BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara hukum, menyebabkan kita akan dihadapkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pergaulan

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1999 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1999 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruh yang cukup besar dalam membentuk perilaku seorang anak. 1

I. PENDAHULUAN. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi,

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Repulik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang - Undang

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai anak, adalah merupakan hal yang sangat penting

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan aset dan sebagai bagian dari generasi bangsa. Anak

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP HUKUMAN BAGI RESIDIVIS PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak.

BAB I PENDAHULUAN. dan perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

WAWANCARA. Pewawancara : Dame Hutapea (Mahasiswa Fak. Hukum Universitas Esa Unggul)

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

BAB I PENDAHULUAN. Anak Di Indonesia. hlm Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB. I PENDAHULUAN. atau kurangnya interaksi antar anggota keluarga yang mengakibatkan

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK [LN 1997/3, TLN 3668]

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang melekat dan menyatu pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal

Kajian yuridis terhadap putusan hakim dalam tindak pidana pencurian tanaman jenis anthurium (studi kasus di Pengadilan Negeri Karanganyar)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan gizi tetapi juga masalah perlakuan seksual terhadap anak (sexual abuse),

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada ujud pidana yang termuat dalam pasal pasal KUHP yaitu

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

I. PENDAHULUAN. bukan lagi hanya orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Salah satu penyebabnya

BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa yang memiliki peranan strategis, mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan fisik, mental dan sosial secara utuh, serasi dan seimbang. Dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas maka diperlukan pembinaan secara terus-menerus demi kelangsungan hidup terutama sikap mental dan perilaku yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa depan. Asuhan anak, pertama-tama dan terutama menjadi kewajiban dan tanggung jawab orang tua di lingkungan keluarga tetapi, demi untuk kepentingan dan kelangsungan tata sosial maupun untuk kepentingan anak itu sendiri, perlu ada pihak yang melindunginya. Apabila orang tua anak itu sudah tidak ada, tidak diketahui adanya, atau nyata-nyata tidak mampu untuk melaksanakan hak kewajibannya, maka dapatlah pihak lain baik kehendak sendiri maupun karena ketentuan hukum, diserahi hak dan kewajiban itu. Bilamana memang tidak ada pihak-pihak yang dapat melaksanakannya maka pelaksanaan hak dan kewajiban itu menjadi tanggung jawab Negara. Di samping anak-anak yang kesejahteraannya dapat terpenuhi secara wajar, di 1

2 dalam masyarakat terdapat pula anak-anak yang mengalami hambatan rohani, jasmani dan sosial ekonomi yang memerlukan pelayanan secara khusus, yaitu: 1. Anak-anak yang tidak mampu 2. Anak-anak terlantar 3. Anak-anak yang mengalami masalah kelakuan 4. Anak-anak yang cacat rohani dan atau jasmani 5. Anak-anak yang terlibat masalah hukum Anak sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak asasi sejak dilahirkan, sehingga tidak ada manusia atau pihak lain yang boleh merampas hak tersebut. Hak asasi anak diakui secara universal sebagaimana tercantum dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Deklarasi PBB Tahun 1948 tentang Hak-Hak Anak, Konvensi PBB Tahun 1966 tentang Hak- Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, dan Konvensi PBB Tahun 1989 tentang Hak-Hak Anak. Dengan demikian, semua Negara di dunia secara moral dituntut untuk menghormati, menegakkan dan melindungi hak tersebut. Salah satu bentuk dari Hak Asasi Anak adalah jaminan untuk mendapatkan perlindungan yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan kemanusiaan. Jaminan perlindungan hak asasi tersebut sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan tujuan Negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Organisasi Ketenagakerjaan Internasional atau Internasional Labour Organization (ILO), Indonesia menghargai, menjunjung tinggi, dan berupaya menerapkan

3 keputusan-keputusan lembaga Internasional yang dimaksud. Konvensi ILO Nomor 182 Tahun 1999 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak yang disetujui pada Konferensi Ketenagakerjaan Internasional kedelapan puluh tujuh tanggal 17 Juni 1999 di Jenewa merupakan salah satu Konvensi yang melindungi Hak Asasi Anak. Konvensi ini mewajibkan setiap Negara anggota Internsional Labour Organization (ILO) yang telah meratifikasinya harus segera melakukan tindakan-tindakan untuk menghapus bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Konvensi, maka anak berarti semua orang yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan (Konvensi ILO Nomor 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak) maka, dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) ditetapkan pada Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak menetapkan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Dalam berbagai hal upaya pembinaan dan perlindungan tersebut dihadapkan pada permasalahan dan tantangan dalam masyarakat dan kadangkadang dijumpai penyimpangan perilaku dikalangan anak, bahkan lebih dari itu terdapat anak yang melanggar hukum, tanpa mengenal status sosial dan ekonomi. Di samping itu, terdapat pula anak yang karena satu dan lain hal tidak

4 mempunyai kesempatan memperoleh perhatian memadai tersebut, maka baik sengaja maupun tidak sengaja sering juga anak melakukan tindak atau perilaku yang dapat merugikan dirinya dan atau masyarakat. Perbuatan dan tingkah laku anak yang melanggar hukum dapat terjadi akibat berbagai faktor, antara lain kemajuan dunia yang begitu cepat, arus globalisasi dan informasi di bidang komunikasi, perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi, perubahan gaya hidup dalam keluarga yang kesemuannya ini telah membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak. Faktor lain yang ikut mempengaruhi perkembangan pribadi anak adalah kurangnya kasih sayang orang tua, asuhan, bimbingan dan pembinaan dalam pengembangan sikap, perilaku penyesuaian diri, serta pengawasan dari orang tua yang memudahkan anak terseret dalam arus pergaulan masyarakat dan lingkungannya. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Departemen Hukum dan HAM jumlah narapidana anak meningkat setiap tahunnya. Pada Maret 2008 tercatat jumlah narapidana anak sebanyak 5.630 anak, jumlah ini meningkat 10 persen diawal tahun 2010 menjadi 6.271 anak. 1 Kejahatan dan pelanggaran adalah suatu bentuk pidana yang ternyata tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa melainkan juga sudah dilakukan oleh anak-anak. Salah satu bentuk pelanggaran tersebut adalah tindak pidana 1 http//hukumonline.com, diakses pada tanggal 27 juni 2010, jam 20.00

5 pencurian yang dilakukan oleh anak. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 362 merumuskan tindak pidana pencurian dalam bentuk pokoknya menentukan sebagai perbuatan mengambil milik orang lain dengan maksud memiliki secara melawan hukum, dimana apabila perbuatan tersebut dilakukan oleh anak nakal maka kepadanya dapat dijatuhkan hukuman paling lama ½ (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana kurungan bagi orang dewasa. Kemudian hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana anak di dasarkan atas Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak, kecuali ditentukan lain didalamnya. Dalam menghadapi dan menanggulangi sikap dan perbuatan serta tingkat laku kenakalan anak maka perlu dipertimbangkan kedudukan anak dengan segala ciri dan sifatnya yang khas. Dalam pengamatan kita setiap hari dapat ditemukan bahwa anak bisa menentukan sendiri perbuatannya berdasarkan pikiran, perasaan dan kemauannya namun demikian faktor lingkungan sangat kuat pengaruhnya terhadap perilaku anak. Oleh karena itu orang tua dan masyarakat sekelilingnya ikut bertanggung jawab pada pembinaan, pendidikan dan perkembangan perilaku anak. Hubungan anak dan orang tua merupakan hubungan yang hakiki, baik hubungan yang psikologis maupun mental spiritualnya. Melihat ciri dan sifat anak yang khas tersebut, maka dalam menjatuhkan sanksi pidana atau tindakan kepada anak diperlukan pertimbangan hakim. Mahkamah Agung RI sebagai badan tertinggi pelaksana kekuasaan kehakiman yang membawahi empat badan peradilan di bawahnya, yaitu

6 peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha Negara, telah menentukan bahwa putusan hakim harus mempertimbangkan segala aspek yang bersifat yuridis, filosofis, dan sosiologis, sehingga keadilan yang ingin dicapai, diwujudkan, dan dipertanggungjawabkan dalam putusan hakim adalah keadilan yang berorientasi pada keadilan hukum (legal justice), keadilan moral (moral justice), dan keadilan masyarakat (social). 2 Hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutuskan suatu perkara yang dihadapkan kepadanya, pertama-tama harus menggunakan hukum tertulis terlebih dahulu, yaitu peraturan perundang-undangan, tetapi kalau peraturan perundang-undangan tersebut ternyata tidak cukup atau tidak tepat dengan permasalahan suatu perkara, maka barulah hakim akan mencari dan menemukan sendiri hukumnya dari sumber-sumber hukum yang lain seperti yurisprudensi, doktrin, traktat, kebiasaan atau hukum tidak tertulis. 3 Dalam Undang-Undang Nomor. 48 Tahun 2009 Pasal 10 ayat (1) tentang Kekuasaan Kehakiman menentukan bahwa: Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadili. Ketentuan pasal tersebut memberikan makna kepada hakim sebagai organ utama dalam suatu pengadilan dan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman, untuk menerima, memeriksa, mengadili suatu perkara dan selanjutnya menjatuhkan putusan, sehingga dengan demikian wajib hukumnya 2 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim Dalam Persfektif Hukum Progresif, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hlm. 126.

7 bagi hakim untuk menemukan hukumnya dalam suatu perkara meskipun ketentuan hukumnya kurang jelas ataupun tidak jelas. Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor. 48 Tahun 2009, selanjutnya menentukan bahwa: Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Jika dimaknai kata menggali tersebut, dapatlah diasumsikan bahwa sebenarnya hakim itu sudah ada, tetapi masih tersembunyi, sehingga untuk menemukannya hakim harus berusaha mencarinya dengan menggali nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat tersebut, kemudian mengikutinya dan selanjutnya memahaminya agar putusannya itu sesuai dengan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. 4 Suatu bangsa dalam membangun dan mengurus rumah tangganya yang bertujuan mewujudkan manusia dan masyarakat yang seutuhnya yang adil, makmur, sejahtera, dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar tahun 1945. Usaha ini merupakan suatu usaha yang terus menerus, dari generasi ke generasi. Untuk menjamin usaha tersebut, perlu setiap generasi dibekali oleh generasi yang terdahulu dengan kehendak, kesediaan dan kemampuan serta keterampilan untuk melaksanakan tugas ini. Hal ini hanya akan dapat tercapai bila generasi muda selaku generasi penerus mampu memiliki dan menghayati falsafah hidup bangsa. Untuk itu perlu diusahakan agar generasi muda memiliki 3 Ibid., hlm. 6. 4 Ibid., hlm. 7.

8 pola perilaku yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Guna mencapai maksud tersebut diperlukan usaha-usaha pembinaan, pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan anak. Bagi bangsa Indonesia Pancasila merupakan pandangan hidup dan dasar falsafah bangsa Maka, usaha-usaha untuk memelihara, membina dan meningkatkan kesejahteraan anak haruslah didasarkan falsafah Pancasila dengan maksud untuk menjamin kelangsungan hidup dan kepribadian bangsa. Anak adalah anak, dan bukan orang dewasa kecil. Berangkat dari karakteristik ini, perlakuan terhadap anak baik yang tersangkut pidana ataupun yang mengalami masalah sosial, harus dialamatkan demi dan untuk kesejahteraan anak. Oleh karena itu, anak baik secara rohani, jasmani, maupun sosial belum memiliki kemampuan untuk berdiri sendiri, maka menjadi kewajiban bagi generasi yang terdahulu untuk menjamin, pengamanan kepentingan ini selayaknya dilakukan oleh pihak-pihak yang mengasuhnya dibawah pengawasan dan bimbingan Negara, dan bilamana perlu, oleh Negara kita sendiri. Karena kewajiban inilah, maka yang bertanggung jawab atas asuhan anak wajib pula melindunginya dari gangguan-gangguan yang datang dari luar maupun dari anak itu sendiri. Berkaitan dengan banyaknya permasalahan hukum yang timbul akibat terjadinya tindak pidana yang dilakukan oleh anak, maka menjadi sangat menarik bila permasalahan hukum yang berkaitan dengan terjadinya tindak pidana yang dilakukan oleh anak, khususnya tindak pidana pencurian ini diangkat dan diteliti dengan judul Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan

9 Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian Yang Dilakukan Oleh Anak. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh data tentang dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak. D. Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi manfaat dari hasil penelitian ini adalah : 1. Teoritis Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana untuk pengembangan ilmu hukum dan memberi berupa pemikiran khususnya pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, mengenai pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak.

10 2. Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan atau sumbangan pemikiran bagi aparat penegak hukum, khususnya lembaga kehakiman dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak. E. Batasan Konsep 1. Pengertian Pertimbangan Hakim Pertimbangan hakim memiliki dua kategori: a. pertimbangan hakim yang bersifat yuridis yaitu, Pertimbangan hakim yang didasarkan pada fakta-fakta yuridis yang terungkap di dalam persidanagan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan. Hal-hal dimaksud tersebut diantaranya seperti: dakwaan jaksa penuntut umum, keterangan terdakwa, keterangan saksi, barang-barang bukti, dan pasalpasal peraturan hukum pidana. b. Pertimbangan hakim yang bersifat nonyuridis yaitu, Pertimbangan hakim yang didasarkan bukan pada fakta-fakta yuridis yang terungkap di dalam persidangan dan oleh undang-undang oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan melainkan, keadaan-keadaan yang terjadi pada diri terdakwa sesudah atau sebelum si terdakwa melakukan tindak pidana. Keadaan-keadaan yang dimaksud diantaranya sebagai berikut: latar

11 belakang perbuatan terdakwa: akibat perbuatan terdakwa, kondisi diri terdakwa, keadaan sosial ekonomi terdakwa. 2. Pengertian Pidana Pencurian Dalam pengertian menurut hukum ditentukan di dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 362 yang berupa perumusan pencurian dalam bentuk pokoknya yang menentukan: Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah. 3. Pengertian Anak a. Dalam pengertian anak pada Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak ditentukan Anak adalah seseorang yang terlibat dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. b. Anak menurut Undang-Undang tentang Kesejahteraan Anak Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang tentang Kesejahteraan Anak (Undang- Undang No. 4 Tahun 1979) menentukan anak adalah seseorang yang belum berumur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin. c. Anak menurut Undang-Undang Perlindungan Anak Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang tentang Perlindungan Anak (Undang- Undang No. 23 Tahun 2002) ditentukan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

12 d. Anak dalam Hukum Perburuhan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Pokok Perburuhan (Undang-Undang No. 12 Tahun 1948) ditentukan anak adalah orang laki-laki atau perempuan berumur 14 tahun ke bawah. e. Anak menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 45 KUHP, mendefinisikan anak yang belum dewasa apabila belum berumur 16 (enam belas) tahun. Oleh karena itu apabila ia tersangkut dalam perkara pidana hakim boleh memerintahkan supaya si tersalah itu dikembalikan kepada orang tua, wali, atau pemeliharanya dengan tidak dikenakan suatu hukuman. Atau memerintahkannya supaya diserahkan kepada pemerintah dengan tidak dikenakan suatu hukuman. Akan tetapi, ketentuan pasal 35, 46, dan 47 KUHP ini sudah dihapuskan dengan lahirnya Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. f. Anak menurut Hukum Perdata Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) menentukan, orang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin. F. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan mendasarkan pada data sekunder. Jadi

13 dalam penelitian ini data diperoleh dari penelitian kepustakaan dengan menggunakan metode pendekatan yuridis, yaitu menganalisis permasalahan dari sudut pandang/menurut ketentuan hukum/perundangundangan yang berlaku. 2. Sumber data Sumber data yang digunakan dalam penelitian hukum normatif ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yang berupa bahan-bahan hukum. Bahan-bahan hukum tersebut terdiri dari: a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait dengan permasalahan yang diteliti antara lain: 1. Undang-Undang Dasar 1945 2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nomor 1 Tahun 1946 jo Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak 4. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak 5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan (Konvensi ILO Nomor 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak) 6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak

14 7. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang bersifat menjelaskan terhadap bahan hukum primer yang terdiri dari buku-buku literatur, artikel, hasil penelitian dan karya ilmiah lainnnya yang berhubungan dengan penelitian ini. c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder meliputi kamus hukum dan kamus besar bahasa Indonesia. 3. Metode Pengumpulan Data Data diperoleh dengan melakukan studi pustaka melalui literatur yang berkaitan dengan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak dan melakukan kajian peraturan perundang-undangan. Cara yang digunakan adalah dengan: a. Penelitian lapangan, dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan mengajukan daftar pertanyaan kepada narasumber. b. Penelitian kepustakaan, dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumen, yaitu mengkaji, mengolah, dan menelaah bahan-bahan hukum yang ada kaitannya dengan penelitian ini.

15 4. Metode Analisis Data Dalam penulisan hukum normatif, analisa data yang digunakan adalah kualitatif karena penelitian ini bertitik tolak pada suatu penjelasan mengenai pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak. Proses penalaran digunakan metode berfikir deduktif yaitu menarik hubungan dalam konsep umum dan berakhir pada suatu kesimpulan yang bersifat khusus yang dilakukan dengan menguraikan secara detail, jelas, dan rinci terhadap suatu permasalahan hukum. G. Sistematika Isi Skripsi Untuk memudahkan pemahaman tentang keseluruhan isi penulisan hukum ini, penulis menyusun kerangka sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Di dalam bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan konsep, metode penelitian dan sistematika isi skripsi. BAB II : PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN Di dalam bab II ini berisi empat bagian antara lain: bagian pertama berisi pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan, terdiri dari dua sub bab: yaitu sub bab pertama pertimbangan hakim yang bersifat yuridis, dan sub bab kedua pertimbangan hakim yang

16 bersifat nonyuridis. Bagian kedua berisi tinjauan tentang tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak, terdiri dari lima sub bab: sub bab pertama pengertian tindak pidana, sub bab kedua pengertian tindak pidana pencurian, sub bab ketiga pengertian kenakalan anak, sub bab keempat berisi sebab musabab anak melakukan pencurian, dan sub bab kelima berisi sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana pencurian. Bagian ketiga berisi tinjauan tentang analisis pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana pencurian yang dilakukan oleh anak, yang teridiri dari empat sub bab antara lain: sub bab pertama laporan pembimbing kemasyarakatan sebelum sidang, sub bab kedua sikap hakim sebelum menjatuhkan putusan, sub bab ketiga putusan diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum, sub bab keempat hakim tidak boleh menjatuhkan komulasi hukuman. Bagian keempat berisi tentang putusan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana pencurian yang dilakukan oleh anak terdiri dari dua sub bab, sub bab pertama berisi tentang putusan nomor 02/Pid.An/2009PN.YK dan sub bab kedua berisi tentang putusan nomor 24/Pid.B/2006PN.slmn. bagian kelima berisi tentang ana lisis putusan hakim. BAB III : PENUTUP Dalam bab ini memuat tentang kesimpulan atas analisis yang dilakukan pada bab II dan berdasarkan kesimpulan tersebut, dapat

17 memberikan saran-saran yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan perkembangan hukum.