BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi saat ini, di mana persaingan bisnis berlangsung sengit, para pemilik bisnis baik kecil, menengah, maupun besar, benar-benar harus berupaya keras dan terus-menerus untuk membuat kreativitas dan inovasi. Bagaimana tidak, saat ini konsumen dibanjiri berbagai produk, termasuk produk sejenis yang sulit dibedakan lagi kekurangan dan kelebihan masing-masing produk tersebut. Untuk menghindari komoditisasi produk, para pemilik bisnis menggunakan strategi-strategi marketing unggulan untuk membuat produkproduk mereka lebih menonjol satu dengan yang lainnya. Karena itu, maka lahirlah terminologi-terminologi mutakhir dalam dunia pemasaran, seperti: branding, positioning, unique selling proposition, top of mind, dan lain-lain. Bila ingin sukses, produk harus menancap kuat di hati dan benak konsumen. Sekali produk berada di hati dan benak konsumen, niscaya keuntungan jangka panjang yang terus-menerus akan diperoleh si pemilik bisnis. Misalnya saja: pasta gigi Pepsodent, sabun Lux, sampo Sunsilk, margarin Blue Band, produk-produk tersebut sudah digunakan oleh masyarakat Indonesia sejak puluhan tahun yang lalu dan terus menjadi market leader hingga saat ini. Selama pemakaian yang sudah berjangka puluhan tahun itu, maka dapatlah dibayangkan 1
betapa besarnya profit yang telah diperoleh oleh perusahaan pembuat produk tersebut. Di era membanjirnya produk sejenis, maka unsur pembeda produk menjadi hal yang sangat penting agar konsumen tidak salah pilih produk yang dikehendaki dan dibutuhkannya. Dalam dunia pemasaran global saat ini, termasuk di Indonesia, produk biasanya dibedakan dari dua hal utama, yaitu: Merek dan Logo. Kerapkali di surat kabar kita melihat sengketa antara dua perusahaan yang memperebutkan merek dan logo sebuah produk. Pengumuman-pengumuman berukuran besar dan mahal di koran-koran memperlihatkan betapa pentingnya merek dan logo bagi suatu perusahaan. Logo adalah sebuah hasil proses karya cipta yang bersifat visual, dan penciptanya atau desainernya mendapatkan perlindungan hukum, yaitu Hukum Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Hak Kekayaan Intelektual (HKI), adalah hak yang timbul dari hasil olah pikir seseorang yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna bagi kehidupan manusia. Objek mengenai kreativitas intelektual yang diatur dalam Hak Kekayaan Intelektual (HKI) akan memberikan hak kepada seseorang/negara untuk dinikmati secara ekonomis. Dengan kata lain seseorang bebas untuk mengajukan permohonan atau mendaftarkan karya-karya intelektualnya dalam bentuk hak privat (private right). Kemudian negara akan memberikan hak eksklusif kepada pelaku Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau kepada pemohon HKI. 2
Hak Kekayaan Intelektual adalah sebuah wilayah hukum yang menangani hak-hak yang berhubungan dengan hasil usaha kreatif manusia atau reputasi komersial dan goodwill. Secara umum Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dapat terbagi dalam dua kategori yaitu: Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri. Hak Kekayaan Industri meliputi: Paten, Merek, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Rahasia Dagang, Varietas Tanaman. Keberadaan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam hubungan antar manusia dan antar negara merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri. HKI adalah penting bagi masyarakat industri ataupun negara berkembang. Dan saat ini perdagangan global di dunia usaha meningkat dengan tajam, peraturan mengenai perlindungan Hak Kekayaan Intelektual sedang merevisi undang-undang yang ada. Keikutsertaan Indonesia dalam meratifikasi konvensi Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) termasuk persetujuan aspek-aspek dagang terkait Hak Kekayaan Intelektual yaitu persetujuan TRIP s (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) memberikan pengaruh bagi perlindungan sistem Hak Kekayaan Intelektual yang berlaku di Indonesia. Persetujuan TRIP s / TRIP s Agreements mewajibkan negara anggotanya untuk menyesuaikan Undang-undang nasional di bidang Hak Kekayaan Intelektual dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam persetujuan TRIPs. Persetujuan TRIPs memuat standar perlindungan bagi karya intelektual. Persetujuan TRIPs juga mengatur pelaksanaan penegakan hukum di bidang HKI. 3
Keselarasan antara Hak Kekayaan Intelektual dan penegakan hukum akan menciptakan keharmonisan dalam masyarakat, yaitu dengan cara menghormati hasil karya cipta orang lain. Masalah HKI memang berkaitan erat dengan dunia bisnis. Karena itu tidaklah mengherankan apabila para pelaku bisnis mengeluarkan banyak dana untuk melakukan penelitian dan pengembangan produk mereka. Tujuan dari riset tersebut yaitu untuk mengetahui apa yang sedang dibutuhkan oleh masyarakat, ataupun melakukan suatu penelitian dalam bidang teknologi yang hasilnya kelak dapat dijual. Dalam situasi seperti ini, memang dituntut kreativitas yang cukup tinggi dari pelaku bisnis, inventor, dan kreator yang menghasilkan hasil karya dan kreasi yang mempunyai nilai jual di kemudian hari. Hasil karya yang dilahirkan tersebut, disampingi mempunyai nilai ekonomis, juga memiliki implikasi yuridis. Hal ini disebabkan apabila dilihat dari sudut pandang hukum antara pihak yang melahirkan suatu kreasi dengan hasil kreasinya ada hubungan yang erat. Hubungan hukum yang dimaksud yaitu adanya hak yang melekat pada hasil kreasi orang yang bersangkutan, baik hak moral (moral rights) yang berarti namanya sebagai pencipta tercantum dalam hasil karya tersebut, maupun hak ekonomis (economic rights) yang berarti ia berhak menikmati hasil dari penjualan hasil karyanya. Jadi hakikat HKI adalah adanya suatu kreasi (creation). Oleh karena itu apabila seseorang ingin hak kekayaan intelektualnya mendapat perlakuan khusus 4
atau tepatnya dilindungi oleh hukum, maka ia harus mengikuti prosedur tertentu yang ditetapkan oleh negara. Prosedur yang dimaksud adalah melakukan pendaftaran HKI di tempat yang sudah ditentukan oleh undang-undang. Perlunya melakukan pendaftaran tersebut mengingat di era globalisasi ini arus informasi datang begitu cepat bahkan hampir tidak ada batas antar negara. Sehingga tidaklah mengherankan apabila HKI merupakan salah satu obyek bisnis yang cukup diminati oleh pelaku bisnis karena dianggap dapat mendatangkan keuntungan dari pada mereka harus memulai dari nol. Karena itu dalam era perdagangan dunia sekarang ini hendaknya hak cipta segera didaftarkan agar setiap pencipta, penemu atau pelaku ekonomi tidak akan mudah dijatuhkan oleh pihak lain. Memang ada jenis HKI yang secara teoritis tidak perlu didaftarkan namun tetap dilindungi, dalam arti apabila hasil karyanya diumumkan oleh yang berhak, maka pada saat itu hak tersebut sudah dilindungi. Hanya saja apabila terjadi pelanggaran HKI akan sulit untuk membuktikan bagi pemegang HKI yang tidak mendaftarkan haknya, sebaliknya bisa terjadi orang lain yang mendaftarkan hak tersebut. Di sini penulis hendak mengangkat permasalahan yang ada pada salah satu hak kekayaan industri yaitu Hak Cipta Logo. Logo sebuah produk barang atau jasa yang bisa berupa gambar, huruf, atau angka. Logo tidak hanya memiliki arti fisik dalam arti bentuk, warna atau jenis huruf yang dipakai, namun memiliki makna yang lebih mendalam karena melalui 5
logo, maka konsumen dapat mengenali produk yang akan dibeli. Logo memiliki peran yang sangat penting dalam pengambilan keputusan konsumen dalam memilih suatu produk. Membuat sebuah logo menjadi dikenal bukan hal yang mudah, karena membutuhkan kreativitas, waktu dan dana yang tidak sedikit. Sering kita baca adanya pelaku usaha tertentu yang meniru logo atau membuat logo yang kelihatan mirip dengan pemilik logo pelaku usaha yang lain. Agar masalah ini bisa diatasi secara hukum maka diperlukan pengaturan mengenai Hak Cipta yaitu berupa Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis memilih judul Perlindungan Hak Cipta Logo Berdasarkan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor 54/Hak Cipta/2009/PN Niaga Jkt Pst). Dalam kasus sengketa logo ini, permasalahan yang timbul antara Sambudi Ongko dengan Usman Joko adalah logo PLUS yang ada pada cakram optik yang dibuat baik oleh perusahaan Sambudi Ongko maupun Usman Joko. Karena merasa dirugikan, Sambudi Ongko melayangkan gugatan pembatalan hak cipta logo PLUS ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Menurut penggugat, logo PLUS miliknya adalah asli dan orisinal ciptaan penggugat, yang dihasilkan dari kreativitas dan olah pikir yang dipadukan dengan nilai seni yang menjadi satu kesatuan sehingga terciptalah logo tersebut. Sambudi Ongko juga menyatakan bahwa logo PLUS miliknya juga 6
memiliki karakteristik khusus yang sengaja diciptakan oleh penggugat, yang mana hanya penggugatlah yang tahu alasan diciptakannya karakteristik khusus pada huruf-huruf tersebut. Di Indonesia, pendaftaran ciptaan lebih bersifat pilihan atau optional. Pendaftaran berfungsi sebagai pencatatan hak pencipta atas ciptaan, identitas pencipta dan data lain yang relevan agar didapatkan catatan formal atas status kepemilikan hak cipta. B. Perumusan Masalah Permasalahan dari latar belakang di atas adalah : 1. Apakah Undang-undang Hak Cipta mampu melindungi pemilik Hak Cipta Logo bila ada pihak yang lain yang ingin menggunakan ciptaan logonya? 2. Bagaimana cara penyelesaian bila terjadi pengakuan Hak Cipta Logo oleh pihak lain yang bukan pencipta logo? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk : 1. Mengetahui dan menganalisa perlindungan hukum terhadap sebuah logo sebagai sebuah karya cipta. 2. Mengetahui dan memahami bagaimana Undang-undang Hak Cipta mampu menjadi cara penyelesaian yang efektif untuk melindungi sebuah logo sebagai ciptaan. 7
D.Keaslian Penelitian Dari pengamatan dan dalam pengetahuan penulis, di Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada belum pernah ada penelitian yang secara khusus sama seperti yang dilakukan terhadap bidang yang diusulkan penulis, khususnya lagi tentang logo sebagai sebuah karya cipta. Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk perkembangan ilmu hukum khususnya di bidang Hak Kekayaan Intelektual. Penelitian ini juga diharapkan sebagai masukan bagi kebijakan penyempurnaan peraturan bagi masalah di bidang Hak Kekayaan Intelektual khususnya Hak Cipta, dan juga diharapkan dapat menambah wawasan mahasiswa di bidang perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, khususnya Hak Cipta. 8