipoliteknik Pertanian Negeri Payakumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. informasi dari sumber-sumber lain yang relevan (Rayes, 2007).

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Pisang. Pertumbuhan tanaman pisang sangat dipengaruhi faktor-faktor yang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

TATA CARA PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. di laboratorium, yang dilakukan secara sistematis dengan metode-metode tertentu

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Durian (Durio zibethinus Murr.) dpl. (Nurbani, 2012). Adapun klasifikasi tanaman durian yaitu Kingdom

Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C)

Karakteristik dan Kesesuaian Lahan Tanaman Cabai & Bawang Merah Dr. Dedi Nursyamsi

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanah dan Lahan. bumi, yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik, serta mempunyai sifat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berhawa panas dan banyak

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Singkong. prasejarah. Potensi singkong menjadikannya sebagai bahan makanan pokok

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kualitas dan Karakteristik Lahan Sawah. wilayahnya, sehingga kondisi iklim pada masing-masing penggunaan lahan adalah

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Lampiran 1. Deskripsi Profil

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api,

Lampiran 1. Peta/ luas areal statement kebun helvetia. Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan TUJUAN evaluasi, klsifikasi lahan, dibedakan : Klasifikasi kemampuan lahan Klasifikasi kesesuaian lahan Kemampuan : penilaian komponen lah

TUGAS KULIAH SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN SETELAH UTS

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim

Evaluasi Lahan. proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Parangtritis, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, DIY mulai

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Metode Penelitian. diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada dan mencari

11. TINJAUAN PUSTAKA

KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN BROKOLI (BRASSICA OLERACE VAR ITALICA)

Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) ialah tumbuhan tropika dan subtropika dari

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

Kesesuaian Lahan Kayu Manis di Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kacang Tanah di Desa Sampuran, Kecamatan Ranto Baek, Kabupaten Mandailing Natal

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. satu dokumentasi utama sebagai dasar dalam proyek-proyek pengembangan

Kesesuaian Lahan Tanaman Kelapa di Lahan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Ekologi Tanaman Tebu

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Saccharum officinarum

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

Mela Febrianti * 1. Pendahuluan. Abstrak KESESUAIAN LAHAN

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. saling memberi manfaat bagi peningkatan kegunaannya. Kegiatan survei dan pemetaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.)

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

PENINGKATAN EFEKTIVITAS PUPUK DI LAHAN MARGINAL UNTUK KELAPA SAWIT. Research & Development of Fertilizer Division SARASWANTI GROUP

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Sawah. tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman padi secara umum membutuhkan suhu minimum C untuk

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Geofisik Wilayah. genetik tanaman juga dipengaruhi oleh faktor eksternal yang berupa nutrisi

II. TINJAUAN PUSTAKA. air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau lebih, curah hujan yang

Kesesuian lahan untuk tanaman papaya dan durian dipolitani

4 Akar Akar tebu terbagi menjadi dua bagian, yaitu akar tunas dan akar stek. Akar tunas adalah akar yang menggantikan fungsi akar bibit. Akar ini tumb

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Survai Tanah. lapangan maupun di laboratorium dengan tujuan pendugaan penggunaan lahan umum

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk

Sub Kelas : Commelinidae. Famili : Poaceae Genus : Triticum Spesies : Triticum aestivum L.

Evaluasi Lahan. Evaluasi Kemampuan Lahan

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Karakteristik Lahan Kesesuaian Tanaman Karet

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Lahan pesisir Pantai Desa Bandengan,

KESESUAIAN LAHAN DI POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH UNTUK BUDIDAYA KEDELAI

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009).

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Lahan adalah suatu daerah dipermukaan bumi dengan sifat- sifat tertentu yaitu

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Tebu Tanaman tebu termasuk salah satu anggota dari familia Gramineae, sub familia Andropogonae. Banyak ahli berpendapat bahwa tanaman tebu berasal dari Irian, dan dari sana menyebar ke kepulauan Indonesia yang lain, Malaysia, Filipina, Thailand, Burma, dan India. Dari India kemudian dibawa ke Iran sekitar tahun 600 M, dan selanjutnya oleh orang-orang Arab dibawa ke Mesir, Maroko, Spanyol, dan Zanzibar. Beberapa peneliti yang lain berkesimpulan bahwa tanaman ini berasal dari India berdasarkan catatan-catatan kuno dari negeri tersebut. Bala tentara Alexander the Great mencatat adanya tanaman di negeri itu ketika mencapai India pada tahun 325 SM (Tjokroadikoesoemo dan Baktir, 2005). Tebu merupakan bahan dasar dalam pembuatan gula. Gula yang dihasilkan dari tebu disebut dengan gula putih atau juga gula pasir karena berbentuk butiranbutiran kristal putih. Klasifikasi ilmiah dari tanaman tebu adalah sebagai berikut: Kingdome Divisio Sub Divisio Class Ordo Famili Genus : Plantae : Spermathophyta : Angiospermae : Monocotyledone : Glumiflorae : Graminae : Saccharum Spesies : Saccharum officinarum L. (Tarigan dan Sinulingga, 2006).

Proses terbentuknya rendemen gula di dalam batang tebu berjalan dari ruas ke ruas yang tingkat kemasakannya tergantung pada umur ruas. Ruas di bawah (lebih tua) lebih banyak tingkat kandungan gulanya dibandingkan dengan ruas di atasnya (lebih muda), demikian seterusnya sampai ruas bagian pucuk. Oleh karena itu, tebu dikatakan sudah mencapai masak optimal apabila kadar gula di sepanjang batang telah seragam, kecuali beberapa ruas di bagian pucuk (Supriyadi, 1992). Secara morfologi, tanaman tebu dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu batang, daun, akar, dan bunga. Tanaman tebu mempunyai sosok yang tinggi kurus, tidak bercabang, dan tumbuh tegak. Tinggi batangnya dapat mencapai 3-5 m atau lebih. Kulit batang keras berwarna hijau, kuning, ungu, merah tua, atau kombinasinya. Pada batang terdapat lapisan lilin yang berwarna putih keabu-abuan dan umumnya terdapat pada tanaman tebu yang masih muda. Daun tebu merupakan daun tidak lengkap, karena hanya terdiri dari pelepah dan helaian daun, tanpa tangkai daun. Daun berpangkal pada buku batang dengan kedudukan yang berseling. Pelepah memeluk batang, makin ke atas makin sempit. Pada pelepah terdapat bulu-bulu dan telinga daun. Pertulangan daun sejajar. Tebu mempunyai akar serabut yang panjangnya dapat mencapai satu meter. Sewaktu tanaman masih muda atau berupa bibit, ada 2 macam akar, yaitu akar setek dan akar tunas. Akar setek/bibit berasal dari setek batangnya, tidak berumur panjang, dan hanya berfungsi sewaktu tanaman masih muda. Akar tunas berasal dari tunas, berumur panjang, dan tetap ada selama tanaman masih tumbuh.

Bunga tebu merupakan bunga majemuk yang tersusun atas malai dengan pertumbuhan terbatas. Panjang bunga majemuk 70-90 cm. Setiap bunga mempunyai tiga daun kelopak, satu daun mahkota, tiga benang sari, dan dua kepala putik. (Tim Penulis PS, 2000). Kesesuaian Lahan Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial). Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukanmasukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik tersebut berupa karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan. Lahan yang dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan terlantar atau tidak produktif, atau lahan pertanian yang produktivitasnya kurang memuaskan tetapi masih memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan tanaman yang lebih sesuai (Ritung dkk, 2007). Struktur dari sistem klasifikasi kesesuaian lahan terdiri dari empat kategori yang merupakan tingkat generalisasi yang bersifat menurun, yaitu : a. Ordo kesesuaian lahan; menunjukkan jenis atau macam kesesuaian atau keadaan secara umum. b. Kelas kesesuaian lahan; menunjukkan tingkat kesesuaian dalam ordo.

c. Sub kelas kesesuaian lahan; menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan dalam kelas. d. Satuan kesesuaian lahan; menunjukkan perbedaan-perbedaan kecil yang diperlukan dalam pengelolaan di dalam sub kelas. (Susilowati, 2008). Kelas adalah keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo. Lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu: lahan sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3). Sedangkan lahan yang tergolong ordo tidak sesuai (N) tidak dibedakan ke dalam kelas-kelas. Kelas S1 : Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan secara nyata. Kelas S2 : Lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri. Kelas S3 : Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat, dan faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi faktor pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan (intervensi) pemerintah atau pihak swasta.

Kelas N : Lahan yang karena mempunyai faktor pembatas yang sangat berat (Djaenudin dkk, 2003). dan/atau sulit diatasi. Kualitas dan Karakteristik Lahan Kualitas lahan Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau attribute yang bersifat kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan (performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu dan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics). Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan berdasarkan karakteristik lahan (FAO, 1976 dalam Ritung dkk, 2007). Kualitas lahan yang berhubungan dan berpengaruh terhadap hasil atau produksi tanaman, antara lain terdiri atas : Ketersediaan air Ketersediaan hara Ketersediaan oksigen dalam zona perakaran Kondisi dan sifat fisik dan morfologi tanah Kemudahan lahan untuk diolah Salinitas dan alkalinitas Toksisitas tanah (misalnya aluminium, pirit) Ketahanan terhadap erosi Hama dan penyakit tanaman yang berhubungan dengan kondisi lahan Bahaya banjir

Rezim temperatur Energi radiasi Bahaya unsur iklim terhadap pertumbuhan tanaman (angin, kekeringan) Kelembaban udara yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Simanjuntak, 2009). Karakteristik lahan Karakteristik lahan merupakan sifat lahan yang dapat diukur atau diduga. Menurut FAO (1976) dalam Simanjuntak (2009), karakteristik lahan terdiri atas : a. Karakteristik tunggal, misalnya total curah hujan, kedalaman tanah, lereng, dan lain lain. b. Karakteristik majemuk, misalnya permeabilitas tanah, drainase, kapasitas tanah menahan air, dan lain lain. Hubungan antara kualitas dan karakteristik lahan yang dipakai pada metode evaluasi lahan menurut Djaenudin dkk dalam Ritung dkk (2007) adalah sebagai berikut: Tabel 1. Hubungan kualitas dan karakteristik lahan Kualitas Lahan Karakteristik Lahan Temperatur (tc) Temperatur rata -rata (oc) Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm), Kelembaban (%), Lamanya bulan kering (bln) Ketersediaan oksigen (oa) Drainase Keadaan media perakaran (rc) Tekstur, Bahan kasar (%), Kedalaman tanah (cm) Gambut Ketebalan (cm), Ketebalan (cm) jika ada sisipan bahan mineral/pengkayaan, Kematangan Retensi hara (nr) KTK liat (cmol/kg), Kejenuhan basa (%), ph C-organik (%) Toksisitas (xc) Salinitas (ds/m) Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) Bahaya erosi (eh) Lereng (%), Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%), Singkapan batuan (%)

Arsyad (1989) dalam Listyanto (2008) menyatakan bahwa lahan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sangat bervariasi seperti keadaan topografi, iklim, tanah serta vegetasi yang menutupinya. Evaluasi lahan mempertimbangkan berbagai kemungkinan penggunaan dan pembatasan faktor tersebut serta berusaha menterjemahkan informasi yang cukup banyak dari lahan tersebut kedalam bentuk yang dapat dipergunakan secara praktis. Topografi Topografi yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan adalah bentuk wilayah (relief) atau lereng dan ketinggian tempat di atas permukaan laut. Relief erat hubungannya dengan faktor pengelolaan lahan dan bahaya erosi. Sedangkan faktor ketinggian tempat di atas permukaan laut berkaitan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang berhubungan dengan temperatur udara dan radiasi matahari. Tabel 2. Bentuk wilayah dan kelas lereng No Relief Lereng (%) 1. Datar 0-3 2. Berombak/landai 3-8 3. Bergelombang/agak miring 8-15 4. Miring berbukit 15-30 5. Agak Curam 30-45 6. Curam 45-65 7. Sangat Curam > 65 (Utomo, 1989). Daerah yang sesuai untuk pengembangan tanaman tebu adalah dataran rendah. Penanamannya dapat dilakukan di lahan kering dan di lahan sawah, akan tetapi dari segi produktivitasnya penanaman tebu di lahan kering lebih rendah dibandingkan dengan di lahan sawah (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 1992).

Iklim Temperatur Sesuai dengan daerah asalnya sebagai tanaman tropis, tanaman tebu tumbuh baik di daerah tropis, tetapi dapat pula ditanam di daerah subtropis sampai garis isotherm 20ºC, yaitu pada kawasan yang berada di antara 39º Lintang Utara dan 35º Lintang Selatan. Suhu rata-rata tahunan sebaiknya berada di atas 20ºC dan tidak kurang dari 17ºC. Menurut Barners dalam Setyamidjaja (1992), pada suhu kurang dari 21ºC pertumbuhan tebu terhambat, bahkan apabila suhu tanah kurang dari 16ºC pertumbuhan tebu terhenti. Pertumbuhan yang optimum dicapai pada suhu 24-30ºC. Ketersediaan air Di daerah tropis ketersediaan air bagi kebutuhan hidup tanaman umumnya tergantung dari curah hujan. Daerah Indonesia variasi jumlah curah hujan adalah antara 500-5000 mm per tahun. Sebagian besar daerah tropis basah Indonesia mempunyai curah hujan 2000-3000 mm. Selain jumlah curah hujan, juga distribusi curah hujan sangat bervariasi. Sebagian besar wilayah Indonesia mempunyai bulan kering (<60 mm/bulan) lebih dari tiga bulan (Syukri, 2008). Untuk keperluan penilaian kesesuaian lahan biasanya dinyatakan dalam jumlah curah hujan tahunan, jumlah bulan kering dan jumlah bulan basah. Oldeman (1975) dalam Guslim (2007) mengelompokkan wilayah berdasarkan jumlah bulan basah dan bulan kering berturut-turut. Bulan basah adalah bulan yang mempunyai curah hujan >200 mm, sedangkan bulan kering mempunyai curah hujan <100 mm. Kriteria ini lebih diperuntukkan bagi tanaman pangan, terutama untuk padi. Berdasarkan kriteria tersebut Oldeman (1975) membagi zone

agroklimat kedalam 5 kelas utama (A, B, C, D dan E). Sedangkan Schmidt & Ferguson (1951) membuat klasifikasi iklim berdasarkan curah hujan yang berbeda, yakni bulan basah (>100 mm) dan bulan kering (<60 mm). Kriteria yang terakhir lebih bersifat umum untuk pertanian dan biasanya digunakan untuk penilaian tanaman tahunan. Daerah yang sesuai untuk pengembangan tanaman tebu adalah dataran rendah dengan jumlah curah hujan tahunan antara 1500-3000 mm. Selain itu, penyebaran hujannya sesuai dengan pertumbuhan dan kematangan tebu. Pada dasarnya tanaman tebu membutuhkan banyak air pada fase vegetatifnya. Namun, saat memasuki berakhirnya fase tersebut dibutuhkan lingkungan yang kering, agar proses pemasakan berjalan dengan baik. Berdasarkan kebutuhan air pada setiap fase pertumbuhannya, maka curah hujan bulanan yang ideal di wilayah pertanaman tebu adalah 200 mm/bulan pada 5-6 bulan berturut-turut, 125 mm/bulan pada 2 bulan transisi, dan kurang dari 75 mm/bulan pada 4-5 bulan berturut-turut (Tim Penulis PS, 2000). Tanaman tebu menghendaki kelembaban udara sedang (moderate) dengan derajat lengas sekitar 85%, akan tetapi tanaman ini dapat dibudidayakan pada daerah dengan kelembaban relatif 35% dengan berhasil bila tersedia air irigasi yang mencukupi. Walaupun demikian, kelembaban udara tidak begitu besar pengaruhnya pada perkembangan tebu. Pada beberapa wilayah di Jawa selama musim kemarau (masa tanaman muda) dicapai kelembaban relatif sebesar 68-78%, sedangkan pada musim hujan mencapai 82-90% (Setyamidjaja dan Azharni, 1992).

Intensitas sinar matahari sangat penting bagi tanaman tebu. Sinar matahari langsung sangat baik bagi pertumbuhan tanaman. Sinar matahari tidak hanya penting bagi pembentukan gula dan tercapainya kadar gula yang tinggi dalam batang, tetapi juga mempercepat proses pemasakan. Sinar matahari yang tidak mencukupi menghasilkan pertanaman yang kurus tinggi dengan kandungan gulanya yang rendah. Cuaca yang mendung dan intensitas cahaya yang rendah (kekurangan cahaya) disertai dengan kelembaban udara yang berubah-ubah dapat menyebabkan kulit batang menjadi lunak sehingga menambah kepekaan tanaman terhadap gangguan hama dan penyakit (Setyamidjaja dan Azharni, 1992). Tanah Drainase tanah Drainase tanah menunjukkan kecepatan meresapnya air dari tanah atau keadaan tanah yang menunjukkan lamanya dan seringnya jenuh air. Kelas drainase tanah yang sesuai untuk sebagian besar tanaman, terutama tanaman tahunan atau perkebunan berada pada kelas 3 dan 4. Drainase tanah kelas 1 dan 2 serta kelas 5, 6 dan 7 kurang sesuai untuk tanaman tahunan karena kelas 1 dan 2 sangat mudah meloloskan air, sedangkan kelas 5, 6 dan 7 sering jenuh air dan kekurangan oksigen. Drainase sangat berperan penting terutama pada pertanian lahan kering, karena untuk pertumbuhan yang baik akar tanaman membutuhkan banyak oksigen. Pada umumnya akar-akar tanaman lahan kering tidak mampu menembus lapisan tanah yang jenuh air karena kekurangan oksigen. Secara tidak langsung drainase berhubungan erat dengan aerasi tanah. Drainase yang baik akan menjamin aerasi yang baik pula sehingga memungkinkan difusi oksigen dan

pelepasan CO 2 dari akar tanaman berlangsung dengan baik. Aktifitas mikroorganisme aerobik di dalam tanah akan berlangsung dengan baik yang pada gilirannya dapat mempengaruhi ketersediaan unsur hara seperti N dan S (proses dekomposisi bahan organik membebaskan hara N dan S). Selain itu sifat meracun dari unsur mikro seperti Fe dan Mn dapat dikurangi pada keadaan aerasi yang baik. Tujuan utama drainase pada lahan pertanian adalah menurunkan muka air tanah guna meningkatkan kedalaman dan efektivitas perakaran tanaman. Hal ini berarti bahwa jumlah hara yang dapat diserap oleh akar tanaman dapat ditingkatkan (Hasibuan, 2006). Tabel 3.Karakteristik kelas drainase tanah untuk evaluasi lahan Kelas No. Drainase 1 Cepat (excessively drained) 2 Agak cepat (somewhat excessively drained) 3 Baik (well drained) 4 Agak baik (moderately well drained) 5 Agak terhambat (somewhat poorly drained) 6 Terhambat (poorly drained) Uraian Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi sampai sangat tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah demikian tidak cocok untuk tanaman tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley (reduksi). Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi dan daya menahan air rendah.. Tanah demikian hanya cocok untuk sebagian tanaman kalau tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley (reduksi). Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang dan daya menahan air sedang, lembab, tapi tidak cukup basah dekat permukaan. Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan 0 sampai 100 cm. Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang sampai agak rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) rendah, tanah basah dekat permukaan. Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan 0 sampai 50 cm. Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik agak rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) rendah sampai sangat rendah, tanah basah sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan 0 sampai 25 cm. Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) rendah sampai sangat rendah, tanah basah untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) dan bercak atau karatan besi dan/atau mangan sedikit pada lapisan sampai permukaan.

7 Sangat terhambat (very poorly drained) (Ritung dkk, 2007). Tanah dengan konduktivitas hidrolik sangat rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) sangat rendah, tanah basah secara permanen dan tergenang untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) permanen sampai pada lapisan permukaan. Tekstur Tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat menentukan kemampuan tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Tekstur tanah akan mempengaruhi kemampuan tanah menyimpan dan menghantarkan air, menyimpan dan menyediakan hara tanaman. Untuk keperluan pertanian berdasarkan ukurannya, bahan padatan tanah digolongkan menjadi 3 partikel yaitu pasir, debu, dan liat. Tanah berpasir yaitu tanah dengan kandungan pasir >70%, porositasnya rendah (<40%), aerasi baik, daya hantar air cepat, tetapi kemampuan menyimpan air dan zat hara rendah. Tanah berliat, jika kandungan liatnya >35%, kemampuan menyimpan air dan hara tanaman tinggi (Islami dan Utomo, 1995). Tekstur tanah dikelompokkan menjadi: t1 t2 : halus; termasuk dalam kelompok ini adalah liat dan liat berdebu : agak halus; yaitu liat berpasir, lempung liat berdebu, lempung berliat, lempung liat berpasir t3 t4 t5 : sedang; yaitu debu, lempung berdebu, lempung : agak kasar; yaitu lempung berpasir : kasar; yaitu pasir berlempung dan pasir (Utomo, 1989).

Bahan kasar Untuk bahan kasar di dalam tanah dibedakan menjadi 4 kelompok, yaitu: Tidak ada/sedikit Sedang Banyak Sangat banyak : 0-15% volume tanah : 15-50% volume tanah : 50-90% volume tanah : >90% volume tanah (Utomo, 1989). Kedalaman efektif Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat ditembus oleh akar tanaman dilakukan dengan mengamati penyebaran akar tanaman, baik halus maupun kasar serta dalamnya akar-akar tersebut dapat menembus tanah. Bila tidak dijumpai akar tanaman maka kedalaman efektif ditentukan berdasarkan kedalaman solum tanah (Hardjowigeno,1995 dalam Edy,2007). Tabel 4. Klasifikasi kedalaman efektif tanah Kelas Kriteria Dalam (k0) Lebih dari 90 cm Sedang (k1) 90 cm sampai 50 cm Dangkal (k2) 50 cm sampai 25 cm Sangat dangkal (k3) Kurang dari 25 cm Sumber: Sitanala Arsyad, 1989 dalam Wibowo, 2009. Ketebalan gambut Tabel 5. Klasifikasi ketebalan gambut Kelas Kriteria Tipis < 60 cm Sedang 60 cm sampai 100 cm Agak tebal 100 cm sampai 200 cm Tebal 200 cm sampai 400 cm Sangat tebal > 25 cm (Ritung dkk, 2007).

Bahaya erosi Penilaian erosi didasarkan pada gejala eroosi yang sudah erosi. Kerusakan karena erosi dikelompokkan menjadi 5: e0 e1 e2 e3 : tidak ada erosi : ringan, jika 25% lapisan tanah atas hilang : sedang, jika 25-75% lapisan tanah akan hilang : berat, jika 75% lapisan tanah atas hilang dan 25% lapisan tanah bawah hilang e4 : sangat berat, jika lebih dari 25% lapisan bawah hilang (Utomo, 1989). Bahaya banjir/genangan Banjir dan genangan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Karena genangan yang terlalu lama dapat menyebabkan kerusakan tanaman dan bahkan dapat menyebabkan matinya tanaman. Klasifikasi banjir dan genangan menurut pusat penelitian tanah dan agroklimat dalam Listyanto (2008) dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut : Tabel 6. Klasifikasi banjir dan genangan No Kelas Ciri-ciri 1 Tanpa Dalam periode satu tahun tidak pernah terjadi banjir untuk waktu lebih dari 24 jam 2 Ringan Banjir yang menutupi tanah lebih dari 24 jam terjadi tidak teratur dalam periode waktu kurang dari satu bulan 3 Sedang Selama waktu satu bulan dalam satu tahun tanah secara teratur tertutup banjir untuk jangka waktu lebih dari 24 jam 4 Agak berat Selama 2-5 bulan dalam satu tahun secara teratur tanah selalu dilanda banjir yang lamanya lebih dari 24 jam

ph tanah Merupakan derajat keasaman dan kebasaan tanah yang pengukurannya didasarkan pada banyaknya konsentrasi ion hidrogen yang larut dalam tanah, tanah yang sangat asam sebagai pembatasnya. Nilai ph diukur dengan cara elektromagnetis dilaboratorium. Klasifikasi ph tanah sebagai berikut : Tabel 7. Klasifikasi ph tanah No Kelas ph tanah 1 Sangat masam <4,5 2 Masam 4,5-<5,5 3 Agak masam 5,5-<6,5 4 Netral 6,5-<7,5 5 Agak alkalis 7,5-<8,0 6 Alkalis 8,0-<9,0 Sumber : CSR/FAO Staff, 1983 dalam Listyanto, 2008. Kejenuhan basa Kejenuhan basa adalah perbandingan jumlah kation-kation basa dengan jumlah semua kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat pada komplek serapan tanah dengan satuan persen, dengan rumus sebagai berikut: jumlah kation - kation basa Kejenuhan basa x 100% jumlah kation basa kation asam jumlah kation kation basa x 100% KTK Kejenuhan basa merupakan tolak ukur kualitas dari serapan hara. Meskipun KTK tanah tinggi tapi bila kejenuhan basa rendah, maka ditinjau dari segi kesuburan tanah kurang baik karena basa-basa yang merupakan unsur hara bagi tanaman berada dalam jumlah yang sedikit. Tanah-tanah dengan kejenuhan basa yang tinggi menandakan bahwa tanah tersebut belum banyak mengalami pencucian dan merupakan tanah yang mempunyai nilai kesuburan yang baik (Hasibuan,2006).

Kejenuhan basa (KB) sering dianggap sebagi petunjuk kesuburan tanah. Kemudahan pelepasan kation terjerap untuk tanaman tergantung pada tingkat kejenuhan basanya. Pengapuran merupakan cara untuk meningkatkan kejenuhan basa (Tan,1991 dalam Edy,2007). Kapasitas tukar kation Kapasitas tukar kation (KTK) didefenisikan sebagai kapasitas tanah untuk menyerap dan mempertukarkan kation yang biasanya dinyatakan dalam miliekivalen per 100 gram tanah. Kation-kation yang berbeda dapat mempunyai kemampuan yang berbeda untuk menukar kation yang diserap. Jumlah yang diserap sering tidak sama dengan yang ditukarkan. Ion-ion divalen biasanya diikat lebih kuat daripada ion monovalen sehingga sulit dipertukarkan (Tan,1998 dalam Edy,2007). Kapasitas tukar kation dipengaruhi oleh jenis koloid dan jumlah koloid. Jenis mineral liat, tekstur, dan bahan organik tanah sangat menentukan nilai kapasitas tersebut. Untuk menaikkan kapasitas tukar kation, tanah membutuhkan pemberian bahan organik dan kapur yang jumlahnya tidak sedikit (Indranada,1989). Tebu tumbuh baik pada tanah yang dapat menjamin ketersediaan air secara optimal. Selain itu, dengan derajat keasaman tanah (ph) 5,7-7,0, solum/kedalaman efektif minimum 50 cm tanpa ada lapisan padas, tekstur sedang sampai berat, struktur baik dan mantap (remah), tidak tergenang air, kadar garam <1000 mikro mho/cm 3, kadar klor <0.06%, kelembaban tanah 31% (Tim Penulis PS, 2000).

Pengambilan Contoh Tanah Uji tanah adalah pengukuran sifat kimia dan fisika yang diperlakukan terhadap tanah dan dapat memberikan informasi kepada kebutuhan hara tertentu. Uji tanah memiliki beberapa tujuan. Fitts dan Nelson (1956) dalam Mukhlis (2007) menyatakan analisis tanah memiliki tujuan : a. Mengelompokkan tanah atas kelas-kelas tertentu agar dapat ditetapkan tindakan pemupukan dan pengaturan. b. Menduga respon yang diperoleh dari pemberian unsur hara. c. Membantu dalam mengevaluasi produktivitas lahan. d. Menentukan keadaan tanah tertentu dalam menetapkan tindakan pemanfaatannya. Uji tanah adalah cara penentuan status hara di dalam tanah secara cepat, mudah, murah, akurat, dan dapat diulang dengan analisis kimia tanah. Hasil analisis uji tanah dapat digunakan sebagai dasar rekomendasi pemupukan dan bahan amelioran (misalnya kapur) secara efisien, rasional, dan menguntungkan. Pelayanan uji tanah dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu: - pengambilan contoh tanah di lapangan - analisis tanah di laboratorium - interpretasi data hasil analisis - penyusunan rekomendasi pemupukan. Pengambilan contoh tanah merupakan tahapan penting didalam program uji tanah. Contoh tanah yang diambil harus mewakili lahan yang akan dikembangkan dan pengambilannya harus dilakukan dengan cara yang benar, sehingga penyusunan rekomendasi pemupukannya lebih tepat dan akurat. Contoh

tanah dapat diambil setiap saat, pagi, siang, atau sore hari dan tidak perlu menunggu saat sebelum tanam, namun tidak boleh dilakukan beberapa hari setelah pemupukan. Contoh tanah untuk uji tanah merupakan contoh tanah komposit, yaitu contoh tanah campuran dari 10-15 contoh tanah individu. Contoh tanah individu diambil dari lapisan olah atau lapisan perakaran (0-20 cm). Satu contoh tanah komposit mewakili hamparan yang homogen sekitar 10-15 ha. Pada lahan miring dan bergelombang, 1 contoh tanah komposit mewakili areal sekitar 5 ha (tergantung kemiringan lereng) (Rochayati dkk, 2008). Pengambilan contoh tanah di lapangan dapat dilakukan dengan cara sistemik seperti sistem diagonal atau zig zag (a,b,c), dan secara acak (d) seperti pada gambar: Gambar 1. Sistem pengambilan contoh tanah pada lahan datar Pendekatan Sistem Defenisi sistem yang paling sederhana adalah sebuah interaksi yang kompleks diantara elemen-elemennya. Teori sistem menghadapkan sebuah keseluruhan kompleks yang terstruktur dengan lingkungannya, dan ia

memungkinkan dipelajarinya antar hubungan antara sistem dan lingkungan, dan antara sistem dan subsistem dalam arti umum. Komponen-komponen yang mencirikan sesuatu sistem adalah: - suatu kompleks keseluruhan yang terdiri dari sejumlah elemen: ada bagianbagian yang menjadi bagian dari sistem tersebut. - yang dicirikan oleh adanya interrelasi; saling mempengaruhi bagian-bagian yang ada. - adanya suatu kesatuan yang terintegrasi: bagian-bagian yang ada merupakan suatu kesatuan, yang otonom dibandingkan dengan keseluruhan-keseluruhan lainnya; dengan demikian keseluruhan tersebut membentuk sebuah entitas. - yang diarahkan ke arah pencapaian sasaran tertentu: adanya integrasi elemenelemen yang diatur. - tujuan: yang memberi makna bagi keberadaan sistem tersebut. Pemikiran secara sistem (systems thinking) pada hakekatnya berarti pemikiran dengan bantuan sistem dan pendekatan sistem (Nisjar dan Winardi, 1997). Pendekatan sistem (systems approach) digunakan untuk menemukan sifatsifat penting dari sistem yang bersangkutan, yang kemudian memberikan keterangan-keterangan kepada kita mengenai perubahan-perubahan apa yang perlu dilakukan untuk memperbaiki sistem tersebut. Selain itu, pendekatan sistem juga bermanfaat untuk mengalokasikan dan mengintegrasikan komponenkomponen sistem sehingga dapat mengoptimasi efektivitas menyeluruh dari sistem tersebut (Winardi, 1989).

Metodologi Sistem Metodologi sistem mempunyai tujuan mendapatkan suatu gugus alternatif sistem yang layak untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi dan diseleksi. Pada prinsipnya metodologi sistem melalui enam tahap analisis sebelum tahap sintesa (rekayasa), meliputi : (1) analisa kebutuhan, (2) identifikasi sistem, (3) formulasi masalah, (4) pembentukan alternatif sistem, (5) determinasi dari realisasi fisik, sosial, dan politik, (6) penentuan kelayakan ekonomi dan keuangan. Langkah 1-6 umumnya dilakukan dalam satu kesatuan kerja yang dikenal sebagai analisa sistem (Eriyatno, 2003). Analisis Kebutuhan Analisis kebutuhan merupakan permulaan pengkajian dari suatu sistem, yang menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari seseorang pengambil keputusan (decision maker) terhadap jalannya sistem. Dalam dunia nyata, sejumlah pembuat keputusan yang hebat mengambil keputusan berdasarkan intuisi mereka. Analisa ini dapat meliputi hasil suatu survei, pendapat seorang ahli, diskusi, observasi lapangan, dan sebagainya (Nisjar dan Winardi, 1997). Analisis kebutuhan harus dilakukan secara hati-hati terutama dalam menentukan kebutuhan-kebutuhan dari semua orang dan institusi yang dapat dihubungkan dengan sistem yang telah ditentukan. Dalam melakukan analisis kebutuhan ini, dinyatakan kebutuhan-kebutuhan yang ada, baru kemudian dilakukan tahap pengembangan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang dideskripsikan. Analisis kebutuhan sangat sukar dikerjakan terutama dalam menentukan dari sejumlah kebutuhan-kebutuhan yang ada, mana kebutuhan yang dapat dipenuhi (Eriyatno, 2003).

Identifikasi Sistem Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Hal ini sering digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab-akibat (causal loop). Yang penting di dalam identifikasi sistem adalah melanjutkan interpretasi diagram lingkar ke dalam konsep kotak gelap (black box) (Eriyatno, 2003). Black box dapat dianggap sebagai atom daripada teori sistem. Ia tidak dapat dipisahkan dalam subsistem-subsistem karena kita tidak mengetahui apa yang sebenarnya ada di dalamnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa black box merupakan kesatuan terkecil yang tidak dapat dibagi yang menurut anggapan teori sistem merupakan bagian daripada kenyataan (Nisjar dan Winardi, 1997). INPUT LINGKUNGAN Input tidak terkontrol SISTEM Output yang dikehendaki Input terkontrol Output yang tidak dikehendaki MANAJEMEN PENGENDALI Gambar 2. Diagram kotak gelap (Eriyatno, 2003)

Konsep diagram kotak gelap diambil dari istilah benda yang digunakan dalam dunia penerbangan yaitu black box. Kotak ini digunakan untuk merekam segala aktivitas yang terjadi di ruang kendali pesawat selama penerbangan (Winardi, 1989). Pengertian kotak gelap dapat diuraikan sebagai berikut : Tabel 8. Uraian komponen sistem No. KOMPONEN SISTEM URAIAN A INPUT SISTEM A.1 Input lingkungan (Eksogenous) 1. Mempengaruhi sistem, akan tetapi tidak dipengaruhi sistem 2. Tergantung pada jenis sistem yang ditelaah. A.2 Input yang endogen (yang 1. Merupakan peubah yang sangat perlu bagi sistem terkendali dan tak terkendali) untuk melaksanakan fungsinya yang dikehendaki 2. Sebagai peubah untuk mengubah kinerja sistem dalam pengoperasiannya. A.2.1. Input yang terkendali 1. Dapat bervariasi selama pengoperasian sistem untuk mencapai kinerja yang dikehendaki atau untuk menghasilkan output yang dikehendaki 2. Perannya sangat penting dalam mengubah kinerja sistem selama pengoperasian 3. Dapat meliputi aspek : manusia, bahan, energi, modal, dan informasi. A.2.2. Input yang tak terkendali 1. Tidak cukup penting peranannya dalam mengubah kinerja sistem 2. Tetapi diperlukan agar sistem dapat berfungsi 3. Bukan merupakan input lingkungan (eksogenous), karena disiapkan oleh perancang. B OUTPUT SISTEM B.1. Output yang dikehendaki 1. Merupakan respon dari sistem terhadap kebutuhan yang telah ditetapkan (dalam analis kebutuhan) 2. Merupakan peubah yang harus dihasilkan oleh sistem untuk memuaskan kebutuhan yang telah diidentifikasi. B.2. Output yang tak dikehendaki 1. Merupakan hasil sampingan yang tidak dapat dihindarkan dari sistem yang berfungsi dalam menghasilkan keluaran yang dikehendaki 2. Selalu diidentifikasikan dalam tahap identifikasi sistem, terutama semua pengaruh negatif yang potensial dapat dihasilkan oleh sistem yang diuji 3. Sering merupakan kebalikan dari keluaran yang dikehendaki. C PARAMETER RANCANGAN SISTEM 1. Digunakan untuk menetapkan struktur sistem 2. Merupakan peubah keputusan penting bagi kemampuan sistem menghasilkan keluaran yang dikehendaki secara efisien dalam memenuhi kepuasan bagi kebutuhan yang ditetapkan 3. Dalam beberapa kasus kadang-kadang perlu merubah peubah ini selama pengoperasian sistem

D MANAJEMEN PENGENDALI Sumber : Eriyatno, 2003 untuk membuat kemampuan sistem bekerja lebih baik dalam keadaan lingkungan berubah-ubah 4. Tiap sistem memiliki parameter rancangan khas tersendiri untuk identifikasi. Merupakan faktor pengendalian (kontrol) terhadap pengoperasian sistem dalam menghasilkan keluaran yang dikehendaki.