I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia gula tebu merupakan salah satu kebutuhan primer masyarakat. Hingga saat ini belum ada komoditas yang mampu menggantikan peranan tebu sebagai salah satu penghasil kebutuhan utama masyarakat Indonesia. Pertumbuhan penduduk Indonesia yang semakin pesat mendorong meningkatnya permintaan gula dan akhirnya akan mendorong peningkatan industri gula nasional. Dalam upaya untuk meningkatkan produksi gula nasional, pemerintah telah melakukan berbagai cara. Diantaranya adalah dengan cara meningkatkan luas areal lahan perkebunan tebu dari 381.800 Ha pada tahun 2005 menjadi 429.200 Ha pada tahun 2010 (BPS, 2010). Salah satu daerah yang menjadi sasaran perluasan areal pertanaman tebu adalah Provinsi Lampung. Budidaya tebu yang dilakukan di provinsi Lampung adalah budidaya lahan kering. Salah satu masalah pada budidaya tebu pada lahan kering adalah masalah gulma. Di lahan kering gulma dapat mempengaruhi perkembangan tanaman dari sejak tebu ditanam (Sasongko, 1988).
2 Keberadaan gulma pada pertanaman tebu memiliki dampak negatif bagi pertumbuhan tanaman tebu. Gulma akan menjadi pesaing utama tanaman tebu dalam memperoleh sarana tumbuh. Selain itu, keberadaan gulma akan mempersulit dalam pemeliharaan tebu serta menurunkan kualitas tebu. Kerugian yang ditimbulkan oleh keberadaan gulma pada pertanaman tebu yaitu dapat menurunkan bobot tebu berkisar 6-9% dan penurunan rendemen sebesar 0,09% (Kuntohartono, 1991). Prinsip utama dalam pengelolaan gulma pada pertanaman tebu adalah menekan populasi gulma sebelum merugikan pertanaman tebu. Salah satu cara yang dapat digunakan dalam pengendalian gulma pada pertanaman tebu adalah dengan pengendalian kimiawi dengan menggunakan herbisida. Penggunaan herbisida dinilai lebih ekonomis karena biaya pengendalian yang lebih murah dibandingkan dengan metode lainnya. Selain itu keuntungan herbisida adalah mampu mengendalikan gulma tanpa menggangu tanaman pokok. Kombinasi atau pencampuran dua atau lebih jenis herbisida telah sangat berkembang dalam tiga dekade terakhir. Hal ini berkaitan dengan manfaat yang diperoleh dengan kombinasi herbisida, antara lain : (1) Mengurangi biaya produksi dalam bentuk penghematan waktu dan tenaga, (2) Memperluas spektrum pengendalian dan pengaruhnya lebih lama, (3) Memperlambat timbulnya gulma yang resisten terhadap herbisida, dan (4) Mengurangi kemungkinan keracunan pada tanaman budidaya karena komponen dosis yang digunakan legih rendah daripada bila bahan tersebut diaplikasikan tunggal (Tjitrosoemito dan Burhan, 1995)
3 Herbisida metil metsulfuron merupakan herbisida selektif untuk mengendalikan gulma daun lebar, bersifat sistemik, diaplikasikan pratumbuh maupun purnatumbuh. Ageratum conyzoides, Borreria latifolia, Paspalum conjugatum, dan Synedrella nodiflora merupakan beberapa contoh gulma yang dapat dikendalikan dengan menggunakan herbisida berbahan aktif metil metsulfuron. Herbisida ini dapat digunakan untuk mengendalikan gulma pra tumbuh ataupun pasca tumbuh awal (Wardjito, 2009). Dibandingkan dengan ametrin, diuron, dan 2,4-D, metil metsulfuron merupakan herbisida yang belum pernah digunakan pada perkebunan tebu. Ametrin dan diuron merupakan golongan herbisida yang mematikan gulma dengan cara menghambat fotosintesis. 2,4-D mematikan gulma dengan mempengaruhi keseimbangan hormon di dalam tumbuhan. Sedangkan metil metsulfuron bekerja dengan menghambat sisntesis lipid (Sriyani, 2011). Dengan mekanisme kerja yang berbeda metil metsulfuron dapat dijadikan pilihan untuk merotasi penggunaan herbisida pada pertanaman tebu. Oleh karena itu perlu diketahui efikasi metil metsulfuron terhadap gulma pada pertanaman tebu lahan kering. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan maka diperlukan penelitian untuk menjawab permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah daya kendali herbisida metil metsulfuron dan campurannya dengan 2,4-D, ametrin, dan diuron terhadap gulma pada pertanaman tebu? 2. Apakah herbisida metil metsulfuron dan kombinasinya dengan 2,4-D, ametrin, atau diuron mempengaruhi pertumbuhan tanaman tebu?
4 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah, penelitin ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui efikasi herbisida metil metsulfuron tunggal dan kombinasinya dengan 2,4-D, ametrin, dan diuron terhadap gulma pertanaman tebu. 2. Mengetahui pengaruh metil metsulfuron tunggal dan campurannya dengan 2,4-D, ametrin, atau diuron terhadap pertumbuhan tebu. 1.4 Landasan Teori Gulma merupakan tumbuhan yang merugikan kepentingan manusia. Kehilangan akhir yang diderita akibat berinteraksi dengan gulma merupakan refleksi akhir dari proses kompetisi yang terjadi sepanjang persaingan itu terjadi. Apabila kerugian akibat gulma diukur dengan penurunan jumlah atau mutu hasil, serta tambahan biaya, maka konsekuensi ekonomis kehilangan akan sangat besar (Sembodo, 2010). Menurut Tjitrosoedirdjo,dalam Indarto dan Sembodo (2002) penurunan hasil karena gulma pada pertanaman tebu dapat mencapai 53,7%. Pengendalian gulma secara kimiawi dengan menggunakan herbisida merupakan salah satu upaya untuk meniadakan atau mengurangi populasi gulma tanpa mengganggu tanaman. Pengendalian gulma merupakan usaha untuk meningkatkan daya saing tanaman dan melemahkan daya saing gulma (Sukman dan Yakup, 1995). Secara umum sifat herbisida yang mematikan gulma adalah gabungan dari sifat toksisitas dan presistensi herbisida (Gressel and Segel,1992). Pencampuran dua jenis herbisida akan mengakibatkan terjadinya interaksi. Interaksi tersebut dapat
5 bersifat sinergis, aditif, atau antagonis. (a) sinergis apabila aksi gabungan dari dua komponen dalam satu campuranlebih besar dari jumlah efek masing-masing apabila dipakai secara sendiri-sendiri, (b) aditif, apabila aksi gabungan itu sama dengan jumlah efek masing-masing komponen apabila dipakai sendiri-sendiri, dan (c) antagonis, apabila aksi gabungan itu lebih kecil dari jumlah masingmasing efek apabila dipakai sendiri-sendiri (Alif, 1997). Metil metsulfuron dapat meracuni tumbuhan dengan cara menghambat kinerja enzim ALS (acetolactate synthase) yang mensintesis asam amino leusin, isoleusin, dan valin. Ametrin dan diuron memilki mekanisme kerja menghambat fotosistem II untuk mematikan gulma. Sedangkan 2,4-D merupakan herbisida dari golongan fenoksi yang bekerja dengan menggangu keseimbangan hormon di dalam tumbuhan (Senseman, 2007). Metil metsulfuron telah digunakan di Indonesia sejak awal tahun 1990an. Herbisida metil metsulfuron digunakan sebagai herbisida pratumbuh pada pertanaman padi karna bersifat selektif untuk gulma daun lebar sehingga tidak meracuni tanaman padi (Rahayu, 1992). Salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja pengendalian gulma secara kimiawi adalah dengan mengkombinasikan herbisida. Kombinasi herbisida diharapkan mampu menghasilkan sifat yang sinergis sehingga dapat lebih menguntungkan baik dari sisi ekonomi maupun ekologis. Kombinasi herbisida diharapkan mampu meningkatkan spektrum pengendalian gulma dan juga menggunakan dosis yang lebih rendah dibandingkan dengan aplikasi tunggalnya sehingga lebih
6 menguntungkan secara ekonomis. Kombinasi herbisida juga dapat memperlambat timbulnya gulma yang resisten terhadap suatu herbisida (Gressel and Segel, 1982). 1.5 Kerangka Pemikiran Salah satu tujuan pengendalian gulma adalah menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi tanaman sehingga mampu berproduksi sesuai dengan potensial genetiknya. Keberadaan gulma pada pertanaman tebu dapat menyebabkan kerugian yang cukup besar. Persaingan tanaman budidaya dengan gulma akan mengakibatkan tanaman tidak mampu tumbuh dengan optimal karena harus berkompetisi dengan gulma. Salah satu cara pengendalian gulma yang dinilai efektif dan efisien adalah dengan herbisida. Aplikasi herbisida yang berhasil dapat menyebabkan perubahan komposisi gulma. Perubahan komposisi ini diakibatkan oleh selektifitas herbisida yang digunakan hanya dapat mengendalikan gulma tertentu. Gulma yang menjadi sasaran akan terkendali tetapi biji-biji gulma dalam tanah yang tidak terkendali akan tumbuh sehingga mengganggu tanaman pokok. Selain itu gulma memiliki kecepatan tumbuh yang berbeda-beda. Herbisida yang dikombinasikan memiliki keuntungan akan mengurangi kemungkinan keracunan pada tanaman karena dosis yang digunakan lebih rendah daripada herbisida yang diaplikasikan tunggal. Selain itu pencampuran herbisida
7 bertujuan untuk meningkatkan spektrum pengendalian dan juga menghindari resistensi jenis gulma tertentu yang dapat terjadi secara perlahan-lahan. Herbisida ametrin, diuron, dan 2,4-D merupakan herbisda pratumbuh yang sering digunakan untuk mengendalikan gulma pada pertanaman tebu sedangkan metil metsulfuron lebih sering digunakan untuk menekan populasi gulma pada lahan sawah. Ametrin dan diuron memiliki mekanisme kerja yang sama yaitu menghambat fotosisntesis pada fotosistem II sedangkan metil metsulfuron dapat bersifat toksik bagi tanaman karena menghambat sintesis asam amino. Metil metsulfuron diharapkan mampu menekan populasi gulma pada pertanaman tebu lahan kering. Herbisida metil metsulfuron yang relatif aman untuk tanaman padi juga diharapkan tidak meracuni tanaman tebu karena tebu masih termasuk ke dalam famili yang sama dengan padi. Dengan demikian metil metsulfuron dapat menjadi salah satu alternatif dalam merotasi herbisida pratumbuh bagi tanaman tebu. 1.6 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran yang dikemukakan maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Herbisida metil metsulfuron mampu mengendalikan gulma daun lebar pada pertanaman tebu. 2. Pencampuran herbisida metil metsulfuron dengan 2,4-D, ametrin, dan diuron memiliki daya kendali yang lebih baik daripada aplikasi metil metsulfuron tunggal.
8 3. Kombinasi herbisida metil metsulfuron dengan dengan 2,4-D, ametrin, atau diuron tidak meracuni tanaman tebu.