BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Puskesmas sebagai unit pelaksana kesehatan terdepan (pelayanan kesehatan primer di indonesia) mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya optimalisasi derajat kesehatan masyarakat, khususnya masyarakat ekonomi menengah ke bawah yang merupakan jumlah masyarakat yang paling banyak di indonesia. Puskesmas Global Limboto adalah salah satu dari puskesmas yang terletak di Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo. Batas-batas wilayah kerja sebagai berikut : Batas Wilayah : Sebelah Timur : Kec. Telaga Biru Sebelah Barat : Kec. Limboto Barat Sebelah Utara : Kec. Kwandang Sebelah Selatan : Kec. Batudaa Luas Wilayah : 127,92 km 2 Wilayah Kerja : 14 Kelurahan Karakteristik Wilayah : 1. Pesisir Danau 2. Pegunungan
3. Dataran Jumlah Penduduk : 47456 Jiwa a. Laki-laki : 23328 Jiwa b. Perempuan : 24128 Jiwa Kepala Keluarga : 12488 KK Penduduk Miskin : a. Jamkesmas : 14334 Berdasarkan hasil wawancara dengan Pengawas minum obat (PMO) yang berada di Puskesmas Global Limboto mengatakan bahwa ada 50 pasien yang datang berobat di Puskesmas Global Limboto dengan rentang waktu pengobatan selama 6 bulan. 4.2 Hasil Penelitian Penelitian dilakukan kurang lebih 15 hari mulai tanggal 20 mei sampai dengan 3 juni 2013. Penelitian dilakukan setiap hari kerja pada hari senin sampai dengan hari sabtu. Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah pengawas minum obat (PMO) yang datang di Puskesmas Global Limboto sebanyak 50 orang. Pada bab ini disajikan berturut turut mengenai laporan hasil dan pembahasan dan telah dilakukan meliputi : 1. Analisis Univariat Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia, Pendidikan, Perguruan tinggi dan Pekerjaan
Kategori n % Umur 16-20 Tahun 3 6 21-25 Tahun 8 16 26-30 Tahun 11 22 31-35 Tahun 12 24 36-40 Tahun 11 22 41-45 Tahun 4 8 46-50 Tahun 1 2 Total 50 100 Pendidikan Perguruan Tinggi 1 2 SD 11 22 SMP 20 40 SMA 16 32 Tidak sekolah 2 4 Total 50 100 Pekerjaan Buruh 6 12 IRT 12 24 Mahasiswa 1 2 Pedagang 3 6 Sopir 1 2 Swasta 8 16 Tani 1 2 Tidak bekerja 15 30 Tukang bentor 3 6
Total 50 100 Data primer Tabel 4.1 menunjukkan bahwa usia sampel terbanyak berada direntang umur 31-35 tahun sebanyak 12 responden (24%) dan sampel terkecil rentang umur 46-50 tahun sebanyak 1 responden (2%). Jumlah sampel sebagian besar berpendidikan SMA yaitu sebanyak 20 responden (40%) dan jumlah sampel terkecil sebanyak 1 responden (2%). Dari tabel 4.1 juga dapat dilihat bahwa kebanyakan responden yang tidak memiliki pekerjaan juga sangat tinggi yaitu sebanyak 15 responden (30%). Kategori Dukungan PMO n % Baik 26 52 Kurang 24 48 Total 50 100 Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan PMO Data primer Dari tabel 4.2 di atas di ketahui bahwa jumlah dukungan PMO yang baik sebanyak 26 dari 50 orang, sedangkan dukungan PMO yang kurang sebanyak 24 dari 50 orang. Tabel 4.3 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Dukungan PMO No Item Pertanyaan Kurang 1. Apakah anda mengawasi pasien untuk berobat? 15 2. Apakah anda selalu mengawasi pasien untuk menelan obat? 25
3. Apakah anda selalu memberikan dorongan pada pasien untuk berobat? 21 4. Apakah anda selalu mengingatkan pasien untuk mengambil obat dan memeriksakan dahak sesuai dengan jadwal yang ditentukan? 12 5. Apakah anda selalu menegur pasien jika pasien tidak mau/lalai dalam minum obat? 23 6. Apakah anda mengetahui tentang perkembangan kondisi kesehatan pasien saat ini? 23 7. Apakah anda mengetahui alasan pasien tidak berobat atau lalai minum obat? 32 8. Apakah anda selalu memberikan solusi jika pasien merasa jenuh untuk minum obat? 33 9. 10. Apakah anda selalu memberikan semangat pada pasien untuk sembuh dan mengajurkan pasien untuk banyak istirahat? Apakah anda selalu menyampaikan informasi dari petugas puskesmas tentang pengobatan yang seharusnya dijalankan oleh pasien? 18 25 Tabel 4.3 menunjukkan bahwa urutan pertama yang kurang mendapatkan dukungan PMO terdapat pada item pertayaan no 8 adalah sebanyak 33 responden dan urutan kedua yang kurang mendapatkan Kategori Kepatuhan n % Patuh 25 50 Tidak Patuh 25 50 dukungan PMO terdapat pada item pertayaan no 7 adalah sebanyak 32 responden. Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kepatuhan Berobat Pasien
Total 50 100 Data primer Dari tabel 4.4 di atas di ketahui bahwa jumlah kepatuhan pasien yang patuh berobat 25 dari 50 orang dan pasien yang tidak patuh berobat adalah 25 orang dari 50 orang. 2. Analisis Bivariat. Berdasarkan analisis bivariat untuk mengetahui apakah ada dukungan pengawas minum obat (PMO) dengan kepatuhan berobat pasien tuberkulosis paru dari variabel terobservasi dapat dilihat sebagai berikut : Pengujian Hipotesis Hipotesis yang di uji : Ho : tidak ada hubungan dukungan pengawas minum obat (PMO) dengan kepatuhan berobat pasien tuberculosis paru dan Ha : ada hubungan dukungan pengawas minum obat (PMO) dengan kepatuhan berobat pasien tuberculosis paru. Tabel 4.5 Analisa Hubungan dukungan Pengawas Minum Obat (PMO) dengan Kepatuhan berobat pasien tuberkulosis paru Dukungan Kepatuhan Total P
PMO Patuh Tidak patuh n (%) n % n % Baik 19 73.1 7 26.9 26 (52 %).001 Kurang 6 25 18 75 24 (48 %).001 P : Probability dengan uji chi square nilai P = 0,001 jika di bandingkan dengan λ = 0,05 maka nilai P = 0,05 sehingga dapat dikatakan Ho di tolak dan Ha di terima, berarti ada hubungan dukungan pengawas minum obat dengan kepatuhan berobat pasien tuberkulosis paru. 4.3 Pembahasan Pada bab ini akan disajikan pembahasan mengenai sebagai berikut : 1. Hubungan Usia, Pendidikan dan Pekerjaan Dengan Kepatuhan Berobat a. Usia Tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian responden berusia 31-35 tahun (24%). Hasil penelitian menemukan bahwa usia yang terbanyak adalah yang di atas 20 tahun yang sudah tidak produktif lagi. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil Sitepu (2009) yang menunjukkan bahwa kelompok umur yang paling banyak adalah pada umur 35-55 tahun sebanyak 103 orang (92,8%). hal ini dapat diasumsikan karena kelompok usia 35-55 tahun adalah kelompok usia yang mempunyai mobilitas yang sangat tinggi sehingga kemungkinan terpapar dengan kuman Mikobakterium Tuberkulosis paru lebih besar
selain itu reaktifan endogen (aktif kembali yang telah ada dalam tubuh) terjadi pada usia yang sudah tua. b. Pendidikan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa responden yang berpendidikan terbanyak adalah tingkat pendidikan SMP 20 orang (40%). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Sitepu (2009) yang menunjukkan bahwa pendidikan yang paling banyak adalah tingkat pendidikan SLTA/Sederajat 40 orang (36%). Tingkat pendidikan sangat berpengaruh dalam kemampuan PMO dan penderita untuk menerima informasi tentang penyakit, terutama tentang TB paru. Kurangnya informasi tentang TB paru menyebabkan kurangnya dukungan keluarga dan kepatuhan berobat pasien atau berenti bila gejala penyakit tidak dirasakan lagi. c. Pekerjaan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa responden yang tidak bekerja mempunyai jumlah 15 orang (30%). Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zuliana (2009) menemukan bahwa pekerjaan tidak berpengaruh terhadap PMO. Namun, menurut Philipus (1997) yang dikutip oleh Perdana (2008) memperlihatkan adanya hubungan yang bermakna antara jenis pekerjaan dengan keteraturan dalam berobat. Pekerjaan merupakan suatu aktifitas yang dilakukan untuk mencari nafkah. Faktor lingkungan kerja mempengaruhi seseorang untuk terpapar suatu penyakit. Lingkungan kerja yang buruk mendukung untuk terinfeksi TB Paru antara lain supir, buruh, tukang becak dan lain-lain dibandingkan dengan orang yang bekerja di daerah perkantoran. Penelitian yang dilakukan oleh Arsin dkk (2004) menunjukkan bahwa jenis pekerjaan
yang berisiko tinggi terpapar kuman TB adalah sopir, buruh/tukang, pensiunan/purnawirawan, dan belum bekerja. Penyebab pasien yang tidak bekerja cenderung tidak teratur berobat karena didasari oleh pendapat mereka yang mengatakan bahwa berobat ke puskesmas harus mengeluarkan biaya untuk transportasi dan difokuskan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari daripada untuk pengobatan. Tetapi obat yang diberikan oleh pihak puskesmas gratis. Sehingga tidak ada alasan bagi pasien untuk tidak teratur berobat walaupun tidak bekerja. Hendaknya pasien maupun keluarga pasien membuka usaha kecil-kecilan untuk menambah pendapatan guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. 2. Hubungan Peran PMO Dengan Kepatuhan Berobat Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dukungan PMO yang baik sebanyak 26 orang (52%) dan yang kurang baik sebanyak 24 orang (48%). Penelitian ini didukung oleh Sumarman dan Krisnawati (2012) yang menemukan bahwa peran PMO yang kurang baik berisiko sebesar 3.013 kali untuk menyebabkan pasien tidak patuh periksa ulang dahak pada fase akhir pengobatan dibandingkan dengan pasien yang memiliki peran PMO yang baik. Sama halnya yang ditemukan oleh Sumange (2010) menemukan bahwa ada hubungan antara peran PMO dengan kepatuhan berobat penderita TB Paru. Dukungan sosial oleh PMO berupa dukungan emosional meningkatkan motivasi kepada pencderita TB Paru untuk sembuh. Peran PMO lebih banyak dilakukan oleh anggota keluarga sebanyak 41 orang kemudian diikuti oleh teman sebanyak 4 orang. Pasien yang tidak teratur secara keseluruhan (100%) memiliki PMO dari anggota keluarga tetapi tidak berperan dengan baik. Kurangnya pemahaman akan tugas sebagai PMO sehingga pasien TB Paru dengan peran PMO yang
kurang lebih banyak tidak teratur berobat. Tugas sebagai PMO kebanyakan dikerjakan berupa mengingatkan untuk ambil obat dan mengawasi menelan obat, tetapi kurang melakukan tugas untuk memberikan penyuluhan kepada anggota keluarga yang lain. Peran keluarga yang baik merupakan motivasi atau dukungan yang ampuh dalam mendorong pasien untuk berobat teratur sesuai anjurannya. Adanya dukungan atau motivasi yang penuh dari keluarga dapat mempengaruhi perilaku minum obat pasien TB Paru secara teratur. Sehingga keluarga perlu berperan aktif mendukung supaya pasien menjalani pengobatan secara teratur sampai dinyatakan sembuh oleh petugas kesehatan. Penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan keluarga terhadap pasien untuk teratur berobat cukup baik. Pada umumnya dukungan keluarga yang diberikan dalam bentuk memberikan motivasi untuk teratur berobat, bantuan dana untuk kebutuhan sehari-hari, serta bantuan transportasi untuk pasien TB Paru. Tetapi masih ada anggota yang menghindari pasien yang menyebabkan pasien merasa malu untuk menjalani pengobatan. Peran keluarga menentukan pasien untuk menjalani pengobatan. 3. Hubungan Kepatuhan dengan berobat pasien Tabel 4.4 menunjukkan bahwa pasien yang patuh sebanyak 25 orang (50%). Hal ini dikarenakan motivasi yang tinggi dari penderita untuk sembuh dan takut bila penyakit berlanjut serta takut bila lupa minum obat dan pengobatannya harus di mulai dari awal. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Rejeki (2003) pada 34 responden di Puskesmas Bojong I Kabupaten Pekalongan yang menunjukkan bahwa kepatuhn penderita dalam berobat di Puksesmas Bojong I 100% penderita dalam berobat dan minum obat.