Ohh/By: Sona Suhartana & Dulsalam

dokumen-dokumen yang mirip
Oleh/Bj : Maman Mansyur Idris & Sona Suhartana

Oleh/Bj : Sona Suhartana dan Maman Mansyur Idris. Summary

Oleh/By : Marolop Sinaga ABSTRACT

0\eh/By: Maman Mansyur Idris & Sona Suhartana

FAKTOR EKSPLOITASI HUTAN TANAMAN MANGIUM ( Accacia mangium Wild): STUDI KASUS DI PT TOBA PULP LESTARI Tbk., SUMATERA UTARA

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH PEMBUATAN TAKIK REBAH DAN TAKIK BALAS TERHADAP ARAH JATUH POHON : STUDI KASUS DI HUTAN TANAMAN DI PULAU LAUT, KALIMANTAN SELATAN

STUDI PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR KOMATSU D70 LE DI HUTAN ALAM


Analisis Potensi Limbah Penebangan dan Pemanfaatannya pada Hutan Jati Rakyat di Kabupaten Bone

Oleh/By Wesman Endom dan Maman Mansyur Idris

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi

PRODUKTIVITAS PENEBANGAN PADA HUTAN JATI (Tectona Grandis) RAKYAT DI KABUPATEN BONE

Sona Suhartana dan Yuniawati

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu. kayu dibedakan atas 4 (empat) komponen yaitu:

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT

BAB III METODE PENELITIAN

MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara

DAMPAK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DAN KONVENSIONAL TERHADAP KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL DI HUTAN ALAM

PENINGKATAN PEMANFAATAN KAYU RASAMALA DENGAN PERBAIKAN TEKNIK PENEBANGAN DAN SIKAP TUBUH PENEBANG:

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ciri Limbah Pemanenan Kayu di Hutan Rawa Gambut Tropika. (Characteristics of Logging Waste in Tropical Peat Swamp Forest)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus

Teak Harvesting Waste at Banyuwangi East Java. Juang Rata Matangaran 1 dan Romadoni Anggoro 2

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH)

Yosep Ruslim 1 dan Gunawan 2

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian

POTENSI LIMBAH DAN TINGKAT EFEKTIVITAS PENEBANGAN POHON DI HUTAN DATARAN RENDAH TANAH KERING META FADINA PUTRI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian USU Medan 2)

BIAYA DAN PRODUKTIVITAS TREE LENGTH LOGGING DI HUTAN ALAM PRODUKSI (Cost and Productivity of Tree Length Logging in Natural Production Forest)

KOMPOSISI LIMBAH PENEBANGAN DI AREL HPH PT. TELUK BINTUNI MINA AGRO KARYA

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penyaratan yang dimaksud adalah penyaradan (Pen)

PAPER BIOMETRIKA HUTAN PENDUGAAN POTENSI EKONOMI TEGAKAN TINGGAL PADA SUATU PERUSAHAAN PEMEGANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN (HPH) Oleh : Kelompok 4

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. 6 No. 1 : 1-5 (2000)

PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

KAYU SISA POHON YANG DITEBANG DAN TIDAK DITEBANG DI IUPHHK-HA PT INHUTANI II UNIT MALINAU KALIMANTAN UTARA WINDA LISMAYA

III. METODOLOGI PE ELITIA

PEMADATAN TANAH AKIBAT PENYARADAN KAYU DENGAN TEKNIK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DI KALIMANTAN BARAT

EFISIENSI KEBUTUHAN PERALATAN PEMANENAN DI HUTAN TANAMAN INDUSTRI, DI KALIMANTAN BARAT

BAB III METODE PENELITIAN

Oleh/Bj : Wesman Endom. Summary

Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda Jl. A. Syahrani Samarinda Telp. (0541) Fax (0541)

TEKNIK PENEBANGAN KAYU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Struktur Dan Komposisi Tegakan Sebelum Dan Sesudah Pemanenan Kayu Di Hutan Alam. Muhdi

EVALUASI PENERAPAN PEMANENAN KAYU DENGAN TEKNIK REDUCED IMPACT LOGGING DALAM PENGELOLAAN HUTAN ALAM MUHDI, S.HUT., M.SI NIP.

BAB III METODE PENELITIAN

BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN LATAR BELAKANG. Defisit kemampuan

TINJAUAN PUSTAKA. kayu dari pohon-pohon berdiameter sama atau lebih besar dari limit yang telah

FAKTOR EKSPLOITASI HUTAN DI SUB REGION KALIMANTAN TIMUR (Forest Exploitation Factors in Sub Region of East Kalimantan)

ANALISIS KEBIJAKAN PENEBANGAN RATA TANAH UNTUK POHON JATI (Tectona grandis Linn f ) di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur RIZQIYAH

Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN

TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan

PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT.

Penelitian dilakukan di areal HPH PT. Kiani. penelitian selama dua bulan yaitu bulan Oktober - November 1994.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : PENGELUARAN KAYU DENGAN SISTEM KABEL LAYANG DI HUTAN RAKYAT. Oleh: Dulsalam 1) ABSTRAK

Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 2 )Mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru ABSTRACT

ABSTRACT. Forest harvesting activities generally produced a large quantity of woody wastes.

Pengeluaran Limbah Penebangan Hutan Tanaman Industri dengan Sistem Pemikulan Manual (Penilaian Performansi Kualitatif)

STANDARDISASI GERGAJI RANTAI UNTUK PENEBANGAN POHON

Sona Suhartana & Yuniawati ABSTRACT. The appropriate felling technique by paying attention to feller postures and

ANALISIS ANGKA KONVERSI PENGUKURAN KAYU BULAT DI AIR UNTUK JENIS MERANTI (Shorea spp)

MENAKSIR VOLUME POHON BERDIRI DENGAN PITA VOLUME BUDIMAN

FAKTOR EKSPLOITASI PADA HUTAN PRODUKSI TERBATAS DI IUPHHK-HA PT KEMAKMURAN BERKAH TIMBER

Abstract. Pendahuluan

KODEFIKASI RPI 20. Keteknikan dan Pemanenan Hasil Hutan

KAJIAN SISTEM DAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI KALIMANTAN SELATAN


Baharinawati W.Hastanti 2

Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN

Dulsalam, Sukadaryati, & Yuniawati

BAB IX ANGGARAN PENDAPATAN PERUSAHAAN HUTAN

EFISIENSI PEMBALAKAN DAN KUALITAS LIMBAH PEMBALAKAN DI HUTAN TROPIKA PEGUNUNGAN : STUDI KASUS DI IUPHHK-HA PT RODA MAS TIMBER KALIMANTAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAYU SISA POHON YANG DITEBANG DAN POHON YANG TIDAK DITEBANG DI IUPHHK-HA PT. WIJAYA SENTOSA WASIOR, PAPUA BARAT FARIKH MUNIR MUBARAK

TEKNIK PENYARADAN KAYU

INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISA JENIS LIMBAH KAYU PADA INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI KALIMANTAN SELATAN

BAB III METODE PENELITIAN

DAMPAK PEMANENAN KAYU TERHADAP TERJADINYA KETERBUKAAN LANTAI HUTAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KERAGAMAN STRUKTUR TEGAKAN HUTAN ALAM TANAH KERING BEKAS TEBANGAN DI KALIMANTAN HERI EKA SAPUTRA

BAB VII TEKNIK INVENTARISASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERBANDINGAN BESARNYA KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL PADA PEMANENAN KAYU MENGGUNAKAN METODE REDUCED IMPACT LOGGING DAN CONVENTIONAL LOGGING DI IUPHHK PT

Transkripsi:

Buletin Penelitian Hasil Hutan Vol. 14No. 9 (1996) pp. 374-381 PENEBANGAN SERENDAH MUNGKIN UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI KAYU : STUDI KASUS DI DUA PERUSAHAAN HUTAN DI KALIMANTAN TIMUR (The lowest possible felling technique for increasing wood production: case study in two forest companies in East Kalimantan) Ohh/By: Sona Suhartana & Dulsalam Summary This paper presents the results of the study of felling productivity and wood utilization level when practicing the lowest possible felling technique. The case study was.selected in two forest companies in East Kalimantan inl 996. The aim of the study is to find information of the effect of practicing the lowe.u possible felling technique to the felling productivity and wood utilization level. Then, the results are compared to those obtained from conventional felling technique. The results of the study are as follow : 1. The average of felling productivity is 42.16 m^/hr for the lowest possible felling technique and 49.96 m^/hr for conventional felling. This difference of 7.8 m^/hr is significant. 2. The average of stump height when practicing the lowest possible felling technique is 37.6 cm, while for conventional felling is 56.6 cm. 3. The average of waste stump volume is 0.21 m^/tree (3.34%) for the lowest possible felling technique and 0.40 m^/tree (4.54%)for conventional technique. The average of wood utilization is 6.08 m^/tree (96.66% of the average volume of trees felled of 6.29 m^/tree) for the lowest possible felling technique and 8.41 m^/tree (95.45%) of the average volume of trees felled of 8.81 np/tree) for conventional technique. There is 1.20% increase. 4. It is recommended that the lowest possible felling technique be implemented because this technique can increase wood utilization. Keywords : felling productivity, lowest possible stump, felling teclinique. Ringkasan Tulisan iiii mengetengahkan hasil-hasil penelitian tentang produktivitas penebangan dan tingkat pemanfaatan kayu yang lerjadi dengan teknik penebangan serendah mungkin. Penelitian dilakukan di dua penisahaan hutan di Kalimantan Timur pada tahun 1996. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengandi dari penerapan teknik penebangan serendah mungkin terhadap produktivitas dan tingkat pemanfaatan kayu yang terjadi. Hasil penelitian dibandingkan dengan teknik penebangan konvensional. Hasil-hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut : 1. Rata-rata produktivitas penebangan adalah 42,16 m^/jam untuk teknik penebangan serendah mungkin dan 49,96 m^/jam untuk teknik penebangan konvensional. Terjadi penurunan produktivitas sebesar 7,8 m^/jam. 2. Rata-rata tinggi tunggak pada teknik penebangan serendah mungkin adalah 37,6 cm dan teknik penebangan konvensional adalah 56,6 cm. 374

3. Rata-ruta volume limbah tunggak pada teknik penebangan serendah mungkirt adala m^/pohon (3,34%) dan pada teknik penebangan konvensicmal adalah 0,40 m^/poh (4,54%). Rata-rata volume kayu yang dimanfaatkan adalah 6,08 m^/pohon (96,66% rata-rata volume pohon yang ditebang sebesar 6,29 m^/pohon) untuk teknik peneban serendah mungkin dan 8,41 m^/pohon (95,45% dari rata-rata volume pohon yang diteb sebesar 8,81 m^/pohon) untuk teknik penebangan konvensional. Terjadi peningkat pemanfaatan kayu sebesar 1,20%. 4. Teknik penebangan serendah mungkin sebaiknya diterapkan di lapangan karena d meningkatkan pemanfaatan kayu. Kata kunci: produktivitas penebangan, tunggak serendah mungkin, teknik penebangan. /. PENDAHULUAN Kegiatan penebangan kayu di hutan alam luar Pulau Jawa memegang peranan penting dalam usaha pemanfaatan sumberdaya hutan. Penebangan kayu merupakan kegiatan merebahkan pohon dan kemudian memotong-motong menjadi bagian batang yang laik sarad. Kegiatan penebangan di hutan alam yang dikelola dengan sistem tebang pilih adalah cukup sulit. Welbum (1981) mengemukakan bahwa tebang pilih dan arah rebah banyak menimbulkan masalah dalam penebangan pohon. Teknik penebangan yang sesuai dan alat penebangan yang cocok perlu mendapat perhatian guna menekan pemborosan biaya dan sumberdaya hutan. Beberapa hasil penelitian yang menunjukkan tingginya pemborosan sumberdaya hutan berupa teijadinya limbah adalah sebagai berikut: Sastrodimedjo dan Simarmata (1978), Sinaga dan Thaib (1982), Sianturi, Soerianegara, Suparto dan Manan (1984) serta Simarmata dandulsalam (1985a,1985b) mengemukakan bahwa besamya tingkat efisiensi pemanfaatan kayu per pohon di tempat penebangan baru mencapai sekitar 80%, sedang limbahnya adalah sebesar 20%. Limbah sebesar ini terdiri dari limbah tunggak 3% dan limbah batangl7%). Limbah tersebut belum termasuk limbah dari batang di atas bebas cabang dan cabang sampai diameter 10 cm yang diperkirakan mencapai di atas 15%. Dengan demikian secara keseluruhan jumlah limbah cukup besar. Upaya perbaikan teknik penebangan untuk meminimumkan limbah pembalakan melalui teknik penebangan serendah mungkin perlu dilakukan sesuai dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan Nomor 151/Kpts/IV-BPHH/1993 tanggal 19 Oktober 1993 tentang PetunjukTeknis Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) pada hutan alam daratan (Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan, 1994). Langkah ini dianggap suatu kemajuan karena acuan mengenai teknik penebangan sebelumnya masih memperkenankan tinggi tunggak yang relatif tinggi. Sebelumnya Wenger (1984) menganjurkan tinggi tunggak sampai sepertiga diameter setinggi dada untuk pohon tidak berbanir dan setinggi banir untuk pohon berbanir. Volume limbah penebangan yang tinggi menunjukkan bahwa kegiatan penebangan kurang efisien. Kegiatan penebangan merupakan penentu untuk mendapatkan tinggi rendahnya hasil, baik ditinjau dari kualitas maupun kuantitas. Di antaia banyak faktor yang berpengaruh, teijadinya limbah pembalakan sebagian besar disebabkan oleh kesalahan teknik penebangan. Bui. Pen. Has. Hut. Vol. 14 No. 9 (1996) 375

Bertolak dari latar belakang dan permasalahan di muka, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari penerapan teknik penebangan serendah mungkin terhadap produktivitas dan tingkat pemanfaatan kayu. Sasarannya adalah meminimalkan tinggi tunggak yang terjadi yang pada akhimya akan meningkatkan produksi kayu. //. METODE PENELITIAN A. Waktu, Lokasi dan Peralatan Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 1996 di dua areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) di Propinsi Kalimantan Timur. HPH pertama (HPH A) adalah PT Hanurata Coy Ltd termasuk ke dalam wilayah Cabang Dinas Kehutanan (CDK) Sangkulirang. HPH kedua (HPH B) adalah PT Surapati Perkasa Corporation termasuk ke dalam wilayah CDK Mahakam Ulu. Menurut administrasi pemerintahan kedua HPH termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Kutai, Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Timur. Areal penelitian HPH A umumnya memiliki kemiringan lapangan antara 4-20% dengan ketinggian tempat antara 0-500 meter dari permukaan laut. HPH B memiliki kemiringan lapangan antara 8-40% dengan ketinggian tempat 500-900 meter dari permukaan laut. Keadaan tegakan di kedua areal yang didominasi oleh jenis pohon dari faniili Dipterocarpaceae memiliki kerapatan antara 120-176 pohon/hektar (HPHA)dan antara 121-196 pohon/hektar (HPH B). Kerapatan tersebut untuk semua pohon dengan diameter 20 cm dan ke atas. Keadaan pohonnya umumnya memiliki banir. Untuk tumbuhan bawah, rata-rata memiliki kerapatan sedang. Dalam pemanenan kayunya,alat utama yang digunakan adalah gergaji rantai merek Stihl tipe 070 untuk kegiatan penebangan dan pembagian batang, traktor merek Caterpillar tipe D7G untuk penyaradan dan pembuatan jalan serta truk gandengan (trailler) merek Nissan tipe KD 50 untuk pengangkutan kayimya. Obyek dalam penelitian adalah pohon ditebang dan kegiatan penebangan yang dilakukan dengan menggunakan gergaji rantai meliputi teknik penebangan dan keadaan pohon. Peralatan yang digunakan adalah : meteran, pita-phi, alat pengukur waktu (stop watch) serta perlengkapan daftar isian. B. Prosedur Penelitian Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode pengukiu-an langsung di lapangan dan pengamatan serta wawancara untuk memperoleh data penunjang. Pengumpulan data dilakukan sebagai berikut: 1. Menetapkan secara purposif satu petak tebang yang akan dilakukan penebangan. 2. Mencatat data kegiatan penebangan untuk kedua teknik penebangan yang meliputi : diameter (m), tinggi batang sampai batang bebas cabang (m), tinggi tunggak (cm) dan waktu penebangan (menit). 3. Mengiunpulkan data pemmjang seperti keadaan umum perusahaan dengan cara wawancara serta pengutipan data di kantor perusahaan. 376 Bui. Pen. Has. Hut. Vol. 14 No. 9 (1996)

Sebagai obyek pengamatan adalah jenis pohon niagawi yang ditebang berdiameter 50 cm dan ke atas, dengan ulangan pengamatan 20 pohon untuk teknik penebangan serendah mungkin dan 20 pohon untuk teknik penebangan konvensional (sebagai kontrol). C. Analisis Data Volume batang dan volume limbah tunggak dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut: V = 0,25nD2L (1) di mana: V = volume batang (m^); L = panjang batang (m); dan D = diameter rata-rata (m). Diameter rata-rata diperoleh dengan cara sebagai berikut: D = 0,5 (Dp + Du) (2) di mana: Dp dan Du masing-masing adalah diameter pangkal dan diameter ujung (cm). Produktivitas penebangan dihitung sebagai berikut: V P = (3) W di mana : P = produktivitas penebangan (m3/jam); V = volume kayu (m3); dan W = waktu tebang (jam). Pengolahan data dilakukan dengan pendekatan statistik dengan menghitung nilai rata-rata dan nilai simpangan baku. Data lapangan berupa produktivitas dan volume limbah diolah ke dalam bentuk tabulasi dan dibandingkan dengan kontrol menggimakanuji-t (Prajitno, 1981). ///. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran berupa produktivitas dan limbah tunggak disajikan pada Tabel 1 dan 2. Tabel 1 kolom 6 menyajikan produktivitas penebangan dengan teknik penebangan serendah mungkin yang besamya berkisar antara 36,59-51,21 m^/jam dengan nilai rata-rata 42,16 m^/jam. Tabel 2 kolom 6 memperlihatkan produktivitas penebangan dengan teknik penebangan konvensional yang besamya berkisar antara 32,01-75,11 m^/jam dengan nilai rata-rata 49,96 m^/jam. Kisaran di atas dapat terjadi karena adanya perbedaan dimensi awal bempa diameter dan tinggi pohon yang bervariasi. Dengan adanya perbedaan dimensi akan menimbulkan perbedaan volume pohon yang cukup berarti.senada dengan hasil penelitian ini, Idris dansuhartana (1995) melaporkan bahwa nilai produktivitas penebangan konvensional (28,8 m^/jam) adalah lebih besar dibandingkan dengan produktivitas penebangan serendah mungkin (25,2 m3/jam). Bui. Pen. Has. Hut. Vol. 14 No. 9 (1996) 377

Tabel 1. Produktivitas penebangan dan volume limbah tunggak dengan teknik penebangan serendah mungkin Table 1. Felling productivity and stump waste volume by practicing the lowest possible felling technique No. Diameter Waktu tebang. Tinggi tunggak Panjang batang Produktivitas, Volume detik bebas cabang m^/jam limbah, m' (Felling time. (Stump height) (Clear bole (Productivity, (Stump waste second) (cm) length, m) m'/hr) volume, mo I. 70,1 540 33 15,1 38,47 0,17 2. 77,2 562 40 14,0 41,77 0,26 3. 60,1 330 50 16,2 49,31 0,19 4. 54,3 310 52 19,1 50,52 0,15 5. 53,2 310 50 20,1 51,21 0,14 6. 61,0 335 38 15,2 47,07 0,15 7. 71,1 540 36 14,2 36,93 0,18 8. 78,0 595 40 15,0,43,38 0,26 9. 77,2 565 30 14,0 "41,54 0,19 10. 71,2 545 44 14,0 36,59 0,22 11. 75,0 560 37 14,1 39,79 0,21 12. 80,0 600 35 14,0 42,24 0,25 13. 85,1 630 32 13,2 42,17 0,25 14. 85,2 625 30 13,0 42,51 0,24 15. 80,1 600 32 14,0 42,24 0,23 16. 74,1 560 35 14,1 38,70 0,20 17. 70,0 540 37 15,0 38,47 0,19 18. 80.0 600 38 14,1 42,24 0,24 19. 89,2 650 30 12,1 41,37 0,24 20. 71,0 545 32 14,0 36,59 0,16 Jumlah 1.463,1 10.542,0 751,0 294,5 843,11 4,13 (Total) Rata-Rata {Mean) 73,2 527,1 37,6 14,7 42,16 0,21 S 9,9 110,4 6,8 1,9 4,38 0,04 Keterangan (Remark) : S = Simpangan baku (Standard deviation). Dari Tabel 1 kolom 6 dan Tabel 2 koloni 6 dapat dilihat bahwa besamya produktivitas rata-rata untuk teknik penebangan konvensional (49,96 m3/jam) adalah lebih tinggi dari pada untuk teknik penebangan serendah mungkin (42,16 m^/jam) Hasil uji-t untuk membandingkan produktivitas kedua teknik penebangan tersebut adalah t-hitung = 3,038** (t-tabel 99% = 2,704). Hal ini dapat diartikan bahwa rata-rata produktivitas antara perlakuan teknik penebangan serendah mungkin dengan teknik penebangan konvensional adalah sangat berbeda nyata. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bila ditinjau dari segi produktivitas saja, maka teknik penebangan konvensional adalah lebih baik dari pada teknik penebangan serendah mungkin. Hal tersebut di atas dapat terjadi karena salah satu faktor penentu produktivitas penebangan adalah waktu tebang. Pada teknik penebangan serendah mungkin dilakukan peinbuangan banir terlebih dahulu sebeluni penebangan dilakukan. Dengan demikian waktu penebangan menjadi lebih panjang sehingga prod4ktivitasnya menjadi lebih rendah. Akan tetapi, dalam jangka panjang, teknik penebangan serendah mungkin akan lebih menguntungkan karena selain ada tanibahan volume kayu yang dimanfaatkan, penebang akan terbiasa melakukan penebangan serendah mungkin sehingga produktivitasnya diduga akan meningkat. Di samping itu pendapatan bagi penebang tidak ditentukan oleh waktu kerja (jam). 378 Bui. Pen. Has. Hut. Vol. 14 No. 9 (1996)

akan tetapi oleh hasil kerja (m^). Dengan demikian perbedaan produktivitas tersebut dapat diabaikan. Tabcl 2. Produktivitas penebangan dan volume limbah tunggak dengan teknik penebangan konvensional Table 2. Felling productivity and stump waste volume by practicing conventional felling technique No. Diameter Waktu tebang. Tinggi tunggak Panjang batang Produktivitas, Volume detik bebas cabang m^/jam limbah, m-* (Felling time. (Stump height) (Clear bole (Productivity. (Stump waste second) (cm) length, m) m'/hr) volume, m') 1. 75,5 510 45 20,2 63,81 0,29 2. 73,5 505 42 19,2 58,10 0,23 3. 80,5 510 51 20,9 75,11 0,32 4. 75,5 495 48 20,2 65,75 0,31 5. 96,5 830 69 15,7 49,79 0,66 6. 84,0 540 52 14,5 53,60 0,36 7. 50,0 300 40 19,3 45,48 0,10 8. 99,5 860 72 12,6 41,02 0,64 9. 100,0 865 98 14,7 48,07 1,08 10. 95,0 790 86 15,4 49,76 0.68 11. 74,1 550 59 18,3 51,51 0,28 12. 73,1 545 47 18,6 51,39 0.26 13. 92,0 850 79 16,2 45,61 0,67 14. 61,0 500 38 16,5 34,70 0,15 15. 63,0 505 50 14,4 32,01 0,19 16. 87,1 800 55 15,0 40,14 0,39 17. 94,0 900 80 19.0 52,72 0,75 18. 62,0 500 45 18,7 40,68 0,18 19. 70,5 545 35 22,3 57,53 0,24 20. 45,5 300 40 21,7 42,36 0,20 Jumlah 1.552,3 12.200,0 1.131,0 353,4 999,14 7,98 (Tatar) Rata-Rata (Mean) 77,6 610,0 56,6 17,7 49,96 0,40 S 16,0 188,5 17,9 2,8 10,61 0,26 Keterangan (Remark): S = Simpangan baku (Standard deviation). I Pada Tabel 1 kolom 2 dan 4 dapat dilihat bahwa untuk pohon-pohon dengan kisaran diameter antara 53-89 cm, tinggi tunggak terendah yang dapat dicapai oleh teknik penebangan serendah niungkin adalah antara 30-52 cm dengan rata-rata 37,6 cm. Sedang pada Tabel 2 kolom 2 dan 4 dapat dilihat bahwa untuk pohon-pohon dengan kisaran diameter antara 45,5-100 cm, tinggi tunggak terendah yang dapat dicapai oleh teknik penebangan konvensional adalah antara 38-98 cm dengan rata-rata 56,6 cm. Tabel 1 kolom 7 memperlihatkan nilai volume limbah tunggak dengan teknik penebangan serendah mungkin yang besamya berkisar antara 0,14-0,26 m^/pohon dengan rata-rata 0,21 m^/pohon. Tabel 2 kolom 7 menyajikan nilai volume limbah tunggak dengan teknik penebangan konvensional yang besamya berkisar antara 0,15-1,08 m^/pohon dengan nilai rata-rata 0,40 m^/pohon. Ini berarti bahwa teknik penebangan konvensional kurang efisien karena seperti telah dikemukakan di muka bahwa volume limbah penebangan yang tinggi menunjukkan bahwa kegiatan penebangan kurang efisien. Diperkuat dengan hasil uji-t untuk membandingkan volume limbah tunggak yang terjadi antara kedua teknik penebangan tersebut, menghasilkan t-hitung = 2,113* (t- Bul. Pen. Has. Hut. Vol. 14 No. 9 (1996) 379

tabel 95% = 2,021). Hal ini dapat dikatakan bahwa volume limbah yang terjadi antara teknik penebangan serendah mungkin dengan teknik penebangan konvensional adalah berbeda nyata pada taraf 95%. Dengan demikian ditinjau dari volume limbah yang terjadi, teknik penebangan serendah mungkin adalah lebih baik daripada teknik penebangan konvensional. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai rata-rata volume kayu yang dapat dimanfaatkan pada teknik penebangan serendah mungkin adalah sebesar 6,08 m3/pohon (96,66% dari rata-rata volume pohon yang ditebang pada teknik penebangan ini sebesar 6,29 m^/pohon) sedangkan limbah tunggak yang terjadi adalah 0,21 m^/pohon (3,34%). Sementara itu kayu yang dapat dimanfaatkan pada teknik penebangan konvensional rata-rata adalah sebesar 8,41 m3/pohon (95,45%) dari rata-rata volume pohon yang ditebang pada teknik penebangan ini sebesar 8,81 m3/pohon) dengan limbah tunggak yang terjadi sebesar 0,40 m3/pohon (4,54%)). Dari hasil perhitungan di atas dapat dilihat bahwa, teknik penebangan serendah mungkin dapat meningkatkan pehianfaatan kayu sebesar 96,66%-95,45% = 1,20%) atau 0,19 m3/pohon. Hal ini mudah dipahami karena rata-rata tinggi tunggak pada teknik penebangan serendah mungkin (37,6 cm) adalah lebih rendah daripada ratarata tinggi tunggak pada teknik penebangan konvensional (56,6 cm). Berdasarkan data tegakan di kantor perusahaan, rata-rata jumlah pohon yang ditebang adalah 7 pohon/lia dengan volume rata-rata 6,29 m3/pohon. Luas areal hutan yang ditebang per tahun adalah 1000 ha dengan target produksi per tahun sebesar 42.000 m3. Atas dasar adanya peningkatan pemanfaatan kayu 1,20%, maka pihak perusahaan akan mendapatkan tambahan keuntungan berupa kenaikan produksi sebesar 1,20% x 42.000 m^ = 504 m3/tahun. Dengan anggapan bahwa harga dolok adalah Rp 150.000/m3 dan keuntungan perusahaan yang layak adalah 20% (Rp 30.000/m3), maka perusahaan dapat memperoleh tambahan keuntungan sebesar 504 X Rp30.000= Rpl5.120.000 per tahun. Sementara itu bagi penebang dengan tarif upah borongan sebesar Rp 1.400/m3, maka dengan adanya tambahan peningkatan pemanfaatan kayu akan meningkatkan pendapatan bagi penebang sebesar Rp 1.400 x504 = Rp705.600 per tahun. Upaya yang perlu dilakukan agar produktivitas dan pemanfaatan kayu meningkat adalah dengan cara diadakannya pelatihan untuk operator gergaji rantai agar terbiasa melakukan pembuangan banir terlebih dahulu sebelum melakukan penebangan serta meninggalkan tunggak serendah mungkin. Dengan terbiasanya operator tersebut, maka diharapkan kayu yang dapat dimanfaatkan akan bertambah. IV. KESIMPVLAN DAN SARAN 1. Rata-rata produktivitas penebangan pada teknik penebangan serendah mungkin adalah 42,16 m3/jam dan pada teknik penebangan konvensional adalah 49,96 m3/jam. Telah terjadi penurunan produktivitas sebesar 7,8 m3/jam. 2. Rata-rata tinggi timggak terendah yang dapat dicapai oleh teknik penebangan serendah mungkin adalah 37,6 cm dan pada teknik penebangan konvensional adalah 56,6cm. 380 Bui. Pen. Has. Hut. Vol. 14 No. 9 (1996)

3. Rata-rata volume limbah tunggak yang terjadi pada teknik penebangan serendah mungkin adalah 0,21 m^/pohon (3,34%) dan pada teknik penebangan konvensional adalah 0,40 m^/ pohon (4,54%).Rata-rata tingkat pemanfaatan kayu adalah 6,08 m^/pohon (96,66% dari rata-rata volume pohon yang ditebang sebesar 6,29 ni^/pohon) pada teknik penebangan serendah mungkin dan 8,41 m3/pohon (95,45% dari rata-rata volume pohon yang ditebang sebesar 8,81 m^/pohon) pada teknik penebangan konvensional. Terjadi peningkatan pemanfaatan kax-u sebesar 1,20%). 4. Teknik penebangan serendah niiuigkin perlu diterapkan karena dapat meningkatkan pemanfaatan kavoi sebesar 1,20%. 5. Perlu diadakan pelatihan-pelatihan dan kursus-kursus untuk operator dan mandor tebang agar terbiasa dengan teknik penebangan serendah numgkin. DAFTAR PUSTAKA Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan. 1994. Petunjuk Teknis Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) pada Hutan Alani Daratan. Departemen Kehutanan, Jakarta. Idris, M.M dan S.Suhartana. 1995. Produktivitas dan efisiensi pemanenan kayu dengan teknik penebangan pohon serendah mungkin di hutan produksi alam; studi kasus di tiga perusahaan hutan di Kalimantan Tengah. Jumal Penelitian Hasil Hutan 13(3): 94-100, Bogor. Prajitno,D. 1981. Analisa regresi dan korelasi untuk penelitian pertanian. Liberty, Yogyakarta. Sianturi,A., I. Soerianegara, R.S. Suparto dan S. Manan. 1984. Faktor eksploitasi di hutan alam Dipterocarpaceae Pulau Laut. Jumal Penelitian Hasil Hutan 1(1) : 1-10, Bogor. Simamiata, S.R dan S.Sastrodiniedjo. 1978. Limbah eksploitasi pada beberapa perusahaan hutan di Indonesia. Laporan Lembaga Penelitian Hasil Hutan No. 20, Bogor. Simarmata, S.R dan Dulsalam. 1985a. Volume dan klasifikasi limbah penebangan pada beberapa perusahaan hutan di Aceh dan Kalimantan Timur. Jumal Penelitian Hasil Hutan 2 (2):17-I9,Bogor.. 1985b. Limbah eksploitasi pada beberapa pemsahaan pengusahaan hutan di Kalimantan dan Sumatera. Lembaran Penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan No. 20, Bogor. Sinaga, M dan J. Thaib. 1982. Limbah eksploitasi hutan payau pada beberapa pengusahaan hutan di Indonesia. Laporan No. 159, Balai Penelitian Hasil Hutan Bogor. Welbum, G.V. 1981. Logging in mountain regions. Proc. of XVII lufro World Congress on Forest Operations and Techniques. Japanese lufro Congress Commitee, Ibarki. Wenger, K.F. 1984. Forestry Handbook, 2nd Edition. John New York. Wiley and Sons, Inc, Bui. Pen. Has. Hut. Vol. 14 No. 9 (1996) 381