BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tinjauan Umum Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT PPP DPU DKI Jakarta, Jakarta Timur dengan menggunakan system pencampuran aspal hangat dengan panduan metode pengujian campuran aspal dengan alat marshall, yang merupakan dasar dari pembangunan jalan raya yang digunakan acuan oleh bina marga. Di dalam penelitian ini pengujian dilakukan secara bertahap, yaitu terdiri atas pengujian agregat (kasar, halus dan Filler), aspal dan pengujian terhadap campuran (uji Marshall). Pengujian terhadap agregat termasuk pemeriksaan berat jenis, pengujian abrasi dengan mesin Los Angeles, kelekatan terhadap aspal, indeks kepipihan dan penyerapan air. Untuk pengujian aspal termasuk juga penetrasi, titik nyala, titik bakar, titik lembek, kehilangan berat, kelarutan (CC14), daktilitas dan berat jenis. Sedangkan metode yang digunakan sebagai penguji campuran adalah metode marshall, dimana dari pengujian Marshall tersebut di dapatkan hasil-hasil yang berupa komponen-komponen Marshall, yaitu stabilitas, Flow, Void In Total Mix (VIM), Void Filled With Asphalt (VFWA) dan kemudian dapat dihitung Marshall Qoutient-nya. Pengujian berikutnya adalah berupa uji rendaman Marshall dan Uji Immersion. Dari hasil pengujian Marshall didapat nilai KAO (Kadar Aspal Optimum) dan juga berat jenis maksimum (Density) yang nantinya di jadikan acuan untuk membuat sampel uji pengujian stabilitas dinamis dengan alat Wheel Tracking untuk mencari nilai penurunan (deformasi) sebanyak 1260 lintasan dengan suhu 60ºC. III - 1
Beberapa hal yang harus dipersiapkan untuk memproses perencanaan penelitian campuran aspal minyak dan aspal buton terdapat bagan alir yang di tunjukan dalam gambar 3.1. III - 2
MULAI Kinerja Laboratorium Campuran Aspal Buton/Asbuton Menggunakan Sistem Warm Mix Dengan Metode Uji Marshall & Wheel Tracking Studi Literatur Persiapan Alat & Bahan Aspal Minyak 60/70 Agregat Filler Tes Fisik - Penetrasi - Titik Lembek - Titik Nyala - Daktilitas - Berat Jenis Tes Fisik - Berat Jenis - Analisa Saringan - Kelekatan Agregat Tes Fisik - Berat Jenis Memenuhi SYARAT BAHAN DASAR SNI, ASTM, AASHTO Tidak Perancangan Campuran Laston AC-BC PERSYARATAN SPESIFIKASI SNI, ASTM, AASHTO Tidak A III - 3
A Penentuan Kadar Aspal Rencana (5.0%;5.5%;6.0%;6.5%;7.0%) Uji Marshall Dengan Perendaman waktu 30-40 menit dan 24 jam Pengujian Wheel Tracking Suhu 60ºC, Sebanyak 1260 lintasan Data Analisis Hasil Pengujian Kesimpulan dan Saran Selesai Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 3.2 Bahan Penelitian Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1) Agregat Kasar berasal dari hasil pemecahan batu (Stone Crusher). 2) Begitu pula untuk agregat halus yang digunakan adalah batu dari hasil pemecahan batu (Stone Crusher). III - 4
3) Filler menggunakan hasil pemecahan batu kapur yang biasa digunakan untuk berbagai macam konstruksi bangunan sebagai pengganti semen. 4) Untuk bahan aspal menggunakan aspal minyak pen 60/70 dan aspal buton yang diperoleh dari PT. Hutama Prima, Bogor, Jawa Barat. 3.3 Prosedur Pengujian Material Pengujian material yang dilaksanakan pada penelitian ini, meliputi pemeriksaan terhadap agregat kasar, agrgat halus, Filler dan aspal. Mengacu pada standar Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum (2010). 3.3.1 Pengujian Material Agregat Dalam pemilihan bahan agregat diupayakan menjamin tingkat penyerapan air yang paling rendah. Hal ini merupakan antisipasi atas hilangnya material aspal yang terserap oleh agregat. Agregat dapat terdiri atas beberapa fraksi, misalnya fraksi kasar, fraksi medium dan abu batu atau pasir alam. Pada umumnya fraksi kasar dan fraksi medium digolongkan sebagai agregat kasar.sedangkan untuk abu batu dan pasir alam sebagai agregat halus. 1) Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar Pemeriksaan agregat kasar bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat yang dimiliki agregat kasar tersebut sehingga dapat memenuhi spesifikasi yang ada dalam campuran beraspal. Adapun jenis dan maksud dari pengujian ini adalah sebagai berikut : III - 5
Analisa Saringan Pengujian ini bertujuan untuk memeriksa distribusi ukuran butiran agregat kasar dengan menggunakan saringan. Berat Jenis Pengujian berat jenis dimaksudkan untuk menentukan berat jenis kering, berat jenis permukaan jenuh, berat jenis semu, serta penyerapan agregat kasar. Pengujian ini dilaksanakan berdasarkan SNI 03-1969-1990. Berat Jenis Kering Adalah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu. Rumus yang digunakan untuk menentukan berat jenis kering adalah : Berat jenis kering = Keterangan : Bk Bj Ba = Berat benda uji kering oven (gr). = Berat benda uji kering permukaan jenuh (gr). = Berat benda uji kering permukaan jenuh dalam air (gr). Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh Adalah perbandingan antara berat agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu. Rumus yang digunakan untuk menentukan berat jenis kering permukaan jenuh adalah : Berat jenis kering permukaan jenuh = III - 6
Berat Jenis Semu Adalah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu. Rumus yang digunakan untuk menentukan berat jenis semu adalah : Berat jenis semu = Penyerapan Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa persentase antara berat air yang dapat diserap oleh pori terhadap berat agregat kering. Rumus yang digunakan untuk menentukan penyerapan adalah : Penyerapan =. 100% Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Sipil Universitas Mercu Buana dengan langkah-langkah sebagai berikut : Benda uji dicuci untuk menghilangkan debu atau bahan-bahan lain yang melekat pada permukaan benda uji. Benda uji dikeringkan dalam oven pada suhu 105 C sampai berat tetap. Benda uji didinginkan pada suhu kamar selama 1 3 jam, kemudian ditimbang dengan ketelitian 0,5 gram (Bk). Benda uji direndam dalam air pada suhu kamar selama 24 ± 4 jam. Benda uji dikeluarkan dari air, kemudian dilap dengan kain penyerap sampai selaput air pada permukaan hilang. Benda uji kering permukaan jenuh ditimbang (Bj). III - 7
Benda uji diletakkan dalam keranjang, digoncang untuk mengeluarkan udara yang tersekap, kemudian ditimbang dalam air (Ba). 2) Pengujian Keausan Dengan Mesin Los Angeles Pengujian keausan agregat terhadap kehancuran dapat diperiksa dengan melakukan pengujian Los Angeles, dimana gradasi dan berat yang telah ditetapkan dimasukkan bersama dengan bola baja (jumlah bola tergantung tipe gradasi yang digunakan) ke dalam mesin Los Angeles, setelah itu diputar dengan kecepatan 30/33 rpm selama 500 putaran. Nilai akhir dari hasil pengujian keausan dinyatakan dalam persen, yang merupakan hasil perbandingan antara berat bahan yang lolos saringan No. 12 terhadap berat awal bahan. Untuk penelitian ini, selain agregat yang diuji melalui pengujian Los Angeles, campuran beraspal dengan panjang serabut kelapa optimum pun akan diuji untuk mengetahui nilai keausannya yang dapat dilihat dari persentase antara berat benda uji setelah pengujian dibandingkan berat benda uji sebelum pengujian. Pengujian ini dilaksanakan di Laboratorium UPT PPP DPU DKI Jakarta. 3.3.2 Pengujian Sifat Fisik Agregat Halus Pengujian agregat halus bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat yang dimiliki agregat halus tersebut sehingga dapat memenuhi spesifikasi yang ada dalam campuran beraspal. Adapun jenis dan maksud dari pengujian ini adalah sebagai berikut : Analisis Saringan Fraksi B (agregat halus) menggunakan: III - 8
Tabel 3.1 Persyaratan Agregat Halus Pengujian Standar Nilai Nilai Setara Pasir SNI-03-4428-1997 Min. 45% Material Lolos Saringan SNI 03-4142-1996 Maks. 8% No.200 (0,075mm) Angularitas SNI 03-6877-2001 Min 45% Sumber : Pedoman pelaksanaa Lapis Campuran Beraspal Berat Jenis Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis kering, berat jenis permukaan jenuh, berat jenis semu, serta penyerapan agregat halus. Pengujian ini dilaksanakan berdasarkan SNI 03-1970-1990. Berat Jenis Kering Adalah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu. Rumus yang digunakan untuk menentukan berat jenis kering adalah : Berat jenis kering = Keterangan : Bk B = Berat benda uji kering oven (gr). = Berat piknometer berisi air (gr). 500 = Berat benda uji keadaan kering permukaan jenuh (gr). Bt = Berat piknometer berisi benda uji dan air (gr). III - 9
Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh Adalah perbandingan antara berat agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu. Rumus yang digunakan untuk menentukan berat jenis kering permukaan jenuh adalah : Berat jenis kering permukaan jenuh = Berat Jenis Semu Adalah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu. Rumus yang digunakan untuk menentukan berat jenis semu adalah : Berat jenis semu = Penyerapan Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa persentase antara berat air yang dapat diserap oleh pori terhadap berat agregat kering. Rumus yang digunakan untuk menentukan penyerapan adalah : Penyerapan =. 100% Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Sipil Universitas Mercu Buana dengan langkah-langkah sebagai berikut : Benda uji dikeringkan dalam oven pada suhu 110±5 C sampai berat tetap, kemudian benda uji didinginkan pada suhu ruang sebelum akhirnya direndam dalam air selama 24±4 jam. III - 10
Air perendam dibuang secara hati-hati agar tidak ada butiran yang hilang, kemudian agregat ditebarkan di dalam talam dan dikeringkan dengan cara membolak-balikan benda uji sampai tercapai keadaan kering permukaan jenuh. Benda uji diisi ke dalam kerucut terpancung, lalu dipadatkan dengan batang penumbuk dengan ditumbuk sebanyak 25 kali untuk memastikan keadaan benda uji kering permukaan jenuh. Sebanyak 500 gram benda uji dimasukkan ke dalam piknometer berisi air suling, kemudian diputar sambil diguncang agar tidak ada gelembung udara di dalamnya. Piknometer direndam dalam air dengan suhu 25 C, kemudian ditimbang dengan ketelitian 0,1 gram (Bt). Benda uji dikeringkan dalam oven dengan suhu 110 ± 5 C sampai berat tetap, kemudian didinginkan. Benda uji ditimbang kembali untuk mengetahui nilai Bk nya. Piknometer berisi air penuh dengan suhu 25 C ditimbang untuk mengetahui beratnya (B). 3.4 Pengujian Sifat Fisik Bahan Pengisi (Filler) Pengujian yang dilakukan adalah pengujian berat jenis yang dimaksudkan untuk menentukan berat jenis bahan pengisi yang dinyatakan sebagai perbandingan antara berat Filler dan berat air suling yang mempunyai isi yang sama pada suhu tertentu. Bahan pengisi yang digunakan adalah hasil pemecahan batu kapur. Pengujian ini dilakukan di Laboratorium UPT PPP DPU DKI Jakarta. III - 11
3.5 Pengujian Mutu Aspal Pengujian aspal dimaksudkan untuk mengetahui sifat-sifat fisik aspal dan kualitas aspal yang akan digunakan dalam penelitian. Pengujian-pengujian mutu aspal yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah : Uji Penetrasi Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kekerasan aspal yang dilakukan dengan memasukkan jarum penetrasi berdiameter 1 mm ke dalam aspal sedalam 0,1 mm yang kemudian dibebani dengan beban tertentu yaitu sebesar 50 gram sehingga diperoleh beban gerak seberat 100 gram (berat jarum + beban) selama 5 detik pada temperatur 25 C. Nilai penetrasi dinyatakan dalam angka yang merupakan kelipatan 0,1 mm. Alat yang digunakan adalah penetrometer yang dilengkapi dengan pengukur waktu berskala 0,1 detik. Waktu berlangsungnya penetrasi harus dapat diukur dan teliti hingga 0,1 detik. Pengujian ini dilaksanakan berdasarkan SNI 06-2456-1991. III - 12
Gambar 3.2 Alat Uji Penetrasi Aspal Pengujian ini dilakukan di Laboratorium UPT PPP DPU DKI Jakarta, dengan langkah-langkah sebagai berikut : Benda uji diletakkan ke dalam wadah, kemudian dimasukkan ke dalam bak perendam yang berada pada suhu 25 C. Sebelum penetrometer digunakan, jarum penetrasi dibersihkan terlebih dahulu dengan toluene atau pelarut lain. Sampel dipindahkan ke bawah alat penetrasi, lalu jarum diturunkan sampai menyentuh permukaan benda uji. Kemudian angka di arloji penetrometer diatur menjadi angka 0. Pemegang jarum dilepas dan secara serentak, stopwatch dijalankan selama jangka waktu 5 detik ± 0,1 detik. Nilai angka penetrasi didapat dari pembacaan pada arloji penetrometer, lalu dibulatkan hingga angka 0,1 mm terdekat. Kegiatan di atas dilakukan tidak kurang dari 3 kali untuk benda uji yang sama dengan ketentuan setiap titik III - 13
pemeriksaan mempunyai jarak satu dengan yang lain dan dari tepi dinding lebih dari 1 cm. Uji Titik Lembek Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pada temperatur berapa aspal mulai mencair karena pembebanan tertentu. Titik lembek adalah suhu pada saat bola baja dengan diameter 9,53 mm seberat ± 3,5 gram mendesak turun lapisan aspal yang tertahan dalam cincin berdiameter luar 23,026 mm dan berdiameter dalam 19,85 mm, sehingga aspal tersebut menyentuh pelat yang terletak di bawah cincin pada ketinggian 2,54 cm sebagai akibat dari pemanasan dengan kecepatan 5 C/menit. Suhu pada saat aspal mulai melembek karena pembebanan tertentu diperoleh dengan percobaan ring and ball. Apabila suhu titik lembek suatu bahan aspal terlalu tinggi, maka aspal tersebut kurang peka terhadap suhu dan aspal tersebut kurang elastic. Aplikasi pengujian titik lembek di lapangan adalah sebagai acuan dalam pelaksanaan pencampuran, penghamparan, dan pemadatan aspal. Pengujian ini dilaksanakan berdasarkan SNI 06-2434-1991. Gambar 3.3 Alat Uji Titik Lembek Aspal III - 14
Pengujian ini dilakukan di Laboratorium UPT PPP DPU DKI Jakarta, dengan langkah-langkah sebagai berikut : Sampel aspal disiapkan pada tempat yang telah disediakan, kemudian bola baja diletakkan di atas sampel tersebut. Thermometer yang berfungsi sebagai alat pengukur suhu air dipastikan dalam keadaan siap. Air sebanyak 800 ml dimasukkan ke dalam piknometer. Aspal yang telah diletakkan pada cincin kuningan dimasukkan ke dalam piknometer lalu dipanaskan secara bertahap. Suhu dibaca setiap menitnya untuk mengetahui pada suhu dan menit keberapa aspal meleleh dan bola baja jatuh ke dasar pelat. Uji Titik Nyala dan Titik Bakar Pengujian ini dilakukan untuk memeriksa suhu dimana aspal mulai terlihat menyala singkat sekurang-kurangnya 5 detik. Untuk pengujian ini, aspal yang akan diuji dimasukkan ke dalam bejana yang terbuka yang mempunyai luas permukaan tertentu. Pemanasan bejana dapat dilakukan dengan listrik atau gas, asalkan kenaikan suhu konstan dengan kecepatan tertentu. Hasil pengujian dipengaruhi oleh tiupan angin, kecepatan kenaikan suhu, dan untuk membedakan titik nyala dengan bakar secara tepat diperlukan pengujian yang dilakukan dalam ruangan yang gelap. Aplikasi pengujian titik nyala dan titik bakar di lapangan adalah sebagai gambaran mengenai batas pemanasan yang masih dapat diizinkan tanpa menimbulkan bahaya kebakaran (harus di bawah titik nyala). Pengujian ini dilaksanakan berdasarkan SNI 06-2433-1991. III - 15
Gambar 3.4 Alat Uji Titik Nyala dan Titik Bakar Aspal Pengujian ini dilakukan di Laboratorium UPT PPP DPU DKI Jakarta, dengan langkah-langkah sebagai berikut : Benda uji yang telah dimasukkan dalam cawan diletakkan di atas pelat pemanas dengan diatur sedemikian rupa sehingga pelat pemanas berada di bawah titik tengah cawan. Nyala penguji diletakkan dengan poros pada jarak 7,5 cm dari titik tengah cawan. Thermometer diletakkan tegak lurus di dalam benda uji tetapi tidak sampai menyentuh lantai dasar pada cawan. Penahan angin ditempatkan di depan nyala penguji. Sumber pemanas dinyalakan dan pemanasan diatur sehingga suhu mengalami kenaikan sebesar (15 ± 1) c per menit sampai benda uji mencapai suhu 56 c dibawah titik nyala perkiraan. Kecepatan pemanasan diatur menjadi 5-6 c per menit pada menit pada suhu antara 56 c dan 28 c di bawah titik nyala perkiraan. III - 16
Alat penguji dinyalakan dan diatur agar diameter nyala penguji tersebut menjadi 3,2 4,8 cm. Nyala penguji diputar sehingga melalui permukaan cawan (dari tepi ke tepi cawan) dalam waktu satu detik. Ulangi pekerjaan tersebut setiap kenaikan 2 c. Kenaikan suhu pada setiap interval waktu tertentu dicatat sampai terlihat percikan api (titik nyala) dan nyala api (titik bakar). Uji Daktilitas Pengujian ini dilakukan untuk mendapat gambaran apakah suatu bahan aspal dalam pemakaiannya punya sifat liat dan elastis yang dipengaruhi oleh beberapa sifat kimia aspal seperti kadar parafin dan hidrokarbon bebas tak jenuh tinggi. Daktilitas aspal adalah sifat liat atau pemuluran suatu bahan aspal yang diukur dari jarak terpanjang pemuluran aspal yang ditarik sampai bahan aspal tersebut putus pada suhu 25 C dengan kecepatan 5cm/menit. Apabila aspal memiliki sifat daktilitas yang terlalu tinggi, maka campuran antara aspal dan batuan menjadi kurang baik karena tidak homogen dan daya lekatnya kurang sedangkan apabila sifat daktilitasnya rendah, aspal menjadi mudah retak. Pengujian daktilitas dilaksanakan dengan alat uji daktilitas aspal yang terdiri dari cetakan, bak air, dan alat penarik bahan uji. Pengujian ini dilaksanakan berdasarkan SNI 06-2432-1991. III - 17
Gambar 3.5 Alat Uji Daktilitas Aspal Pengujian ini dilakukan di Laboratorium UPT PPP DPU DKI Jakarta, dengan langkah-langkah sebagai berikut : Benda uji disiapkan untuk dicetak pada cetakan daktilitas yang telah dilapisi oleh gliserin dan talek agar aspal tidak menempel. Air yang dituang ke dalam mesin penguji daktilitas ditambahkan gliserin secukupnya sehingga aspal yang ada di cetakan daktilitas akan dapat melayang ketika ditarik dengan mesin penguji. Cetakan daktilitas yang berisi benda uji dipasang pada mesin uji dan benda uji ditarik secara teratur dengan kecepatan 5 cm/menit sampai benda uji putus. Perbedaan kecepatan sebesar 5% masih diijinkan. Selama percobaan berlangsung, benda uji harus selalu dalam keadaan terendam sekurangkurangnya 2,5 cm dari permukaan air dengan suhu 25 ± 0,5 C. Uji Berat Jenis Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui berat jenis bahan aspal yang akan digunakan dalam penelitian. Berat jenis aspal adalah perbandingan antara berat III - 18
aspal dengan berat air suling yang isinya sama pada suhu 25 C. Pengujian ini dilaksanakan berdasarkan SNI 06-2441-1991. Rumus yang digunakan untuk menentukan berat jenis aspal adalah : Berat Jenis = Keterangan : A B C D = Berat Piknometer + Tutup (gr). = Berat Piknometer + Tutup + Air (gr). = Berat Piknometer + Tutup + Aspal (gr). = Berat Piknometer + Tutup + Aspal + Air (gr). Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Sipil Universitas Mercu Buana dengan langkah-langkah sebagai berikut : Piknometer disiapkan, kemudian ditimbang masing-masing piknometer + tutup (A). Piknometer diisi air hingga penuh dan tidak ada gelembung udara lalu ditutup dan bersihkan sebelum akhirnya ditimbang (B). Setelah ditimbang dan diketahui beratnya, maka air dalam piknometer dibuang dan piknometer dikeringkan dalam oven selama ± 60 menit dengan suhu 110 C. Aspal ditimbang dan dimasukkan ke dalam piknometer lalu kemudian dipanaskan dengan oven pada suhu 110 C sampai mencair, kemudian didinginkan pada suhu ±25 C dan ditimbang + tutup (C). Piknometer berisi aspal ditambahkan air dan direndam dalam waterbath pada suhu 25 C dalam volume yang sama selama ± 15 menit. Setelah itu piknometer + tutup + aspal + air ditimbang untuk mengetahui beratnya (D). III - 19
3.6 Prosedur Perancangan Campuran Aspal Untuk menentukan kadar aspal optimum di perkirakan dengan variasi kadar aspal rencana, yaitu 5.0%;5.5%;6.0%;6.5%7.0%. Kemudian dilakukan penyiapan benda uji untuk tes Marshall sesuai tahapan berikut ini : 1) Tahap 1 Berdasarkan perkiraan kadar aspal optimum di perkirakan dengan variasi kadar aspal rencana, yaitu 5.0%;5.5%;6.0%;6.5%7.0%. Kemudian dilakukan pengujian Marshall standar dengan 2x75 tumbukan untuk menentukan VIM, VMA, VFA, kepadatan, stabilitas, kelelehan, hasil bagi Marshall dan indeks stabilitas sisa. Dari hubungan antara kadar aspal dengan parameter marshall dapat ditentukan kadar aspal optimum. Setelah didapatkan kadar aspal optimum maka dilakukan pembuatan benda uji dengan variasi yang telah ditetapkan. Pada durasi perendaman 30 menit dan 24 jam. Kemudian dilakukan uji Marshall dengan kondisi standar 2x75 tumbukan untuk menentukan VIM,VMA,VFA, kepadatan, Stabilitas, kelelehan dan hasil bagi Marshall. Seluruh kriteria hasil Marshall yang didapatkan mengacu pada standar departemen pekerjaaan umum tahun 2010. 2) Tahap 2 Pengujian ini dimaksudkan untuk memperoleh nilai ketahanan atau stabilitas terhadap kelelehan plastis (Flow) dari suatu campuran beraspal. Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut : Proporsi dirancang dari masing-masing fraksi agregat yang digunakan untuk mendapatkan agregat campuran dengan gradasi sesuai standar campuran III - 20
laston AC-BC. Berdasarkan berat masing-masing agregat dan proporsi rancangan, dapat ditentukan berat jenis agregat campuran. Untuk campuran laston, perencanaan dimulai pada garis gradasi yang diinginkan dengan cara menentukan garis gradasi di antara titik-titik kontrol. Setelah menentukan nilai KAO dengan variasi kadar aspal rencana, maka benda uji yang terdiri atas campuran dari agregat kasar, agregat halus, aspal, dan kapur, dibuat untuk diuji dengan pengujian Marshall. Pengujian Marshall dilakukan sesuai dengan SNI 06-2489-1991 untuk menentukan stabilitas, kelelehan, MQ, VIM, VMA, dan VFA. Dari hasil pengujian Marshall terhadap campuran beraspal, maka akan dapat diketahui nilai dari stabilitas, kelelehan, MQ, VMA, VIM, dan VFA nya masing-masing. Campuran beraspal optimum yang telah dapat ditentukan dari hasil pengujian berat jenis, penetrasi, titik nyala, titik bakar, titik lembek, daktilitas, dan Marshall, akan dijadikan sebagai bahan uji acuan untuk selanjutnya diuji dengan pengujian perendaman Marshall, Los Angeles dan Wheel Tracking untuk menentukan kinerjanya yang terlihat dari IKS dan stabilitas dinamisnya. Uji Perendaman Marshall (Marshall Immersion Test) Pada prinsipnya, pengujian ini sama dengan pengujian marshall standar, hanya saja waktu perendaman benda ujinya berbeda. Indeks perendaman berhubungan dengan daya lekat aspal terhadap agregat di lapangan dalam keadaan basah, bila daya lekatnya hilang maka jalan akan rusak. Menurut AASHTO T.165-74 atau ASTM D.1075-54 ( 1969 ) ada dua metode ujian perendaman Marshall yaitu ujian III - 21
perendaman selama 4 x 24 jam dengan suhu ± 50 C dan uji perendaman selama 1 x 24 jam dengan suhu ± 60 C. Pada pengujian ini dipakai metode uji perendaman Marshall selama 1 x 24 jam dalam suhu konstan 60 C sebelum ada pembebanan dengan target yang harus dicapai Indeks Kekuatan Sisa ( IKS ) yaitu lebih besar dari 90%. Pengujian ini dilakukan di Laboratorium UPT PPP DPU DKI Jakarta, dengan langkah-langkah sebagai berikut : Bahan uji dan alat uji yang akan digunakan dipersiapkan, dibersihkan, dan diukur diameter serta tingginya sebelum kemudian ditimbang. Benda uji ditimbang dalam air kemudian dicatat beratnya. Benda uji dibagi menjadi 2 buah dengan jangka waktu perendaman antara 30 menit dengan 24 jam. Kemudian dilakukan pengujian Marshall untuk mengetahui stabilitasnya masing-masing. Rumus untuk menentukan IKS yaitu : IKS = Keterangan : IKS = Indeks Kekuatan Sisa (%) harus lebih besar dari 90%. S1 S2 = Stabilitas hasil rendaman 30 menit pada suhu 60 C (kg). = Stabilitas hasil rendaman 24 jam pada suhu 60 C (kg). 3) Tahap 3 Pengujian Wheel Tracking dilakukan guna memberi gambaran ketahanan campuran terhadap pemadatan sekunder dan perubahan bentuk serta simulasi pembebanan yang akan diterima perkerasan di lapangan. Pengujian dilakukan pada suhu 60 C dengan beban 6,4 ± 0,15 kg/cm² yang setara dengan beban kendaraan berat (Japan Road Association, 1998). Pengujian ini dilakukan di Laboratorium III - 22
UPT Penyelidikan, Pengukuran, dan Pengujian DPU Provinsi DKI Jakarta dengan langkah-langkah sebagai berikut : Agregat disiapkan sesuai dengan spesifikasi untuk pengujian Marshall. Agregat dikeringkan pada suhu 28 C di atas temperatur pencampuran dan sekurang-kurangnya 4 jam di dalam oven. Begitupun dengan wadah pencampuran kira-kira dipanaskan pada suhu 28 C di atas temperatur pencampuran. Masukkan agregat campuran yang telah dipanaskan ke dalam wadah pencampuran, lalu aspal dituangkan kemudian diaduk sampai seluruh agregat terselimuti oleh aspal. Perlengkapan cetakan untuk benda uji dan bagian telapak penumbuk dibersihkan dan dipanaskan sampai temperatur antara 90-150 C. Benda uji diletakkan di atas cetakan dan dioleskan vaselin pada bagian dalam cetakan, kemudian letakkan kertas saring dengan ukuran sesuai cetakan. Seluruh campuran beraspal dimasukkan ke dalam cetakan dan campuran tersebut ditusuk-tusuk dengan spatula. Kertas saring diletakkan di atas permukaan benda uji dengan ukuran sesuai cetakan. Alat pemadat roda baja dan pengatur jumlah lintasan disiapkan dan disetel sehingga posisi roda baja sesuai untuk pemadatan kemudian setelan beban pemadat diatur dengan menggeser beban sesuai skala pengukur beban. Cetakan yang berisi campuran beraspal diletakkan tegak lurus pada sumbu roda pemadat dengan alat pengatur penggerak landasan pemadat secara manual. III - 23
Campuran beraspal dipadatkan dengan menggunakan alat pemadat roda baja, kemudian setelah selesai dipadatkan, benda uji dikeluarkan dan dibiarkan pada suhu ruangan. Dari pengujian Wheel Tracking tersebut diperoleh stabilitas dinamis (lintasan/mm) dan kecepatan deformasi (mm/menit). Berdasarkan spesifikasi yang dikeluarkan Dep. PU 2005, stabilitas dinamis untuk campuran aspal panas minimal sebesar 2500 lintasan/mm. Nilai deformasi diperoleh dari kedalaman permukaan benda uji akibat beban repetisi. Laju deformasi (RD) diperhitungkan sebagai rasio selisih deformasi dengan selisih waktu yaitu : RD = Keterangan : d2 d1 t2 t1 = Deformasi saat pengujian berjalan selama 60 menit (mm). = Deformasi saat pengujian berjalan selama 45 menit (mm). = 60 menit. = 45 menit. III - 24